Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 103 - Lintas Ninja Translation

Bab 103
Nona Muda yang Tidak Sabar Menunggu

Aku hendak mengobrol panjang lebar dengan Sasaki-san karena dia berkunjung ke sini untuk pertama kalinya setelah beberapa lama dia tidak berkunjung, tetapi jujur saja dia mungkin terlalu sibuk dengan Ichinose-san saat ini. Ichinose-san penuh dengan motivasi, seakan-akan apa yang aku bilang padanya cuma batu loncatan, tetapi kita tidak pernah tahu kapan dia akan mematahkan motivasi itu...

Ini memang kisah yang umum kalau orang mengisi kekosongan di hatinya yang patah dengan melakukan pekerjaan, tetapi itu bukanlah hal yang bagus... ...Aku tahu, itu cuma kisah yang ada di sinetron ataupun manga.

Tidak, tunggu dong.

"Sasaki-san, kamu itu seorang pembaca setia juga, ya? Jadi menurutku mungkin kamu dan Ichinose-san akan mudah akrab."

"Eh? Benarkah begitu?"

Aku melemparkan topik obrolan pada mereka berdua saat mereka saling memperkenalkan diri masing-masing dengan cara yang hampir tersendat-sendat. Ichinose-san juga seorang pembaca setia, dan aku harap mereka bisa akrab satu sama lain, meskipun ada perbedaan usia. Menurutku, kalau mereka bisa jadi teman dekat, paling tidak, itu bisa mengurangi rasa kesepiannya setelah melepaskan diri dari abangnya. Maksudku, dia tidak mesti melepaskan dari abangnya dan menyendiri, bukan...?

"Aku... Aku memang membaca buku, tetapi..."

"Benarkah? Aku kesepian karena aku tidak punya teman membaca di sekelilingku. Aku mohon bertemanlah denganku kalau kamu mau."

"Eh? Anu, eum..."

Ups? Sasaki-san sudah jadi Sasaki-san yang aku kenal dengan baik. Apa mungkin ini sosoknya dari luar? Jadi, itu berarti aku boleh berasumsi kalau Sasaki-san, yang layaknya cewek SMP itu, sudah membuka dirinya padaku... ...S*alan, tetapi ada bagian di dalam diriku yang menginginkan Sasaki-san jadi lebih dewasa...! Tetapi saat Sasaki-san melompat-lompat kegirangan, dia masih kayak, ah, ...sudahlah!

"...A-Anu..., ...Saat ini, aku sedang bekerja..."

"Ah... ...Iya, itu benar."

"Tidak, tidak apa-apa, kok. Kalian bisa mengobrol selagi pelanggan lain belum datang."

"Eh...?"

Lagipula, hampir tidak ada pelanggan lain yang datang hari ini. Jadi, kalau kalian mau mengobrol dengan akrab, saat sedang jam kerja, maka tidak apa-apa, lakukan saja. Maafkan aku, Kakek!

"Sasaki-san suka baca novel romansa, ya? Kalau Ichinose-san suka baca buku bergenre apa?"

"Eum..., ...aku tidak suka pilih-pilih genre, aku cuma baca buku yang menarik perhatianku dari judul buku itu."

"Wah, itu luar biasa..."

"...!?"

Sasaki-san menatap Ichinose-san dengan mata yang berbinar. Tampaknya, Ichinose-san itu seorang pembaca buku yang hebat. Aku ini cuma pembaca manga, jadi aku tidak tahu apa yang terjadi di ranah ini sebagai sesama pembaca. Tetapi memang benar kalau fakta bahwa Ichinose-san tidak pernah pilih-pilih genre tertentu mungkin itu memberikan kesan kalau dia itu menyukai "buku" itu sendiri. Jumlah buku yang ada di dunia ini tidak terbatas jumlahnya, dan aku rasa dia bisa baca buku itu satu persatu. Aku merasa kasihan lagi, saat aku kepikiran soal penting buatnya untuk baca buku dengan Beruang-san-senpai sebagai tempat dia bersandar...

Ichinose-san menatapku dengan hormat dan sedikit ragu-ragu, tetapi aku rasa aku akan membiarkannya dulu untuk saat ini.

"..."

Tidak, tidak ada pelanggan yang datang.

Sekarang, aku mesti biarkan Sasaki-san yang mengurus Ichinose-san— atau sebaliknya? Aku sudah membiarkan Ichinose-san mengurus Sasaki-san selama 30 menit. Karena ini memang pekerjaan paruh waktu yang mudah, aku kehabisan hal yang mesti aku lakukan, dan aku tidak bisa bermalas-malasan. Ini memang bukanlah waktu yang tepat buat mengganti musik pop di toko buku ini, dan seperti biasanya, inilah saatnya buatku untuk berdiri sambil berpikir, "Aku penasaran apa ini akan segera selesai...".

Meskipun dalam situasi semacam itu, Ichinose-san dan Sasaki-san sedang asyik mengobrol di depan mesin kasir. Suara yang aku dengar yaitu suara Sasaki-san yang selalu bertanya, namun dia selalu bicara dengan sikap lembut— Bicara dengan sikap lembut? Mungkin karena lawan bicaranya itu Sasaki-san, Ichinose-san merespons dengan baik. Aku penasaran berapa lama dia melakukan itu dan sudah berapa banyak orang yang dia ajak bicara....

Aku khawatir dengan kesehatan mental Ichinose-san, tetapi kalau keadaan ini terus berlanjut, itu tidak akan jadi program pelatihan. Aku akan segera pergi, jadi aku rasa akan lebih baik kalau aku punya sedikit waktu yang berarti buatnya. Baiklah, aku akan meminta Sasaki-san untuk membantu kami di sini.

"Maaf kalau aku mengganggu obrolan kalian. Tetapi, apa kamu punya waktu, Sasaki-san?"

"Iya?"

Hambatannya yaitu berurusan dengan pelanggan yang menyebalkan, atau lebih tepatnya, layanan pelanggan secara umum. Siapa saja yang mengalami kesulitan, akan merasa hampa pada awalnya, dan kalau orang itu jelas-jelas sudah dewasa kayak Ichinose-san, dia itu akan jadi mangsa buat pelanggan yang logis dan menyebalkan.

Aku rasa, ada baiknya kalau aku mengajarinya tips dan trik secara menyeluruh, namun pada kenyataannya, meskipun kita mengulangi hal ini beberapa kali, kalau dia tidak terbiasa, semua yang aku pikirkan akan terlontar dari kepalanya, jadi pada akhirnya itu cuma masalah "membiasakan diri" saja.

Maka dari itu, dimulailah sandiwara pelayanan pelanggan. Aku meminta Ichinose-san untuk berperan sebagai kasir, dan aku akan memainkan peran sebagai tipe pelanggan yang menyebalkan dan sulit untuk ditangani Ichinose-san. Aku langsung masuk lewat pintu masuk, dan menghampiri Ichinose-san, yang sudah lama aku bidik, dengan matanya tertuju padaku sepanjang waktu, dan tatapan mata itu agak tajam. Aku penasaran apa pelanggan akan merasa tidak nyaman kalau mereka terus ditatap olehmu sepanjang waktu, Ichinose-san...

Aku berdiri di depan mesin kasir dan menatap Ichinose-san, yang agak menatap balik ke arahku.

"Hei, apa kalian tidak menyediakan majalah di sini?"

"Euh... ...Ah, kami tidak menyediakan itu."

"Hah? Mengapa itu tidak tersedia di sini?"

"Me-Mengapa ya...?"

Kalau ada pelanggan semacam ini yang datang ke mari, aku mungkin sudah berteriak melalui mikrofon, "Lihatlah tanda yang ada di luar, dan kembalilah!" dengan lantang, sambil mengacungkan jempolku ke bawah. Namun, karena posisiku, tindakan lemot semacam itu cuma akan menimbulkan masalah yang tidak perlu. Dalam banyak kasus, kalau kamu bisa bilang, "Maaf, kami tidak menyediakan ini!" sambil membungkukkan badanmu dengan terus terang, mereka akan membiarkanmu lolos begitu saja cuma dengan satu decakan lidahmu. Meskipun begitu, alasan mengapa beberapa pramuniaga masih menyimpan dendam yaitu karena dia itu masyarakat yang buruk. Aku penasaran apa ada tagihan yang memungkinkan lantai di depan mesin kasir terlepas dengan satu sentuhan tombol dan menjatuhkan mereka ke dalam genangan losion.

Mengesampingkan semua ide buruk itu... ... karena itu cuma frasa umum dalam sebuah pelayanan pelanggan, Ichinose-san mestinya tahu yang lebih baik kalau tidak mendekati pelanggan semacam itu.

"Aku..., aku mesti menanyakan itu pada Manajer!"

Ichinose-san bilang begitu, lalu bergegas ke belakang. Ah, begitu ya, ternyata ada cara lain yang lebih mudah buatnya. Tetapi masih ada banyak pertanyaan soal produk, dan aku yakin Kakek akan merasa terbebani kalau Ichinose-san tidak bisa menjawab pertanyaan ini di level pramuniaga. Aku harap dia bisa melakukan ini suatu hari nanti, kalau dia sudah terbiasa.

Aku akan bicarakan ini pada Ichinose-san nanti. —Eh, Ichinose-san? Kamu pergi ke mana, Ichinose-san!? Kamu tidak perlu benar-benar menghampiri Kakek di belakang, loh!?

Aku pergi ke belakang bagaikan melompat ke dalam api yang menyala, menyelinap masuk untuk menjelaskan pada Kakek, yang selangkah lebih maju dari iblis, lalu aku menunduk satu langkah di samping Ichinose-san. Ia paham kalau itu cuma latihan dan memberiku senyuman masam. "Kalian sudah melakukan ini dengan benar, bukan?" katanya, menepuk kepalaku seakan-akan aku itu cucunya sendiri, dan Ichinose-san tampak sedikit malu, tetapi mulutnya tersenyum. Ngomong-ngomong, ini masih belum dilakukan dengan benar. Kakek, bukannya Anda biasanya berteriak padaku?

"Iya, mungkin itu respons yang tepat untuk dilakukan di toko buku lain..."

"I-Iya..."

Aku mengajak Ichinose-san kembali ke depan dan melanjutkan latihan pelayanan pelanggan. Aku mengajarinya dengan cara yang aman tanpa memarahinya karena ini memang pengalaman pertama buatnya. Dia meletakkan memo di meja kasir dan menuliskan itu dengan hati-hati. Ichinose-san menulis dengan huruf yang cukup bulat..., itu agak mengejutkan buatku karena dia tampaknya sudah terbiasa mengetik.

"Ja-Jadi begini pekerjaan paruh waktu itu, ya...?!"

Sasaki-san memperhatikanku dari meja kasir dengan mata yang berbinar. Eh? "Memangnya kamu belum pernah bekerja paruh waktu?" Pikirku, namun, sedetik kemudian aku teringat dengan usianya yang sesungguhnya. Tidak, kata "mahasiswi" itu lebih kuat ketimbang kesan yang aku dapatkan. Mungkin karena aku mendambakan hal itu. ..."Mahasiswi" sudah merupakan kata yang kuat. Itulah evolusi terakhir.

Senyuman dan tatapan Sasaki-san yang riang membuatku meleleh hingga mati. "Membuatku meleleh hingga mati" merupakan hal yang paling kejam yang dapat aku bayangkan, bukan?

"Kalau begitu, selanjutnya giliran Sasaki-san. Aku mau mencoba pola yang lain, jadi bisakah kamu berperan sebagai pelanggan yang merepotkan?"

"Eh...? Pe-Pelanggan yang merepotkan..., ...ya?"

"Imutnya— Itu benar, pelanggan yang merepotkan."

Sa-Saat aku panik saat melihatmu menunjukkan sekilas sisi dirimu yang sesuai dengan usiamu... ...Kamulah orang pertama selain Natsukawa yang mengacaukan radar ekspresi emosiku yang meluap-luap. S*alan..., kalau saja kamu benar-benar seorang mahasiswi, aku pasti sudah dimanjakan olehmu sampai batas tertentu...! S*alan....

"Ah~... kalau itu terlalu sulit buatmu.—"

"Ti-Tidak! Aku akan melakukan ini, ini juga merupakan pelajaran untuk menghadapi kehidupan sosial."

"...? Begitu, ya?"

Aku rasa aku tidak perlu memaksanya untuk melakukan hal itu, namun dia tampaknya lebih bersedia melakukan hal itu. Cara Sasaki-san mengepalkan tinjunya di depan dadanya, seakan-akan dia bisa mendengarkanku bilang, "Aku akan melakukan yang terbaik, Kakak!" Bertahanlah, Kakak...! (Membuka mata)

Sasaki-san menarik napas dalam-dalam dan keluar dari toko buku itu dengan suara gemerincing. Wah, saat aku melihatnya berlarian, aku merasa itu membuatnya terasa jauh lebih muda, kayak cewek SMP. Bagaimanapun, jadi muda itu terasa sangat enteng. Aku senang karena aku menatapnya dari belakang, karena kalau aku menatapnya dari depan, aku akan dibutakan oleh tenaga potensial yang keras yang dahsyat dan mempermainkan eksistensiku. Untung saja, Sasaki-san bersekolah di SMP Khusus Putri. Sungguh.

"...Beruntungnya..."

"..."

Kayaknya aku mendengar suatu gumaman dari Ichinose-san, yang berdiri di belakang meja kasir. Aku hendak berbalik dan menatapnya, namun aku memutuskan untuk menahan diri. Kalian akan tahu kalau kalian mendengarnya, itu merupakan hal yang tidak disadari.

Aku berusaha untuk tidak menatap Ichinose-san sebanyak mungkin, makanya aku pindah ke pojok di dekat kasir. Saat aku akhirnya menoleh ke arah Ichinose-san dan menatapnya, dia sudah memerah di ujung telinganya, memegangi mulutnya dengan kedua tangannya dan gemetaran. Masih belum... ...Tetapi kamu masih bisa tumbuh, kok, Ichinose-san! Aku menantikan hal itu!

"A-Aku datang!"

Menggunakan suara Sasaki-san yang berdiri di dekat pintu masuk sebagai isyarat untuk "Silakan!". Dengan begitu, Ichinose-san juga meluruskan postur tubuhnya dan memandang ke depan. Telinganya memerah. Sasaki-san berjalan ke arah Ichinose-san, yang dipenuhi dengan emosi yang campur aduk.

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-103-di-lintas-ninja-translation

"Oh, oh, oh! Hei, kamu b*jingan!"

Tunggu sebentar, Mbak.

Author Note: Pipinya sangat memerah!

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama