Bab 121Adik-Kakak Zaman Now
Aku menghentikan gim dan menoleh ke arah Kakak. Kursi ini juga punya fungsi berputar! ...Mungkin ada baiknya kalau aku tidak terlalu banyak menunjukkan fungsi dari kursi ini pada pada Kakak... ...Kalau Kakak benar-benar tertarik, dia mungkin akan merebut kursi itu dariku. Kamarku merupakan satu-satunya kamar yang ada di lantai dasar, jadi mungkin itu akan baik-baik saja.
"...Jadi?"
"...Apa? Kok kamu jadi terlalu menyuruh-nyuruh?"
"Tidak, tidak, lagian, ini kamarku, bukan?"
Tidak apa-apa kalau aku jadi tukang suruh-suruh di istanaku sendiri, bukan? Paling tidak, biarkan aku jadi orang teratas di tempat ini. Kalau tidak, aku akan kehilangan semua motivasiku.
"Euh, sangat menakutkan..."
"Jangan banyak omong, ah! Kamu mau Kakak tendang, ya?"
"Tidak, jangan tendang aku, Kakak!"
Saat aku membalas begitu, Kakak jadi agak kesal dan terdiam. Aku tidak tahu mengapa aku sangat suka menyuruh-nyuruh Kakak di sini, mungkin karena kami sedang berada di tengah-tengah wilayah kekuasaanku. Aku sangat senang karena aku merasa agak menang dari Kakak di sini.
"...Jadi, ada apa Kakak masuk ke sini? Kakak biasanya punya sesuatu untuk dilakukan, kayak mengirim pesan atau semacamnya."
"Tidak, begini... ...yang tadi, lho?"
"Yang tadi yang mana...?"
"Yang tadi kamu bilang, obrolan soal hubungan adik-kakak di sekolah."
"...? Ah—...!"
Apa yang Kakak maksud itu yaitu kata-kata yang aku ucapkan dengan lantang saat makan malam tadi untuk menutupi apa yang terjadi padaku dengan Natsukawa. Sebenarnya aku sampai kehabisan kata-kata saat Natsukawa bertanya padaku soal hubungan kami (aku dan Kakak), jadi aku memang tidak sepenuhnya salah, tetapi aslinya Natsukawa bicara soal aku sebagai adik cowok. ...Aku tidak tahu apa yang mesti aku katakan padanya soal kisah hubungan keluargaku, terutama soal Kakak, pada Natsukawa karena kami cuma sebatas teman dekat.
"Kamu... ...Apa kamu sering membicarakan hal semacam itu di sekolah?"
"Tidak, tidak terlalu sering, kok! Jadi kakak tidak perlu khawatir!"
"Tetapi, kita ini lain dari adik-kakak di keluarga-keluarga lainnya."
"...?"
Apa jangan-jangan Kakak khawatir soal itu...? Jarang sekali mendapati Kakak yang menganut paham "Keluarga kita itu keluarga kita, keluarga lain itu keluarga lain". Aku tidak tahu sejak kapan Kakak jadi berubah pikiran begini. Kakak itu juga seorang kakak, dan dia akan berubah jadi seorang gyaru berambut pirang dalam artian yang berbeda saat sedang bersama orang lain selain aku, jadi mungkin ada banyak hal yang terjadi di sini. Aku kira Kakak masih muda pada saat itu.
"Iya, maksudku, bukannya kita semua memang agak lain? Malahan, kita ini sangat tidak akur satu sama lain."
"Hah? Meskipun kita sedang bicara saat ini?"
"...Iya, Aku rasa Kakak mungkin tidak akan paham."
"..."
Aku rasa memang tidak ada salahnya kalau menilai hubungan kami sebagai normal. Hubungan Kakak Beradik Sasaki itu terlalu dekat. Hubungan Natsukawa bersaudari juga sangat ideal di mana sang kakak sangat menyayangi sang adik cewek, bukan? Malahan, menurutku hubungan Kakak Beradik Ichinose mungkin juga terlalu dekat satu sama lain... ...Eh? Tidak ada adik-kakak di sekelilingku yang bisa mengatur jarak di antara mereka, bukan? Ah, bagaimana dengan hubungan adik-kakak Sasaki-san? Bukannya itu terlalu lucu kalau kami ternyata tidak berbeda jauh dari segi usia?
Iya, memang tidak sama di setiap keluarga, tetapi tetap saja, kamilah satu-satunya adik-kakak yang sering baku hantam hampir setiap hari.
"Jadi? Eum, apa itu yang Kakak khawatirkan?"
"Hah? Tidak, tidak juga..."
"Hah? Kalau begitu, ada apa?"
"Ini..."
Itu kata-kata tidak jelas yang buruk. Kakak tampaknya masih belum bisa menghilangkan kekhawatirannya. Sejauh yang aku ketahui, Aku rasa Kakak tidak tahu apa yang dia bicarakan. Aku mungkin sudah pernah bilang ini sebelumnya, tetapi aku merasa tidak nyaman kalau Kakak bilang padaku kalau dia akan mengubah sikapnya yang saat ini.
"...Begini."
"Iya...?"
"Memangnya kita ini... ...tidak akur, ya?"
"Eh...? Iya, memang sih belakangan ini, tetapi kalau Kakak perhatikan semua yang telah kita lakukan sejauh ini, aku akan bilang kalau kita ini adik-kakak yang tidak akur."
"Belakangan ini...? Apa Kakak sudah bersikap baik padamu?"
"...Kakak bertanya soal pendapatku, bukan? Menurut Kakak sendiri, apa Kakak merasa sudah bersikap baik padaku?"
"..."
Inilah anugerah karena aku sudah "membiasakan diri". Kakak sudah jadi satu-satunya ratu di Keluarga Sajou sejak dia lahir. Namun, ada suatu masa di mana hal itu jadi sangat buruk. Setelah itu berlalu, Kakak mesti tumbuh dewasa. Aku kira aku sudah melewati titik di mana aku malu untuk berbicara pada orang tuaku, dan semangat "kompromi" yang aku tanam selama bertahun-tahun itu memang sungguh luar biasa (memuji diri sendiri). Fuhahaha...! Memang sangat mudah buatku untuk akur dengan Kakak belakangan ini.
"Jadi... ...Terus?"
"Hah? Terus apaan maksud Kakak?"
"Itu lho... ...Ka-Kayak apa keadaan di keluarga-keluarga yang lain?"
"Hah?"
Aku mengalihkan perhatianku ke layar gim-ku, lalu dikembalikan ke Kakak lagi. Kakak menatapku sambil menyilangkan tangannya.
Di keluarga-keluarga yang lainnya... ...Aku tidak tahu persisnya. Aku tidak punya contoh campuran adik-kakak antara seorang kakak dan seorang adik cowok, jadi aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya pada Kakak... ...Tidak, tunggu sebentar, bukannya ini kesempatan buatku? Memang aneh rasanya meminta Kakak untuk bersikap baik padaku, tetapi kalau aku bilang, "Kakak-kakak di keluarga-keluarga lain tidak bilang hal-hal yang tidak masuk akal!". Kalau aku bilang begitu, maka Kakak tidak akan memanfaatkanku dengan seenaknya lagi, bukan?
"Ah—... ...Aku tidak tahu apa ini sama persis dengan mereka, tetapi aku rasa mereka tahu caranya menjaga jarak satu sama lain. Mereka memang tidak saling ikut campur, tetapi mereka akan saling berbicara satu sama lain, kalau di antara mereka, ada yang sedang kesulitan."
"...Jadi, apa hubungan mereka akur?"
"Tidak juga, tetapi inilah yang terbaik yang bisa dilakukan kalau mereka itu seorang kakak dan seorang adik cowok di usia SMA agar menjadi akur. Kecuali saat mereka masih kecil itu beda lagi."
"Saat mereka masih kecil...?"
"Terlepas dari apa mereka itu seorang kakak dan seorang adik cowok atau yang lainnya, sebagian besar adik-kakak sudah saling akur satu sama lain melalui berbagai cara dan untuk waktu yang lama, jadi mereka tidak perlu sadar akan menjaga jarak saat ini karena mereka sudah SMA."
"..."
Iya, dalam hal ini, kami juga sama. Kami pernah mengalami masa lalu sebelumnya dan mengalami masa sekarang saat ini sampai pada di titik ini. Meladeni setiap perkataan Kakak cuma akan membuang-buang waktu dan tenaga, jadi ikuti dan patuhi saja alurnya kecuali kalau itu tidak masuk akal. Begitulah caraku bersikap baik pada Kakak. Kalau keadaannya semakin buruk, aku yakin Ibu tidak akan tinggal diam.
"Apa saja yang mereka kerjakan?"
"Eh?"
"Sejauh ini... ...apa saja yang mereka kerjakan?"
Eh...? ...Tunggu sebentar, nada permusuhan macam apa ini? "Sensor suasana hati Kakak" milikku yang sudah aku kembangkan selama bertahun-tahun, barusan berubah jadi lampu kuning. Perhatian, perhatian. Aku mesti waspada. Jangan lengah, karena kalau kamu lengah, aku mungkin akan dibantai dalam sekejap mata.
"Sejauh ini... ...Eum. Be-Begitu ya..."
"..."
Tidak, tidak sampai sejauh itu. ...Apa yang dilakukan oleh adik-kakak dari keluarga normal? Bagaimanapun, kami juga berasal dari keluarga normal. Mengapa Kakak bertingkah seakan-akan kita ini bukan keluarga normal? Adik-kakak, adik-kakak... ...Apa Kakak mau menjalankan tugas bersama? Tidak, tidak, tidak, kita terlalu muda buat itu. Eh...?
'—Mem-Membersihkan telingamu, misalnya...?'
—Ah.
"Membersihkan telinga, misalnya?"
"Hah?"
"Hah?"
Apa yang barusan aku katakan? Aku bertanya pada diriku sendiri setelah aku bilang begitu tanpa berpikir panjang. Paling tidak Kakak tidak akan melakukan itu padaku, bukan? Itu karena ini merupakan proyek lilin Brasil. Apa yang mesti lakukan kalau Kakak merasa ingin melakukan itu? ...Kakak sangat jauh dari sifatnya yang biasanya hari ini... ...Tidak, itu mustahil... ...bukan?
"...Apa mereka melakukan itu? Adik-kakak di keluarga-keluarga lain?"
"Iya, aku dengar mereka melakukan itu, sih..."
Apa mereka melakukan itu? Bukan begitu, maksudku. Ada apa dengan cara bertanya dan aura Kakak ini? Ini tidak seperti mereka saling membersihkan telinga atau semacamnya. Aku yakin mereka tidak melakukan sesuatu yang aneh. Contoh yang aku maksud ini Natsukawa bersaudari. Imajinasiku sangat tidak jelas.
"...Iya, dalam hal ini, aku juga sudah pernah melakukan itu pada Kakak."
"Ha-Hah!? Kapan kamu melakukannya...?"
"Eh? Tidak, itu sudah beberapa tahun yang lalu, saat Kakak masih berambut pirang. Kakak tiba-tiba datang padaku sambil memberikan sebuah korek kuping dan meletakkan kepala Kakak di pangkuanku."
"Ah, Kakak tidak ingat, tuh! Kakak tidak ingat!"
"Tunggu sebentar! —Jangan berkelahi dengan bantal!"
Ah? Mengapa Kakak merasa sangat malu saat ini? Apa Kakak tahu bagaimana perasaanku saat Kakak tiba-tiba menghampiriku? Aku hampir saja berteriak. Aku bisa saja mengompol dengan kepala Kakak di pangkuanku, lho? Iya, pada saat itu aku masih mendapat tendangan lurus dari Kakak di bawah meja.
Kakak memukul bantal itu dan melemparkannya kembali. Apa yang Kakak lakukan pada teman malamku?
"...Itu, bukannya mestinya itu sebaliknya? Itu mustahil."
"Apa Kakak baru saja menyadarinya?"
Kesadaran, kesadaran Kakak. Baru terbentuk setelah 15 tahun perjuanganku. Itu lumayan lama sekali...
"Iya, mestinya begitu, bukan? Aku kira hubungan kita mestinya jadi seorang kakak dan seorang adik cowok, namun sebaliknya, kenyataannya terasa kayak kita lebih seperti seorang abang dan seorang adik cewek."
"Hah? Jangan terbawa suasana."
"Kalau begitu, sebutkan sesuatu yang pernah Kakak lakukan padaku yang merupakan ciri khas seorang kakak!"
"Gah...?"
Hei, apa itu saat-saat di mana tangan kiri Kakak sedang menenangkan tangan kanan Kakak saat sedang di luar kendali? Aku belum pernah melihat orang melakukan itu dalam kehidupan nyata. Apa aku akan diselamatkan oleh tangan kiri Kakak saat ini? Bukannya Kakak terlalu rapuh untuk berpura-pura bisa mengendalikan diri? Aku jadi takut.
"...Iya, sudah agak terlambat untuk itu."
"Sudah agak terlambat untuk itu..."
"Jadi, apa? Apa yang mau Kakak tanyakan padaku?"
"Apaan sih...? ...Tidak ada apa-apa, kok!"
"Huah...!?"
Saat aku sekali lagi mendesak Kakak untuk melanjutkan urusannya, sebuah pukulan lembut namun keras mendarat di wajah temanku. Inilah bantal. Dia ini mungkin korban terburuk pada hari ini. Kok bisa Kakak melakukan lemparan dan serangan akuran dengan genggaman semacam itu?
Saat benda itu jatuh di pangkuanku, Kakak, yang mestinya ada di sana beberapa saat yang lalu, sekarang sudah menghilang. Aku tidak mendengar suara apapun... ...Mengapa Kakak mesti melakukan semua gerakan fantasi itu? Kakak mungkin mau mengajari beberapa hal pada adik cowoknya, sih.
Author Note: Pertama-tama, warnai rambutmu dengan warna pirang.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: