Bab 101Alasannya untuk Tetap Bertahan
Mandiri — perasaan mampu untuk mengurus diri sendiri dengan kemampuan sendiri. Kalau kalian menganggap ini sangat serius, ini bukan tipe yang biasa-biasa saja seperti kalian mesti mengerjakan PR sekolah kalian sendiri atau mengurus dokumen dari kota, tetapi ini jenis di mana kalian mesti menyiapkan pangan, sandang, papan, dan bahkan serta mencuci dan menyetrika pakaian kalian sendiri, bukan?
"Menurutku ini hebat, tetapi... ...bukannya ini terlalu dini?"
"..."
"...?"
Tubuhnya yang mungil dan tingkah lakunya yang tidak bisa diandalkan. Kalau dia ini Natsukawa, aku mungkin akan agak yakin soal itu, tetapi Ichinose-san kayaknya itu masih terlalu dini. Malahan, aku rasa jauh lebih wajar karena seorang siswi kelas sepuluh SMA belum dianjurkan untuk melakukan pekerjaan paruh waktu.
Ichinose-san menundukkan kepalanya sambil terdiam. Alasan dia mulai bekerja paruh waktu mungkin karena ingin jadi orang yang mandiri, namun kayaknya ada alasan lain mengapa dia ingin jadi orang yang mandiri. Apa dia ada masalah di sekolah? Jujur saja, kayaknya ada banyak hal yang dia khawatirkan. Serius deh, ini mungkin bukan ranah yang harusnya aku bahas.
"—...Aku ingin melepaskan diri dari abangku."
"Eh?"
Eh? Kamu hendak memberi tahuku? Terlebih lagi, aku kira aku bisa mendengar alasan yang agak menyedihkan. Melepaskan diri dari abangmu? Kamu mau menjauh dari abangmu? Itulah alasan lain yang mungkin dapat menyebabkan banyak kerusakan pada abangmu. Dari apa yang aku dengar barusan, aku rasa itu adalah masalah orang lain, kayak, "Ah benar juga!", namun seandainya Ichinose-san itu adikku, aku mungkin juga akan terlalu protektif. Aku mungkin terlalu takut kalau akan tiba masanya kalau saja adikku bilang semacam itu padaku..., makanya aku senang karena aku tidak punya adik cewek.
Eh, tunggu sebentar? Abangnya "Ichinose-san"...?
"Eum, maaf. Apa jangan-jangan abangnya Ichinose-san itu seorang senpai kelas dua belas, yang juga anggota Komite Disiplin?"
"Iya..."
Saat aku bertanya, Ichinose-san memberikan reaksi singkat dan menganggukkan kepalanya. Sudah aku duga! Aku tahu kalau itu beruang-senpai yang waktu itu! Ia memang tampak besar tetapi selalu memasang wajah yang ramah dan selalu tersenyum. Jujur saja, aku tidak mengira kalau ia sama sekali tidak mirip dengan Ichinose-san yang mungil, tetapi saat aku memikirkan Ichinose-san dan Beruang-senpai, aku rasa aku paham alasan mengapa ia punya kepribadian yang lembut.
"Mengapa? Padahal menurutku, ia itu senpai yang baik hati, jadi aku rasa kamu tidak perlu menjauhkan dirimu dari abangmu, bukannya kamu bisa bersikap imut seperti yang kamu mau?"
"..."
"Ah–... eum...? Biarpun kamu merasa ingin dimanjakan, namun kamu sudah tidak bisa lagi?"
Saat aku bertanya padanya, Ichinose-san menganggukkan kepalanya lagi. Iya, itu memang topik yang amat rumit... tetapi topiknya jadi masalah keluarga saat ini. Kalau begitu, aku rasa dia mesti dimanjakan oleh ibunya atau semacamnya, tetapi mana mungkin aku tahu soal situasi keluarga orang lain, dan aku tidak mau mengorek-ngorek semak-semak dan membuat ular keluar dari sana... ...Iya, aku rasa begini saja sudah cukup untuk memenuhi sebuah "hukuman".
Intinya begini: dia mau dimanjakan oleh abangnya tersayang, tetapi ada keadaan di mana dia tidak bisa dimanjakan lagi, jadi dia mesti melepaskan diri dari abangnya dan dia tidak punya pilihan selain menjadi orang yang mandiri. Jadi, untuk memupuk rasa semangat itu, dia tidak bisa serta-merta berhenti dari pekerjaan paruh waktu ini. Ah, kedengarannya sih kayak gitu.
"...Oh, jadi begitu. Aku paham mengapa Ichinose-san bekerja sangat keras."
"Mandiri" memang kata yang lebai untuk digunakan pada situasi ini. Aku rasa ini akan jadi situasi yang lebih rumit, namun... aku rasa itu alasan yang lucu. Aku yakin ini merupakan masalah besar dari sudut pandang Ichinose-san, tetapi aku rasa ini merupakan jalan yang mesti ditempuh setiap orang kalau mereka "mau mandiri dari abang mereka". Sebagian besar adik cewek di dunia ini punya citra yang kuat untuk melepaskan dirinya dari abangnya, namun... memang iya, itu memang pertanyaan apa dia akan merasa malu atau tidak saat mengetahui kalau dia punya hubungan keluarga denganmu. Beruang-san tampaknya punya reputasi yang bagus, dan Sasaki itu anak baru dan yang sama tampannya kayak pasta gigi.
"Aku... ...sangat menyayangi abangku."
"Eh?"
"Itu... bahkan sampai sekarang pun, aku masih menyayanginya, tetapi..."
Eh, eum, eh? Apa kamu masih mau memberi tahuku? Kamu tidak perlu sangat terbuka sampai-sampai kamu menceritakan semuanya soal seberapa besar kamu menyayangi abangmu. Ah, dia "sangat terbuka" sebagai seorang cewek remaja— Tunggu, di saat-saat kayak gini, kok aku malah memikirkan sesuatu yang jorok? Astaga, pikiranku jadi kacau. Padahal kita sedang ada dalam situasi yang genting saat ini, bukan? Alihkan pikiranmu, wahai kepalaku.
Ichinose-san agak menoleh ke arahku sedikit dan terus bicara sambil menundukkan kepalanya. Entahlah, apa dia cuma bergumam sendiri dan bukan ingin bicara padaku? Padahal, saat ini ada aplikasi yang praktis kalau kamu mau men-tweet, loh, Ichinose-san...!
"Eum, Ichinose-san?"
"Saat aku membaca buku di rumah, aku selalu dipangku oleh Abang, dengan perutnya aku jadikan sebagai sandaranku. Rasanya hangat, nyaman, dan sudah jadi kebiasaan buatku..."
Itu sangat mengagumkan. Mereka kayaknya punya hubungan adik dan abang yang ideal. Mendengar hal ini membuatku mau punya adik cewek juga... —Tidak, tidak, tidak, jadi mengapa kamu mau membicarakan hal semacam itu padaku? Bukannya kamu membenciku? Kamu tidak akan membicarakan hal semacam itu pada seseorang yang tidak kamu percayai, bukan? Iya, itu memang kisah yang manis, tetapi...
"Ichinose-san, itu—"
"Suatu hari, Abang mengajak seorang Mbak-Mbak, yang merupakan teman sekelasnya..., namanya Yuri-san ke rumah. Lambat laun, Abang mulai sering ketemuan dengannya, dan waktuku untuk mengobrol bersama Abang pun semakin berkurang..."
Ah—, "Yuri-san", bukan? Apa kalian ingat dia? Dia itu sesama anggota Komite Disiplin, seorang senpai cewek yang dipanggil "Yuri-chan" oleh Beruang-san, bukan? Dia itu cewek yang baik yang memimpin tim angkut-mengangkut pada acara Uji Coba Kunjungan Sekolah oleh siswa-siswi SMP.
Iya, aku ingat. Mereka saling bermesraan di depanku. Aku ingat kalau aku jadi merasa empat kali lebih lelah. Aku tidak tahu apa orang-orang di sekitar mereka cenderung menghindari mereka. Tetapi aku tahu pasti kalau Beruang-san dan Yuri-chan melakukan hal yang benar, jadi aku tidak bisa bilang apa-apa.
Tunggu sebentar, begitulah yang terjadi, bukan? Yuri-chan-senpai dan Beruang-san-senpai terus-terusan saling bermesraan dan menggoda, jadi Ichinose-san entah mengapa merasa kesepian, bukan?
"Tetapi tetap saja, aku masih mau menghabiskan waktu bersama Abang... ...dan suatu hari sepulang sekolah, saat sampai di rumah, aku memutuskan untuk memberi tahu Abang, bagaimana perasaanku setelah aku pulang ke rumah."
Ah... —Tung-Tunggu sebentar, bukannya ini obrolan ini buruk? Aku punya firasat buruk soal ini. Apa itu sesuatu yang dapat aku tangani dengan jiwaku? Maksudku, apa tidak apa-apa kalau aku mendengarkan hal ini?
"Saat aku sampai di rumah, aku mendapati ada sepasang sepatu milik orang lain selain milik keluargaku dan aku segera menyadari kalau itu sepatunya Yuri-san. Tetapi pada saat itu, aku sudah tidak peduli lagi dan tidak bisa menahan diri lagi..."
"Ichinose-san, berhenti. Tunggu, berhenti."
"Ah..."
Hentikan, aku mohon. Karena aku sudah agak paham soal itu saat ini. Jadi kamu tidak perlu melanjutkan lagi dengan lantang. Tenanglah, karena ini kayak kita sedang menyelam di atas hamparan duri. Terlebih lagi, kalau kamu terus-terusan kayak gini, kamu akan menyelam dengan tanganmu berpegangan pada kakiku.
"..."
Ah, berhentilah tampak kayak kamu hendak menangis. Eh? Kamu benar-benar tampak kayak hendak menangis. Apa ada yang salah denganku saat ini? Kamu tidak perlu memberi tahu hal-hal yang menyakitkan, oke? Hei, bukannya itu buruk kalau terus dilanjutkan? Aku tidak mau membuatmu trauma selama dua hari berturut-turut.
"Uhuk... hngg" Maaf, aku cuma sedikit berdahak saja. Silakan diteruskan?"
"..."
Ichinose-san menganggukkan kepalanya. Saat aku memintanya untuk melanjutkan ceritanya, wajahnya yang berkaca-kaca pun kembali normal. Kayaknya berbicara itu lumayan bagus buat kesehatan mental Ichinose-san. Ka-Kalau kamu mau bicara sampai sebanyak itu, maka aku akan mendengarkanmu! Aku sudah siap mendengarkan apa saja yang kamu bilang...! Aku akan menanggung hal itu!
"...Aku pun menaiki tangga menuju kamar Abang dan membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu."
Setelah jeda sejenak, Ichinose-san mulai bicara dengan agak lebih tenang kali ini. Aku merasa seakan-akan matanya sudah kehilangan cahaya dan bayangan mulai menutupi wajahnya. Kalau dia berusaha melampiaskan amarahnya yang terpendam, mungkin pemberhentian yang aku lakukan kayak jeda itu merupakan solusi yang tepat. Dan itu membuat jantungku tidak bisa berhenti berdetak.
"...Ke-Kemudian... ...Eum..."
"..."
"Ke-Kemudian—!"
Aku mohon...! Aku mohon jangan membuatku terkejut...! Hatiku rasanya kayak hampir meledak! Paling tidak, biarkan pikiranku tenang terlebih dahulu.—
"Yu-... ...Yuri-san menindih Abang.... dan mereka saling... ...berciuman...!"
Wa-Wah!!!
Author Note: Aaahhh!!!
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: