Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [LN] - Jilid 8 Interlud 1 - Lintas Ninja Translation

baca-imouza-ln-jilid-8-interlud-1-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Interlud 1
Midori dan Otoi-san

Seorang cowok berpapasan denganku di lorong. Saat aku berbalik, aku mendapati ada seorang cowok asing berbicara dengan penuh semangat dengan temannya. Otot-otot wajahku yang membeku mengendur dalam sekejap seakan-akan sedang kecewa, tetapi lalu aku membiarkan diriku menghela napas lega.

Lagipula itu bukan cowok itu.

Aku merasa lega. Atau jangan-jangan apa aku merasa kecewa? Sulit untuk mengungkap emosiku sendiri.

Saat itu merupakan waktu antar dua jam pelajaran dan aku, Kageishi Midori, sedang menuju ke salah satu laboratorium sains untuk mata pelajaran Kimia. Aku agak terkejut saat aku mendapati diriku tidak puas dengan kemungkinan disuruh pindah ke ruang kelas lain; Aku belum pernah jadi orang yang memberontak terhadap instruksi guru sebelumnya. Aku mengikuti setiap aturan dengan patuh dan taat, dan aku belum pernah meragukan itu atau merasa kalau aturan tersebut sangat menindas dalam hal apa pun. Aku cuma menerima aturan sebagai bagian dari apa adanya.

Namun di sinilah aku, merasakan percikan kekesalan atas ketidaknyamanan kecil saat melintasi lorong untuk pergi ke ruang kelas yang lain ketimbang diizinkan untuk menghabiskan waktu itu di ruang kelas sebelumnya. Secara rasional, aku tahu kalau aku cuma bisa menyalahkan diriku sendiri.

"Aku begini lagi, salah mengira cowok yang lewat sebagai Ōboshi-kun..."

Meskipun aku bertanya pada diriku sendiri alasannya, jawabannya tetap tidak akan muncul Kontur wajah dan penampilan luar cowok itu sangat jauh berbeda dari Ōboshi-kun. Ini juga bukan yang pertama kalinya. Kenyataannya, hal itu sering berulang kali terjadi akhir-akhir ini.

Sebagai contoh, misalnya, aku merasakan hal itu saat aku melihat sekilas seseorang saat aku memakai sepatuku di loker, dan saat aku melihat tanda-tanda seseorang lewat di pintu kelasku.

Seakan-akan itu masih belum cukup buruk, hal itu juga terjadi dalam perjalanan pulang dari bimbelku. Berdasarkan lokasiku, aku tahu kalau tidak ada satupun cowok asing yang aku lewati akan jadi Ōboshi-kun.

Tetapi tetap saja, raga dan pikiranku akan bereaksi setiap saat, dan aku akan merasakan suhuku meningkat.

Apa sih yang salah dari diriku?

"Jangan bilang kalau kamu jatuh cinta pada Aki, Kageishi?"

Aku bertatapan dengan seorang siswi yang membungkuk di dinding lorong. Ada sebatang permen lolipop di mulutnya (yang, dapat aku katakan, melanggar peraturan sekolah).

"Pasti ada yang salah denganku." Aku menghela napas.

"Hei, aku bertanya padamu."

Aku memperlakukan siswi itu sebagai penampakan dan berusaha melewatinya, tetapi dia merangkul bahuku dan menghentikanku. Rambut merahnya yang panjang diikat ke belakang dengan ikat rambut—tetapi selain itu, rambutnya tidak ditata dengan cara tertentu.

Siswi ini tidak lain tidak bukan adalah Otoi-san.

Dia biasanya kekurangan tenaga dan gerakannya selalu tampak dua kali lebih lambat ketimbang orang lain, namun cengkeramannya sangat kuat. Aku tidak bisa bergerak satu langkah maju pun, seakan-akan aku terbelenggu oleh bola dan rantai.

Aku pun tidak punya pilihan lain selain berbalik, meskipun aku memastikan untuk menunjukkan perasaan tidak senang di wajahku.

"Aku sih tidak akan membalas sapaan aneh kayak gitu."

"Tidak ada yang aneh soal itu. Aku cuma mengira kalau kamu jatuh cinta pada Aki atau semacamnya, dan aku cukup yakin kalau aku benar."

"Kamu cuma membayangkan sesuatu, Otoi-san! Tuliskan aku esai kalau kamu benar-benar berpikir kamu dapat membuktikan hipotesismu. Dan aku berterima kasih padamu kalau kamu tidak mengumumkan hal semacam itu dengan sangat nyaring. Seseorang mungkin akan mendapat kesan yang salah!"

"Kamu sejuta kali lebih nyaring dariku saat ini."

"I-Itu salahmu, Otoi-san!" gerutuku.

Ini sungguh menjengkelkan. Aku, jatuh cinta pada Ōboshi-kun? Itu cuma hal yang paling tidak masuk akal yang pernah ada. Aku belum pernah jatuh cinta sekali pun sepanjang hidupku.

Bukan karena aku buruk dalam berbicara dengan cowok, atau aku mengira kalau mereka semua sama buruknya, hanya saja aku sudah jadi ketua di beberapa komite sejak SD dan aku mesti menyita begitu banyak barang terlarang dari teman sekelas cowok berkali-kali, sampai-sampai aku bosan dengan cara kekanak-kanakan mereka dan kehilangan minat pada hal semacam itu, meskipun aku akan selalu terbuka kalau ada cowok dewasa dan mandiri kayak Ōboshi-kun yang datang, tetapi ini cuma anggapan, dan aku tentu saja itu bukan berarti aku tertarik pada Ōboshi-kun!

"Ayolah, jangan terlalu jutek padaku. Bukannya kita berdua sama-sama jadi panitia karyawisata? Menurutku aku bisa mendengarkan curhatanmu atau semacamnya."

"Itu benar-benar bohong. Kamu cuma mau mencari hiburan murahan, bukan!"

"Tentu saja. Bukannya menurutmu salah mengira setiap cowok yang lewat sebagai Aki itu lucu?"

Aku mulai menggeram padanya, tetapi berhenti. Saat itulah aku akhirnya menyadari cara Otoi-san memanggil Ōboshi-kun: sebagai "Aki," sebuah nama panggilan.

"Apa kamu... ...sangat dekat dengan Ōboshi-kun, Otoi-san?"

"Apa? Kamu cemburu, ya?"

"Ti-Tidak, bukan itu alasanku bertanya!"

"Tidak?" Mata Otoi-san, meskipun lesu, kayaknya mengamati jiwaku saat dia menatapku. Lalu, dia menghela napas berat. "Yang benar?"

"Apa? Apa? Ada apa dengan reaksimu? Dan mengapa?!"

"Kamu tahulah, itulah apa yang mereka bilang soal rumput yang jadi semakin hijau?"

"Di sisi lain pagar?"

"Iya, kayak saat seseorang benar-benar mendambakan sesuatu, semakin sulit buat mereka untuk mendapatkannya, tetapi kalau kamu mendapatkan cowok acak yang sudah mendapatkannya meskipun mereka tidak mendambakan itu. Sering terjadi pada peti jarahan."

"Aku sudah familier dengan ungkapan itu. Apa yang aku tidak paham yaitu mengapa kamu tiba-tiba memilih untuk membacakan ungkapan itu padaku!"

"Pertanyaan yang bagus. Mungkin kamu bisa menggunakan otakmu yang besar itu untuk memikirkannya."

Otoi-san melambaikan tangan malasnya dan mulai berjalan ke arah yang berlawanan denganku.

"Hei! Kamu mau ke mana?" Aku berteriak memanggilnya.

Otoi-san berbalik ke arahku seakan-akan itu sudah jadi sebuah tugas, dan mengatur ulang sudut permen lolipop menempel di mulutnya jadi mengarah ke atas. "Kamu akan mendengarkanku, kalau kamu siap menghadapi emosimu sendiri. Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan orang-orang yang selalu membuat alasan dan berjalan berkeliling-keliling sambil menutup mata. Aku sudah punya banyak sekali orang yang membutuhkan konseling..."

"Apa yang kamu— Otoi-san! Kok bisa kamu bergerak secepat itu?!"

"Sampai jumpa."

Betapa lesunya dia saat dia berbicara, aku tidak percaya dengan cara Otoi-san menghilang secepat kilat di ujung lorong. Aku belum pernah melihatnya berlari sejak pertama kali kami bertemu, namun saat dia berjalan secepat itu meskipun ada langkah kaki yang bergerak di bawah kakinya.

Kalau ada satu hal yang aku pelajari akhir-akhir ini, yaitu Otoi-san bisa bergerak dengan sangat cepat saat dia mesti berlari dari sesuatu yang dia pertimbangkan begitu banyak tenaga. Aku berani bertaruh kalau dia itu tipe orang yang sepenuhnya melibatkan seluruh aspek fisik dan mentalnya cuma saat dia ingin keluar dari sesuatu.

Aku menghela nafas. Tepat saat Otoi-san benar-benar tidak tampak, barulah kata-katanya muncul kembali dalam benakku.

"Jangan bilang kamu jatuh cinta pada Aki?"

Aku? Jatuh cinta padanya?

Benar-benar pernyataan yang menggelikan! Dia sudah punya pacar yang dia cintai, Tsukinomori-san. Kalau ucapan Otoi-san itu masuk akal, itu akan membuatku terdengar seperti seorang cewek yang tidak asyik yang mendambakan pacarnya cewek lain.

Aku menjalani hidupku sejauh ini dengan mengikuti peraturan Keluarga Kageishi, dan mengabdikan diriku sendiri setiap hari untuk belajar, menghakimi kejahatan, dan mengejar apa yang benar. Aku tidak pernah berkhayal kalau hal itu membuatku istimewa, sih; Aku cuma berpikir kalau menjalani kehidupan yang serius dan jujur ​​m merupakan hal yang masuk akal.

Seandainya apa yang dikatakan oleh Otoi-san itu benar... ...Bukannya itu membuatku terdengar seperti anak yang tercela?

"Euh! Aku sudah lelah sekali dengan ini! Pasti ada yang salah dari diriku. Benar-benar salah..."

Aku mencengkeram dadaku yang kacau dan berjalan menyusuri lorong, menghadap tepat ke arah lantai seperti seorang penjahat yang dipaksa masuk ke mobil polisi saat ditangkap. Ini mungkin tampak kayak analogi yang aneh, tetapi poin utamanya yaitu aku sebenarnya tidak mau ada orang yang melihat wajahku saat ini.

Saat itu, ada sebuah poster di dinding yang menarik perhatianku. Pemberitahuan untuk karyawisata, aku sendiri terlibat dalam pengorganisasian itu sebagai bagian dari panitia.

Karyawisata.

Satu kata itu sudah cukup untuk membuatku ingat pada Ōboshi-kun sekali lagi.

Apapun yang salah dari diriku ini, itu pasti sangat kronis.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama