Bab 149Ada Apa?
"Dokumennya — Kita telah menyelesaikan semuanya!!"
"Baiklah!!"
Wakil Ketua Panitia Pelaksana Festival Budaya, Kimura-senpai, bersorak gembira. Sebagai tanggapan, para senpai lainnya mengangkat tangan mereka ke udara dengan suara sorakan yang amat keras sehingga hampir menjatuhkan meja-meja mereka. Kalau ada dokumen-dokumen di depan mereka, mereka mungkin akan melepaskan diri mereka dengan kekuatan saat itu.
Ketua Panitia Pelaksana Festival Budaya, Hasegawa-senpai menangis. Kalau diingat-ingat lagi, Senpai tenggelam dalam tugasnya setiap hari, seakan-akan dia sedang memikirkannya dengan keras. Mungkin karena aku sudah lama mengamatinya, melihatnya menunjukkan emosinya kayak gitu, membuatku ingin menangis juga. Setelah perjuangan yang keras dengan tugas yang amat banyak ini, saat kami akhirnya dapat menuntaskannya lebih awal, aku berkata dalam hati, "Eh? Memangnya tidak ada lagi yang dapat kami kerjakan?" Tetapi, melihat semua orang sangat gembira kayak gini, membuatku menyadari sekali lagi, bahwa kami telah berhasil.
"Syukurlah! Natsukawa!"
"...Iya...!"
Sasaki-kun mengangkat telapak tangannya ke arahku. Meskipun ia tampak sangat serius, tetapi ia memasang senyuman yang polos, seakan-akan berlawanan dengan keseriusannya yang biasanya. Aku senang melihat Inoue-senpai dan Ogawa-senpai di belakang ruangan, yang bahagia melihat kami dengan tangan tergenggam dalam kegembiraan. Aku melakukan tos pada Sasaki-kun sebagai tanggapannya.
Aku melihat ke sekelilingku. Ada beberapa hal yang membuatku tidak nyaman di sepanjang persiapan Festival Budaya ini, tetapi saat ini setelah kami sudah sampai di sini, aku mendapati tidak ada satu pun bangku yang kosong. Terutama sejak perubahan pendekatan cara kerja Panitia Pelaksana Festival Budaya, semua orang tampaknya menantikan masa mendatang. Khususnya para senpai kelas dua belas, sangat menantikan Festival Budaya terakhir mereka tahun ini. — Tidak seperti siswa-siswi lainnya, mereka tampaknya punya cara yang lain untuk menghadapi Festival Budaya ini. Menurutku tidak ada alasan untuk tidak berusaha lebih keras lagi di sini.
"...Ah, Wata—ru?"
Saat aku melihat ke sekelilingku, aku mendapati Para Asisten Pengurus OSIS, Ishiguro-senpai dan Wataru, secara tidak mencolok lewat di belakang kelas agar tidak diperhatikan. Menurutku mereka sama bahagianya dengan yang lain, tetapi mereka berdua tampak lega dan berjalan keluar dari ruang kelas sambil membawa laptop.
Tetapi tetap saja, masih ada sesuatu...
Selama Pendaftaran Uji Coba Kunjungan Sekolah saat liburan musim panas, aku melihat sekilas wajah Wataru saat ia sedang mengerjakan tugasnya dengan serius. Dalam hal ini, aku sekarang sudah paham kalau ini merupakan "mode kerja" Wataru. Terutama dalam beberapa pekan terakhir, ia tampaknya telah menunjukkan peralihan ini secara penuh. Meskipun ia selalu jadi orang yang mencolok pada mulanya, tetapi jelas Wataru-lah yang memandu siswa-siswi kelas sepuluh, memimpin rapat dan mengajukan berbagai macam pertanyaan, paling tidak di saat-saat terakhir persiapan Festival Budaya ini. Meskipun ia berstatus sebagai "Asisten OSIS", ia sebenarnya bukanlah seorang pengurus OSIS ataupun seorang anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya.—
Aku menengok ke arah para senpai kelas dua belas lagi.
Mereka semua punya alasan masing-masing. Meskipun tidak ada akhir yang tampak, aku rasa tidak ada orang di antara mereka semua yang punya pilihan lain selain mengabaikan tugas yang ada sejak awal. Bahkan para senpai kelas sebelas, aku dapat merasakan keinginan kuat mereka untuk tidak merusak Festival Budaya yang menyenangkan ini.
Kalau begitu — Bagaimana denganku?
Aku bangga dengan "rasa tanggung jawab"-ku. Aku tidak mau menyia-nyiakan apa yang telah dipercayakan padaku. Aku belajar dari kesulitan keluargaku saat masa SMP-ku kalau tidak peduli seberapa sulitnya tanggung jawabku, kalau aku terus bekerja keras pada apa yang ada di depanku dengan sepenuh hati, aku pasti akan mendapatkan balasannya suatu hari nanti. Aku belajar dari pengalaman... ...sudah semestinya aku melakukan itu.
Aku merasa galau.
Ada beberapa senpai yang melemparkan tanggung jawab mereka begitu saja. Dan dari sudut pandangku sebagai seorang siswi kelas sepuluh, kayaknya aku sendiri juga punya kesempatan yang sama untuk melepaskan diri dari tanggung jawab ini. Meskipun aku benar-benar melakukannya sekali pun, aku yakin kalau Ketua Panitia Pelaksana Festival Budaya, Hasegawa-senpai, dan para senpai lainnya mungkin tidak akan mengeluh. Meskipun begitu, alasanku mampu bertahan pada tanggung jawabku tanpa menghilangkan harga diriku sendiri yaitu karena aku tidak sendirian. Berbeda dengan "dulu", kali ini ada orang-orang yang ada di posisi yang sama denganku meskipun kami sedang ada dalam situasi yang sulit. Dengan itu sebagai faktor pendukungku, aku entah bagaimana berhasil mengimbanginya.
Meskipun — Wataru bisa terseret ke dalam urusan ini?
Awalnya aku kira itu demi kakaknya. Karena saat Panitia Pelaksana Festival Budaya sedang ada dalam masalah, otomatis OSIS juga sedang ada dalam masalah. Saat terjadi masalah, kami mungkin yang akan disalahkan oleh siswa-siswi, tetapi OSIS-lah yang pasti akan disalahkan oleh pihak sekolah. Mereka pasti akan ditegur dengan keras karena tidak menyadarinya lebih awal. Aku kira ia sudah melakukan yang terbaik demi mencegah kakaknya berada pada posisi semacam itu, ia pun rela menyeretkan diri dengan mengambil posisi sebagai 'Asisten OSIS'.
'—Tidak, bukan begitu, sih? Aku tidak melakukan ini demi OSIS ataupun demi Kakak.'
Wataru bilang begitu dengan sangat jelas.
Kalau begitu mengapa? Andai saja aku itu Wataru, aku pasti akan menganggap kalau jadi anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya itu akan merepotkan. Jadi mengapa ia mesti berusaha keras dalam membantu-bantu di OSIS dan membantu-bantu di Panitia Pelaksana Festival Budaya?
Jangan-jangan — ia memang tidak punya alasan khusus?
Ini bukanlah cerita yang mustahil. Meskipun ia tampak kayak sedang kerepotan dengan hal-hal yang tidak ia minati, tetapi menurutku ia punya kepribadian yang cenderung terbawa suasana. Meskipun itu bukan kakaknya, bisa jadi karena seseorang dari OSIS memintanya untuk membantu-bantu. Kalau ia cuma melakukannya tanpa alasan khusus dan bukan tidak mungkin kalau ia menerimanya begitu saja, maka aku dapat memakluminya.
Tetapi itu... ...itu terlalu menakjubkan.
Bisakah ia melakukannya tanpa berusaha terlalu keras? Apa ia melakukannya karena ia mampu? Kami, para anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya, bingung mesti berbuat apa. Melihat dari yang dapat aku lihat dari wajah pucat para senpai, aku menyadari bahwa kami telah mencapai titik di mana kami tidak bisa mundur lagi kalau kami ingin mengubah cara kami dalam mengerjakan tugas kami, dan satu-satunya cara yang tersisa yaitu terus mengerjakan tugas itu dengan cara yang sudah kami lakukan dengan sepenuh hati dan menuntaskannya. Semestinya, itu bukanlah masalah yang dapat dituntaskan dengan mudah. Mustahil kalau ia tidak berusaha keras setelah banyak hal yang telah ia lakukan. Pasti ada "proses" buatnya untuk mencari tahu apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasi keadaan tersebut.
Apa ia baru saja mencoba melakukan yang terbaik?
Aku tidak akan mampu melakukannya. Itu mustahil. Aku butuh alasan darinya. Saat aku masih SMP, keluargaku mungkin sudah berantakan kalau aku tidak mencoba melakukan yang terbaik. Kalau aku dapat menyenangkan hati mereka, tetapi aku yakin Ayah dan Ibuku yang baik hati mungkin akan tertawa dan memaafkanku. Namun, aku dapat melihat sisi lain dari senyuman mereka yang memudar. Kalau aku tetap saja manja, mungkin tidak akan ada lagi masa depan yang cerah yang menantiku. Makanya aku mampu melakukan yang terbaik. Tidak peduli betapa sulitnya tanggung jawab itu, aku akan melakukan yang terbaik demi melindungi orang tuaku yang menyayangiku dan adikku tersayang.
Kalau tidak kayak gitu — Aku pasti sudah hancur.
Kalau saja Ayah tidak terlalu lelah, aku mungkin tidak akan sanggup menjalani hari-hari yang aku habiskan untuk belajar. Kalau saja Ibu tidak bekerja paruh waktu, aku mungkin tidak akan berpikir untuk melakukan sebagian besar pekerjaan rumah tangga sendiri, dan aku tidak mampu melakukannya secara mandiri. Kalau saja aku tidak perlu melakukan apapun demi membuat Airi tetap bahagia dan tersenyum, aku mungkin akan jarang pulang ke rumah dan lebih memilih untuk nongkrong bersama teman-temanku. Aku rasa ia mungkin tidak sanggup terus berusaha keras tanpa meminta balasan apapun, cuma karena kebaikan hatinya.
—Bagaimana kalau ide itu sejak awal... ...sudah salah?
Aku percaya diri dalam belajarku. Aku pun juga jago olahraga, aku jadi jago dalam hal itu saat aku berinteraksi dengan Airi yang energik setiap hari. Saat ini, aku juga mampu dalam memperbaiki apapun, bahkan pakaian yang usang. Setelah melakukan banyak pekerjaan rumah tangga, aku pun belajar memasak. Kalau aku tiba-tiba diminta untuk memasak makan malam dalam waktu singkat, aku rasa aku sudah bisa melakukannya. Tetapi itu—
"..."
Apalagi yang dapat aku lakukan?
Apa semua yang telah aku pelajari dan kembangkan berguna untuk apapun? Apa aku tidak memanfaatkan posisiku sebagai seorang siswi kelas sepuluh? Apa aku pernah menganggap kalau orang lain, para senpai, akan menemukan solusi dan membawaku ke solusi tanpa usahaku? Aku penasaran, apa ada satu hal pun dari usaha dan pengalamanku pada masa itu yang dapat aku manfaatkan dalam Panitia Pelaksana Festival Budaya ini.
Apa jangan-jangan itu — aku cuma jadi orang yang tidak berguna, yang cuma memprovokasi para senpai dan memperburuk situasi. Wataru-lah yang telah melakukan hal-hal yang luar biasa.
"-...-tsukawa. Hei, Natsukawa...?"
"Eh...!? A-Apa? Sasaki-kun."
"Apa, kok...? ...Kita sudah bubar untuk hari ini."
"Ah... ...Begitukah?"
Saat aku mendongak ke atas, semua orang sudah mulai membereskan laptop mereka dan menyimpan alat tulis mereka ke dalam tas mereka. Kayaknya, obrolan ini telah berkembang selagi aku sedang memikirkannya. Wajar saja, saat aku melihat ke sekelilingku, Wataru sudah tidak ada lagi di sana.
"Begini..., Natsukawa."
"...? Ada apa, Sasaki-kun?"
"Tidak, kalau kamu punya lebih banyak waktu... ...Menurutku. Kalau kamu tidak keberatan, mengapa kamu tidak datang dan menonton Ekskul Sepak Bola kali ini? Masih ada waktu untuk itu."
"Eh? Tetapi...—"
Saat ia bilang "kali ini", mungkin itu mengacu pada saat ia bertanya padaku setelah kami selesai memandu Uji Coba Kunjungan Sekolah saat liburan musim panas. Pada saat itu juga, Sasaki-kun mengajakku untuk datang dan menonton Ekskul Sepak Bola. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini aku telah selesai mengerjakan tugas sebagai anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya sampai menit-menit terakhir sebelum aku meninggalkan sekolah, jadi aku masih punya waktu. Tetapi—
Ada dua orang senpai yang tampak di belakang Sasaki-kun. Meskipun mereka berdua sudah mulai ikut serta dalam rapat Panitia Pelaksana Festival Budaya lagi, aku belum pernah bicara dengan Inoue-senpai dan Ogawa-senpai lagi sejak kejadian itu. Ada juga kemungkinan kalau aku masih dianggap sebagai "siswi kelas sepuluh yang tidak mereka sukai". Aku khawatir kalau aku malah akan merusak suasana kalau aku mengikuti mereka ke Ekskul Sepak Bola.
"Senpai — Apa boleh kalau aku mengajak Natsukawa mampir ke Ekskul Sepak Bola?"
"Eh—?"
Mungkin akulah yang cenderung terbawa suasana.
TL Note: Ini merupakan postingan pertama kami setelah Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah tiba. Sekali lagi, kami dari Lintas Ninja Translation, Ninja Cross Translation, dan Lintas Ninja Fansub mengucapkan: "Taqabbalallāhu Minnā wa Minkum Shiyāmanā wa Shiyāmakum, Minal Ā'idin wal Fa'idzīn, Semoga Amal Ibadah Puasa dan Ibadah Lainnya di Bulan Ramadhan Diterima oleh Yang Kuasa, Mohon Maaf Lahir dan Batin, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah." Yuk beri kami THR, dan dapatkan Rewards Ekslusif "Cerita Pendek Terbaru Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha" dapat dilakukan melalui Trakteer ya.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
Baca juga: