Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 6 Bab 143.1 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-6-bab-143.1-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 143.1
Amarah

(TL Note: Bab ini hanya kami terjemahkan ke Bahasa Indonesia, jangan lewatkan, ya.)

"Gaaah, s*alan."

Ruang OSIS benar-benar kosong kecuali Sajou Kaede sebagai satu-satunya orang yang hadir, menggerakkan tangannya dengan marah dan mengamuk, menggerutu pada dirinya sendiri. Kaede membenci ketidakadilan dan kurangnya rasionalitas. Bersekolah di SMA ini, sebagian besar stres yang menimpanya disebabkan oleh keadaan yang tidak masuk akal. Berkat itu, semakin banyak tugas yang diberikan padanya. Contoh paling menonjol dalam hal ini yaitu belajar, tugas utama seorang siswa-siswi.

Meskipun begitu, Kaede bukanlah seorang anak kecil yang dapat melawan semua itu. Setiap kali dia berjalan menyusuri lorong, banyak orang tampak takut padanya karena sorot mata dan sikapnya. Dulu saat dia masih berjuang melawan semua irasionalitas di dunia, saat dia pertama kali masuk ke SMA ini, dia mengambil jalan sebagai 'gyaru' atau 'yankee', yang menghasilkan reputasi ini.

Dia belajar dari kesalahan yang dia derita saat itu dan menerima peran yang mesti dia mainkan sebagai seseorang yang memikul beban di punggungnya. Tanpa itu, Kaede mungkin masih berjalan-jalan dengan rambut dicat, tidak mampu menghadapi dunia yang sedang berjalan.

"Cowok-cowok itu...dan si b*jingan itu...!"

Orang-orang itu merujuk pada 'Sisi Barat' yang dihuni oleh SMA Kōetsu ini. Pada saat ini, 'Sisi Barat' ini memberikan banyak masalah pada Kaede. Lagipula, mereka benar-benar menghapus segala jenis data pada beberapa Festival Budaya dan persiapan sebelumnya, yang mana semestinya sudah tersedia buat OSIS sejak awal.

Oleh karena itu, OSIS yang memegang kendali tahun ini mesti mengemukakan ide-ide umum dan menyusunnya sendiri, sampai-sampai memperlambat kemajuan mereka karena mereka mesti memulai dari nol, dan tidak punya sumber daya yang diperlukan untuk melakukan itu. Faktanya, ada beberapa anggota OSIS sendiri yang merupakan bagian dari "Sisi Barat" ini. Kayak yang telah dijelaskan, cuma Kaede yang ada di Ruang OSIS.

—Mereka menyembunyikan sesuatu dariku.

Dia segera menyadarinya. Cowok-cowok ini biasanya berkumpul di sekeliling Kaede kayak anak anjing dengan ekor yang bergoyang-goyang, mencari perhatiannya. Namun saat ini, mereka secara aktif menghindarinya, mengerjakan sesuatu yang tidak diketahui oleh Kaede secara diam-diam. Kaede sangat peka terhadap hal semacam ini karena pola yang sama juga pernah terjadi sebelumnya. Jelas sekali kalau mereka menyembunyikan sesuatu darinya.

Kalian mungkin mengira kalau Kaede-senpai merupakan orang yang baik hati karena tidak langsung marah dan menyerang mereka, tetapi sebenarnya bukan itu yang terjadi. Dia memang telah meninggalkan mereka sejak awal. Dua tahun yang lalu, saat Kaede sedang tidak berada dalam kondisi emosi terbaik, bisa dibilang, dia sangat menyukai gagasan soal cowok-cowok keren dan tampan. Namun setelah semuanya dikatakan dan dilakukan, cowok-cowok tampan yang mendekatinya merupakan cerminan sempurna dari segala ketidakadilan dan irasionalitas di dunia yang sangat dia benci.

Sebagai hasilnya, dia jadi terbiasa dengan penampilan tampan ini, mendapatkan pandangan yang lebih jelas, dan tidak terlalu bersemangat saat dia melihat para pengurus OSIS baru kayak sekarang ini. Pada titik ini, ide umumnya lebih mengarah ke 'Siapa yang peduli kalau mereka tampan.' Keinginannya untuk disembuhkan dan dimanjakan cuma dapat diarahkan pada langit malam, bukan pada orang lain.

Di tengah masa yang memalukan ini, Kaede punya keberadaan yang patut dilindungi. Ternyata ini merupakan adiknya yang tidak berguna dan selalu dia anggap remeh, karena dia tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke SMA bergengsi ini entah dari mana. Pada saat itu, SMA Kōetsu dikenal sebagai SMA yang cukup unggul dan terkenal di daerahnya. Selain itu, SMA ini memberikan kebebasan yang cukup pada siswa-siswinya dalam hal peraturan sekolah, sehingga tampak lebih mudah didekati dan populer di kalangan siswa-siswi.

Saat itu, motivasi Kaede pada studinya belajarnya berdasarkan pada 'Selama aku dapat menang melawan adikku', tidak lebih. Namun, dalam artian tertentu, ini merupakan hal yang biasa buat adik-kakak yang belum dewasa untuk merasa kayak gini terhadap satu sama lain. Dulu saat adiknya belum dibutakan oleh cinta, nilai-nilainya berada pada level yang rata-rata, dan dengan perbedaan besar dalam kemampuan akademis di antara mereka, tidak ada alasan buat Kaede untuk tidak bersekolah di SMA ini.

Tepat setelah dia masuk, dia dihadapkan pada pemisahan yang aneh antara "Sisi Timur" dan "Sisi Barat", mengalami ketidakadilan sekali lagi, dan anak-anak dengan orang tua kaya jelas lebih diprioritaskan. Hal ini membuat Kaede merasa rajin belajar tidak ada dalam agendanya meskipun ini merupakan SMA yang bergengsi. SMA ini berpendapat bahwa segalanya baik-baik saja asalkan nilai siswa-siswinya cukup bagus, membuat Kaede ragu dan tidak percaya.

— Dan Wataru akan bersekolah di SMA ini juga?

Itulah pertama kalinya api mulai berkobar di dalam diri Kaede. Demikian pula, untuk pertama kalinya, dia mulai menganggap dirinya sebagai seorang kakak. Dia merasa menyesal karena sebelumnya menggunakan adiknya sebagai samsak tinju untuk latihan gerakan gulat favoritnya.

Dua tahun berlalu, dan Kaede dihadapkan pada semua ketidakadilan yang ditawarkan SMA ini. Sebagai hasil dan manfaatnya, Kaede yang berpikiran luas, jadi Wakil Ketua OSIS. Dia bukan cuma memperoleh pola pikir yang memungkinkan dia untuk tidak putus asa menghadapi ketidakadilan ini, namun dia juga memperoleh kebijaksanaan, keterampilan, dan kekuatan untuk secara aktif melawan hal itu.

"—Kaede. Maaf, kalau aku meninggalkanmu sendirian selama ini."

"Terserahlah."

"Heh... ...Jutek kayak biasanya."

"..."

Ketua OSIS petahana, Yūki Hayato, memasuki Ruang OSIS. Saat masa kelas sepuluh mereka, di samping tampangnya, ia merupakan seorang pemalas yang tidak berguna, seseorang yang cuma bermain-main dengan cewek mana pun yang mau, cuma untuk tiba-tiba bilang 'Aku sudah berubah.' Singkatnya, ia merupakan musuh semua cewek. Meskipun begitu, memang benar kalau semua cewek terangsang padanya, jadi ia tidak sepenuhnya dapat disalahkan atas semua itu.

"...Kamu tampaknya sangat sibuk akhir-akhir ini. Apa itu 'tanggung jawab' yang terus kamu ceritakan padaku?"

"’Sisi Barat’ kita merupakan akar permasalahan dari semua ini. Aku mohon maklumilah kalau kita tidak ingin membuat masalah lebih dari yang diperlukan, Kaede."

"..."

Hayato tetap memasang ekspresi tenang dan tenang, menuju ke bangku ketua di belakang ruangan. Ia tampaknya tidak punya niat menyembunyikan fakta kalau ada sesuatu yang terjadi dalam bayang-bayangnya. Namun, Kaede tidak cukup naif untuk menerima hal ini dan santai saja. Alasan dia bergabung dengan OSIS yaitu untuk memastikan kalau adiknya tidak akan dipaksa untuk mengawasi 'kekotoran' seluruh orang dewasa di SMA ini. Di saat yang sama, dia akan melakukan apa saja yang dapat dia lakukan demi menjaga SMA ini tetap aman, sehingga dia tidak akan pernah melihat teman-teman dekatnya disakiti oleh 'Sisi Barat'. Untuk mencapai tujuannya, dia sudah siap untuk menginjak-injak kebaikan dan niat baik cowok manapun.

"...Tetapi Takuto itu bukan dari Barat?"

"Ia sedang menjalankan tugasnya sebagai Manajer Urusan Umum. Ia tidak ada di sini memang cuma suatu kebetulan."

"Heh... ...Aku penasaran soal itu."

"Begitulah keadaannya. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya kalau ia menunjukkan motivasi." Hayato dengan terampil merefleksikan ucapan tajam Kaede.

Setelah membangun hubungan ini selama lebih dari dua tahun, hubungan ini tidak akan mudah putus. Sebaliknya, Hayato cukup menyukai sikap Kaede yang lugas. Ia selalu melihat Kaede sebagai cewek yang menarik.

"Aku meminta Takuto bertindak sebagai pengintai kita untuk mencari informasi apa saja yang mungkin berkaitan dengan Festival Budaya tahun lalu. Namun, akar dari segala permasalahannya, 'Sisi Barat' yang pendendam, tidak akan hilang begitu saja meskipun kita membuat kemajuan dengan Festival Budaya ini. Aku menilai kalau hal itu perlu."

"Itu... ...benar. Bagaimana dengan yang lain?"

"Aku sudah menjelaskannya, bukan?"

"Terserahlah. Aku cuma memeriksanya."

"..."

Hayato menatap Kaede dengan tatapan yang agak ragu, tetapi akhirnya membuka mulutnya untuk menjelaskan.

"Renji membereskan kekacauan Panitia Pelaksana Festival Budaya dengan bantuan keluarganya, bertindak terpisah dari kita."

"Cih..."

"Aku tahu kalau kamu tidak menyukai ide itu, tetapi itulah satu-satunya hal yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kualitas yang sama seperti yang kita tawarkan pada Festival-Festival sebelumnya."

"Aku sudah mengerti."

'Pindahkan barang dengan uang.' Alasan mengapa seluruh SMA ini begitu kacau balau di masa lalu adalah karena seluruh anak bandel yang menyebalkan dan sombong, anak-anak muda yang tidak berpengalaman, yang melalui aturan sederhana ini akan memungkinkan mereka melakukan segalanya. Kaede berusaha untuk menghancurkan target kebenciannya, namun pada akhirnya dia terpaksa mengandalkannya, membuatnya merasa benci pada dirinya sendiri. Namun, cuma mengandalkan keluasan pikirannya tidak akan membawa Kaede ke mana pun... ...di kedua kubu tersebut. Kebenciannya memang belum hilang, tetapi setelah terbentuk selama tiga tahun terakhir, intuisi Kaede menyuruhnya untuk bergantung pada orang lain ketimbang memaksakan dirinya sendiri. Di satu sisi, dia jadi lebih terbuka.

"Bagaimana dengan yang lainnya?"

"Yang lain…? Kamu mestinya sudah tahu itu, bukan?"

"Aku paham kalau Yūdai tidak mengerjakan tugasnya dengan baik kayak biasanya."

Yūdai merujuk pada Todoroki Yūdai. Meskipun jadi anggota OSIS lainnya, ia cuma sekedar pelengkap. Ia jarang mengerjakan tugas apa saja, cuma duduk di OSIS sebagai cara agar 'Sisi Barat' lebih berpengaruh dalam keputusan yang dibuat oleh OSIS. Sehubungan dengan Kaede, ia pernah menyebutnya sebagai 'cewek yang menarik'. Kayaknya Kaede tidak menahan kata-kata kasar yang membuatnya populer di kalangan cowok-cowok tampan yang kaya dan keren di SMA ini.

"Aku sedang membicarakan orang lain, oke. Kayak... ...bawahanmu."

"...Apa kamu bertanya soal Ishiguro?"

"Aku merasa sulit untuk percaya kalau itu cuma cowok itu."

"Aku tidak punya skuadron kecil yang mendengarkan perintahku... ...Bukannya kamu terlalu curiga?"

"Seseorang yang bahkan tidak mengetahui inti dari organisasinya sendiri tidak akan pernah bisa bertindak sebagai pendukung Festival Budaya, bukan?"

"..."

Kaede memandangi Hayato yang terdiam, dan tidak ragu kalau ia punya pesuruh lain. Kaede telah mengetahui Ishiguro yang mengabdi pada faksi 'Yūki', dengan Hayato dan Ishiguro Gou punya hubungan yang melampaui seorang senpai dan seorang kouhai, di mana mereka dapat meludahi racun satu sama lain kapan saja mereka mau. Tanpa menyembunyikan apapun, mereka selalu jujur ​​dan tidak menahan diri. Kalau ada satu hal yang dia tidak tahan tentangnya, maka itu adalah bagian dari tindakan Gou yang cerdik meskipun ia merupakan hewan peliharaan seseorang.

"...Kayak yang kamu pikirkan. Aku menyuruh Ishiguro bekerja di belakang layar juga."

"Cih..."

Kaede tidak punya masalah kalau Gou bertindak sebagai kaki tangan Yūki. Namun, dia tidak dapat menerima kenyataan kalau Gou pindah secara terpisah sebagai kelompok yang berbeda. Menerima bahwa segala sesuatu terjadi di belakangnya, namun tetap melanjutkan hidupnya seakan-akan tidak terjadi apa-apa bukanlah bagian dari kepribadian Kaede. Dia juga tidak mau menerima siapapun bereaksi kayak gini. Makanya dia sangat menghargai adiknya. Ketimbang kemampuan dan keterampilan individu, bahkan mungkin keadaan, adiknya menggunakan aplikasi yang terbukti bermanfaat dalam sejarah sebagai pengetahuannya sendiri dan menggunakan pengalaman yang ia buat untuk membentuk keterampilannya sendiri. Di OSIS saat ini, tindakan kayak gini lebih dibutuhkan ketimbang hal lain.

"Jangan salah paham. Kami semua cuma tidak ingin membuang waktumu."

"Hei... ...jangan melekatkan itu padaku kayak gitu!" Kaede dengan agresif menepis lengan yang tiba-tiba jatuh ke tulang selangkanya.

Itu adalah tindakan yang biasa Hayato tunjukkan kapanpun cuma mereka berdua. Pada akhirnya, hatinya lebih mendambakan Kaede ketimbang tunangan yang diputuskan oleh keluarganya buatnya. Kaede mengira kalau mereka cuma membicarakan tugas, jadi dia lebih memperhatikan dokumen ketimbang biang kerok ini.

Aku mungkin tidak bisa menang dalam hal kekuatan mentah, tetapi aku punya cara lain untuk menghilang.

"Jangan mencampuradukkan segalanya. Paling tidak, pelayanmu mungkin akan bilang 'tidak paham', tetapi kemudian ia sibuk merokok dengan setiap napas siapapun."

"Jangan jadikan kouhaimu sebagai perokok di bawah umur, oke."

Hayato nampaknya tidak menyukai lelucon itu, wajahnya menegang, dan ia mengambil sedikit jarak dari Kaede. Kayaknya Kaede, tidak selalu jadi prioritas utama buatnya. Meskipun begitu, Gou punya fitur wajah dan bentuk tubuh orang dewasa, jadi selama ia tidak mengenakan seragam apapun saat berada di luar, tidak ada yang akan memperhatikan kalau ia sedang merokok. Di satu sisi, satu hal yang berbeda dalam hidupnya mungkin telah menyebabkan hal itu. Hayato tampaknya tidak suka evaluasi kouhai kepercayaannya terseret ke dalam lumpur, karena ia berbalik ke arah Kaede, dan menjelaskan tugas Gou.

"Ishiguro bertindak sebagai negosiator dan pendukung tugas di Panitia Pelaksana Festival Budaya. Ia sebagian besar bertanggung jawab atas digitalisasi tugas mereka, dan mengelola kontak dengan tim Renji."

"...Jadi begitu."

Dengan kata lain, tugas organisasi rata-rata. Kayaknya itu merupakan hal yang akan kalian berikan pada orang-orang yang tidak punya nilai lain, dan akan sia-sia kalau yang berwewenang kayak Hayato mengerjakan tugas lain kayak gitu. Dalam hal ini, Gou merupakan orang yang paling cocok untuk itu. Faktanya, informasi yang sampai ke OSIS sederhana dan ringkas, membuatnya mudah untuk memahami situasinya. Ia pasti punya banyak pengaruh dalam hal itu. Kaede memang tidak mau mengakuinya, tetapi paling tidak Gou itu berbakat.

Tiba-tiba, sesuatu membuat Kaede gelisah. Dia melihat dokumen di depannya, memastikannya dengan data di laptopnya. Dia memeriksa format baru laporan harian yang diserahkan oleh Panitia Pelaksana Festival Budaya. Di saat yang sama, dia juga mengecek rencana rapat daring dengan tim Hanawa.

"...Hayato."

"Apa?"

"Bawahanmu... ...apa itu cuma Ishiguro?"

"Ungkapan... ...Kayak yang barusan aku bilang, itu cuma cowok itu."

"..."

Rasa tidak nyamannya tidak kunjung hilang. Dia menghentikan tangannya dan mulai berpikir. Kalau Kaede membandingkan kemampuannya dengan Gou, maka ia pasti jauh lebih ahli dalam hal taktik, dan kalau mereka diberi tugas yang sama, maka efisiensi Ishiguro akan jauh lebih unggul dan melebihi Kaede. Dia sendiri memahami hal itu lebih dari siapapun, dan makanya dia mengevaluasinya dengan cara yang dia lakukan.

Namun, dia masih bisa meludahkan racun padanya karena kelemahannya yang diketahui. Kalau cowok itu benar-benar keberadaan yang sempurna tanpa ada yang perlu dikeluhkan, Kaede terpaksa cuma bekerja dalam diam. Sederhananya, Ishiguro tidaklah sempurna.

— Ini terlalu bagus..

Dengan asumsi bahwa Gou bertindak sebagai pemandu dan instruktur buat seluruh anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya sambil mengatur segala sesuatunya di balik layar, bisakah ia benar-benar menggerakkan 20 orang atau lebih, termasuk siswa-siswi kelas dua belas, semudah ini? Dan bukan itu saja. Menurut apa yang Hayato katakan, Gou bekerja secara terpisah di regu lain. Bahkan jika mereka mengubah pendekatan mereka dalam Panitia Pelaksana Festival Budaya, apa akan ada hasil secepat ini? Dia memang tidak menganggap enteng pelayan dari faksi 'Yūki' itu, tetapi... ...ini dikerjakan dengan sangat baik.

"..Ini."

"...Kaede?"

"Data Panitia Pelaksana Festival Budaya," kata Kaede sambil menunjuk pada layar laptop.

Di sana terdapat folder-folder yang berisi data-data yang telah diselesaikan oleh Panitia Pelaksana Festival Budaya. Menggunakan jaringan sekolah, Kaede dapat memeriksanya secara langsung.

"Folder dengan tanggal hari ini… ...berisi data-data terbaru yang masih ada sedang diperbarui sekarang, ya?"

"Iya... ...itu benar."

"Ada hal yang mesti diperiksa. Apa itu juga tugas Ishiguro?"

"Harusnya itu tugas anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya yang belum terbiasa. Pemeriksaan terakhir akan dilakukan oleh Ishiguro, mungkin Ketua Hasegawa, atau orang lain yang terbiasa bekerja dengan laptop."

"..."

"Hei, apa yang kamu lakukan?"

Kaede meletakkan jarinya di atas tetikus, memindahkannya ke folder acak, membukanya, dan memastikan isinya. Hayato tampak sangat bingung dengan apa yang Kaede lakukan. Saat itu, Kaede melihat folder aneh.

— Folder yang tidak disetujui.

Dia melihat satu berkas dari dalam folder itu, membukanya dengan mengklik dua kali. Dokumen itu merupakan permohonan izin tertulis untuk kelas dua belas dan batang camilan manisan mereka di rumah sakit. Dilihat dari tampilannya, dokumen tersebut telah disunting dengan cara yang salah, atau mungkin sebelumnya kurang informasi, karena ada komentar pada dokumen yang menyatakan begitu.

"...Data yang perlu diserahkan lagi, ya. Membuat semakin banyak tugas buat kita..."

"..."

Hayato menggerutu kesal. Tentu saja, ia cuma melakukan hal semacam itu di depan Kaede, tetapi harusnya tidak ada alasan buat menunjukkan betapa dekatnya mereka saat ini.

"Tidak semua siswa-siswi di SMA ini dapat melihat berkas ini."

"...Hmm?"

"Saat menggunakan laptop sekolah, untuk setiap penggunaan resmi, mereka baru kemarin menyerahkan hak akses pada Panitia Pelaksana Festival Budaya, bukan?"

"I-Iya, terus kenapa?"

"Dan apa yang mereka gunakan untuk mendaftarkan akses itu?"

"Nomor siswa-siswi yang terdaftar masing-masing...?!" Hayato dengan santai menjawab pertanyaan itu.

Ia mengira ada sesuatu yang tidak beres, dan saat ia melihat sekilas berkas mana yang terbuka di laptop, tampilannya sama kayak sebelumnya, dengan tab penelusuran terbuka. Di sana, itu menunjukkan NIS dari orang terakhir yang mengedit berkas ini.

[KS490083]

— Itu adalah NIS kelas sepuluh, Sajou Wataru. Karena Kaede merupakan Wakil Ketua OSIS, dia jelas ingat NIS adiknya. Tentu saja, adiknya tidak berafiliasi dengan Panitia Pelaksana Festival Budaya, jadi ia harusnya tidak punya akses terhadap hal ini. Ia cuma seorang siswa biasa. Namun, ada jejak ia telah mengakses dokumen yang cukup penting ini. Biasanya, hal itu tidak semestinya terjadi.

"—Ada apa?"

"..."

"Hei, beri tahu aku."

Kaede mengarahkan pandangannya ke layar, tetapi Hayato memberikan respons. Ia tidak berani membuka mulut, apalagi mencoba melarikan diri. Pengalamannya memberi tahunya bahwa kalau sampai ia membocorkan rahasia itu cuma akan memperburuk keadaan. Meskipun begitu, perlakuan diam semacam itu juga tidak meredakan amarah yang mendidih di dalam diri Kaede.

"Cih..."

Kaede berdiri, meraih kerah baju Hayato, dan menariknya berdiri. Meskipun tinggi badan mereka berbeda, dengan jari-jarinya yang panjang masuk ke tenggorokannya, itu sudah cukup untuk membuat cowok dengan tinggi badan 180 sentimeter itu menderita. Hayato meraih lengan Kaede dengan kedua tangannya, kehilangan ketenangan dalam menghadapi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini.

"Ka-Kae-"

"...Hmf!"

"Guho?!"

Bersamaan dengan helaan napas yang terdengar, Kaede menghantamkan tinjunya tepat ke ulu hati Hayato. Bidikannya benar-benar tepat sasaran, saat Hayato merasakan dampaknya bergema jauh di dalam dirinya. Tinggi badannya yang sempurna dan prima yang membuatnya begitu populer kini bertindak sebagai kriptonit-nya.

"Gah... ...Euh..."

Kaede melepaskan kerah baju Hayato, yang terjatuh ke tanah sambil memegangi perutnya yang kesakitan. Kaede memang tidak bisa memahami ekspresinya saat itu, tetapi tidak sulit untuk melihat wajahnya berubah kesakitan. Apapun yang terjadi, menatap wajah cowok tampan dan keren yang menderita masih belum cukup untuk menenangkan amarah yang membara di dalam dirinya.

"Kamu menyebalkan..."

"...Euh..."

Kebencian dan ketidaksukaan yang dirasakan Kaede terhadap kegelapan yang menguasai SMA Kōetsu merupakan sesuatu yang bahkan Ketua OSIS, Yūki Hayato tidak bisa menyelesaikannya. Sebagai akibatnya, dia perlu mengumpulkan lebih banyak sekutu di sisi ini — Namun salah satu pesuruhnya ternyata adiknya Kaede yang terampil. Untuk keluar dari kebuntuan situasi ini, Hayato terpaksa berbohong.

Melibatkan adik Kaede dalam konflik 'Sisi Timur' dan 'Sisi Barat' —Kalau Kaede mengetahuinya, itu berarti Hayato mesti bentrok dengannya. Hayato sudah siap untuk itu, namun ia terlalu naif. Terlahir dari keluarga kaya, ia tidak pernah menemui hambatan atau rintangan apapun yang menghalangi jalannya. Kalau ia sendiri yang menaklukkan dinding semacam itu, itu pasti akan berkontribusi pada pertumbuhannya. Meskipun begitu, pertanyaannya yaitu apa Hayato punya kekuatan untuk bangkit lagi setelah mengalami sesuatu yang menyakitkan. Sepanjang hidupnya, satu-satunya orang yang benar-benar menyakiti Hayato yaitu Kaede. Dia masih belum melupakan tamparan di pipi Hayato yang mengangkatnya dari kehidupan lesu dan malas hingga saat itu. Hayato mengharapkan sesuatu yang setara dengan itu, tetapi... ...itu malah membuatnya takut.

"...Jangan bercanda denganku."

"Apa—?"

Kaede berbalik, hendak meninggalkan Ruang OSIS. Hayato berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya, tetapi ia hampir tidak bisa mengumpulkan kekuatan untuk melihat Kaede. Sekali lagi, Kaede menyerang Hayato untuk pertama kalinya. Pintunya tertutup, dan Kaede tanpa berbalik lagi, menghilang. Mendengarkan langkah kaki yang perlahan semakin jauh, Hayato terpaksa duduk diam dan menunggu rasa sakitnya mereda.

"Aku melakukan ini karena aku mau, jadi tolong mundurlah buat kali ini saja."

"..."

Hasilnya, pertarungan memperebutkan Wataru ini berakhir dengan kemenangan Hayato. Mampu menggerakkan orang kayak gitu merupakan salah satu keahlian khusus Hayato, terutama dalam memahami kelemahan mereka. Bahkan dalam posisinya sebagai kakak Wataru, Kaede bisa dibilang gagal dalam hal itu. Kayaknya Kaede sendiri yang jatuh ke dalam genggaman Hayato.

Dia mungkin membiarkan Wataru begitu saja setelah diskusi panas mereka, tetapi dia tidak punya niat untuk kembali ke Ruang OSIS. Melihat wajah Hayato yang terluka dan kalah mungkin dapat menjadi penambah motivasi, tetapi dia tidak punya motivasi, jadi dia menyerah. Dia berjalan menyusuri lorong kosong, yang menurut siswa-siswi lain itu tampak kayak Wakil Ketua OSIS sedang berpatroli. Biasanya, dia akan berjalan-jalan tanpa terlalu memperhatikan sekelilingnya, tetapi saat ini siswa-siswi kayaknya hampir menyadari kondisi mentalnya, dengan hati-hati membukakan jalan buatnya. Dengan jalan terbuka di depannya, Kaede menuju ruangan lain, bukan ke Ruang OSIS.

Dia meletakkan tangannya di pintu, tanpa kekuatan apapun, perlahan membukanya. Segera setelah itu, dia disambut oleh pekikan seorang cewek, kayak seseorang barusan melihat hantu.

"Eh...?! Hei, paling tidak ketuklah —Hah?"

"..."

Meski mendapat keluhan tajam, Kaede tidak punya tenaga untuk menyapa kouhai-nya dengan sopan. Dia menuju sofa tamu di seberang ruangan, jatuh ke pangkuan seorang siswi, dengan lembut meletakkan jidatnya di atasnya.

"—Rin. Aku pinjam pangkuanmu, ya."

"Aku kira kamu benci laporan pasca de-facto?" Ayano bertanya.

"Aturan tiga detik."

"Ya ampun..."

Mita Ayano menunjukkan senyuman pahit, duduk di hadapan mereka berdua, dengan Inatomi Yuyu ikut bergabung. Namun Kaede tidak terlalu memperhatikan tatapan mereka, dan cuma menikmati hangatnya paha yang berair itu, sambil menutup matanya. Anehnya, pemandangan ini biasa terjadi di Ruang Komite Disiplin.

"Hei, berhentilah bernapas, kamu membuatku geli." keluh Rin.

"Apa kamu menyuruhku untuk mati?"

"Jangan kayak gitu — Euh! Jangan bicara juga!"

Berbeda dengan Ruang OSIS, Ruang Komite Disiplin merupakan tempat di mana Kaede bisa benar-benar bersantai, tanpa perlu repot-repot bermain-main dengan cowok-cowok, dan memberi mereka perhatian yang layak sepanjang waktu. Itu bagaikan oasis penyembuhan stresnya. Datang ke sini untuk melepaskan stres merupakan sesuatu seperti mekanisme pertahanannya saat ini.

"Aku akan meminumnya sedikit."

"Hei, itu tehku! Hei, jangan berani-berani kamu menumpahkannya saat ini, oke! Kamu dengar aku?!"

Dengan tubuhnya yang masih tergeletak miring di atas sofa, Kaede menyesap tehnya. Itu lebih dari cukup untuk menyembuhkan hatinya yang dingin. Setelah dia mengembalikan cangkirnya ke tempat semula, dia jatuh kembali ke paha Rin, membenamkan wajahnya di roknya. Setelah merasa puas, Kaede mengucapkan permintaan selanjutnya.

"Sekarang aku mau tidur di pangkuan Ayano. Atau tidur di dua gunungmu yang besar dan montok... ...Mmm."

"Pelecehan seksual."

Kaede benar-benar melupakan segalanya, dan cuma berusaha menghilangkan stres sebanyak mungkin. Bersantai bila diperlukan merupakan kesamaan yang dimiliki adik-kakak ini. Kaede praktis memasuki mode pemeliharaan, sampai pada titik di mana tidak seorangpun akan percaya kalau dia merupakan Wakil Ketua OSIS.

"Kalau begitu... ...Rin saja deh."

"Hentikan. Dan juga, aku tidak akan membiarkanmu."

"Dan dengan betapa hebatnya gunung kembar itu, itu praktis sedang ditekan — Aw."

Kaede berani menyodok dua gunung besar yang tergantung di depannya, lalu dia menerima pukulan karate di kepalanya. Setelah selesai, Kaede cuma terkulai seperti mayat di pangkuan Rin. Tangan kanan di keningnya sangat kecil dan terlalu feminim untuk mencapai ulu hati seorang cowok.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama