Bab 116Kakak Beradik yang Abadi
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku dipanggil oleh Yūki-senpai, yang dikenal juga sebagai Ketua OSIS. Bukannya terlalu jahat untuk memanggilku lewat pengumuman sekolah? Dan jangan seenaknya bilang "Mohon maaf!" lewat pengumuman sekolah kayak gitu! Cewek-cewek nakal, seperti Koga dan Murata, akan menatapku dengan mata yang merah.
"S*alan, ia membuatku mesti menetap di Ruang OSIS sampai sepulang sekolah..."
Alasanku berusaha keras semata-mata bukan demi membantu mereka, tetapi itu karena aku ingin menghemat biaya makan siangku, dan eum... ...makanannya itu enak. Aku memang tidak tahu apa butiran hitam di atas nasi putih itu..., ...namun yang aku tahu cuma rasanya itu asin dan lezat.
Tetapi aku merasa seperti kehilangan banyak hal ketika waktuku sepulang sekolah dipersingkat. Aku mungkin tidak akan terlalu merasakannya sama sekali kalau aku mengikuti ekskul atau bekerja paruh waktu. Ichinose-san ada sif pekerjaan paruh waktu hari ini... ...Aku penasaran apa dia baik-baik saja? Kalau aku pergi memeriksanya, Kakek mungkin akan membuatkanku sebuah kontrak kerja baru atau semacamnya. Ada baiknya aku tidak melakukan itu...
Aku mengganti sepatuku sambil memainkan ponsel pintarku di pintu masuk sekolah. Sepulang sekolah, itu memang waktu yang paling santai buatku dan dapat aku gunakan untuk membaca notifikasi terbaru di aplikasi gim dan pembaruan novel daring.
"...Ah..."
"Hmm?"
Setengah jalan saat aku sedang bersiap-siap. Sewaktu aku sedang berkonsentrasi pada salah seorang siswa-siswi yang jarang aku temui saat pulang, aku mendengar sebuah suara yang kayaknya sedang memanggilku. Saat aku menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu, punggungku mau tidak mau menegak tanpa aku sadari.
"A-Apa kabarmu...?"
"Me-Mengapa kamu bicara kayak gitu?"
Aku mengangkat tangan kananku dengan perlahan untuk menyapanya, tetapi tangan itu segera tidak bisa ke mana-mana. Setelah aku mengusap udara, lalu aku menurunkan tanganku dengan malas seakan-akan aku baru saja tertembak jatuh, dan Natsukawa perlahan-lahan mendekatiku. Apa benar dia mendekatiku...? Apa yang mesti aku lakukan...? Tetapi ada sesuatu yang membuatku jadi merasa canggung pada saat ini.
"Ah— ...Eum, apa kamu baru selesai rapat anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya?"
"...Iya. Kayaknya kami sedang dalam masa-masa yang sangat kritis saat ini."
"Kalian sudah mengerjakan ini sejak liburan musim panas, sih."
"..."
"...?"
Saat aku bilang begitu dengan penuh makna, wajah Natsukawa berubah jadi agak lelah. Eh? Memangnya sebanyak itu...? Apapun kenyataannya, itu benar-benar beban yang berat sejak tahun pertama, bukan? Aku rasa aku pernah dengar di suatu tempat kalau itu tidak terlalu sulit, tetapi apa ternyata aku salah? Aku merasa Sasaki dan yang lainnya akan bersedia secara sukarela mengambil alih tugas Natsukawa.
Saat aku dalam keadaan linglung, aku mencoba membayangkan pemandangan di mana akan aku masukkan foto Natsukawa ke dalam bingkai di kepalaku, namun sebelum aku menyadarinya, cewek cantik dalam foto itu kini sudah hilang. Saat aku hendak melihat ke sekelilingku, aku merasakan tarikan pada lengan kemejaku dari seseorang.
"...Hei. Haruskah kita pulang bersama?"
"Eh?"
Natsukawa sudah ada di sebelah kiriku.
Eh, eh, eh. Ada apa dengan sikap pendiam dan memanjakan darinya itu? Eh? Apa itu berarti kami berdua mesti pulang bersama-sama? Benarkah begitu? Aku tidak salah, bukan? Aku mungkin akan mati. Aku mungkin akan mati, kalau ternyata aku melakukan kesalahan.
"..."
"I-Iya..."
Aku sangat terkejut, sampai-sampai sudah terlambat buatku untuk memberikan jawabanku yang semestinya. Aku pun buru-buru mengganti sepatuku dan keluar dari pintu masuk sekolah, tetapi mungkin aku lengah dan akhirnya aku berada beberapa langkah di depan Natsukawa. Mengimbangi kecepatan langkah kaki seorang cewek ternyata sulit juga...
Saat aku berhenti dan menunggunya, Natsukawa diam-diam muncul di sampingku dan berhenti.
"Begini, maafkan aku."
"Tidak, tidak usah khawatir."
Dia ada di sampingku. Itu benar, Natsukawa memang ada di sampingku. Bahkan dia terlalu menyamping. Apa maksudnya ini? Dengan kata lain, ini berarti kami memang "berjalan berdampingan". Aku masih belum terbiasa dengan hal itu... ...Aku ingat kalau dulu aku lebih sering mengejarnya dan melihat punggungnya, jadi aku belum pernah kepikiran kalau tiba hari di mana kami akan dengan tenang berjalan berdampingan satu sama lain kayak gini. Menurutku seorang cowok dan cewek bisa saja kayak gini meskipun mereka tidak sedang berpacaran..., ...namun itu tetap membuatku sangat gugup.
Aku belum pernah berjalan pulang berdampingan dengannya sejak hari terakhir masuk di SMP... ...Aku merasa seperti aku sedang diberi semacam tes. Kalau Natsukawa tersinggung, berarti itu merupakan awal dari sebuah kekalahan. Tunggu sebentar! Ini gila, aku kepikiran banyak lelucon yang tidak senonoh cuma pada saat-saat kayak gini. Apa yang terjadi dengan pikiranku...? Aku penasaran apa bisa aku menghentikan oportunisme misterius ini di mana sang lawan selalu merupakan tipe yang tidak cocok dengan sang karakter utama.
"Sudah lama sejak kita... —tidak, kita memang sangat jarang kayak gini. Kita pulang ke rumah kayak gini..."
"Iya... ...itu benar."
"...?"
"Sudah lama sekali kita tidak pulang ke rumah bersama-sama kayak gini!". Aku hendak bilang begitu, kayak seorang teman masa kecil yang terasingkan, tetapi kemudian aku menyadari, kalau kami hampir tidak pernah mengalami pengalaman kayak gitu sejak awal. Itu benar sekali, cewek di belakang layar yang mirip Natsukawa itulah yang biasa kami temui saat pulang ke rumah berdua bersama-sama. Aku penasaran apa dia baik-baik saja... ...Waktu telah lama terhenti, jadi dia mungkin tidak punya tenaga atau semacamnya.
Meskipun begitu, tetap saja ada sesuatu... ...yang aneh soal itu. Terlepas dari keteganganku yang barusan, aku tidak merasakan ketidaknyamanan. Hubungan kami mungkin agak berubah dari sejak terakhir kali kami berjumpa sebelumnya, tetapi meskipun begitu, apa Natsukawa akan terus diam saja kayak gini? Mungkin saja dia sedang benar-benar lelah...? Memang sulit untuk aku katakan, tetapi menurutku dia akan merasa lebih nyaman kalau dia tidak pulang bersama denganku... ...Mana mungkin aku tidak akan bicara padanya.
"...Kayaknya kamu sedang sibuk-sibuknya."
"Tetapi aku tidak ikut dalam ekskul apa pun. Kalau aku dibandingkan dengan Kei, menurutku ini masih belum ada apa-apanya sama sekali."
"Tidak, bukannya ada perbedaan sejauh mana menjadi beban itu tergantung pada kebiasaan masing-masing individu? Kalau kamu dibandingkan dengan Ashida, ada perbedaan kekuatan fisik antara seorang ibu rumah tangga dan seorang atlet."
"Ber-Berhenti samakan aku dengan ibu rumah tangga."
Tadi itu sangat gawat. Lagipula, Natsukawa memang sudah jadi tren akhir-akhir ini karena dia yang mengurus Airi-chan sendiri, jadi dia punya citra yang khas sebagai pengasuh. Tetapi tetap saja, meski tanpa disandingkan dengan Ashida sekali pun, Natsukawa tampaknya jago juga dalam berolahraga. Apa dia itu tipe cewek yang bisa lebih aktif dalam olahraga ketimbang sastra? Pakaian santai yang dia kenakan waktu itu juga nyaman buat dia bergerak. Iya, itu memang benar-benar membuat air liurku menetes.
"Tetapi kalau itu Natsukawa, aku yakin kamu pasti bisa menangani itu semua, lihat saja nanti. Karena kamu itu sangat populer seperti si nomor 1 di tangga lagu Oricon, jadi menurutku itu sangat menakjubkan kalau orang-orang di sekitarmu bisa membantumu."
"Apa gunanya aku jadi nomor 1 di Oricon? ...Tetapi, begini... ...Aku penasaran memangnya ada anak-anak yang peduli pada hal kayak gitu..."
"Misalnya Sasaki?"
"Aku tidak akan menyebut Sasaki-kun sebagai 'anak-anak'."
Ck... ...Aku pikir ada teori kalau Si An*ing Sasaki tidak akan dianggap sebagai seorang cowok sama sekali olehnya... ...tetapi sudah aku duga, Natsukawa mengandalkannya.
"Sasaki-kun itu luar biasa... ...Ia juga bisa mengerjakan tugasnya dengan baik di dalam ruang kelas juga."
"Eh...? Bukannya itu benar-benar tidak boleh? Ia bilang "Aku takut mereka akan melihatku!"."
"Mengapa kamu jadi tampak agak kecewek-cewekan? ...Kamu benar-benar... ...Iya, tetapi kalau aku mengungkitnya, itu mungkin tidak akan bagus."
"..."
Sebenarnya, ada beberapa bagian yang membuat diriku merasa tidak nyaman. Kami (aku dan Sasaki) memang baru saling mengenal sejak musim semi, tetapi meskipun begitu aku rasa Sasaki itu bukanlah tipe cowok yang akan melanggar aturan cuma karena ia sibuk atau suasana hatinya sedang buruk... ...Pertama-tama, kalau ia mau membawa dokumen Panitia Pelaksana Festival Budaya, paling tidak ia itu harusnya seorang senpai anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya. Kalau Panitia Pelaksana Festival Budaya sedang sibuk, para senpai kelas dua belas yang menjalankannya pasti sedang terburu-buru.
Benar, ia itu memang cowok yang tampan, tetapi ia juga serius di dalam hatinya. Aku tidak tahu sudah berapa kali Yamazaki dan aku mencoba untuk mengganggunya, namun ia cuma mengabaikan kami, dan kami pun jadi dianggap sebagai anjing buat cewek-cewek di sekitar kami... ...Iya, aku memang cuma fokus pada Natsukawa saja, jadi aku tidak peduli dengan hal itu. Sudah seharusnya aku tidak perlu repot-repot untuk mempedulikan hal itu sejak awal.
"—Sajou, aku benar-benar serius akan menggebetnya, lho."
Lebih buruk lagi, ia bahkan bersusah payah untuk mendeklarasikan padaku kalau ia akan menggebet Natsukawa. Tidak, itu bukanlah deklarasi. Wajahnya seperti bilang, "Apa kamu yakin?", begitulah adanya. Lagipula, bukanlah segalanya akan lain kalau saja aku ini seorang cewek?
Aku sering menggodanya karena ia itu cowok sangat tampan. Untuk mencegah Natsukawa jatuh cinta padanya, aku mungkin akan memanfaatkan perilaku bodoh dari Yamazaki dan berusaha menjauhkan Sasaki dan Natsukawa dari pandangan satu sama lain sebisa mungkin. Mengapa sih cowok ini, yang tampak seperti ia akan bereinkarnasi ke isekai kapan saja, membawa dokumen terlarang ke dalam ruang kelas?
Apa itu semata-mata agar ia dilirik oleh Natsukawa?
"—Ashida itu bukanlah satu-satunya yang sibuk dengan ekskul olahraga, bukan?"
"Eh...?"
"Sasaki. Ia itu seorang siswa kelas sepuluh dengan ekspektasi tinggi buat Ekskul Sepak Bola, bukan? Walaupun itu agak berlebihan buat Natsukawa, Sasaki mungkin bisa dengan mudah mengatasinya dengan staminanya. Bukannya tidak apa-apa kalau kamu sekali-kali bisa mengandalkannya?"
"Memangnya sesulit itu? Kalau begitu, biar aku saja yang mengurusnya untukmu."
Aku harap aku bisa bilang begitu, tetapi pada kenyataannya dokumen itu tidak boleh dibawa keluar kantor oleh orang luar. Sasaki juga bilang padaku kalau ia tidak mau ada orang luar yang melihat dokumen itu, dan aku tidak bisa membantunya. Jadi memang lebih baik untuk diserahkan pada orang yang punya spesifikasi tinggi kayak Sasaki ketimbang diotak-atik oleh orang luar. Iya, aku memang tidak terlalu peduli dengan apa yang dapat ia lakukan, tetapi aku pikir ia akan dapat mengatasinya dengan beberapa koreksi misterius. Lagipula, ia juga punya adik cewek yang sangat sayang dengan abangnya.
"Ka-Kamu tidak bisa cuma mengandalkan orang lain saja..."
"Tidak apa-apa untuk mengandalkan orang lain sesekali, Sasaki juga tidak masalah, kalau kamu mau. Kalian berdua masih kelas sepuluh, bukan? Mengapa para kouhai, yang paling tidak berpengalaman, yang mesti menanggung beban seberat itu?"
"Itu..."
Siswa-siswi SMA. Meskipun mereka cuma tiga tahun di sini, tetapi menurutku tetap ada perbedaan besar antara tingkatan yang berbeda dalam hal kemampuan. "Suasana macam apa yang ada pada organisasi ini?" "Bagaimana organisasi ini dapat dijalankan?" "Apa mereka memerlukan orang yang jago dalam menggunakan komputer?" dan sebagainya. Hal-hal yang telah mereka kembangkan selama dua tahun terakhir tidak mungkin dapat dibandingkan dengan yang kami lakukan selama kurang dari satu tahun. Bahkan saat ini, setingkat "ini dan itu" sangatlah sulit.
"Bukannya begitu? Natsukawa pasti secara tidak sadar berada dalam "mode Mbak". Seperti yang ia tunjukkan saat bersama Airi-chan, ia mungkin menunjukkan sisi kepeduliannya padamu, bukan?"
"M-Mbak..."
Oh, gawat. "Mbak" itu merupakan kata yang tabu untuk diucapkan di depan Natsukawa. Dia bahkan pernah membalas "Hentikan" dengan begitu tegas saat kami berkirim pesan di grup obrolan... Itu memang menakutkan, terlebih lagi mengetahui betapa sayangnya Natsukawa terhadap adiknya.
"...Mbak, mbak..."
"Oh, tidak, begini, maafkan aku Natsukawa. Aku tidak bermaksud bilang begitu sebagai kiasan yang aneh atau semacamnya. Natsukawa bersaudari akan abadi selamanya."
Apa yang aku bicarakan? Memangnya aku ini Shigeo*? Aku bahkan tidak tahu apa-apa soal bisbol. Lagipula, masih belum jelas apakah Natsukawa paham maksud dari ceritaku.
(TL Note: Nagashima Shigeo, dikenal juga sebagai "The Giants" merupakan seorang mantan pemain bisbol profesional dan seorang manajer bisbol.)
Aku mesti berhati-hati. Pertama-tama, aku bahkan tidak pernah memanggil kakakku sendiri dengan panggilan "Mbak". "Mbak"... bukannya aku masih memanggilnya begitu sampai dia masuk SMP? Eh? Kalau aku tidak salah, aku tidak pernah dengan sopan memanggilnya "Mbak" sebelumnya, bukan? Tidak, aku yakin ada kalanya aku memanggilnya begitu... ...Meskipun itu cuma terpaksa, untuk keluar dari ancaman Kakak.
"...Sekali lagi."
"...Eh?"
Natsukawa bersaudari akan abadi selamanya.
Author Note:
• Natsukawa Bersaudari ≠ Abang dan Adik Sasaki
• Abang Sasaki : Mbak Natsukawa ≈ Adik Sasaki : Abang Sasaki
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja
Baca juga dalam bahasa lain: