Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 5 Bab 131 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-5-ch-131-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Bab 131
Ini Bukan Soal Logika

"—Kurang lebih kayak gitu, deh. Menurutku kemajuan dari pihak Panitia Pelaksana Festival Budaya tidak terlalu bagus."

"...Itu."

"..."

Di Ruang OSIS. Suasana hati Kakak tiba-tiba berubah saat tahu kalau aku cuma berhasil membawa balik setengah dari dokumen-dokumen yang Kakak minta. Tidak, ini tidak terjadi secara tiba-tiba... ...Apa ini seperti membuat minyak ke dalam api yang membara? Aku dapat merasakan gerakan di pelipisku. Aku mesti mentraktir bakpao buat Kakak... ...Bukannya itu malah akan menambah gula darah Kakak?

"—Itu aneh sekali."

"...Benar begitu, bukan?"

"Aneh...?"

Ketua OSIS—Yūki-senpai tidak menanggapi kata-kataku begitu saja. Hanawa-senpai kayaknya juga merasakan hal yang sama. Ia dan Yūki-senpai sama-sama memikirkan hal itu, senyuman mereka yang selalu tampak di wajah mereka perlahan memudar. Apa yang mesti kita lakukan saat ini, karena cuma tinggal ada dua orang cowok tampan dan keren? Apa aku mesti berpikir keras soal ini juga?

"Kalaupun memang benar begitu, mengapa Panitia Pelaksana Festival Budaya tidak melaporkan hal itu pada OSIS? Kalau itu karena lingkungan kerja mereka, itu urusan OSIS juga."

"Itu berarti itu sebenarnya belum terlalu ketat, bukan?"

"Aku yakin tidak begitu. Kalau memang benar begitu, mereka tidak perlu repot-repot mengungkapkan kebobrokan mereka pada para kouhai mereka, bukan?"

"Huh... ...Itu sangat kasar."

Kai-senpai pun menyampaikan pendapatnya, sementara Todoroki-senpai menanggapi kata-kata kasar Yūki-senpai dengan kata-kata yang terkesan mengolok-olok situasi ini. Meskipun tidak sepenuhnya kayak gitu, tetapi pasti ada nuansa sangat mirip dengan "OSIS" di tempat ini. Aku merasa seakan-akan sedang menyaksikan adegan yang serius untuk pertama kalinya.

"—Ini juga masalah kemampuan, bukan? Kenyataannya, memang begitulah adanya."

"Kakak."

"Wataru, kamu tidak apa-apa dicukupkan buat hari ini. Pulanglah. Biar Kakak yang akan memeriksa sisanya nanti."

"Eh?"

Eh? Apa Kakak yakin itu tidak apa-apa?

Aku diberi izin untuk pulang meskipun aku merasa kayaknya masih ada sedikit masalah. Ini memang perusahaan yang berkulit putih. Ibaratnya kayak aku diizinkan untuk pulang lebih awal padahal sedang sibuk-sibuknya, bukan? Yang benar saja? Itu gila. Kalau dipikir-pikir, yang gila itu, padahal aku tidak bekerja di sini. Warna kulitku sama sekali tidak putih. Jangan biarkan orang luar mengerjakan tugas kalian di sini.

"Tunggu, Kaede. Bagaimana kalau kita meminta tolong pada Wataru untuk membantu kita juga?"

"Hah? Mengapa? Anak ini itu orang luar, loh?"

"Kayaknya sudah terlambat untuk bilang begitu, bukan...? Dari apa yang aku dengar, ia punya beberapa kenalan di Panitia Pelaksana Festival Budaya, bukan? Akan lebih baik kalau kita punya beberapa koneksi semacam itu. Kita ini terlalu jauh dari organisasi siswa pada umumnya."

"Aku tidak mau melibatkan anak ini ke dalam sesuatu yang bukan urusannya."

"Ia itu adikmu, bukan? Apa ada jaminan kalau adiknya "Sajou Kaede" tidak akan terlibat dalam hal ini untuk waktu yang lama?"

Hmm... ...Eh? Apa yang sebenarnya terjadi dengan suasana yang mengganggu ini...? ...Apa yang hendak dikatakan oleh Yūki-senpai...? ...Aku punya firasat buruk soal ini. Bukannya ia bilang kalau meskipun aku menjauhkan diri dari OSIS saat ini, aku tidak bisa terus menetap di luar OSIS? Aku jadi takut, sih.

"...Eum, Kai-senpai? Apa maksudnya itu?"

Aku bertanya pada Kai-senpai dengan nada pelan. Di saat-saat kayak gini, ada baiknya kalau aku mengandalkan orang-orang terdekatku semaksimal mungkin. Karena ia salah satu senpai kelas sebelas juga merupakan faktor terbesarnya. Di saat yang sama, aku juga tahu kalau ia tidak punya keterikatan dengan OSIS itu sendiri, jadi mudah buatku untuk bertanya padanya.

"...Sampai bulan November lalu, SMA ini pada dasarnya dikelola oleh siswa-siswi dari Sisi 'Barat', di mana ada banyak keluarga mereka yang punya banyak uang berinvestasi."

"Ah— ...Hmm?"

"Ada berbagai macam konflik yang terjadi. Di antaranya, ada salah satu orang yang memimpin kebangkitan Sisi "Timur" secara aktif, meskipun itu secara kebetulan—"

"Takuto. Kamu berisik. Diamlah!"

"Euh... ...Iya. Maafkan aku."

"..."

Tidak, tidak, meskipun Kakak menyerangnya dengan terlalu jutek. Kai-senpai jadi bertingkah persis kayak aku di rumah. Ia itu memang seorang cowok tampan berkacamata yang sia-sia. Cowok ini mungkin senang karena Kakak lebih bersikap jutek dan sadis. Kalau aku sih bukan tipe M yang senang dengan sikap jutek kayak gitu.

...Iya. Ia memang benar-benar cowok tampan berkacamata yang sia-sia.

...Jadi maksudnya, itu saja. Ini masalah soal "Timur versus Barat". Alasan mengapa Kakak tiba-tiba berusaha menjauhkanku dari sini yaitu karena dia pikir kalau aku mungkin akan terlibat dalam masalah ini. Kenyataan bahwa SMA Kōetsu ini cuma dikelola oleh Sisi "Barat" sampai bulan November lalu, itu artinya Panitia Pelaksana Festival Budaya sebagian besar dijalankan oleh siswa-siswi dari sisi "Barat".

Perbedaan dari tahun lalu— —Apa ini mengarah pada masalah soal "Timur versus Barat"?

"Kaede. Meskipun begitu, itu bukan berarti aku akan membiarkan Wataru terlibat lebih jauh dalam masalah ini. Kamu bisa percaya padaku soal itu."

"Oke... ...Begitu ya. Anak ini tidak akan terlibat dalam masalah itu. Anak ini cuma anak kelas sepuluh yang tidak tahu apa-apa jadi ia cuma akan membantu. Kalau sesuatu terjadi padanya, Hayato, aku tidak akan pernah memaafkanmu."

"...Ah. Kalau begitu, itu tidak apa-apa."

...Hei? Ceritanya benar-benar sudah melebar terlalu jauh, apa yang kalian ingin aku lakukan? Iya, hmm, aku akan dengan senang hati  menerimanya kalau itu cuma sedikit bantuan, sih. Tetapi aku benar-benar tidak mau terlibat dalam masalah apapun, oke?

"—Kalian berdua. Untuk saat ini, mari kita selesaikan situasinya dulu. Paling tidak perbedaan dari tahun lalu itu masalah kita, bukan?"

"Iya, benar juga. Mari kita dengarkan keinginan Kaede mengenai hal ini. Wataru, kamu sudah dicukupkan saja buat hari ini. Aku akan menghubungimu lagi di saat kami membutuhkan bantuanmu untuk tugas-tugas yang lain. Aku juga akan menyiapkan imbalannya."

"E-Eh? Ah, iya. —Eum, iya."

Apa itu berarti aku ini agen yang dikontrak?

Aku tidak bisa mengikuti suasana yang lumayan serius ini. Rasa-rasanya ini kayak aku sedang menonton adegan kecil dari film. Dengan mempertimbangkan suasana itu, aku pun tidak bisa apa-apa selain mengangguk. Aku belum pernah hidup di dunia formal yang menegangkan kayak gitu. Iya, jadi— Asalkan ini cuma tugas-tugas kecil dan aku bisa makan kotak bekal darinya itu, aku akan dengan senang hati melakukannya.

Bum, aku merasa seperti dilempar dengan keras. Jujur saja, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Untuk saat ini, aku paham kalau Kakak dan Yūki-senpai telah menjauhkanku dari masalah ini. Aku memang tidak ada dalam posisi di mana aku mesti membantu mereka sejak awal, dan aku juga tidak dapat menyangkal kalau mereka menarik garis antara mereka dan aku, meskipun ada bagian dalam diriku yang menganggap kalau memang cuma mencoba untuk jadi perhatian. Di SMA ini... ...banyak yang telah terjadi sampai tahun lalu.

Aku memang tidak tahu apa aku akan pun kesempatan untuk membahas kepengelolaan Panitia Pelaksana Festival Budaya di masa mendatang, tetapi kalau ada satu hal yang membuatku khawatir, itulah kenyataan bahwa Natsukawa terlibat dalam Panitia Pelaksana Festival Budaya... Aku berharap Natsukawa tidak akan terlalu terpengaruh oleh kemajuan Panitia Pelaksana Festival Budaya saat ini.

Mari kita lihat saja sejenak bagaimana perkembangannya...?

"-...Ah?"

Saat aku berbelok ke tikungan koridor, aku mendapati sesuatu yang aneh. Ada dua orang cewek—dan, seorang cowok keluar dari ruang kelas Panitia Pelaksana Festival Budaya. Itu Sasaki, yang dikenal sebagai si cowok tampan yang menyebalkan itu, sedang digandeng oleh salah satu cewek dengan lengannya melingkari bahunya. Apa-apaan itu...?

"Hah? Kita tidak bisa mengerjakan tugas itu. Aku tidak tahu mengapa dia sering menganggapnya sangat serius."

"Eum... ...Iya."

"Kalau para bos kita saja tidak menganggapnya serius, maka itu berarti kita juga tidak perlu ikut-ikutan, bukan?"

Aku memeriksa jam di ponsel pintarku. Masih ada waktu sebelum jam terakhir sekolah, jadi Panitia Pelaksana Festival Budaya mungkin masih mengerjakan tugas mereka. Namun, mereka bertiga malah mengambil tas mereka dan meninggalkan ruang kelas.

"—Itu benar."

Aku mendapati prediksi yang sulit untuk aku percaya. Tetapi tetap saja, aku juga punya firasat buruk soal itu, jadi mau tidak mau aku mengintip ke dalam ruang kelas itu melalui jendela. Ada tumpukan berkas dan dokumen yang bahkan masih ada sejak aku berkunjung sebelumnya. Ternyata, begitulah keadaan mereka.

Di bagian belakang ruang kelas itu, di pojok bagian siswa-siswi kelas sebelas, ada dua bangku yang kosong. Di sebelahnya, di pojok bagian siswa-siswi kelas sepuluh, bangku yang biasa diduduki Sasaki juga kosong. Di atas meja mereka ada tumpukan kristal analog.

Itu tampak seakan-akan— Seakan-akan mereka memaksakan segalanya pada Natsukawa, yang duduk di sebelah mereka.

"Permisi, mohon maaf mengganggu."

Semua wajah di ruangan itu langsung menoleh ke arahku untuk melihat. "Mengapa?", pikirku. Aku tidak bermaksud untuk membuka pintu geser ini. Aku tidak bermaksud untuk menarik perhatian sebanyak ini. Di bagian depan ruang kelas itu, Hasegawa-senpai, siswi kelas dua belas dengan wajah yang agak pucat, datang menatapku seakan-akan dia sedang ketakutan.

"...Eum, ada apa lagi, ya?"

"—Aku di sini mewakili Kelas X-C. Aku menggantikan cowok yang keluar dari ruang kelas itu. OSIS tidak ada hubungannya denganku saat ini, jadi tidak usah terlalu waspada denganku."

"Eh...?"

Tanpa perlu meminta izin, aku mengambil bangku yang mestinya diduduki oleh Sasaki. Natsukawa, yang duduk di sebelahku, berbicara dengan nada suara bingung. Kamu mungkin penasaran mengapa aku ada di sini. Tidak usah khawatir, aku sendiri juga berpikir begitu. Tidak, tidak usah dipikirkan, tidak ada apa-apa, kok!

"Wa-Wataru...?"

"Natsukawa. Bisakah kamu segera memberi tahuku di mana aku mesti mengisi kertas ini?"

"Eum...! Bukannya Sasaki-kun bermalas-malasan, loh...!"

"Ah, iya. Bagus, deh. Aku agak memaklumi hal itu."

Dari kelihatannya, cewek yang merangkul bahu Sasaki itu seorang senpai kelas sebelas. Meskipun pihak lain itu lawan jenis, menurutku itu tetap ide yang buruk. Aku tahu kalau ia itu cowok yang serius, jadi aku tahu itu kalau itu bukan niatnya untuk pergi di tengah-tengah tugasnya.

Aku memahami secara logika untuk tidak menyangkalnya. Namun, aku tidak bisa merasakan simpati apapun padanya.

"Eum, Wataru...?"

"..."

S*alan kamu, kamu bilang kalau kamu menyukai Natsukawa, bukan?

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

Lihat juga:

Nonton Perman (1983) Episode 4: "Halo, Aku Perko!" Takarir Bahasa Indonesia - Lintas Ninja Fansub

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama