Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 7 Bab 171 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-7-bab-171-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 171
Penemuan

Hah... ...Natsukawa. Ah... ...Natsukawa.

Aku akhirnya tidak dapat menahan diriku untuk tidak melihat ke belakang. Seorang cewek yang bersalah yang pernah merebut hatiku dan meninggalkanku cuma dalam beberapa menit saja. Aku akan gundul karena terlalu sering menjambak rambutku ke belakang. Aku mau mengejarnya dan meninggalkan Sasaki begitu saja. Ah, ada apa, ya? Kayaknya ada yang aneh, kakiku ada di belakangku.

Aku pergi mengelilingi gedung di mana Ruang Ekonomi Rumah Tangga berada dan masuk ke gedung barat. Aku hampir tidak pernah pergi ke sini sebelumnya, jadi melewati gedung ini sangat menyegarkan. Ruang kelas yang nampak dari lorong tampaknya lumayan bersih. Secara khusus, menurutku kusen jendela dan pintunya tampaknya bebas dari kerusakan seiring berjalannya waktu. Hanya saja, sampai beberapa tahun yang lalu, dana sekolah diinvestasikan ke "Sisi Barat" ini. Fakta yang menunjukkan bahwa dulu ada diskriminasi di SMA ini, entah mengapa mulai terasa semakin nyata.

Aku merupakan seorang siswa dari "Sisi Timur", namun aku tidak merasa tidak suka dengan perlakuan istimewa semacam ini dalam hal fasilitas. Faktanya, tampaknya begitu banyak para wali murid dari "Sisi Barat" yang memberikan dukungan biaya buat SMA ini, dan menurutku beberapa di antara mereka pasti merupakan orang-orang baik hati yang tulus. Bahkan orang-orang kaya pun tidak akan mau memberikan dukungan kalau saja mereka tidak mendapatkan imbalan apapun. Bahkan, aku dengar kalau jumlah dukungan untuk Festival Budaya tahun ini jauh lebih sedikit ketimbang tahun lalu.

Kalau saja keadilan yang berlebihan telah menyebabkan kita kehilangan "perlakuan istimewa" yang wajar, aku tidak tahu lagi apa yang semestinya kita lakukan. Aku memang belum dengar sesuatu soal itu secara spesifik, tetapi kalau saja itu terjadi di SMA ini, aku tidak akan menyalahkan mereka.

"Eh, ada Yoshino. Kamu tampak sangat menyedihkan."

"..."

"Tunggu sebentar, Yoshino. Aku penasaran apa kamu barusan mendengarku atau tidak!"

"...?"

Saat aku mendengar suara yang tidak asing dan menoleh, aku mendapati yaitu ada seorang siswi berambut pirang yang mencolok dan berpenampilan anggun yang tampak seperti seorang nona muda. Dia merupakan cewek Jepang blasteran yang pulang ke tanah airnya, dan dia merupakan tunangan dari Yūki-senpai, Ketua OSIS kami. Kalau aku tidak salah namanya Shinonome —atau semacamnya. Aku cuma ingat nama keluarganya saja....

Saat aku menatapnya, mataku bertemu dengan mata Nona Shinonome. Lalu, aku terkejut dari apa yang aku tahu yaitu dia tersenyum padaku.

Namun, cowok yang mau Shinonome-san temui itu bernama Yoshino. — Bukan aku. Aku memandanginya lalu aku cuma mengangguk dan bilang, "Hei. Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu? Sampai jumpa!" padanya.

"Tunggu sebentar! Apa yang coba kamu lakukan? Apa kamu hendak mengabaikan  Shinonome-Claudine Marika?"

"A-Ah!"

Seorang nona muda berambut pirang tiba-tiba datang ke hadapanku sambil mengeluarkan kata-kata tajam. Menurutku aku akan merasa beruntung kalau saja dia dengan sopan memberi tahuku nama lengkapnya. Saat ada seorang cewek cantik berambut pirang dan cantik menatapku, meskipun ada perbedaan tinggi badan di antara kami, itu sangat mengesankan. Seorang cewek blasteran itu membuatku takut... ...Benar, aku mesti minta tolong pada Yoshino-san yang dia panggil barusan.

...E-Eh?

"Eh... ...Eum? Yoshino-san ada di mana?"

"Yoshino. Apaan sih yang kamu bicarakan?"

Nona muda itu menatap lurus ke mataku dan memanggilku Yoshino. Hei, hei, apa jangan-jangan... ...kamu salah mengira kalau aku itu Yoshino? S*alan... ...Sayang sekali, kamu merupakan orang terburuk yang langsung melupakan nama seseorang! Namaku itu Sajou—.

"...Hah?"

Tidak, tunggu sebentar, hei! Aku yakin kalau nona muda ini sangat membenci Kakak, bukan? Gawat... ...Aku hampir keceplosan membeberkan namaku. Aku beruntung karena saat ini aku sedang mengenakan kostum anjing ini... ...Kalau aku sedang mengenakan seragam sekolahku, aku biasanya memakai label namaku.

"Halo, iya, aku memang Yoshino."

"Aku sudah tahu siapa kamu. Mirip kayak kostum yang kamu kenakan... ...Kamu punya kecerdasan kayak seekor anjing,."

"Mngh..."

Ce-Cewek ini... ...Biarkan beri tahu padamu sesuatu. Asal kamu tahu saja, akhir-akhir ini aku mengikuti pelajaran dengan serius, loh! Bukankah itu hebat? Aku juga sangat jago dalam menyalin apa yang ada di papan tulis ke buku catatanku! Adapun isinya... ...Hmm, aku tinggal menyusul ketertinggalanku saja.

"La-Lalu...? Apa yang kamu inginkan dari Yoshino ini?"

"Bukan apa-apa, kok? Aku cuma mendapati ada seekor anjing sedang berjalan dari sudut mataku, jadi aku cuma mau bicara padanya."

"Be-Begitu ya. Kalau begitu, sampai jumpa—"

"Tunggu dulu."

"Eh...?"

Aku berhenti cuma dengan tekanan suaranya. Yoshino, maksudku, aku sedang terburu-buru...

Saat aku berbalik, nona muda itu sedang dalam suasana hati yang buruk sambil menyilangkan kedua tangannya. Entah kelebihan macam apa yang dia punya sampai-sampai aku sangat terkejut, tetapi memang sudah jadi sifat alami seorang cowok untuk berhenti saat ia ditahan oleh lawan jenisnya. Aku mendapati ada bagian di dalam diriku yang mau tidak mau mesti mematuhinya.

"A-Ada apa ini sebenarnya?"

"Apa kamu sudah tahu kalau rencananya akan diadakan sebuah proyek panggung besok?"

"...Proyek panggung?"

Pada hari kedua Festival Budaya, ada ajang eksklusif di dalam area sekolah. Siswa-siswi berkumpul di gimnasium untuk menikmati penampilan proyek mereka di atas panggung khusus. Tentu saja, sebagai orang yang terlibat dalam Pelaksanaan Festival Budaya, aku sudah tahu soal adanya proyek itu. Aku memang bukanlah anggota ekskul, panitia atau semacamnya, jadi aku cuma menyaksikan saja.

"Hmm... ...Paling tidak, apa yang ada di daftar program buat siswa-siswi saat ini."

"Kalau begitu kamu tentu sudah tahu juga soal ajang lomba model dari Ekskul Fesyen."

"Ah, itu pada dasarnya merupakan ajang peragaan busana, bukan? Aku sangat menantikannya."

Karena siswa-siswi SMA diharapkan untuk mandiri, pihak sekolah mungkin tidak akan terlalu banyak mencampuri urusan cara mereka berpakaian buat ajang tersebut. Komponen warna kulit, itulah yang aku nantikan.

"Kalau begitu, silakan pilih aku kalau kamu bersedia."

"Eh, apa kamu akan ikut kontes itu juga?"

"Dengan kecantikanku ini, tidak ada alasan buatku untuk tidak ikut kontes itu juga, bukan?"

Eh... ...Apa itu pengaturan pertandingan. Tidak, ini bukan pengaturan pertandingan? Aku diminta untuk memilih seseorang yang tidak akan menghasilkan apa-apa buatku. Aku merasa kedengarannya ini jauh lebih buruk ketimbang suap. Hmm... ...Aku tidak punya alasan untuk menolaknya, sih.

"Hmm, Nona Muda, bukankah kamu akan menang dengan wajah blasteran Jepang berambut pirang itu? Menurutku, kamu tidak perlu memintaku untuk memilihmu kayak gini buat mengincar kemenangan."

"Tentu saja. Namun, para senpai sudah mendapat suara dari teman-teman mereka dan suara dari siswa-siswi yang terkenal, jadi aku tidak bisa menang cuma dengan mengandalkan penampilan yang menarik. Aku juga mesti mengungguli mereka dengan cara mengambil inisiatif sendiri. Lalu, aku mohon berhenti memanggilku "Nona Muda"!"

"Hah?"

Pertama-tama, aku rasa para senpai kelas dua belas mestinya dapat memainkan peran utama dalam menarik perhatian di ajang semacam ini. Meskipun siswi-siswi kelas sepuluh dan sebelas ikut serta, itu wajar saja buat para senpai kelas dua belas buat memenangkan kontes ini... ...Apa benar-benar ide yang tepat buat siswi kelas sepuluh bertujuan untuk mengincar gelar juara?

"Jadi? Jadi, apa kamu mau memilihku?"

"Ah, hmm... ...Oke, tidak apa-apa, sih."

Lagipula Natsukawa atau kenalanku yang lain tidak akan mengikuti kontes model ini, jadi aku hendak memberikan suaraku pada seseorang yang benar-benar cantik, jadi aku merasa agak mandek, tetapi itu tidak terlalu buruk juga. Sekalipun orang lain merupakan seorang nona muda yang terkenal dan sombong, kalaupun dia bilang, "Pilihlah aku!" padaku, aku tidak akan terlalu segan buat memilihnya. Apa tidak apa-apa kalau kita tidak usah memikirkan soal rinciannya?

"Begitulah. Kalau begitu, sudah cukup. Silakan pergi."

"Eh...?"

Nona muda itu memperlakukanku kayak seekor anjing liar. Aku sih tidak merasa marah padanya, mungkin karena aku sudah punya citra soal dia sebagai nona muda yang sombong. Sebaliknya, aku merasakan kesegaran, seakan-akan aku telah dihadapkan pada dunia dengan tatanan nilai yang baru. Inilah... ...dunia sosial!

Aku rasa ini merupakan ladang ranjau buat menunjukkan semangat pemberontakkanku di sini, pikirku, jadi aku memutuskan untuk pergi secara diam-diam. Pertama-tama, aku ini sedang terburu-buru, loh.

"...Hmm..."

Saat aku hendak pergi, aku berpikir sendiri, lalu aku menoleh ke belakang setelah kami menjauhkan diri satu sama lain.

Nona muda itu sedang murung sambil menyilangkan tangannya. Aku ingat dulu ada beberapa orang yang mirip rombongan di sekelilingnya, tetapi aku menyadari kalau dia sedang sendirian saat ini, padahal saat ini sedang ada Festival Budaya. Astaga, apa dia cuma sendirian saja di hari-hari kayak gini? Hmm, kalau memang benar begitu, dia mungkin akan tampak lebih murung lagi.

Sedikit demi sedikit rasa simpatiku menghilang saat aku berjalan semakin cepat.

"—Eh, Sasaki-kun? Ia barusan kembali lebih awal, bukan?"

"Eh?"

Sejak saat itu, aku berlari mengelilingi sekolah dengan cepat.

Tempat pemberhentian terakhir yang aku tuju yaitu atap sekolah. Tempat ini diawasi oleh OSIS, dan meskipun tidak terbuka, tetapi aku dapat naik ke pintunya. Aku mengintip dari balik pintu dengan gugup karena bukan cuma Sasaki tetapi ada juga pasangan lain yang sedang dalam suasana hati yang baik yang mungkin mengintai di sana, tetapi aku tidak dapat menemukan satupun pasangan. Aku rasa aku akan tidur nyenyak malam ini.

Aku rasa ini merupakan batas buatku, seorang siswa dalam tes Sasaki level lima. Aku mencoba menebak ke mana ia akan pergi berdasarkan kepribadian dan pola perilakunya, tetapi aku tidak dapat memikirkan hal lain. Saat aku memeriksa ponsel pintarku, ternyata masih belum ada kabar dari Ichinose-san ataupun Sasaki-san. Aku rasa mereka juga belum menemukan Yuki-chan. Aku menghubungi Ashida sepanjang perjalanan, tetapi dia kayaknya tidak membaca pesanku. Apa jangan-jangan... ...aku diblokir olehnya?

Saat hal semacam ini terjadi, aku memutuskan untuk berhenti mengandalkan intuisiku dan memutuskan untuk kembali ke kelasku untuk bertanya-tanya, lalu aku segera mendapatkan laporan saksi mata mengenai penampakan cowok itu dari Ketua Kelas kami.

"Tentu saja. Sasaki-kun, ia akan segera jadi kosplayer untuk kompetisi teka-teki, bukan? Kita akan mendapatkan masalah kalau kamu tidak segera kembali. Atau lebih tepatnya, lepaskan kostum itu."

"Ah, tunggu sebentar, Iihoshi-san! Kita sedang ada di lorong! Ini itu di lorong, loh!"

Aku berhasil menghentikan Iihoshi-san yang hendak menarik ritsleting kostumku dari balik kerah kostumku. Aku disuruh untuk segera mengganti pakaianku di balik sekat di dalam ruang kelas. Sasaki kayaknya juga ada di sana.

"...Benar juga."

Benar juga, Sasaki masih ada tugas yang mesti ia tuntaskan hari ini. Aku tidak perlu mencari Sasaki ke mana-mana, ia pasti akan kembali padaku kalau saja aku langsung kembali ke kelas. Aku cuma membuang-buang tenagaku saja...

Tetapi kalau ia kembali tepat waktu, apa itu berarti ia tidak bertemu dengan Yuki-chan? Iya, benar, dia, si Yuki-chan itu. Aku yakin dia akan membuat kehebohan kalau abangnya tertangkap. Apa cowok b*jingan itu kembali dari bermesraan dengan salah satu cewek tanpa insiden apapun? Tidak bisakah aku paling tidak menampar pundaknya?

"Hei, Sasaki —Ah?"

Mereka berdua tampak tidak nyaman dengan kostum tiruan tikus dan sapi yang buruk. Yasuda duduk dengan mengenakan kaus hitam dan cuma melepaskan kaus Y-nya begitu saja. Di belakangnya, ada sesosok makhluk hidup kayak Sasaki sedang duduk di bangku dengan ekspresi tampak bingung di wajahnya.

...Eh? Bukannya ia barusan pergi berkeliling-keliling Festival Budaya dengan seorang cewek? Mengapa ia tampak merasa sangat tertekan? Eh, apa jangan-jangan ia berpapasan dengan Yuki-chan? Setelah itu? Setelah kejadian itu? Apa ia sudah melarikan diri dari kurungan?

"...Hmm, Sajou. Kamu sudah kembali. Tolong, lepaskan kostum itu dengan segera!"

"O-Oke... ...Hmm?

Eh, tunggu sebentar. Apa kamu akan mengenakan kostum yang barusan aku kenakan?

Author's Note:

Yang barusan aku lepaskan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama