Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 7 Bab 159 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-7-bab-159-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 159
Kekhawatiran

Tempat yang kami pilih merupakan sebuah piloti di lantai satu. Tempat ini memang terletak di dekat area parkir sepeda dan juga tidak terlalu populer kecuali saat di pagi hari atau sepulang sekolah. Ruang ini menghadap ke halaman sekolah dan merupakan tempat hanami (melihat bunga sakura) musim gugur di mana kalian dapat melihat empat pohon sakura Somei-Yoshino yang daunnya berwarna merah. Ichinose-san menjelaskan padaku sambil menggenggam tanganku erat-erat kalau halaman sekolah ini alih-alih dikelilingi oleh alam pada musim gugur, tetapi kami dapat menikmati suasana musim gugur di seluruh halaman sekolah itu sendiri. Sangat imut.

"Begini, apa kamu yakin kalau ini benar-benar pilihan yang terbaik...? Meskipun kita tidak jadi makan siang di perpustakaan..."

"Ah... ...Aku rasa itu mungkin akan jauh lebih baik buat Senpai juga..."

Natsukawa menatap wajah Ichinose-san sambil berkata.

Kalau cuma aku yang datang ke sana sih tidak apa-apa, tetapi dengan adanya kami berempat, ruang rujukan perpustakaan mungkin jadi agak terlalu sempit, jadi kami memutuskan untuk memindahkan tempatnya. Dalam perjalanan ke mari, Ichinose-san mampir ke perpustakaan dan bilang kalau kami tidak jadi makan siang di sana pada senpai-nya. Meskipun aku mengira kalau Ichinose-san akan dipaksa untuk mengerjakan tugas, tetapi ternyata senpai-nya dengan senang hati mempersilakannya untuk pergi saja. Setelah itu, Ichinose-san bilang padaku, "Senpai juga mengajak seorang temannya... ...Jadi rasanya mungkin akan agak canggung", dia menceritakan sebuah kisah yang sangat menyedihkan. Hmm, dibandingkan dengan Kakak, aku sudah terbiasa dengan hal itu, pikirku, aku memikirkannya tanpa rasa canggung dan merasa bersalah, Aku mendengarkan suara samar yang bilang, "Hmm... ...Aku sudah terbiasa," dan tanpa sengaja hampir saja memeluk Ichinose-san. Aku dapat mengetahui kalau Natsukawa, yang agak ketakutan di depanku, mungkin akan memeluk Ichinose-san dengan erat, lalu dia akan memanggil polisi, dan Ashida juga akan meneriakiku dengan kata-kata kasar.

(TL Note: Lebai, masa' gitu doang manggil polisi.)

"Tempat ini bagus, tampak sejuk bahkan saat musim panas!"

"I-Iya..."

Ichinose-san kayaknya hampir tidak bisa menanggapi pujian Ashida. Meskipun mereka belum pernah bertemu sebelumnya, Ashida selalu bicara pada Ichinose-san seakan-akan dia merupakan seorang kenalannya. Bahkan aku ingat juga kalau aku jadi kayak ingin bilang "A-Ah" pada awalnya. Lagipula, Ashida sudah memanggilnya "Ichinose-chan". Aku tidak ingat kalau dia pernah dipanggil kayak gitu sebelumnya.

"Kalau begitu, mari kita makan siang di sini saja!"

"Iya, tentu saja."

Kami berjalan menuju pintu masuk ke dalam gedung sekolah yang mengarah ke lift. Di kedua sisi tangga kecil yang cuma terdiri dari tiga anak tangga, ada anak tangga dengan ketinggian yang cukup sempurna buat dijadikan tempat duduk. Natsukawa hampir tepat pada waktunya, tetapi kaki Ichinose-san mungkin agak gemetaran.

Ashida melompat ke sebelah kanan menuju ke arah tangga kecil. Dia berbalik dan mendarat di anak tangga dengan bokongnya. Natsukawa segera berbalik ke arahku tepat saat roknya melayang. Eh? Apa? Aku tidak menyaksikannya karena aku cuma terlalu sibuk untuk berusaha bertahan hidup di sini.

Natsukawa menatapku dengan mata setengah terpejam dan duduk dengan anggun di samping Ashida. Batinku menjentikkan jariku dan menginjakkan tanah dengan frustrasi.

"Aku rasa kita sudah tiba, tempatnya di sini."

"Ah, iya..."

"—Ah."

Natsukawa dan Ashida duduk di sisi yang berlawanan dari tangga kecil itu. Ichinose-san dan aku diminta duduk di bagian dalam sehingga Natsukawa dan Ashida dapat melihat Ichinose-san. Saat aku dengar mereka mengucapkan kata "Betul, bukan?" yang pelan dan nakal, sosok cowok baru yang berkata "Astaga, dia sangat imut" mulai terlahir di dalam diriku. Maafkan aku, tolong abaikan saja diriku.

"Hei, hei, menurutmu, orang kayak apa sih Sajocchi itu saat kalian sedang berkerja paruh waktu bersama?"

"Mengapa kamu tiba-tiba bertanya soal aku begitu padanya?"

"Karena aku penasaran."

Itu membuatku terkejut....

Aku penasaran apa itu hal yang baik atau buruk soal Ashida. Bukan cuma ke aku saja, tetapi cewek ini mengatakan hal-hal yang menjurus ke semua orang dan menunjukkan kalau dia tertarik.

"Eum... ...Sajou-kun itu orang yang sangat jago dalam hal yang ia kerjakan... ...dan ia mampu mengerjakan segala hal tanpa hambatan."

"Tidak, tidak perlu memujiku sampai segitunya, ah."

"Wah, itu menjengkelkan, itu menjengkelkan."

"Tetapi memang begitulah aku apa adanya menurutnya..."

Tampaknya, kalau aku dipuji dengan sungguh-sungguh, lalu merasa malu, tersipu dan menyembunyikannya, merupakan suatu kesalahan. Selain dari Ashida, aku juga sering menerima kata-kata kasar dari Natsukawa. Aku cuma menyembunyikan rasa maluku... ... Karena jarang sekali ada hari di mana aku mendapat pujian dari seseorang. Alih-alih memujiku, Kakak saja cuma menepuk-nepuk bahuku.

"...Aku agak iri dengannya."

"Kamu juga pasti sudah pernah melayani pelanggan, bukan? Ichinose-chan, aku tidak terlalu punya gambaran soalmu yang melakukan itu."

"Meskipun ada lika-liku yang terjadi di antara kami, tetapi dia masih tetap bekerja keras. Buanglah prasangka burukmu soalnya jauh-jauh dan aku cuma perlu mengawasinya saja."

"Lika-liku? Ah."

"Ah..."

Ah... Gawat, jadi Ashida dan Natsukawa sudah tahu soal kejadian Ichinose-san yang bersujud di lantai? Lagipula, saat kami pergi ke rumah Natsukawa beberapa waktu lalu itu untuk membicarakan soal itu, bukan? Aku mungkin belum menyebutkan namanya saat itu, tetapi sekarang mungkin sudah jelas buat mereka. Saat ini, Ashida dan Natsukawa mungkin sedang membayangkan Ichinose-san yang sedang bersujud dengan kepalanya menyentuh lantai.

"Ma-Mari kita santap makan siang kita! Jam istirahat makan siang akan segera berakhir kalau kita semua tidak segera makan!"

"Ah, iya..."

"..."

"..."

Aku mengeluarkan kantung plastik berisi roti manis seakan-akan aku sedang meredakan suasana di sekitar. Ichinose-san yang duduk di sebelahku, mungkin mengira kalau dia telah diberi tahu olehku untuk melakukan hal yang sama juga, mengeluarkan kotak bekal makan siang kecil yang imut dan dibungkus dengan tas kain berwarna merah muda terang. Aku merasa kayak Ichinose-san menatapku dari sisi lain, tetapi aku tidak keberatan, aku tidak keberatan dengan hal itu. Istirahatlah, istirahatlah.

"...."

"...A-Ada apa, Natsukawa?"

Itu mustahil.

Aku ada di sisi lain dari tangga kecil dari Ichinose-san. Natsukawa terus menatapku, jadi aku pun tidak bisa menyantap makananku. Wajahnya yang sangat menghadap lurus ke arahku itu memang menakutkan. Jangan bilang kalau dia melakukan itu untuk mengungkit kejadian bersujud di lantai itu lagi di sini...?

"Kamu masih saja, makan dengan makanan itu."

"...Eh?"

Saat aku sedang memikirkan apa yang dia bilang, kata-katanya punya banyak makna. Natsukawa menatap tanganku dengan rasa tidak puas. Kayaknya dia tidak suka dengan kenyataan bahwa aku masih saja makan roti manis sejak terakhir kali kami bertemu saat istirahat makan siang sebelumnya.

"Ini enak, loh? Harganya juga terjangkau, ada banyak variasi rasanya, dan seru juga kalau sesekali aku jajan di luar dan membelinya."

"Gizinya tidak seimbang, loh."

"Secara, aku yang merupakan seorang anggota ekskul olahraga, aku tidak bisa memakan makanan itu setiap hari... ...Sajocchi, apa kamu sudah bertambah tinggi?"

"Euh..."

Aku merasa kalau aku ini memang tidaklah pendek, tetapi aku merasa rendah diri saat aku ada di sekitar Yamazaki atau cowok-cowok tampan di OSIS. Mengapa cowok-cowok ini berkumpul dengan cowok-cowok yang punya tinggi badan yang relatif sama dengan mereka? Mengesampingkan Ekskul Bola Basket, tetapi ini OSIS, apa mereka bersikap sinis pada siswa-siswa cowok pada umumnya? Kami akan menuntut kalian, cowok-cowok b*jingan, atas pelanggaran hak kami untuk mendapatkan sinar matahari. Hah... ...Aku jadi kangen dengan kotak bekal makan siang Yūki-senpai.

"...Itu tidak akan bisa tumbuh..."

"Hah...?"

Aku hampir patah hati saat orang di sebelahku bilang begitu dengan wajah malu-malu dan mengeluh padaku. Lakukanlah yang terbaik, Ichinose-san! Kehidupan SMA-mu baru saja dimulai saat ini! Aku yakin sekali kamu masih bisa tumbuh!

"A-Ah... —Aku jadi ingat, Ichinose-san. Apa ada sesuatu yang mau kamu konsultasikan denganku?"

"Ah... ...Iya."

Kalau Natsukawa ataupun Ashida, yang tidak mengetahui secara spesifik soal latar belakang Ichinose-san, yang mengendalikan obrolan ini, ini bisa jadi ladang ranjau buat Ichinose-san. Mari kita lanjutkan dengan pembahasan soal bagaimana aku akhirnya bisa janjian makan siang bersama dengan Ichinose-san.

"Konsultasikan...? Benarkah begitu?"

"Bukannya kalian berdua cuma janjian makan siang kayak biasa saja?"

"Eh, bukannya aku sudah bilang pada kalian?"

"Tidak, kami belum dengar kamu bilang apa-apa soal itu, tuh!" "Tidak, kami belum dengar kamu bilang apa-apa soal itu, tuh!" (TL Note: Keduanya mengucapkan kalimat ini secara bersamaan.)

"Ah, iya."

Mau tidak mau aku sangat kaget saat mendengar mereka mengucapkan kalimat itu dengan serempak. Itu merupakan harmonisasi di antara mereka yang sangat merdu, sampai-sampai kalau mereka bernyanyi secara duet, mereka akan menggemparkan dunia. Apa mereka berdua tertarik dengan dunia hiburan?

Tidak biasanya buat Ichinose-san, dan bahkan buatku, kalau dia mengajakku makan bersama di luar, dan aku yakin aku sudah bisa tahu ada sesuatu yang terjadi bahkan tanpa dia memberi tahuku. Aku sudah membicarakan hal ini pada kedua orang cewek ini di kelas, tetapi tidak ada salahnya dengan ajakan santai untuk makan siang bersama dengan lawan jenis dan mengiyakannya. Hal semacam itulah yang membuat si cewek memikirkannya dengan serius, "Cowok ini... ...mungkin saja menyukaiku.". Itu merupakan jebakan generasi muda.

"Aku kira... ...—Itu karena kamu memang berniat ingin makan siang bersamanya."

"Eh, Aichi...?"

"Bu-Bukan apa-apa, kok, tidak usah dipikirkan!"

"...?"

Natsukawa kayaknya bilang sesuatu, tetapi aku tidak dapat mendengarnya dari sini. Ashida dapat mendengarnya, sedangkan aku tidak bisa mendengarnya...? Aneh sekali... ...Telingaku mestinya dapat menangkap suara Natsukawa 1,5 kali lebih banyak ketimbang suara orang-orang pada umumnya. Mungkin aku akan mencoba untuk meningkatkan tingkat pengumpulan suara sedikit lebih tinggi lagi, hah...!

"E-Eum! Kalau memang benar Ichinose-san mau mengonsultasikan sesuatu dengan Wataru... ...Apa itu berarti itu ada hubungannya dengan pekerjaan paruh waktu?"

"Ah, eum... ...Ini agak lain dari itu..."

"Iya...?"

Hubungan di antara aku dan Ichinose-san kayaknya memang lebih berpusat pada pekerjaan paruh waktu kami ketimbang kehidupan di kelas kami, dan aku kira dia mungkin akan berkonsultasi padaku soal pekerjaan paruh waktunya. Di sisi lain, aku khawatir apa aku bisa bicara padanya soal hal-hal lainnya.

"Begini... ...Aku kepikiran untuk membeli rak buku..."

"Heh, begitukah?"

Sebuah rak buku, rak buku, ya? Hmm, itu bagus, bukan? Ichinose-san memang suka sekali membaca banyak buku. Aku rasa, dia mungkin membeli satu buku setiap harinya saat dia mulai terbiasa bekerja paruh waktu di toko buku bekas ini. Apa dia sudah tidak masalah soal uang di sakunya? Itulah yang aku pikirkan, tetapi karena harganya 50 yen lebih mahal dari 100 yen, menurutku itu mungkin kayak dia membeli sekaleng kopi. Kalau dipikir-pikir, itu lebih masuk akal ketimbang aku yang membeli roti manis setiap hari, bukan? Gawat, aku merasa kayak aku akan jatuh lagi ke dalam ketiadaan.

"Begini, aku sudah melakukan banyak pencarian di ponsel pintarku, tetapi tidak ada yang membuatku puas..."

"Oh, begitu ya."

Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Saat  berbelanja secara daring, terkadang sulit buat memastikan tekstur atau ukuran barang yang kita beli. Bahkan saat membeli pakaian pun, kita bisa punya "rasa takut akan menyesal setelah membelinya", tetapi kalau menyangkut rak buku mestinya akan jauh lebih rumit lagi. Aku kira akan lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu kayak ranjang, atau sesuatu yang ukurannya hampir serupa.

"Jadi... ...apa kamu mau aku benar-benar menemanimu pergi ke toko secara langsung dan mencari rak buku yang bagus bersama-sama?"

"Ah... ...A-Apa tidak boleh?"

"Tidak apa-apa, sih... ...tetapi aku rasa Ichinose-san kayaknya tahu lebih banyak soal ranah itu ketimbang aku."

"E-Eum... ...Sebenarnya..."

"?"

Cewek itu bilang begitu padaku soal betapa belanja merupakan tugas yang cukup rumit. Diterjemahkan ke dalam bahasa gyaru, ini berarti bahwa bicara dengan pramuniaga memang menakutkan, tetapi dia bilang suasananya sangat buruk, seakan-akan itu mengerikan. Saat kita membeli rak buku, tidak dapat dipungkiri kalau kita akan berbincang dengan pramuniaga, —Kalau digambarkan ke dalam gaya manga shoujo, pengembangan ceritanya mungkin akan kayak, "Apa yang akan terjadi padaku!?".

Nona Muda... ...Bukannya kamu sendiri juga masih bekerja paruh waktu sebagai pramuniaga di toko buku bekas?

Author Note: Agepoyo* (kematian)

TL Note: Agepoyo merupakan salah satu kata dalam bahasa gyaru, age bermakna naik/meninggikan sedangkan poyo tidak punya makna. Agepoyo diucapkan saat gairah/semangat sedang tinggi.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Follow Channel WhatsApp Resmi  Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

Baca juga:

 [Manga Short Story Special Extra] - Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha - Okemaru-sensei Cerita Pendek Manga Jilid 5 Edisi Spesial

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama