Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 98 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-98-di-lintas-ninja-translation

Bab 98
Di Sebelah Sang Dewi, Bagian 8

(TL Note: Sama seperti di bab-bab sebelumnya, ini berbeda dengan versi LN, karena menggunakan sudut pandang Kei, bukan sudut pandang Wataru. Dan ini menjadi bab terakhir yang menggunakan sudut pandang Kei.)

Sajocchi sudah berhasil mendapatkan kembali ketenangannya sudah hampir mirip dengan kondisi normal. Mungkin saja ia sudah memutuskan kalau tidak ada gunanya meminta bantuan padaku, dan mulai berkonsentrasi dalam menyayangi Ai-chan tanpa komentar apapun. Aku rasa Aichi itu masih lebih berbahaya ketimbang Ai-chan, menurut Sajocchi.

Aichi berkata, lalu dia mengambil gelas-gelas kosong yang sudah kami minum dan pergi ke dapur untuk mengisi ulang gelas itu buat kami. Aku tidak bisa berhenti menyeringai, melihat hal semacam ini. Selain itu, aku tidak bisa berhenti mengeluarkan suara rana.

"...Hei, tunggu sebentar."

"Maafkan aku."

Mungkin kamera ponsel pintarku yang aku sodorkan tampak mengganggunya, dan Sajocchi jadi mengeluh sambil cemberut. Meskipun mengeluh begitu, tetapi tangannya masih tetap mengelus-elus punggung Ai-chan yang sedang tidur dengan perlahan. Menurutku, akan lebih baik kalau aku membuat itu jadi video saja...

"Aku kira dia tertidur lebih awal, tetapi saat aku melihat ke jam tanganku, ternyata tidak seperti itu."

"Oh, benar juga, ya? Dari pukul 3 ke pukul 4 itu jaraknya cukup jauh, loh."

"Rasanya sudah kayak malam hari saja."

Kalau dipikir-pikir lagi, aku rasa sinar mentari di luar tampak agak menguning. Apa itu karena sang surya sudah mulai terbenam? Aku juga merasa cahaya yang menerpa pipi Ai-chan tampaknya juga agak berubah.

"Eum, bisakah kamu membangunkan Airi? Kalau dia terlalu banyak tidur, aku khawatir dia tidak akan bisa tidur di malam hari."

"Hmm? Ah!"

Aichi kembali dari dapur dan meminta Sajocchi untuk membangunkan Ai-chan. Sajocchi mengalihkan perhatiannya ke Ai-chan lagi dan mulai menggoyang-goyangkannya.

"Ayolah, Airi-chan, bangunlah!"

"...Hmm..."

"Kalau kamu kelamaan tidur, nanti kamu tidak akan bisa tidur di malam hari, loh."

"..."

"Eh, apa ini masih sulit buatmu?"

"Mungkin begitu."

Sajocchi menatapku dan mulai agak khawatir. Ia tampaknya agak tidak harusnya kayak gini. Saat aku memalingkan wajahku ke arah Aichi seakan-akan untuk meminta bantuan, Aichi mendekati Sajocchi sambil tersenyum masam dan berkata, "Mau bagaimana lagi, deh...".

"Sini, serahkan dia padaku."

"Okeh."

Aichi memasukkan tangannya ke sela-sela di bagian dada Sajocchi untuk mengambil Ai-chan kembali. Maksudku, ini memang sentuhan yang hebat, tetapi... ...cuma dengan adanya Ai-chan di sini, sudah cukup untuk membuat mereka melakukan ini. Aku rasa akan lebih baik kalau Sajocchi tidak sadar pada saat-saat kayak gini... ...Sajocchi, wajahmu, wajahmu.

"Euh."

Ai-chan meraih pakaian Sajocchi, dan Aichi melepaskan tangannya dan menggendongnya. Aichi pasti cukup kuat... ...Ai-chan mengeluarkan suara yang lucu. Wajah Sajocchi menunjukkan kalau ia tampak enggan, tetapi wajahnya juga bagus... ...Entahlah, tetapi aku rasa harusnya aku mengabadikan momen hari ini dalam bentuk video.

Aichi mendudukkan Ai-chan di kursi ruang makan di belakangnya. Ada pegangan di kursi itu, jadi ini tidak berbahaya, bukan?

"Apa itu aman?"

"Kursi ini terlalu keras. Aku yakin dia akan segera bangun karena dia merasa tidak nyaman."

"Seperti yang diharapkan dari rumah tangga Aichi."

"Apa maksudmu "rumah tangga Aichi"?"

Seakan-akan itu sudah merupakan efek awal, Ai-chan mulai menggeliat di kursi yang keras itu sambil mengeluarkan suara yang tidak puas. Oh, begitu ya... ...Kayaknya hal itu memang akan terjadi secara alami.

"Haruskah kita pulang, saat Airi-chan terbangun?"

"Itu benar. Pasti dia akan sedih kalau kita berpamitan padanya saat dia sedang tidur."

"Ah... ...eum."

Aku tidak menduga kalau Sajocchi akan memulai obrolan, tetapi walaupun ia tidak melakukannya sekali pun, ini memang saat yang tepat untuk melakukan itu. Kalau aku menetap di sini lebih lama lagi, aku tidak akan pulang-pulang ke rumah, dan lagian hari ini bukanlah yang terakhir kalinya aku akan bertemu dengan mereka!

"Iya..., ...terima kasih, kalian berdua."

"Tidak usah khawatir soal itu! Bolehkah aku menginap di sini lain kali?"

"A-Apa itu boleh...?

"Eh? Iya. Memangnya kamu mau ikut menginap juga? Berchanda, berchanda."

Bukannya lebih baik kalau aku bisa dikelilingi oleh Aichi dan Ai-chan dan tidur bersama? Itu memang ambisiku, bukan? Menurutku Aichi tidak perlu cuek-cuek lagi padaku, karena dia sangat perhatian. Dia agak lebih dewasa ketimbang orang lain di sekitarnya. Padahal kami ini masih sama-sama cewek SMA, bukan?

"Sajocchi boleh menginap di sini juga?"

"Aku akan mati."

"Tidak, kamu tidak akan mati."

Apa memang seburuk itu? Aku tahu kalau kamu menyukai Aichi, tetapi aku penasaran bagaimana rasanya menyukai seseorang. Aku mau mengalami perasaan suka pada seorang cowok paling tidak sekali. Tidak, kamu tidak perlu khawatir secara berlebihan, bukan kayak gitu, kok. Apa maksudmu kamu akan mati?

Ia tampak kayak tidak menganggap ini nyata karena ia sedang ada di rumah Aichi. Ia sudah banyak bertingkah terkejut hari ini. Ini memang lucu dari sudah pandang orang luar, tetapi karena Aichi menjangkaunya, aku berharap Sajocchi akan jadi cowok yang lebih baik lagi.

"Iya, kamu benar..., tetapi kalau kamu merasa kayak akan menyerah dengan kekuatan Airi-chan, panggil saja aku. Aku akan jadi mainannya lagi."

"Ka-Kamu tidak mesti jadi mainannya."

"Aku sudah terbiasa dijadikan mainan oleh Kakak."

"Fufu..., ...apa-apaan itu?"

Ah!? Dia tertawa!? Aichi tertawa saat mendengar kata-kata Sajocchi. Biasanya dia cuma tertegun..., ...tetapi aku yakin sih, dia masih tertegun! Ini agak tidak biasa! Aku juga berpikir begitu di grup obrolan, tetapi kayaknya Aichi memang terlalu menyukai obrolan soal interaksi antara Sajocchi dan kakaknya, bukan?

"—Mmm... ...Kakak..."

"Ah."

"Ah! Ai-chan, kamu sudah bangun."

Persis seperti yang Aichi katakan, Ai-chan menggeliat tidak nyaman di kursi ruang makan. Dia pasti sudah bangun, karena dia memanggil Aichi dengan jelas.

Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini.

"Aku berangkat!"

"Ah! Kei!"

Ai-chan mengulurkan tangan dengan mata mengantuk untuk menemukan Aichi di tempat yang entah di mana. Kasihan sekali dia, aku mesti meyakinkannya agar dia mau mendekatiku.

"Ai-chan!!"

"Hmm...!?"

Aku memeluknya dengan begitu erat! Kamu sangat terkejut! Apa itu agak terlalu erat...? Aku akan berusaha untuk tidak membuatnya menangis!

"Ini aku! Ini Kei-chan loh!"

"Kakak..."

"Ya ampun, Kei, sih..."

"Ayolah! Ini terlalu tinggi, loh!"

"Kamu agak terlalu bersemangat!"

Apa? Ini terlalu tinggi? Ai-chan, kamu tampak seperti kamu bersenang-senang, loh. Mungkin aku agak terlalu bersemangat. Mungkin cuma aku satu-satunya yang merasa sangat bersemangat. Karena di ronde kedua pertunjukan ini, aku tidak benar-benar fokus ke Ai-chan sama sekali...

"Pelukan erat untuk yang terakhir kalinya."

"Hmm..."

Peluklah erat-erat, tetapi tidak usah terlalu erat. Ah...! Ini dia! Apa ini kelembutan seorang balita? Aku akan ketagihan dipeluk olehnya! Ini sangat lucu saat Ai-chan meraih pakaianmu! Aku selalu iri dengan hal ini!

"Aku sudah mengambil alih dirimu, bukan?"

"Kita selalu bersama sepanjang waktu, jadi..."

"Iya, aku rasa begitu."

Itu benar! Benar sekali! Aku hendak menyerahkan Ai-chan pada Sajocchi! Lain kali, aku tidak akan menahan diri lagi! Aku akan memonopoli Aichi dan Ai-chan buat diriku sendiri sampai aku berhasil mengisi ulang tenagaku! Aku sangat sayang kalian!

Saat aku sedang memikirkan hal itu, Sajocchi tiba-tiba menghampiriku dan melakukan kontak mata dengan Ai-chan.

"Dadah, Airi-chan. Sampai jumpa lagi nanti."

"Fueh...?"

Ha-Halo. Eh, aku kira kamu menghampiriku untuk merebut Ai-chan dariku. Aku tahu kalau agak terlambat untuk bilang begini, tetapi Sajocchi tampaknya tidak terlalu bersemangat dengan Ai-chan seperti yang ia lakukan saat ia ada di depan Aichi. Aku yakin dia itu juga imut, tetapi apa dia lain dari Aichi dalam hal itu...? Kalau dia sama persis dengan Aichi, bukannya itu buruk?

"Sajocchi, bukannya kamu pulang terlalu awal?"

"...Tidak, begini, nanti akan canggung kalau orang tua mereka sudah pulang."

"Penakut."

"Berisik."

Alasan kepulangannya yang ia ungkapkan sambil berbisik, ternyata lebih menyedihkan ketimbang yang aku duga. Aku harap aku bisa melihat raut wajah Aichi saat Sajocchi berpamitan pada Ai-chan. Aichi tampak agak sedih. Aku penasaran apa dia akan memasang wajah kayak gitu juga kalau aku pulang?

"Hmm, Sajou."

"Iya?"

"Eum..."

"Sampai jumpa lagi."

Ai-chan mengulurkan tangannya pada Sajocchi. Meskipun dia tidak bilang dengan kata-kata, tetapi dia kayaknya mengungkapkan rasa frustrasinya atas rasa kesepiannya sambil menggeram. Sajocchi menjabat tangan mungilnya dan menyapanya sekali lagi. Aku tidak bisa bilang apa-apa karena Ai-chan sedang dalam gendonganku, tetapi menurutku dia tampak sangat kesepian.

"Kalau begitu, Natsukawa, tadi itu menyenangkan."

"Iya..., ...begini, maafkan aku? Padahal kamu baru pulang dari pekerjaan paruh waktumu..."

"Tidak, tidak, itu bukan masalah besar, kok."

"Tetapi, kamu ingat, bukan? Dengan rekan cewek di tempat kerja paruh waktumu itu—"

"Ah—... ...Iya. Itu "hukuman" buatku. Suasananya memang canggung kalau terus begitu, makanya aku akan menghadapinya besok."

"Baiklah... ...kalau begitu, akan baik-baik saja."

Mereka berdua saling tersenyum dan menyapa satu sama lain dengan ramah. Aku juga meletakkan Ai-chan di sofa dan bersiap-siap pulang. Aku tidak mau tampak kayak cuma Sajocchi satu-satunya orang yang pulang lebih awal. Selain itu, aku bisa saja aku tidak mau pulang kalau aku menetap di sini lebih lama lagi.

Aku akan berjalan bersama Sajocchi ke depan pintu masuk. Ai-chan menyusul kami dan mengantar kami pulang sambil berpegangan tangan dengan Aichi. Tidak boleh ya, aku membawanya pulang denganku? Tentu saja tidak boleh, bukan?

"Baiklah, kalau begitu.—"

"Ah..."

"Hmm? Ada apa?"

Sajocchi membuka pintu depan dan hendak pulang. Lalu Aichi mengulurkan tangan untuk menahannya sebentar. Sajocchi, yang tadinya menengok ke belakang dan ke depan, berhenti dan menanggapi tindakan yang dilakukan Aichi.

"Ah, itu—"

"Sajou—!"

"Oh!? Airi-chan!?"

Ai-chan melepaskan diri dari tangan Aichi dan melompat ke kaki Sajocchi. Oh, ya ampun, Ai-chan memeluk Sajocchi, memohon padanya agar tidak pulang. Meskipun begitu, Aichi berhasil menangkap Ai-chan... ...Itu memang momen yang bagus.

Sajocchi? Aku tahu kalau kamu sedang bahagia sekarang, tetapi jangan memasang wajah aneh, dong.

"Astaga..., ...ayolah, Airi."

"Euh~"

Aichi menggendong Ai-chan dan mulai menenangkannya. Aku tahu, aku memahami perasaan Ai-chan, saat aku masih kecil, aku juga sering menahan abang sepupuku saat ia hendak pulang.

"Jadi, sampai jumpa lagi di aplikasi perpesanan?"

"Benar. Mari kita mengobrol lagi."

"Kamu juga, Airi-chan."

"Ah... ...Iya."

Oh, sekarang itu poin yang bagus buatmu karena perhatianmu pada Aichi itu! Aku yakin Ai-chan juga tidak akan senang kalau Aichi merasa kesepian.

"Wih... ...Baiklah kalau begitu~"

"Tidak, perasaan macam apa itu?"

Inilah perasaan yang agak enteng. Akhirnya, Sajocchi menghembuskan napas lega dan pulang, seakan-akan menghilangkan kelelahannya dan menghembuskan napasnya. Aku penasaran napas macam apa itu, tetapi mustahil... ...kalau itu cuma hembusan napas biasa. Iya, lagipula, Sajocchi itu seorang abang, atau lebih tepatnya seorang ayah. Kerja bagus.

...Itu memang tidak terlalu ketat.

"—Oke! Sekarang giliranku buat melompat!?"

"Eh?"

Author's Note: Eh?

TL Note: Setelah ini Admin juga bakal terjemahkan POV Wataru yang cuma ada di versi LN, dijadikan Bab 98.1, tetapi kalau kalian ingin skip, bisa klik tombol ini. Ini akan jadi bab terakhir dengan perbedaan sudut pandang.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama