Bab 95.1Curhat
(TL Note: Bab ini pada dasarnya cuma Bab 95, tetapi menggunakan sudut pandang Wataru dan bukan Kei, buat yang ingin melewatkan bab ini bisa klik di sini ya.)
"Eh, apa dia tertidur?"
"Eh, dia tertidur, ya."
Kami terus memanjakan Airi-chan selama satu jam lagi, dengan kami bertiga duduk di sofa. Setelah bermain dengan Ashida dan daya tahannya yang seakan-akan tidak ada habisnya, Airi-chan sedang beristirahat di pangkuan Natsukawa dengan kue di tangannya, yang kini jatuh ke lantai. Mata Ashida berbinar, tetapi saat dia meraih kue itu, Natsukawa sudah memasukkannya ke dalam mulutnya. Persaingan macam apa yang aku saksikan di sini?
"Di-Dia sudah terlalu banyak makan dan tertawa..., ...jadi tidak heran kalau dia jadi kayak gitu. Aku pikir itulah ritme yang membuatnya mengantuk."
"Fufu, itu benar."
"Kamu tampak sangat bahagia..."
Dia pasti sudah menemukan posisi yang nyaman, karena dia meringkuk di pangkuan Natsukawa. Pada saat yang sama, Natsukawa dengan lembut memeluk Airi-chan, menatapnya dengan tatapan imut, kayak cewek polos... ...atau, kayak seorang ibu. Kalau aku mesti berpendapat, aku cukup yakin dia akan tidak apa-apa kalau dia jadi seorang ibu sampai saat ini. Aku mulai mengantuk cuma dengan melihat hal itu.
"Lihat ini, Sajocchi, bukannya menurutmu ini pemandangan yang indah?"
"Hmm...? Ah, iya..."
"...Sajocchi?"
Aku paham soal perhatian dari Ashida. Karena rasa kantuk mulai menguasai diriku, aku pun tidak bisa mengerahkan kekuatan apa-apa untuk merespons. Biasanya aku pasti bisa mengatasi semua ini, aku yakin...
"Wataru..., ...Apa jangan-jangan kamu sedang lelah...?"
"Serangan Ai-chan tadi itu sangat menegangkan."
"Oh, tidak, aku tidak lelah. Aku cuma mengantuk, mungkin begitu?"
"Kamu tidak perlu memaksakan diri. Begini... ...maafkan aku, Airi tidak memukulmu, ya?"
"Itu seperti pijatan, jadi tidak usah khawatir. Rasanya sangat luar biasa."
"Jangan ngomong yang aneh-aneh kayak gitu..."
"Kamu tiba-tiba jadi mesum, loh, Sajocchi."
Aku benar-benar tidak mau mereka menganggapku menjijikkan. Kayaknya pikiranku sedang tidak berfungsi saat ini. Aku tidak bisa menahan diri untuk bilang apa yang aku pikirkan lagi. Tetapi, diam saja cuma akan buat aku semakin mengantuk. Mereka berdua menatapku sekilas, 'Mau bagaimana lagi, deh' dan menggelengkan kepala mereka. Diperlakukan kayak anak kecil memang sungguh memalukan. Aku menggosok mataku, dan mencoba menghilangkan rasa kantukku.
"Tetapi, kamu hebat, Sajocchi. Kamu membuat Ai-chan jadi pemeran utama."
"Eh? Bukannya dia memang begitu?"
"Iya, memang benar sih, tetapi..."
Kalau itu untuk membuat Natsukawa bahagia, aku tidak punya masalah sama sekali, loh? Belum lagi, Airi-chan yang sangat imut. Cuma karena aku lelah bukan berarti aku bisa mengabaikannya begitu saja, dan itu juga membuat segalanya jadi lebih mudah buat Natsukawa.
"Sajocchi, mengapa kamu tidak sedikit bersantai saja? Jujur saja, bukannya kamu tidak memperhatikan?"
"Eh...?"
Maksudku, dia tidak salah. Bersantai di tempat Natsukawa memang hal yang mustahil buatku, loh. Selain Airi-chan, aku tidak mau merusak suasana hati mereka, apalagi aku takut membuat Ashida marah, dan aku tidak mau menghalangi mereka. Tetapi, saat aku mendapati diriku tidak dapat menyangkal hal itu, Natsukawa menatapku dengan cemas. Aduh, ini tidak bagus.
"Eh, apa yang kamu bicarakan? Aku cuma bermain dengan Airi-chan saja."
"Hei—, aku merasa kasihan padamu karena suatu hal."
Mendengar Ashida bersikap baik padaku semakin menyakitkan, loh. Bukannya kami selalu berterus terang satu sama lain? Dan juga, seorang cowok memenuhi panggilan untuk ketemuan dengan dua orang cewek, itulah peran yang aku punya. Aku datang ke sini dengan niat itu, jadi adil, tidak usah khawatir soal itu.
"Itu ya itu, ini ya ini, beda lagi urusannya."
"Dasar setan..."
"Itulah hukumanmu karena sudah menakut-nakuti Aichi."
"A-Aku tidak..."
"Tidak boleh begitu, Aichi, kamu mesti menghukum Sajocchi dengan benar."
Inilah mengapa kalian itu orang-orang normies itu... Dan juga, kalau itu benar-benar cuma karena itu, aku akan memberikan alasan acak dan tidak datang ke sini sejak awal. Aku tidak mau ini terasa campur aduk, oke.
"Sajocchi, kamu tidak terlalu mengantuk, kamu cuma lelah karena sudah melakukan banyak hal, bukan? Sekarang kamu sudah tenang dan sudah makan permen, kamu mesti beristirahat."
"Eh... ...benarkah begitu? Aku sama sekali tidak..."
"Tidak, tidak, hal semacam itu.—"
"Hal semacam itu mungkin saja, bukan?"
...Dasar cewek perawan. Perasaan marah yang samar muncul di dalam dadaku, tetapi saat aku melemparkan tatapan tajam padanya, dia cuma melambaikan tangannya di depan dadanya. Kayaknya dia tidak melakukan ini cuma untuk membuatku marah. Kalau dipikir-pikir secara rasional, Ashida selalu lebih tenang dalam menghadapi berbagai hal, jadi aku mungkin sudah melakukan sesuatu yang membuatnya panik karena rasa kantukku. Menurutku itu tidak jauh beda dengan reaksiku di sekolah.
"...Bayangkan saja, aku diajak ke acara malam cewek-cewek, dan aku satu-satunya cowok di sini."
Ah, s*alan. Karena kelelahan mentalku, aku bilang sesuatu yang tidak perlu sambil menghela napas. Saat aku menoleh, Natsukawa dan Ashida menatapku dengan heran. Terutama Ashida yang kayaknya tidak bisa menerima apa yang baru saja dia dengar, matanya terbuka lebar.
"Ah!? Bukannya itu agak berlebihan, padahal kamu sudah datang ke rumah cewek SMA yang imut?"
Kenyataannya, dia pasti memarahiku. Dan itu mungkin masuk akal. Aku yakin dia berusaha untuk memperhatikanku, tetapi cuma cowok lain yang bisa memahami betapa tegangnya suasana di sekitarku saat ini. Namun, kalau aku kembali ke masa lalu, aku pasti tidak akan melakukan itu.
"A-Aku tidak bermaksud melakukan itu..."
"Oh, tidak, tidak... ...Tidak usah khawatir, ini bukan penyebab utamanya. Aku memang agak br*ngsek hari ini, bahkan sebelum Ashida mengajakku ke sini."
Natsukawa pasti akan menganggap ini begitu saja. Jadi, aku buru-buru memberikan tindak lanjut, tetapi kedengarannya kayak alasan yang lemah. Kalau mereka menjaga jarak dariku karena kebaikan mereka, ataupun menanyakan apa yang terjadi, aku pasti akan mati.
"Wah, benarkah begitu?"
Ashida meninggikan suaranya seakan-akan dia tidak menyangka akan mendengar hal itu.
Dia mungkin mengira semua kesalahan ada pada mereka. Iya, kalau dipikir-pikir, malah sebaliknya, selama itu bukan sesuatu yang gila, kesehatan mentalku tidak akan terganggu karena itu. Aku bukanlah adiknya Kakak tanpa alasan. Padahal, sesuatu yang gila yang terjadi ini berdampak besar buatku.
"Sajocchi, kamu kayak sedang tidak punya kekhawatiran."
"Aku tidak mau Ashida bilang begitu padaku."
Dia benar-benar tidak punya keraguan untuk menghinaku secara tersirat. Kamu tidak membantuku. Dan jangan terlalu marah saat ini, aku baru saja bilang sesuatu yang persis kayak yang kamu bilang. Sebenarnya apa yang Ashida khawatirkan? Nilainya? Mungkin.
"Aku sendiri juga punya satu atau dua kekhawatiran."
"Misalnya?"
"Ada apa denganmu?"
"Eh?"
Tunggu sebentar, mengapa mereka begitu tertarik? Aku cuma mau mereka tahu kalau aku tidak cukup bebal untuk tidak khawatir soal apa saja, tetapi aku juga tidak berharap mereka akan melakukan hal ini dengan mudah. Aku tidak pernah menyangka kalau mereka benar-benar menaruh minat sebesar itu padaku atau pada kekhawatiranku, jadi aku agak kesulitan dalam berkata-kata.
"Ti-Tidak? Itu bukanlah sesuatu yang bisa aku ceritakan pada kalian berdua, loh?"
"Se-Sesuatu yang tidak bisa kamu ceritakan pada kami berdua?"
"Tidak, eum..."
Aku mencoba untuk menutupinya secara acak, tetapi Natsukawa segera memojokkanku. Tunggu sebentar... ...Aku tidak menyangka kalau ini akan terjadi, kamu tahu? Belum lagi, sebenarnya aku cuma punya satu hal yang aku khawatirkan, tidak juga. Sekarang aku merasa malu untuk secara tidak langsung meminta perhatian.
"Kalau aku beri tahu kalian, aku rasa kalian akan terdorong untuk melakukan sesuatu..."
'Aku dengan terpaksa membuat teman sekelas kita bersujud di depanku.' Terlepas dari lelucon itu, mereka pasti akan menjauhkan diri kalau aku bilang begitu, aku yakin Natsukawa akan kembali ke dirinya yang lama, memberi tahuku 'Jangan dekati Airi!' dengan suara bergetar.
Aku melirik ke arah Ashida, meminta bantuan untuk keluar dari situasi ini. Ini merupakan suatu hal yang sudah pasti tabu. Jadi aku mohon, jangan tanyakan ini lagi...
"Ah!"
Ashida meninggikan suaranya seakan-akan dia menyadari sesuatu.
Apa dia sudah bisa tahu...!? Benar, dia pasti tahu kalau ada hal-hal yang orang tidak mau katakan. Makanya, tenang saja mundur dan— Tunggu, mengapa wajahmu memerah kayak gitu? Dan berhentilah gelisah, oke. Jangan bilang, apa usahaku gagal?
"Baiklah~, kalau kamu bersikeras tidak mau memberi tahu kami..."
"Mung-Mungkin saja kami bisa memberimu beberapa saran?"
Tatapan Ashida mengarah ke Natsukawa, pada dasarnya bilang "A-Aichi!?" kaget. Tunggu, hentikan sebentar kalian berdua. Dan Ashida, apa yang kamu pikirkan? Jelaskan dengan kata-kata yang tepat, oke.
"A-Aichi... ...begini... ...ada beberapa kekhawatiran yang cewek-cewek kayak kita... ...tidak akan paham, bukan...!?"
"Eh... ...eh!?"
"Tung-Tunggu sebentar!"
"Eh, apa aku salah?"
"Kesalahpahaman macam apa yang kamu alami!?"
Tanpa sadar aku berteriak keras.
Bagaimana kamu bisa salah paham!? Mengapa kamu bisa sampai pada kesimpulan itu? Jangan asal fokus padaku sebagai 'remaja cowok', oke... ...Kalau memang benar begitu, maka aku akan dipenuhi dengan kekhawatiran...
"Ja-Jadi bukan begitu..."
Gumam Natsukawa sambil terus-menerus merasa bingung, melirik ke arahku, yang membuatnya semakin memalukan.
Aku mohon, hentikan saja. Kamu akan membuatku semakin bersemangat.
"Ka-Kalau bukan begitu, maka... ...tidak apa-apa?"
"Iya..."
"Tetapi mengapa?"
(TL Note: Lagi-lagi ada yang beda dengan POV lu, Mbak!)
Walaupun tidak ada kaitannya dengan masa remajaku bukan berarti kalian diperbolehkan bertanya soal itu, atau apa aku salah? Mengapa saat ini aku merasa kayak sedang diinterogasi? Oh baiklah, bagaimanapun juga aku memang bersalah.
"...Tidak, ini masalahku.—"
"Be-Beri tahu kami!"
"...!"
'Tindakan yang mencerminkan kebaikan dan simpati merupakan senjata berbahaya untuk mencari kompensasi secara tidak langsung' merupakan sesuatu yang kedengarannya keren yang pernah aku baca di manga sebelumnya, tetapi bukan itu. Rasa bersalah sebenarnya yaitu meminta kebaikan ini pada orang itu sejak awal. Lagipula, aku membuang-buang waktu mereka dari mereka.
Sederhananya, kebaikan merupakan sebuah pilihan antara 'Cinta' atau 'Kasihan'. Karena aku tidak bisa membangkitkan rasa kasihan dalam diri Natsukawa, saat ini, ini merupakan rasa kasihan. Cinta tidak punya kompensasi dan kalau itu rasa kasihan, maka aku cuma bisa menawarkan kompensasi. Fakta bilang kalau aku mengkhawatirkan sesuatu itu sebuah kesalahan. Kalau aku berencana meminta nasihat mereka sejak awal, itu tidak akan seburuk itu. Fakta kalau aku bilang begitu meskipun aku tidak mau menunjukkan kelemahan apa-apa itu fatal. Ahh, itu memang sangat memalukan... tetapi, aku tidak punya cara untuk melarikan diri.
"Ka-Kalau kalian bersikeras..."
"—Ah..."
Aku cuma bisa menyerah, dan mendorong kembali Natsukawa. Karena dia menunjukkan kebaikan sebesar ini, aku cuma bisa menyerah. Meski mereka merasa jijik, meski mereka menjauhkan diri dariku, ini sudah diputuskan. Aku tidak bisa lari dari kenyataan menuju mimpi yang menyenangkan.
"Eum, aku mau minta saran, tetapi.—"
...Aku akan bilang, oke? Apa aku akan tidak apa-apa dengan ini? Banyak hal yang akan berakhir dengan kedua hal ini, loh... ...Ahh, pengecut sekali...! Lagipula, itu sudah diputuskan saat aku memaksa Ichinose-san terpojok kayak gitu...!
"Aku membuat seorang cewek bersujud di tempat kerja paruh waktuku..."
"Apa yang kamu lakukan!!?"
"Apa yang kamu lakukan!!?"
Seseorang, ambilkan aku air.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/