Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 94.1 - Lintas Ninja Translation

Bab 94.1
Memeriksa Pakaian

(TL Note: Bab ini pada dasarnya cuma Bab 93 dan Bab 94, tetapi menggunakan sudut pandang Wataru dan bukan Kei, buat yang ingin melewatkan bab ini bisa klik di sini ya.)

Kediaman Natsukawa masih berdiri kokoh seperti sebelumnya. Rumahnya harusnya merupakan tempat tinggal terpisah yang tingginya bahkan tidak sampai sepuluh meter, namun buatku kayaknya rumah itu mencapai langit di atas. Mungkin pikiranku jadi gila karena terlalu lama berjalan di bawah sinar mentari yang terbuka. Aku melangkah ke depan papan nama di gerbang depan, dan mencoba mengatur napasku, saat aku mendengar suara-suara panik dari dalam rumah.

"Bu-Bukannya lantainya keras...? Apa itu sakit? Mungkin ada baiknya kamu berhenti melakukan itu!"

"Tidak–!"

"Ahaha, kamu sangat imut."

Menyusul suara Natsukawa, aku mendengar suara penolakan keras kepala dari Airi-chan, dan Ashida cuma menikmati pertunjukan itu. Karena aku bisa mendengarnya dengan baik, mereka pasti ada tepat di pintu masuk, ya...? Apa mereka ada di sini untuk menyambutku karena aku baru saja mengirim pesan itu... ...Tidak, mustahil, ini bukan penginapan, jadi mereka tidak akan melakukan itu. Itu cuma akan membuat umurku berkurang.

"Ah, ah, aku akan menghampirinya!"

"Ah, eh!? Tunggu dulu, Aichi! Aku ikut juga! Maafkan aku, Ai-chan, tolong tunggu di sini sebentar, ya!"

Kata-kata ini jelas ditujukan padaku. Aku mendengar suara kayak sandal yang berjalan di sepanjang jalan batu. Menyadari kalau Natsukawa sedang menghampiriku, tanpa sadar aku mengeluarkan suara bingung.

Tunggu sebentar, seorang Dewi mana mungkin menderita karena terik mentari. Karena aku khawatir dengan kulit putih cantiknya, aku malah mendekati rumah itu lebih dekat. Namun, karena mentalku belum siap, kakiku memaksaku untuk berhenti lagi. Aku tidak bisa tiba-tiba menerobos masuk ke rumah Natsukawa—.

"Wataru!!"

Wah? Der, pintu terbuka, dan Natsukawa berlari keluar. Suara ledakan itu membuatku takut, tanpa sadar aku mundur selangkah, tetapi mata indah Natsukawa langsung menatapku. Ha-Hah...? Dia kayaknya... ...marah? Apa dia sadar soal perasaan bersalahku pada Ichinose-san dan keteganganku saat mengunjungi rumahnya sudah membuatku menghabiskan waktuku di sini? Bertentangan dengan dugaanku, Natsukawa cuma berlari ke arahku dengan kecepatan maksimal, dan meraih lengan bajuku lebih kuat dari sebelumnya.

"Cepatlah kemari!"

"Iya!"

Diseret, aku mengeluarkan suara yang menyerupai suara walrus, dan diseret ke dalam kediaman Natsukawa. Aroma rumahnya membuat jantungku berdebar kencang, tetapi perasaanku tidak yakin apa aku mesti lebih fokus pada rasa takut yang aku rasakan, atau kegembiraan pada Natsukawa. Di pekarangan, ada Ashida sedang berdiri sambil memberiku pertanyaan 'Apa yang terjadi!?' pada tampangnya, lalu dia melihat sekantung plastik permen di tanganku, matanya bersinar karena kegembiraan. Memangnya kamu siapa sih, setan atau iblis? Ini tidak bagus, jadi tidak usah acungkan jempol.

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-94.1-di-lintas-ninja-translation

Saat kami sampai di pintu masuk, Natsukawa tiba-tiba berhenti. Mau sekali aku menyeka seluruh keringat di tubuhku, namun hal itu malah bertambah parah karena keringat dingin mengalir di punggungku. Kalau terus begini, aku pasti akan terus berpegangan pada tangan Natsukawa... ...Tidak, tidak, kalau aku lakukan itu, dia akan membenciku selamanya...! Benar, aku cuma perlu melepaskan tangannya dengan hati-hati...

"...!"

"...!?"

Hah, eh, Natsukawa-san!? Aku tidak akan melarikan diri, kok, jadi kamu tidak perlu menahan tanganku...! Jadi... ...tadinya aku gugup dan bingung, tetapi saat ini hatiku hampir meledak! Panggil ambulans!

"Wataru..."

"Eh, eum, apa? Lenganku — eum, Natsukawa-san?"

"—Persiapkan dirimu!"

"Eh!?"

"Suasana cowok yang tidak berguna itu gila."

(TL Note: Di POV lu gak gini, Mbak.)

Natsukawa menyuruhku berdiri di sana. Terlebih lagi, aku mendengar kata-kata Ashida yang menusukku dari belakang. Sebaiknya kamu ingat ini... ...Aku akan mengacak-acak rambutmu begitu aku mendapat kesempatan lagi...! Aku menatap Ashida dengan tajam, lalu dia mendekatiku.

"Iya, hentikan, hentikan!"

Ashida-san, apa kamu seorang Dewi? Tidak, Natsukawa yang seorang Dewi, titik tidak pakai koma. Kalau begitu, Ashida akan jadi bidadari. Tetapi, Airi-chan yang bidadari. Kalau begitu, apa itu Ashida? Hmm...

"Ha-Hahida*..."

(TL Note: A-Ashida.)

"Lidahmu kepleset, tuh, Sajocchi."

Apapun itu, aku senang dia membantuku di sini. Aku mau menyampaikan rasa terima kasihku, tetapi suara lemah dan rapuh keluar dari mulutku. Pertama, Ichinose-san bersujud di depanku, lalu aku dipanggil ke rumah Natsukawa, diseret paksa oleh Natsukawa, daya tahanku ada pada titik terendah sepanjang masa. Aneh... ...Aku datang ke sini buat disembuhkan...

"Aichii, berapa lama kamu akan berpegangan tangan pada Sajocchi?"

"Eh? ...Ah!"

Diberi tahu oleh Ashida, Natsukawa dengan panik menarik lengannya ke belakang. Melihat ke atas, Natsukawa terus-menerus menatapku dan lengan bajuku yang penuh kerutan, tersipu malu. Setelah itu, dia perlahan merapikan lengan bajuku dengan tangannya, dan menekankan tangannya ke dadanya. Hei, lengan bajuku, ganti posisi denganku, dong. Ah, aku akan berakhir telanjang...

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-94.1-di-lintas-ninja-translation

"Eum..."

"Pokoknya, masuk saja! Tetapi berhenti sebentar di depan pintu masuk!"

"Me-Mengapa sih?"

Aku pun mesti membalasnya. Itu mungkin ada hubungannya dengan Airi-chan, makanya Natsukawa sangat bersemangat dengan hal ini. Meskipun begitu, aku akan sangat senang kalau mendapat paling tidak semacam penjelasan...

"..."

Melihat Natsukawa menatapku dengan tatapan putus asa, memberi tahuku "Jangan pergi..." cuma dengan matanya saja, aku tidak bisa bergerak lagi. Aku paham, aku akan tetap di sini. Suara di seberang pintu juga berhenti. Apa mereka sudah mempersiapkan sesuatu...? Eh, apa jangan-jangan orang tuanya? Aku takut membayangkan seluruh Keluarga Natsukawa datang untuk menyambutku, saat Natsukawa melepaskan lenganku. Bisakah kamu tidak menyentuhku dengan acuh tak acuh begitu? Aku akan kehilangan lebih banyak ruang yang tidak dapat aku cuci lagi.

"Masuklah!"

"Eh, memangnya tidak apa-apa?"

"Masuk saja!"

"Oke."

Dia pasti tidak akan membiarkanku bicara untuk keluar dari masalah ini. Aku mesti bertanya dua kali untuk memastikan, tetapi tidak diberi kesempatan untuk bertanya. Aku bahkan mendengar tawa "Fufu...'" yang tidak menyenangkan dari Ashida di belakangku. Kamu tidak akan dapat permen apapun, loh? Kamu suka ramune, bukan? Aku akan mengambil semuanya buat diriku sendiri.

Setelah benar-benar mengambil keputusan, aku meletakkan tanganku di gagang pintu... ...Gagang pintu yang disentuh Natsukawa setiap hari... Memikirkannya kayak gitu, jantungku berdebar kencang. Mungkin aku mesti merasakannya lebih banyak lagi. Tidak, itu terlalu menjijikkan, aku tidak boleh melakukan hal yang tidak perlu saat ini. Sebagai seorang cowok yang terhormat, aku tidak akan menodai rumah seorang cewek.—

"—Selamat datang di rumah ini!!"

"Gah!!!"

"Eh?"

Untuk sesaat, aku pikir jantungku akan copot dari dadaku. Tepat setelah aku membuka pintu, aku disambut oleh Airi-chan, yang duduk di pintu masuk, membungkuk padaku sambil duduk seiza... Ahh, dia terlalu imut...! Dia melakukannya dengan sempurna juga...! Hatiku menjerit karena keimutan yang aku lihat. Rasanya sama persis dibandingkan saat aku menggoda Ashida saat istirahat di ekskul, cuma untuk memakan duri di wajahnya.

"Dia imut, bukan? Hei, dia imut, bukan?"

Natsukawa menunjukkan seringai angkuh padaku.

Kamulah yang imut, oke? Tentu saja, Natsukawa mungkin akan membenciku kalau aku bilang begitu, jadi aku tidak melakukannya. Itu mungkin ranjau darat terbesar yang dia punya. Sungguh, Natsukawa sangat menyukai Airi-chan.

'—Aku mohon jangan berhentikan aku!'

"...!?"

Erk...!? Itu merupakan kilas balik yang jelas berdampak buruk buat kesehatan mentalku. Karena Ichinose-san cukup mungil, selama sepersekian detik, penampilannya tumpang tindih dengan penampilan Airi-chan. Sebagai akibatnya, aku merasakan sesuatu menusuk dadaku jauh di dalam.

"...Postur itu berhasil."

"...?"

Baik Natsukawa maupun Ashida menatapku dengan ragu. Natsukawa pun menatapku dengan tampang 'Kamu sebaiknya berbahagia'. Maafkan, Nona Muda, tetapi bolehkah aku istirahat... ...Aku sudah capai batas kemampuanku di sini...

"—Fiuh, terima kasih sudah menyambut kami, Airi-chan!"

"Iya!"

Mengabaikan gejolak batinku, aku menyapa tuan rumah ini. Syukurlah pengusaha batiniah dalam diriku dapat mengendalikan ini, karena kalau bukan karena dia, mentalku akan jadi gila di depan kedua cewek ini. Terima kasih, pengusaha. Kamu dapat kembali bekerja sekarang.

"Sa~-jou~!"

"Tunggu sebentar, Airi-chan. Aku mau menyeka keringatku."

"Ini bukan hakku untuk bilang begini, tetapi mengapa kamu tidak masuk ke dalam saja? Ruang tamunya ber-AC, loh."

"Apa tidak apa-apa? Bagaimana denganmu Natsukawa?"

"Eh, ten-tentu saja."

Aku entah mengapa berhasil menghentikan Airi-chan yang berlari ke arahku, dan masuk ke dalam. Panas sekali... ...Jadi aku tidak mampu bermain dengan Airi-chan saat ini. Aku senang aku membeli tisu basah. Aku berusaha keras untuk menjaga penampilanku, jadi aku tidak mau merusak penampilan cuma karena aromaku.

"Apa kamu berpakaian rapi untuk hari ini, Sajocchi?"

"Aku selalu berpakaian rapi, kok."

"Apa yang kamu bicarakan?"

Kata Ashida, tetapi dia memastikan tekstur celana bahanku dengan jarinya.

Hentikan itu, aku tidak terlalu memperhatikan bahan kainnya. Jangan seenaknya bilang "Ah, murah", oke. Harganya sendiri itu cukup mahal, tahu.

"Sa~-jou~!"

"Ah, kamu masih energik kayak biasanya, Airi-chan."

"Kok rambutmu tidak aneh lagi!?"

"Mengapa kamu marah saat ini?"

Tepat saat aku selesai menyeka seluruh tubuhku, Airi-chan melompat ke arahku, seakan-akan dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Airi-chan mungkin juga tidak sadar betapa imutnya dia. Aku yakin cowok seusianya semuanya jadi korban penyakit misterius yang disebut cinta... Kalian bisa melakukannya, kawan.

Kayaknya Airi-chan merasakan adanya sedikit gejolak melihat rambutku bukan lagi campuran warna coklat dan hitam. Saat ini, rambutku berwarna hitam pada umumnya. Dia meraih rambutku, mengacak-acaknya dengan tangan kecilnya. Sebagai pembalasan, aku meraih salah satu kuncirnya, mengayunkannya ke atas dan ke bawah.

"Rambut yang aneh!"

"Tidak–!"

Airi-chan menggelengkan kepalanya.

Itulah yang terjadi saat kamu bermain dengan orang lain. Kamu mesti berhenti melekat pada orang lain, kalau tidak, kamu akan menimbulkan kesalahpahaman yang mengerikan dengan semua cowok...

"Sajocchi, kamu sebenarnya cukup keras pada Airi-chan. Aku kira kamu akan melakukan sesuatu yang jauh lebih menjijikkan."

"Hmm~~... ...Menyingkirlah!"

"Aduh! Airi-chan, aku tidak akan memberimu permen kalau kamu lakukan itu."

"Tidak~!"

Aku akan menghadapinya seperti orang dewasa. Saat aku mengancamnya dengan menarik sekantung plastik permen, mata Airi-chan jadi berair saat dia menempel padaku. Ha-Hah...? Apa dia benar-benar melakukan ini secara tidak sadar? Apa ini cara seorang cewek menggunakan senjatanya?

Aku bilang padanya kalau aku cuma bercanda, dan menyerahkan sebungkus permen kecil padanya, yang dia pegang erat-erat, dan menempel lebih erat padaku. Ini bukan senjata... Ini metode penyembuhan. Keimutannya menyembuhkanku... ...Aku mesti bekerja keras selagi bisa.

"...?"

Sambil menikmati keimutan Airi-chan, aku mengamati ekspresi Natsukawa, dan mendapati dia menatapku dengan linglung, benar-benar terdiam. Jangan bilang... ...apa dia marah!? Apa dia akan mengusirku dari dunia ini...!? Tepat saat aku ketakutan, Ashida melambaikan tangannya di depan Natsukawa.

"Hey, Aichi...!"

"Ma-Maafkan aku..., ...dia agak bersemangat."

Eh, bersemangat? Baik Ashida maupun aku memandangi Natsukawa. Meskipun bilang begitu, dia sangat tenang. Bukannya tidak apa-apa kalau menunjukkan sebagian dari emosi ini secara alami? Itu akan memudahkanku.

"Oh, eh, tidak, ...Ti-Tidak usah khawatir, oke?"

"Mengapa kamu malah bicara dalam dialek Hakata...?"

Kayaknya kenyataan 'Natsukawa sangat bersemangat', membuatku merasa aneh dalam diriku. Jadi inilah yang dia rasakan saat ini. Aku sangat memakluminya. Aku merasa seperti orang bodoh yang berusaha menyembunyikan kebingunganku, saat Ashida menempel pada Natsukawa. Hei, bisakah kamu berhenti lakukan itu.

"Kalau begitu, eum... ...mau masuk?"

"A-Ahh..., permisi, mohon maaf mengganggu."

"Mohon maaf mengganggu!"

"Airi itu putriku!"

Airi-chan mengangkat tangannya, dan meniruku. Natsukawa pasti merasakan agak gawat dari hal itu, karena dia terpaksa menarik Airi-chan menjauh dariku, memeluknya erat-erat. Ayolah, bukan aku yang salah di sini. —Aku melepas sepatuku untuk berganti sandal, menatanya dengan rapi, lalu aku mendapatkan tatapan aneh dari Ashida. Apa masalahmu? Bagaimana kalau ibunya Natsukawa melihat ini? Aku tidak mau beliau berpikir 'Ya ampun, ia dibesarkan dengan buruk, begitu ya.' loh.

"Ashida! Terima kasih sudah mau membawakan kantung plastiknya."

"Iya—, kamu membeli banyak barang, ya."

"Banyak sekali... ...Pasti mahal, bukan?"

"Tidak, bukan kayak gitu, kok, ini cuma permen murah. Tidak usah khawatir soal itu."

"I-Iya..."

Karena permen ditujukan untuk anak-anak, umumnya harganya cukup murah. Tentu saja, tidak sama halnya kalau kamu membeli itu dalam jumlah besar, tetapi memasukkan itu ke dalam keranjang belanjaanku sambil diawasi dengan kagum oleh anak-anak kecil di sekitarku rasanya cukup menyenangkan. Kalian akan mampu membelinya juga... ...pada akhirnya.

Untuk pertama kalinya, aku memasuki ruang tamu Keluarga Natsukawa. Di sebelah kanan ada televisi dan meja panjang, dengan sofa di sebelahnya. Tepat di depannya ada meja makan, lalu ada dapur. Ini merupakan ruang rata-rata yang dapat kalian temukan di rumah setiap keluarga.

Aku merasakan Airi-chan menarik celanaku. Kayaknya dia senang aku datang. Lagipula, dia mungkin akan bertindak kayak gitu pada siapa saja, dan ini cuma mentalitas positifku yang mencoba menghiburku. Bolehkah aku meragukan ini selama lima menit?

"...Dinginnya."

"Apa itu kesan pertamamu?"

"Permen! Aku mau makan permen!"

"Astaga, tunggu sebentar, Airi."

Melihat Airi-chan melompat-lompat ke arah kantung plastik berisi permen yang dipegang Ashida, aku merasa sedikit kesepian. Natsukawa mengambil kantung plastik itu dari Ashida, dan menuju ke dapur. Berkat itulah aku menyadari kalau aku sebenarnya ada di rumah Natsukawa. Apa yang mesti aku lakukan? Tunggu...

"Be-Begini, Ashida. Apa mungkin orang tuanya akan muncul setelah ini...?"

"Ayahnya sedang bekerja, dan ibunya juga sedang bekerja."

"Oh..."

Aku merasa lega. Sudah tidak apa-apa sekarang. Hei, kamu yang di sana, Ashida, jangan menatapku dengan kecewa. Memangnya siapa yang tidak takut  bertemu dengan orang tua dari cewek yang dicintainya? Aku tidak mau mereka menganggapku timpang karena aku membawa permen.

Ahh, menyegarkan sekali. Dan baunya sangat enak. Rumah Natsukawa memang yang terbaik. Aku lelah dari pekerjaan paruh waktuku. Aku rasa sebaiknya aku bersantai sebentar. Karena aku diajak ke sini, aku mungkin tidak perlu terlalu perhatian. Baiklah, istirahat minum teh, istirahat minum teh.

"Sajocchi? Apa kamu tidak punya sesuatu untuk dikatakan saat melihat kami?"

"? Ah..., begitu ya, aku lupa."

"Itulah yang penting, loh."

Diingatkan oleh Ashida, aku menyadari apa yang sudah aku lupakan. Seorang Sajou tahu, ia mesti memuji pakaian mereka, bukan! Aku dilatih oleh Kakak, jadi serahkan saja padaku. Hari ini, Ashida mengenakan kemeja setengah lengan yang feminim dengan celana pendek berwarna denim. Karena aku biasanya cuma melihatnya mengenakan seragamnya, sungguh menyegarkan melihatnya. Itulah perpaduan gaya dan mengenakan pakaian yang pas di tubuhnya, jadi melihat pakaian ramping yang pas di tubuhnya membuat jantungku berdebar kencang. Namun, mataku benar-benar mengarah ke—

"Kakimu sangat indah."

"Kamu mau aku pukul, ya?"

"Tendang saja deh!?"

Baru setelah mendapat pukulan di lututku, aku sadar. Aku memuji bagian tubuhnya dan bukan pakaiannya... ...Maksudku, aku tidak bisa menahan diri. Ashida sangat ramping, dan dia mungkin menyadari senjatanya sendiri, makanya dia mengenakan pakaian ini. Seperti yang diharapkan dari anggota Ekskul Bola Voli, kaki mereka itu memang lain...

"Tidak, bukan begitu, Ashida, kamu memakai celana pendek kayak gitu..., Kalau kamu telanjang kaki kayak gitu, aku akan lebih tertarik buat melihat kakimu ketimbang pakaianmu. Mustahil aku tidak melihatnya."

"Tendangan Kaki Telanjang!"

"Bukannya kamu mau memukulku!?"

S*alan... ...kalau aku tidak dilatih oleh Kakak, aku tidak akan bisa menghindarinya. Melemparkan pukulan tanpa terkena itu memang terlalu payah! Dan juga, mengapa kamu sangat marah karena aku memuji kakimu...!

"Hngh...!"

Ashida menggeram malu, sambil memalingkan wajahnya dan maju selangkah.

Begitu ya... ...dengan mendekatiku, dia mencoba mengalihkan fokusku pada pakaiannya. Tidak terlalu buruk, harus aku bilang.

"Bum!!!"

"Geuh!"

Tiba-tiba, Ashida menghilang dari pandanganku. Dan, ada apa ini, apa Airi-chan menabrakku lagi? Tepat saat aku memikirkan hal itu di dalam hati, aku merasakan sensasi lembut dan elastis di bagian belakang kepalaku. Aku menyadari kalau akulah yang tertiup angin. Saat aku berbaring di sofa, aku merasakan sesuatu yang berat di dadaku, yang ternyata itu Airi-chan yang menyeringai. Melewatinya, aku mendengar Natsukawa berlari ke arah kami.

"Tung-Tunggu... ...apa yang kamu lakukan?"

"Bergulat dengan Sajocchi."

"Apa yang sekarang kamu lakukan?"

Ayolah, Natsukawa. Aku mengerti ucapan Ashida yang tidak masuk akal, tetapi mana mungkin aku punya keinginan jahat pada adikmu. Kamu tidak perlu semarah itu. Malahan, beri tahu aku apa yang kamu pikirkan. Ayolah? Kalau dipikir-pikir, Airi-chan perlahan memukul dadaku, seakan-akan dia menikmati suasana ini. Aku senang karena dia setidaknya tidak memukul kepalaku, tetapi aku rasa itu cuma karena sikapku yang lembut. Terima kasih banyak.

"Hei, Airi! Kakak tidak akan memberimu permen kalau kamu begitu!"

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, Natsukawa, aku yakin dia cuma mau bermain saja."

"Eh, Te-Tetapi..."

"Tikitikitik..."

"Kyahahahahahaha!!!"

Selama Airi-chan belum puas, dia tidak akan berhenti. Aku tahu itu dengan susah payah sebelumnya, tetapi ketimbang sebelumnya, aku tidak terlalu gugup, dan aku tahu bagaimana cara membuat Airi-chan bersenang-senang. Aku yakin aku bisa bermain bersamanya dengan tepat. Bagaimana menurut kalian? Apa aku seorang abang yang baik saat ini? Aku bukan Sajocchi yang sama yang didorong seperti kuda!

Saat aku masih berbaring telentang di sofa, aku mengalihkan pandanganku ke arah Ashida dan Natsukawa, yang berdiri diam di tempat dengan suasana aneh yang tidak nyaman. Setelah menangkap tatapanku, mata Ashida terbuka lebar.

"Tung-Tunggu sebentar!"

"Wah!?"

"!?"

Ashida mengeluarkan suara aneh dan mendekati sofa, membuka tangannya ke arah Airi-chan, dan berteriak.

"Ai-chan! Pukul aku juga!"

"Fueh!"

"Apa yang kamu katakan, Ashida?"

"...Ha-Hah?"

Jarang sekali, Ashida menunjukkan ayunan dan kegagalan. Saat aku melihat ke arah Airi-chan, dia meletakkan jari telunjuknya di mulutnya, menunjukkan ekspresi bingung. Kayaknya, kegembiraan Ashida tidak sampai ke anak balita.

"Karena kamu itu teman Kakak, jadi..."

"...!"

Ashida menekankan kedua tangannya di dada, seakan-akan mau mengatasi rasa sakit.

Melihat dia melampaui batas kemampuannya untuk pertama kalinya, aku dipenuhi dengan sensasi tidak senonoh. Tetapi, Airi-chan...? Terus kalau aku...? Bukannya aku juga teman kakakmu? Aku ini bukan kudanya kakakmu, oke? Eh, kudanya Natsukawa? Aku mau menaikinya...

"Ai-chan! Mari kita makan permen!"

"! Permen!"

"Geuh!"

Saat aku memikirkan sejenak, Airi-chan memberikan kekuatan lebih pada pelukannya, dan melompat. Dampaknya itu menghantam perutku, memaksaku mengeluarkan suara seperti katak yang tergencet.

"I-Itu... ...Apa kamu baik-baik saja? Wataru."

"Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa."

"Aku akan menegur Airi nanti."

"Tidak usah khawatir, cuma aku atau Iihoshi-san yang bisa bermain dengannya kayak gini, bukan?"

"Iya... ...iya? Iihoshi-san itu—"

Tepat saat nama lihoshi-san muncul. Natsukawa menunjukkan ekspresi menyesal. Iihoshi-san menyebutkan kalau dia cuma 'didorong', bukan... ...Sama seperti aku saat ini. Lagipula, berbaring di sofa kayak gini, dipandang rendah oleh Natsukawa, tidaklah terlalu buruk. Lagipula, aku bisa melihat pakaian Natsukawa, yang merupakan kebahagiaan murni.

"Hei, Sajocchi? Apa ada yang ingin kamu sampaikan pada Aichi~?"

Ashida pasti menangkap maksud dari tatapanku, saat dia memberiku izin sambil tersenyum. Sekarang, apa kamu meremehkan selera fesyenku? Jangan meremehkan rasa cintaku, oke? Meskipun pihak lain di sini Natsukawa, aku yakin aku bisa memujinya dengan baik layaknya seorang cowok sejati...!

"Hmm..."

"Eh, a-ada apa...?"

Ketimbang tampak bergaya, ini lebih terasa mirip perpaduan yang disatukan untuk fleksibilitas dan kemudahan bergerak agar bisa bermain dengan Airi-chan dengan lebih baik. Dengan menghilangkan kain di sekitar sendi bahunya, dia memperlihatkan kelenturannya, yang menunjukkan kecerdikan yang luar biasa. Sayang sekali dia tidak memperlihatkan kakinya yang telanjang dengan tampilan celananya, tetapi ketiaknya saat dia meletakkan rambutnya di belakang telinganya—

"—...(Glek)."

"Sajocchi."

Maaf.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

←Sebelumnya          Daftar Isi          Sebelumnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama