Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 5 Bab 118 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-5-ch-118-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 118
Tabu

Kata-kata "membersihkan telingaku" itu membuatku nostalgia. Terakhir kali aku meminta seseorang melakukan itu padaku itu pada saat aku masih SD dengan ibuku. Aku tahu kalau itu rasanya memuaskan. Tanpa aku sadari, aku tertidur, Ibu berkata, "Oke! Sudah selesai!", lalu, aku terbangun dengan sebuah permulaan baru. Pasti ada saja waktu seperti pelayanan yang serius saat itu....

Aku penasaran apa yang akan terjadi kalau yang itu dilakukan oleh Kakak, dan bukan Ibu..., ...Aku penasaran apa dia akan menuangkan lilin Brasil ke telingaku dan dia akan menariknya keluar. Maksudku, Kakak pasti sangat cocok dalam hal ini.

"Hmm. Dia belum pernah."

"Eh...!? Dia belum pernah melakukannya padamu sekalipun!? Telingamu sama sekali belum pernah dibersihkan oleh kakakmu...!?"

"Eh, hmm... ...Benar, dia belum pernah."

"Oh, tidak..."

Eh... ...Eh? Apa maksudmu? Apa aku membuatmu kecewa...? Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu. Apa jangan-jangan kamu merasa kasihan padaku atau semacamnya...?

Aku belum pernah membersihkan telingaku dengan sungguh-sungguh saat ini, karena aku cuma mengusapnya dengan kapas saat aku keluar dari bak mandi. Ini memang tidak ada hubungannya dengan pembersihan telinga. Itu juga sudah terasa nyaman, karena terkadang aku juga lupa mengeringkan rambut, sebelum aku menyadarinya. Karena aku bisa membuat diriku tertidur sendiri kalau aku mau.

"Ah, tetapi saat aku masih SMP—"

"Eh...!?"

"..."

Aku tiba-tiba teringat sebuah adegan dari masa lalu, dan saat aku ingin membicarakannya, aku mendapat banyak perhatian darinya. Aku bisa tahu dari postur tubuhnya yang bilang, "Aku mau mendengarkannya".

Ini bukan cerita yang tidak masuk akal, bukan...? Reaksinya itu sangat responsif. Apa, apa kamu sangat tertarik dengan apa yang akan aku ceritakan padamu? Kalau aku ceritakan soal aku yang dirundung oleh Kakak, kita bisa membicarakan ini selama kurang lebih lima jam, bukan? Dan itu bahkan tidak terlalu menarik.

"Saat aku masih SMP, Kakak tiba-tiba memberiku sebuah korek kuping di ruang tamu dan memaksaku untuk membersihkan telinganya."

Kakak memang sangat suka begitu. Dia suka melakukan hal-hal yang tidak biasa secara tiba-tiba. Kadang-kadang dia suka tiba-tiba memberiku sebuah bakpao daging saat dia masih punya sisa. Itu cuma jarang-jarang saja, sih.

Aku ingat, saat itu, aku sedang duduk bersantai di sofa sambil menonton televisi, lalu Kakak, yang masih jadi seorang gyaru, tiba-tiba memberikanku sebuah korek kuping, dan sebelum aku sempat menjawab, dia meletakkan kepalanya di pangkuanku sambil berkata, "Tolong bantu Kakak, ya!" begitu saja. Itulah saat-saat yang paling menakutkan dalam hidupku, dan aku mengingatnya dengan sangat jelas karena aku sangat takut sampai-sampai jantungku hampir saja copot.

"Ka-Kamu yang melakukannya pada kakakmu...?"

"Hei, itu benar, dia sangat suka memintaku melakukannya."

"Ah...!? H-Hmm! Ti-Tidak ada yang istimewa, ya..."

"...Asal kamu tahu saja, tidak ada yang aneh dengan hal itu, loh?"

"A-Aku juga sudah tahu itu meskipun kamu tidak memberitahuku sekalipun."

Tetapi mengingat hal itu, bukannya dia memejamkan matanya sambil berkhayal soal sesuatu...? Entahlah, kayaknya dia sedang membayangkan adegan yang mustahil dilakukan antara aku dan Kakak... ...Menurutku, Natsukawa yakin kalau kami itu kakak beradik yang akrab. Tidak, bukannya itu berarti kami tidak akrab, namun hubungan kami kurang lebih seperti datar-datar saja.

"...Te-Terus...?"

"Iya...?"

"A-Apa lagi?"

"Tidak, aku tidak tahu apa lagi yang mesti aku ceritakan..."

Tidak, hmm... ...Kalau memang kamu sangat tertarik, aku sih mau saja bercerita padamu. Bagaimanapun juga, yang kita bicarakan ini, adegan antara aku dan Kakak... ...Aku sadar kalau dibandingkan dengan kakak beradik lainnya di dunia ini, kami mungkin agak kasar, dan tidak ada yang namanya kisah hubungan persaudaraan yang akur.

"Kakak itu..."

"Ma-Makanya... ...aku tidak bicara soal kakakmu..."

"Eh?"

"A-Aku bicara soalmu sebagai seorang adik cowok...!"

"Na-Natsukawa...?"

Aku tahu kalau kamu bicara soalku, sih..., ...Hei,  bukannya ini agak luar biasa? Dia sangat tertarik, bukan, maksudku, dia sangat tertarik. Aku tidak percaya Natsukawa bicara banyak soal sesuatu selain soal Airi-chan. Eh? Wajah kami begitu dekat. Napasnya terengah-engah, itu erotis. Wah, wanginya enak sekali...!

"Wak-Waktunya! Tunggu sebentar! Kamu terlalu dekat!"

"Apa— —Ah...!"

Saat aku bilang begini dengan tergesa-gesa, Natsukawa kayaknya sadar betapa dekatnya jaraknya padaku, dan raut wajahnya berubah. Dia segera kembali ke jaraknya semula dan berpaling dengan ekspresi canggung sambil memainkan rambutnya yang tergerai.

"..."

"..."

Deg deg... Deg deg...

I-Itu gila! Barusan tadi itu apa?! Bagaimana kepribadian seseorang bisa berubah?! Cara dia terbawa suasana dan tersipu malu itu sangat imut! Wah, wah! Aku tidak bisa tenang! Aku tidak bisa tetap tenang! Aku merasa seperti tidak apa-apa kalau aku mati saat ini! Ah, bahagianya...!

"..."

"..."

Tidak, tetapi, eh, suasana macam apa ini? Apa yang mesti aku lakukan? Bukannya kami sedang bicara soal cinta atau semacamnya, jadi aku cuma menyadari hal ini secara sepihak... ...Menurutku, Natsukawa tidak mungkin melihatku dengan kayak gitu, jadi mungkin cuma itu. Itulah hal di mana dia seperti, "Aku sudah sembarangan terlalu dekat pada cowok, ah, tidak! Itu gawat!". Aku yakin alasan dia memalingkan wajahnya yaitu karena dia berusaha untuk menegur dirinya sendiri kayak gitu.

Ah... ...Baguslah, aku sudah mulai tenang sedikit demi sedikit. Benar sekali, Natsukawa tidak melihatku sebagai seorang lawan jenis. Dia melihatku seperti seorang teman baik dari kelompok yang sama. Tenanglah, jangan menunjukkan keinginan yang aneh-aneh, diriku... ...Aku sudah bilang padanya bagaimana perasaanku padanya, bukannya itu saja sudah cukup...?

"...Ti-Tidak, menurutku, aku tidak tampak seperti aku sudah jadi seorang adik cowok atau semacamnya... ...Jadi aku tidak tahu..."

"..."

"Ah— ...Iya. Begini, aku akan bertanya pada Kakak lain kali sebagai gantinya. Sisi "adik cowok"-ku."

Aku tidak tahu mengapa dia sangat ingin mendengarkan cerita soalku sejak awal. Apa Natsukawa punya ketertarikan pada adik cowok dan adik cewek? Aku rasa dia terlalu tua untuk memandangku dan Kakak kayak gitu.

"Ka-Kalau begitu, maka..."

"Eh?"

"Ka-Kalau kakakmu belum pernah... ...melakukan hal semacam itu padamu sebelumnya, maka..."

Sambil menjaga jarak, Natsukawa menatapku dengan raut wajah murung dan masih agak tersipu malu. Eh... ...Jadi begitu tampilan wajahnya, mungkin aku belum pernah melihatnya dari sudut ini sebelumnya. Aku mungkin akan terdiam sama sekali kalau dia menatapku dengan wajahnya yang imut itu padaku. Sungguh, aku mesti lebih waspada akan hal itu! (Marah)

Eh, aku begitu terpesona dengan sosoknya sampai-sampai aku tidak mengingat apa yang sedang terjadi...! A-Apa yang aku katakan barusan...?

"A-Aku.—"

"Eh!? Sajou!?"

"Hmm...?"

Saat Natsukawa hendak bilang sesuatu, sebuah suara memanggilku dari depan. Saat aku menoleh ke arah sumber suara tersebut, aku mendapati ada seorang cewek yang tampak genit melambaikan tangannya dengan gembira ke arahku. Eh, kayaknya aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat sebelumnya....

"...Ah? Haru?"

"Ah! Sudah lama tidak jumpa! Apa-apaan dengan rambut coklatmu yang aneh itu?"

"Aneh!? Rambutmu juga jadi lebih panjang... ...Benda berjaring emas macam apa yang kamu kenakan itu?"

"Aku bergabung dalam sebuah band sekarang."

"Hmm!"

Cewek yang menghampiriku merupakan teman satu sekolahku saat di SD dan SMP. Kami memang tidak nongkrong setiap saat, tetapi kami berada di kelas yang sama setiap dua tahun sekali. Aku yakin hubungan pertemanan kami bukanlah hubungan yang buruk. Sarung gitar yang menutupi punggungnya itu seperti tempurung kura-kura, dan dia punya penampilan yang luar biasa. Kalau saja aku tidak mengenalnya satu sama lain, aku mungkin tidak akan pernah menghampirinya.

Kami dan Natsukawa bersekolah di SD yang berbeda, dan kami (aku dan Haru) berada di kelas yang berbeda saat di SMP, jadi aku tidak tahu pasti apa Natsukawa mengenalnya atau tidak.

"Seingatku... ...kalau tidak salah, kamu masuk di SMA yang sama dengan Hiro, bukan?"

"Be-Benar, cowok itu masih main bisbol. Ia juga masih punya kepala gundul."

"Hmm."

"Cuma hmm!? Kayaknya kamu tidak terlalu tertarik padanya, —sih!?"

"...?"

Haru itu lucu sekali. Aku rasa kehidupan SMA-nya pasti berjalan lancar, dilihat dari suasana hatinya yang sedang baik dan caranya saat dia menepuk-nepuk punggungku sambil tertawa. Saat aku sedang memikirkan hal ini, tawa Haru tiba-tiba jadi berkurang. Saat aku menengok, ternyata dia sedang terdiam di sampingku, menatap Natsukawa.

"Tunggu!? Sajou...!"

"Hmm...!? A-Ada apa sih!?"

Wush, aku rasa sebuah lengan terulur dan meraih kedua bahuku, menggoyang-goyangkan tubuhku dengan kasar. Aroma parfumnya yang tajam dan tidak biasa membuat hidungku gatal. Tunggu sebentar! Sajou tidak akan bertanggung jawab kalau kita berciuman secara tiba-tiba karena aroma ini...!

"Ka-Ka-Ka-Kamu...! Aku dengar kamu menggebet Natsukawa-san, dan masuk ke SMA Kōetsu, tetapi akhirnya kalian bisa bersama, ya!?"

"Bah...!?"

Bom. Maksudku, ini sebuah bom. Ini sebuah bom berwarna merah menyala dan sangat kuat, diberikan padaku saat akan meledak, sampai-sampai itu dapat membunuhku saat melewatiku. Apa sih sebenarnya yang dia bicarakan...? Dia pasti tidak memikirkan apa yang akan terjadi kalau kami ternyata tidak pacaran, bukan?

"Bagus sekali, Sajou! Kamu sudah lama jatuh cinta padanya! Entah mengapa, aku juga agak senang!"

"Tunggu! Hei...!"

"Menurutmu ia itu cowok yang seperti apa, Natsukawa-san? Ia tidak mengikatmu, bukan!? Wah, ia benar-benar imut kalau dilihat dari dekat, Natsukawa-san!"

"Eh...!? A-Aku..."

"Apa yang kamu lakukan untuk merawat kulitmu?! Ah, tetapi aku dengar kulitmu akan semakin mulus saat kamu punya pacar.—"

"Hei!! Hentikan, Haru!!"

"Heh...?"

Jeritanku yang sangat keras keluar. Aku sendiri mungkin juga merasa kalau suaraku sangat keras. Haru yang terkejut, tidak menyangka kalau dia akan diteriaki, atau mungkin dia cuma terdiam dengan ekspresi kosong di wajahnya. Beberapa detik kemudian, dia mengalihkan tatapannya yang canggung ke arahku, seakan-akan dia ketakutan.

"...Eum, jangan-jangan..."

"..."

"Eum, maafkan aku..."

Dia melakukan sesuatu yang sulit untuk dipercaya. Sesuatu yang tidak boleh dia sentuh. Itu tabu. Aku merasa seperti segalanya yang telah aku bangun perlahan-lahan, seakan-akan sedang dihancurkan oleh kata-katanya.

TL Note: Ini mungkin postingan terakhir kami di tahun ini, terus dukung proses penerjemahan proyek-proyek kami di tahun 2024, Admin pamit undur diri!

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama