Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 5 Bab 130 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-5-ch-130-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 130
Keraguan yang Bocor

"Hei. Kita belum punya lembar kerja perkiraan anggaran yang penting. Kita tidak bisa mendapatkan izin tanpa itu."

"Eum, hmm..."

Setelah pernyataan Kakak tadi, Ruang OSIS jadi heboh. Todoroki-senpai, yang tampak acuh tak acuh, terbangun dari tempatnya duduk. Hanawa-senpai mencari-cari di sekelilingnya dan mengintip ke komputernya, tetapi tampaknya ia tidak dapat menemukan lembar kerja perkiraan anggaran itu.

"Hmm... ...kayaknya belum sampai ke tangan kita. Bukannya masih ada di tangan Panitia Pelaksana Festival Budaya?"

"Kalau dipikir-pikir, tidak seperti tahun lalu, mereka itu tidak banyak datang ke mari untuk melaporkan, bukan?"

"Itu aneh... ...Padahal menurutku ini bukan jenis tugas yang dapat ditunda."

"...Hah?"

Diskusi ini berpusat pada Yūki-senpai, Ketua OSIS, dan Hanawa-senpai, Sekretaris OSIS. Kakak, yang mendengarkan itu di sampingku, menghela napas seakan-akan bilang kalau itu merepotkan. Kenyataan bahwa aku menunjukkan sikap pekerja keras kayak gini membuatku tampak seperti orang dewasa.

"Wataru. Ini, ambillah!"

"Aku?"

Apa-apaan ini? Apa Kakak baru saja melemparkan tulang ke padaku? Mau tidak mau aku melihat ke arah yang Kakak tunjukkan dengan daguku. Apa Kakak mau aku memasukkan itu ke dalam mulutku dan mengambilnya? Aku bukan anjing, loh! Apa maksud Kakak melakukan ini? Apa Kakak sudah gila sekarang? Apa jangan-jangan otak Kakak sudah dikendalikan oleh bakpao daging?

"Mengapa kamu tampak seperti ayam yang kaget? Kakak meminta tolong padamu untuk datang ke Ruang Panitia Pelaksana Festival Budaya dan meminta data yang belum mereka serahkan pada kami. Terutama yang barusan Kakak sebutkan."

"Ah, iya."

"Ini, ban lengan buatmu. Meskipun kamu masuk ke sana untuk mewakili kami, namun tanpa itu, kamu mungkin akan dikira sebagai orang yang mencurigakan."

"Tidak, aku bukanlah orang yang mencurigakan. Aku ini seorang siswa di SMA ini."

Perlakuan kasar memang hal lumrah yang terjadi setiap hari padaku. Tidak ada yang bisa aku keluhkan soal tugas-tugas yang Kakak berikan padaku di tengah-tengah tugas lain yang serius. Sebaliknya, saat aku mendapati Kakak, yang biasanya malas-malasan di rumah jadi sesibuk itu sampai-sampai dia tidak bisa beraktivitas di rumah kayak gini, aku merasa seperti seorang tsundere: "Hmm, mengapa bukan Kakak saja yang pergi dan mengambilnya?!". Sekalipun aku mengeluh begitu, aku pasti akan diintimidasi dan dipaksa untuk melakukan itu.

Aku penasaran apa aku secara tidak sadar sudah dicuci otak oleh Kakak, hmm.

Aku mengenakan ban lengan OSIS dan menuju ke Markas Panitia Pelaksana Festival Budaya. Memang ada kemungkinan besar kalau mereka akan bertanya padaku, "Apa benar ada cowok kayak ia di OSIS?", tetapi, hmm, mungkin aku akan baik-baik saja kalau aku cuma bilang saja pada mereka kalau aku cuma pesuruh Wakil Ketua OSIS.

Tetapi, begini... ...Natsukawa dan Sasaki juga ada di Panitia Pelaksana Festival Budaya. Aku sebenarnya tidak terlalu ingin pergi ke sana. Ini ibaratnya kayak aku ada di sisi penagih utang atau di sisi debitur, bukan? Hmm, menurutku ceritanya itu tidak akan sedramatis itu, sih...

"Fiuh...—Permisi, mohon maaf mengganggu."

"Panitia Pelaksana Festival Budaya". Aku mengetuk pintu ruang kelas dengan papan tanda yang dipajang itu dan membuka pintu itu. Untung saja, ini memang pintu kaca geser, jadi tidak akan terlalu berisik. Tetapi tetap saja, itu masih bisa menarik banyak perhatian.

"Eh... ...Wa-Wataru?"

"Sajou...?"

Beberapa detik setelah aku masuk, namaku langsung dipanggil. Itulah suara dari Natsukawa dan Sasaki. Mereka berdua menatapku seakan-akan penasaran mengapa aku ada di sini. ...Hmm, Ah...? Mengapa mereka menumpuk berkas dan dokumen sebanyak itu? Kok bisa mereka punya banyak tugas yang mesti mereka kerjakan padahal mereka baru kelas sepuluh? Rasa-rasanya itu tidak benar... ...Aku tidak merasa mereka kayak gitu saat aku melihat mereka sekilas selama liburan musim panas...

Meskipun ini sudah sepulang sekolah, para anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya masih aktif mengerjakan tugas mereka hari ini, tanpa bangku yang kosong. Memang senang rasanya mendapati bahwa ada orang-orang lain di luar sana yang bekerja sekeras aku. Tetapi kalau aku sih dibayar untuk itu! Maafkan aku, ya, teman-teman! Hahaha!

"Eum... ...Mohon maaf?"

"Iya, halo. Aku Sajou dan aku di sini mewakili OSIS. Apa benar kamu Hasegawa-senpai, Ketua Panitia Pelaksana Festival Budaya?"

"E-Eh? Aku memang Ketua Panitia Pelaksana Festival Budaya, sih... ..."Sajou" ya, apa jangan-jangan kamu—?"

"Ah, iya. Wakil Ketua OSIS, Sajou Kaede, itu memang kakakku."

"Hmm... ...Begitu ya. Jadi, ada perlu kamu datang ke mari?"

"Eum... —Bisakah kamu ikut aku keluar ke koridor sebentar?"

Singkatnya, apa yang mau OSIS katakan pada mereka yaitu, "Karena kalian bekerja dengan sangat lambat dan tidak pernah datang untuk melapor pada kami, jadi kami datang ke sini untuk menagih laporan kalian." Hasegawa-senpai juga tampaknya sudah bisa menebak apa yang terjadi, dan dia tiba-tiba jadi waspada saat aku menyebutkan nama Kakak. Aku tidak mau repot-repot mengatakan hal ini di hadapan seluruh anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya. Natsukawa mungkin akan membenciku. Tetapi mungkin itu sudah terlambat. Eh, Sasaki? Siapa itu? Kayaknya aku tidak mengenalnya!

Kami berjalan menuju koridor, aku merasakan tatapan penasaran dari Natsukawa dan Sasaki padaku. Berjalan agak menjauh sedikit, aku menoleh ke arah Hasegawa-senpai lagi.

Dia punya poni hitam yang disisir ke samping, dan seikat kepang besar yang menjuntai di punggungnya. Kacamatanya berbingkai perak dan mengkilap. Itu memang gaya rambut serius dan bergaya. Aku belum pernah melihat Kakak memakai kepang sebelumya... ...tetapi menurutku ada baiknya tidak usah, mungkin itu tidak cocok buat Kakak.

"Apa yang mau aku bicarakan yaitu data yang mesti kalian serahkan ke Ruang OSIS. Maaf kalau itu poin-poinnya, tetapi ada beberapa hal yang kami mau kalian kerjakan secepatnya... ...Tanpa data dari kalian ini, tampaknya tugas-tugas OSIS akan tertunda dan tidak akan selesai. Bukannya menurutmu itu tidak bagus?"

"..."

Aku menyerahkan memo yang ditulis oleh Yūki-senpai padanya. Hasegawa-senpai diam-diam menatap memo itu dan mengerutkan alis matanya. Ah... ...Aku punya firasat buruk soal ini.

"...Tunggu sebentar."

Hasegawa-senpai kembali ke ruang kelas itu. Aku bisa mendengarnya memanggil seluruh anggota dengan suara yang lebih keras dan masuk ke dalam. Kayaknya dia sedang berusaha untuk mencari-cari sesuatu.

Tetap saja kayak gitu selama kurang lebih 10 menit. Aku kira aku mesti menunggu cukup lama, lalu aku menyapa Senpai yang baru saja keluar.

"Maafkan aku... ...tetapi cuma segini yang kami punya untuk saat ini..."

"Hah...? ...Eh?"

Saat aku melihat tumpukan dokumen diserahkan padaku dengan hati-hati, aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak berteriak. Ada catatan tempel yang dilampirkan di atasnya sehingga aku dapat dengan jelas membedakan dokumen yang mana dan yang lainnya. Tidak, tetapi bukan itu intinya, loh...

"Eum... ...Eh? Apa semua ini ditulis tangan?"

"..."

Hasegawa-senpai membuang wajahnya dengan canggung. Aku ulangi, dia memang tampak seperti orang yang serius dan tampaknya punya rasa tanggung jawab. Dia tidak tampak seperti orang yang tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.

Namun, saat aku menengok ke arah dokumen yang dia serahkan padaku, seluruhnya ditulis tangan. Isinya tidak ada yang tidak ditulis tangan, seluruhnya, bahkan kerangka benda yang akan ditulis, berbentuk cetakan dari apa yang ditulis menggunakan pulpen.

Tiba-tiba, firasat buruk yang tadi aku rasakan, muncul kembali dalam benakku. Beberapa berkas dan dokumen tertumpuk di samping Natsukawa dan Sasaki. Tanpa terkecuali di samping seluruh anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya lainnya. Satu-satunya suara yang terdengar cuma suara pulpen yang sedang digunakan. Aku rasa cuma beberapa orang senpai yang ada di belakang saja yang sedang bekerja menggunakan komputer. Tidak, tunggu sebentar.

"Eum, Senpai...? Aku mesti menanyakan sesuatu, tetapi apa kamu merasa bahwa pada dasarnya kalian mesti mengerjakan seluruh dokumen itu dengan menulis tangan?"

Aku punya beberapa keraguan. Aku sudah punya pengalaman dalam membantu-bantu di OSIS dan Komite Disiplin, tetapi seringkali, cuma ada beberapa dokumen saja yang ditulis tangan, sementara sebagian besar sisanya diatur sebagai data menggunakan komputer. Sedangkan untuk Panitia Pelaksana Festival Budaya... ...Aku yakin kalau dokumen-dokumen yang terkait dengan dukungan dari eksternal itu ditulis tangan. Memangnya sesulit itu?

"..."

"Ah..."

Hasegawa-senpai tetap diam. Kayaknya dia ingin memberi tahuku jawabannya... Eh, ada apa? Apa tidak ada siswa-siswi yang bisa menggunakan komputer? Atau mungkin kalian kekurangan komputer? Tidak, tetapi bukannya sekolah ini pasti punya uang untuk membeli beberapa komputer? Kalau begitu berarti ada hal lain, bukan...? Eh...?

...Hmm. Sudahlah, lagian aku cuma seorang pesuruh di sini.

"Pokoknya, aku cuma datang ke sini untuk membawa kembali dokumen-dokumen yang kamu serahkan padaku, oke?"

"Ah, tung-tunggu!"

"Iya!?"

Lenganku dicengkeram dengan kuat. Itu terlalu kuat, aku jadi takut. Aku hampir menjatuhkan dokumen-dokumen yang aku terima.

"...Kamu akan melaporkanku pada mereka, bukan?"

"Iya, tentu saja... ...Aku mesti melaporkanmu pada mereka. Jujur saja, kita sebenarnya sangat mepet."

"...Begitu ya..."

Maafkan aku, tetapi aku mesti tegas soal itu. Saat aku bilang begini padanya, Hasegawa-senpai melepaskan tangannya dengan frustrasi. Aku pun tidak tahu mengapa dia memasang wajah kayak gitu. Aku berharap dia berhenti melakukan itu karena hal itu membuatku terasa seperti penagih utang yang didampingi oleh petugas penyitaan. Aku tidak pernah menyangka kalau suasananya akan jadi kayak gini...

"..."

...Untuk memastikan keadaan saja, aku ingin mengintip ke dalam ruang kelas yang besar ini sekali lagi.

"Kayaknya ada sesuatu yang salah." Itulah yang aku rasakan di kulitku secara langsung. Kalau ini memang benar-benar sebuah masalah, aku mesti mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum aku membawa dokumen-dokumen itu kembali ke Ruang OSIS, atau mungkin Kakak akan menghukumku untuk mentraktirnya bakpao daging. Apa yang aku maksud dengan hukuman "mentraktirnya bakpao daging"? 

Aku memberi tahu Hasegawa-senpai soal situasinya dan mengunjungi ruang kelas itu. Sambil melihat ke sekelilingku, aku diam-diam mengobrol dengan dua orang yang aku kenal. Seorang senpai cewek memang menatapku dengan tatapan kesal, tetapi aku tidak peduli dengan itu.

"Hei, Sasaki, Natsukawa!"

"Sajou, ada kamu. Sejak kapan kamu bergabung dengan OSIS?"

"Kalian tahu, si gorila itu jadi Wakil Ketua OSIS di sekolah ini, bukan? Dia mengambil keuntungan dariku."

"Go-Gorila?"

"Yang ia maksud ini kakaknya, Sasaki-kun... ...Apa kamu selalu menyebut kakakmu kayak gitu di tempat lain?"

"Ah, tidak... ...Iya, kakakku. Aku sedang membantu Kakak."

"A-Ah..."

Saat aku menyebut Kakak dengan sebutan "gorila", suasana hati Natsukawa langsung berubah. Tidak ada kecanggungan darinya soal kejadian kemarin kayak tadi pagi sama sekali, dan dia cuma menatapku dengan tatapan menuduh. Walaupun dia memang menyukai kisah di mana aku terlibat dengan Kakak...—Tetapi rupanya dia tidak suka kalau aku berkomentar yang jelek-jelek soal Kakak secara sepihak. Kakak, aku tidak percaya kalau Natsukawa akan berada di pihak Kakak...

"Begini, bisakah kalian menunjukkan dokumen-dokumen itu padaku?"

"Tidak, aku tidak boleh menunjukkan ini pada orang luar..."

"Aku sudah bilang kalau aku di sini untuk mewakili OSIS. Aku ada hubungannya dengan mereka, ini ada hubungannya dengan mereka."

"Ah..."

Aku menerima dokumen-dokumen yang ditangani oleh mereka berdua itu. Salah satunya bertuliskan "Daftar Topik Seluruh Kelas". Tampaknya mereka telah menyusun daftar topik pertunjukan yang dikumpulkan dari seluruh kelas. Dan yang lainnya merupakan rangkuman dari daftar pihak eksternal tahun ini. Tampak jelas sekali kalau setiap dokumen itu ditulis tangan.

"...Apa tidak pernah ada arahan untuk mengerjakan dokumen ini menggunakan komputer?"

"Komputer? Aku malah membayangkan kalau hal semacam ini bisa dikerjakan dengan ditulis tangan."

"..."

Sebuah suara yang langsung keluar. Kalau Sasaki yang bilang begini, apa itu berarti bahwa seluruh dokumen dikerjakan dengan ditulis tangan sejak awal...? Tetapi mengapa mesti repot-repot untuk mengerjakan itu dengan ditulis tangan? Para senpai kelas dua belas yang jadi pembimbing mereka tampaknya sudah bisa menggunakan komputer, jadi menurutku seakan-akan seluruhnya tidak mesti dikerjakan dengan ditulis tangan cuma karena ada yang tidak bisa menggunakan komputer. Kalau ini SMP sih, ini mungkin masih wajar saja, sih... ...Tetapi ini SMA Kōetsu, loh, inilah SMA persiapan yang juga tempat anak-anak elite bersekolah, loh?

"...Wataru...?"

"...Tidak, bukan apa-apa, kok."

Untuk saat ini, kayaknya akan lebih baik kalau aku membawa dokumen-dokumen ini kembali ke Ruang OSIS secepat mungkin.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

Lihat juga:

Nonton Perman Episode 3: "Ganko Seorang Detektif?!" Takarir Bahasa Indonesia - Lintas Ninja Fansub

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama