Bab 177Memangnya Menurutmu Dia Itu Orang Kayak Apa?
'Tolonglah aku, Sajou — Cuma kamu saja yang aku punya!!'
Kalau boleh aku umpamakan, itu seakan-akan kayak pengakuan cinta yang penuh gairah. Saat aku dan Kei mendengar hal itu, kami berdua berlarian ke dinding tangga spiral yang ada di tengah selasar lorong penghubung. Apa keputusan ini sudah tepat? Secara tidak sengaja, kami akhirnya bersembunyi di balik dinding. Meskipun kami dapat menggunakan tangga spiral untuk mengungsi ke lantai bawah, kalau kami turun, mereka berdua pasti akan langsung melihat kami di tengah jalan. Kami tidak dapat bergerak dalam situasi ini.
Ketimbang memikirkan hal semacam itu, saat ini yang terpenting buat kami yaitu menenangkan diri. Jantungku berdebar-debar saat aku merenungkan kata-kata Sasaki-kun dalam benakku. Tidak diragukan lagi, itu memang kata-kata yang bagus, tetapi seberapa banyakpun aku menggosok-gosok mataku, yang aku lihat cuma ada Wataru saja di sana. Ia itu seorang cowok. Ini merupakan situasi di antara dua orang cowok.
"E-Eh, apa yang sedang terjadi...!?"
"A-Aku tidak tahu...!"
Kei bertanya padaku dengan suara pelan, matanya terbelalak. Kayaknya dia langsung terbangun sepenuhnya setelah mendengar kata-kata barusan. Aku juga merasakan hal yang sama. Mataku jadi terbuka lebar, seakan-akan aku baru saja terbangun dari tidurku beberapa saat yang lalu.
Suara langkah kaki Sasaki-kun dan Wataru berhenti di tempat di mana kami duduk barusan untuk menghirup udara segar. Kei sedang merangkak ke pinggir dinding, mencoba mengintip ke sisi lain dengan hati-hati.
"Tung-Tunggu sebentar...! Itu...!"
"Kamu bilang kayak gitu, padahal Aichi sendiri juga hendak mengintip, bukan...!?"
"Ah, e-eum...!"
Saat aku mendekati Kei untuk menghentikannya, entah mengapa aku malah menempel secara diagonal ke dinding di atas Kei. Aneh sekali... ...tanpa aku sadari, aku sudah ada dalam posisi ini. Padahal aku mestinya tidak boleh jadi sosok kakak yang tidak sopan, demi Airi...
Namun, posisi ini memang ketat. Jadi, aku akan membiarkan tanganku bertumpu di punggung Kei agar sedikit lebih mudah dalam mengintip mereka.
'Apa-apaan sih...? ...Mengapa cuma ada aku saja di sini? Aku barusan sudah mau pulang, loh?'
'Sebentar saja... ...Cuma sebentar saja, kok!'
'Men-Menjijikkan...!'
Wataru melepaskan lengannya, mengusap pergelangan tangannya sambil memasang wajah pahit dan duduk di anak tangga beton itu. Meskipun ia dibutuhkan, sikap Wataru tetaplah jutek. Aku penasaran apa ini hubungan yang normal di antara mereka berdua sehari-hari. Mungkin saja, Sasaki-kun benar-benar peduli pada Wataru, jadi mungkin ada baiknya kalau ia bersikap lebih lembut padanya...
Meskipun aku mengeluh di dalam hati, aku masih belum dapat menerima kenyataan yang ada di hadapan mataku ini. Mengesampingkan fakta akan kemungkinan kalau Sasaki-kun itu menyukai sesama jenis atau tidak, entah mengapa aku merasa lega karena Wataru tidak bilang "Ada apa?" dengan wajah yang tenang. Kalau memang benar begitu, aku mungkin akan merasa tidak akan dapat berjalan pulang dengan selamat.
"Wajah seriusnya Sasaki-chi — I-Itu memang soal 'itu', bukan!? Iya, bukan!? Iya, bukan!?"
"Hei, jangan berisik, kita tidak dapat mendengar suara mereka nantinya...!"
Kami saling mengobrol sambil berbisik-bisik satu sama lain. Gairah Kei tidak dapat dihentikan, seakan-akan rasa kantuk yang tadi kami rasakan telah hilang entah ke mana. Untungnya, suara angin yang membelah dinding ini kayaknya meredam suara kami sampai-sampai tidak terdengar oleh Wataru dan Sasaki-kun. Aku rasa kalau kami berdua ketahuan pada saat ini, kami tidak akan dapat mendengar apa-apa dari mereka sama sekali.
Setelah Sasaki-kun memastikan kalau Wataru duduk dengan tenang, ia mengeluarkan sebuah kantong plastik dari tasnya dan menyodorkan sesuatu pada Wataru.
'Ini, ambillah, silakan dinikmati.'
'Oh — jadi ini, ternyata ini cuma jeli nutrisi...'
'Itu masih enak, bukan?'
'Hmm, paling tidak ini masih dingin, jadi masih mendingan lah.'
Wataru membuka tutup jeli nutrisi itu dengan suara 'krek-krek' sambil mendongak seakan-akan ia telah mengingat sesuatu. Dari caranya duduk, kayaknya ia sudah tidak berniat untuk kabur dari Sasaki-kun lagi. Kayaknya, ia cuma merasakan penolakan pada hal itu cuma karena ia diseret-seret sebelumnya.
Tidak, kalau dipikir-pikir lagi, aku jadi penasaran, memang mestinya kayak apa sikapnya? Meskipun, ada kemungkinan akan menerima pengakuan cinta seumur hidup dari teman cowok yang sesama jenis, apa cowok-cowok normal dapat tetap tenang dalam situasi kayak gini? Seandainya saja ia itu aku, mungkin saja aku akan merasa takut.
'Hei — Apa boleh aku duduk di sebelahmu?'
"...!"
'Mengapa mesti duduk di sebelahku!? Duduk di depanku saja!'
'Tidak, entah mengapa rasanya kalau kita duduk berhadapan, jarak di antara kita itu agak...'
'Ah? Ah... ...Hmm, begitu ya... ...Tidak, tidak usah pakai minta izin segala, silakan duduk saja di sebelahku. Tidak usah repot-repot pakai tanya-tanya aku dulu segala...'
'Maafkan aku, oke.'
Punggung Kei bereaksi karena dia tersentak saat mendengar kata-kata Sasaki-kun yang terdengar agak gugup. Aku juga mau tidak mau menghela napas kaget, tetapi Sasaki-kun kayaknya memilih duduk di sebelah Wataru karena pertimbangan jarak yang jauh di antara mereka. Wataru membalas senyuman masam Sasaki-kun dengan wajah yang agak tidak senang.
"Aichi... ...Eh, entah mengapa, bukannya ini terasa agak kurang bagus?"
"Eh? Apanya...?"
"Tidak, bagaimana bilangnya ya, perasaannya itu, loh..."
"Mustahil..."
"Ah, tidak usah mundur."
Meskipun aku tahu makna dari BL itu, sejauh ini aku belum pernah menghargai keberadaan hal itu dari sudut pandang seorang cewek. Namun, Kei kayaknya sudah melihat sesuatu dalam interaksi mereka berdua. Aku memang tidak terlalu mundur, tetapi aku rasa itu tidak sampai membuat pipiku memerah kayak Kei. Menurutku, aku merasa senang karena aku melihat dua orang cowok yang saling akrab itu merupakan hal yang normal. Tetapi tunggu dulu, apa mereka berdua memang akrab? Eh?
Wataru bergeser ke belakang, ke ujung yang paling jauh dari posisi kami, sementara Sasaki-kun duduk di ujung yang paling dekat dengan posisi kami. Di bagian bawahku, Kei mengeluarkan suara "Haah~" yang agak menggoda. Kayaknya, dia merasakan sesuatu yang istimewa dari jarak mereka berdua itu. Meskipun cuma sedikit, tetapi aku merasa agak paham. Memang benar, kalau dilihat dalam batas ruang lingkup persahabatan...
'—Jadi, ada apa itu? Apa kamu bermaksud kalau ada sesuatu yang mau kamu konsultasi padaku?'
"Eh?"
"Eh — Kya!"
Segera, hampir bersamaan dengan reaksi kami, punggung Kei tiba-tiba merosot. Aku berhasil mencegah Kei dari terjatuh dengan menutupi punggung Kei menggunakan kedua tanganku. Itu gawat, sedikit saja lagi dia hampir terjungkal ke depan.
Setelah aku memperbaiki posisiku dan menjauh, Kei tampak jelas sangat kecewa. Mungkin dia punya ekspektasi yang kuat pada hubungan mereka berdua.
"Hah, ~ ah. Rupanya, ada sesuatu yang mau Sasaki-kun konsultasikan padanya..."
"Be-Begitu saja ya? Itu sih, tidak apa-apa, bukan...!?"
Kenyataannya, mungkin justru akan jauh lebih baik kalau ekspektasi Kei tidak jadi kenyataan di sini. Buatku, aku merasa lega setelah mengetahui bahwa kemungkinan Wataru dan Sasaki-kun punya hubungan semacam itu hampir nol.
'Itu... ...Jangan bilang siapa-siapa, oke?'
'—Apa ini soal Saitou-san yang menyatakan perasaan cintanya padamu?'
'Tunggu—'
"!"
"!"
Mendengar kata-kata Wataru, Kei kembali ke posisi semula. Saat ia mengatakan hal itu, aku sendiri juga mendekatkan telingaku semaksimal mungkin. Sebenarnya, ini perbuatan yang buruk. Menguping itu salah satu perbuatan yang buruk. Namun, saat ini, sayangnya, kami tidak dapat bergerak begitu saja. Iya, ini mau tidak mau merupakan situasi yang tidak dapat kami hindari.
'Ko-Kok kamu bisa tahu!?'
'Tidak, aku sudah tahu kalau kamu diajak jalan-jalan oleh seorang cewek saat istirahat makan siang. Aku rasa aku segera menebak apa maksudmu.'
'Te-Tetapi, aku bahkan belum bilang sepatah katapun soal Saitou-san sama sekali...!'
'Hal semacam itu dapat aku ketahui dari suasananya, loh."
'Euh...'
Kayaknya, Wataru bilang begitu dengan nada yang agak iri dan terdengar agak kasar pada Sasaki-kun. Sementara Sasaki-kun bicara dengan volume suara yang pelan, Wataru menjawab dengan volume suara yang normal dan nada suara yang ketus. Mungkin saja... ...ia bisa saja sedikit lebih mendukung temannya...
(Jadi, yang dari tadi terjadi itu soal ini...)
Aku teringat saat aku diajak keluar dari ruang kelas dan saat aku merasakan tangan Wataru di punggungku. Wataru bilang "Aku membaca suasananya!". Meskipun aku tidak menyangka kalau hal itu akan terjadi, namun kalau ia tahu kalau temannya dipanggil oleh seorang cewek di tengah Festival Budaya ini, dan tidak sulit buatnya untuk memprediksi hal itu.
'...Benar, begitulah.'
Sasaki-kun menganggukkan kepalanya dengan pelan, seakan-akan mengakui kebenarannya. Meskipun wajahnya tampak malu-malu, aku dapat melihat kalau ada sesuatu yang rumit pada dirinya. Saitou-san, yang merupakan anggota Ekskul Upacara Minum Teh, tampak anggun dan imut bahkan di kalangan sesama cewek kayak aku. Meskipun begitu, mengapa Sasaki-kun tidak tampak senang meskipun telah seorang cewek kayak gitu menyatakan perasaan cintanya padanya?
"—Sudah aku duga. Apa mungkin Sasakichi itu..."
"Eh?"
"...Tidak, bukan apa-apa, kok."
Kalau dipikir-pikir, Kei mulai mendadak jadi pendiam.
Saat Kei melihat Sasaki-kun menganggukkan kepalanya, biasanya Kei akan langsung bersemangat dan berbisik-bisik kegirangan, tetapi saat ini dia memasang wajah yang agak rumit kayak Sasaki-kun. Kei memang punya banyak teman, dan mungkin saja, dia tahu sesuatu soal Sasaki-kun.
'—Jadi, apa kamu mau berkonsultasi padaku soal bagaimana cara melindungi Saitou-san dari tangan jahat Yuki-chan?'
"Eh...?"
'Tidak, bukan begitu! Memangnya menurutmu sosok adik cewek seseorang kayak adikku itu orang yang kayak apa!?'
'Cewek yang pemalu, namun agresif.'
'Bukan begitu— Iya, itu mungkin tidak sepenuhnya salah, tetapi bukan begitu!'
Aku hampir terkejut dengan topik konsultasi yang tidak terduga itu, tetapi kayaknya itu tidak benar. Aku tahu kalau Sasaki-kun punya seorang adik cewek yang sangat menyayangi abangnya karena ia pernah membicarakan soalnya di Panitia Pelaksana Festival Budaya. Ia bilang kalau ia mengalami kesulitan karena adiknya tidak mau lepas darinya, tetapi aku penasaran memangnya sampai sebegitunya. Ia itu seorang abang yang buruk karena merasa kesulitan dengan tanda-tanda kasih sayang dari adiknya. Seandainya ia itu aku, aku akan langsung menyambutnya dengan tangan terbuka.
(TL Note: Sekali lagi, Mbak. Jangan samakan seluruh makhluk yang dinamakan 'adik cewek', adiknya doi ini lain.)
Itu benar, Airi tidak perlu meninggalkanku, kakaknya, meskipun dia sudah besar nanti.
"A-Aichi...? Punggungku... ...ada tekanan yang sangat kuat— Aduh!"
Ah, maafkan aku.
Author's Note: Teknik Telapak Spiral Ganda—
TL Note: Dirgahayu Republik Indonesia ke-79!
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
Baca juga: