Bab 57Ajakan
Meskipun aku berhasil mengatasi masalah pilek di musim panas dan kembali pulih dengan semangat bersatu kembali dengan Natsukawa, aku berjuang sekuat tenaga untuk mengejar ketertinggalanku pada beberapa mata pelajaran, jadi penderitaanku masih belum usai sepenuhnya. Matematika memang benar-benar buruk...
Saat aku mendekati waktu makan siang dengan separuh ruhku yang mau keluar dari mulutku dalam keadaan lelah, tiba-tiba aku tersadar kembali setelah disentak dengan keras di belakangku. Tampaknya Ashida, yang duduk di belakangku, menendang bagian bawah bangkuku. Hei, jangan tertawa kayak gitu, Ashida. Aku tidak akan meminjamkan buku catatanku padamu... –Hei, mengapa kamu sangat kuat!? Mengapa kamu sangat keras kepala ingin sekali aku meminjamkan buku catatanku padamu!?
Aku bilang 'Gyaa' dan mendapat balasan 'diamlah' dari seorang cowok bisbol di dekatku, dan tiba-tiba menyadari kalau aku belum membeli bekal makan siang. Ashida memeluk buku catatanku sambil menghela napas, dan berdiri dengan koin di tangannya.
Pada saat aku meninggalkan ruang kelas, cewek-cewek membawa kotak bekal yang sangat mini sudah makan siang dalam berbaris dalam kelompoknya masing-masing. Kelompok yang terbesar, terdiri dari para orang normal, mengelilingi Natsukawa — Natsukawa, entah mengapa, aku mulai melihatnya seperti seorang guru.
Aku bilang pada Ashida kalau "Aku akan membeli makanan acak hari ini", dan pergi ke kantin. Aku membeli beberapa roti manis yang langka di sebuah kios di pojokan, membayar tagihannya dan mencari tempat yang terjangkau untuk menyantap makan siang. Aku tidak mau makan di luar ruangan dalam cuaca yang sangat panas kayak gini...
"Ah, di sini!"
"Eh?"
Akhir-akhir ini cuaca sedang panas, jadi aku mencoba berteduh di sudut lain kantin─ ─ tetapi aku malah bertemu dengan para anggota Klub Inatomi (nama sementara). Maksudku, setiap kali aku menemukan tempat, aku selalu dengan cepat ketahuan oleh mereka. Aku mendapati diriku duduk bersama mereka... ...dan aku tidak terlalu merasa keberatan soal itu, kalian tahu? Aku mencium sesuatu yang enak sekarang. Tetapi kalian tahu, lihatlah tatapan semua orang di sekitar kami...
"Eum, ..., kalian menyeretku pasti karena ada suatu alasan, bukan? Kalau tidak ada, mana mau kalian terlibat denganku sampai segitunya, aku rasa..."
"Eh, menurutmu begitu?"
Iya, bukannya begitu Inatomi-senpai...?
Di seberang dinding, aku disuruh duduk di salah satu dari empat bangku, dengan sebelahku yang lain dihalangi oleh Mita-senpai, sampai-sampai tidak memungkinkan buatku untuk melarikan diri. Inatomi-senpai, yang duduk di seberangku, tersenyum padaku, penasaran apa yang sedang aku santap. Waktu aku bertemu dengannya, aku rasa itu pasti sulit, ..., tetapi kami bahkan kurang banyak mengobrol, jadi mengapa dia menatapku dengan berkilauan kayak gitu?
"Bagaimana bisa kamu mendapatkan kesan yang bagus darinya....? Apa kamu menggunakan semacam item berbayar?"
"Itu tidak adil, Sajou."
"Aku ragu kalian akan paham apa yang aku katakan?"
Mita-senpai, teman masa kecilnya Inatomi-senpai, menyipitkan matanya dengan iri. Shinomiya-senpai juga mengeluh, tetapi wajahnya bilang, "Memangnya apa itu item berbayar?" Kalau aku bisa membeli item-item kayak gitu di kehidupan nyata, aku pasti sudah membelinya, tidak peduli seberapa mahal harganya. Aku akan membelinya meskipun mesti mencicil.
"Aku mendengar kabar dari Rin-san. Apa demammu sudah sembuh sekarang?"
"Iya, aku sudah baik-baik saja sekarang."
Aku memang hampir sembuh, tetapi aku mengambil izin tidak masuk sekolah selama dua hari untuk merawat diriku sendiri. Aku istirahat dan main gim, hehehe.
Aku tidak bisa menyembunyikan kebingunganku pada senpai mungil yang terkekeh-kekeh soal betapa senangnya dia menatapku. Dia menggoyangkan pita merahnya dan itu sangat imut, tetapi apa yang mesti aku lakukan? Haruskah aku menunduk? Dua orang di sebelahku dan satu orang di seberangku menatapku kayak orang gila. Aku tidak mau mati, jadi bisa tidak kalian berhenti tersenyum padaku dengan gampangnya?
"Mmm! Sekarang, ada alasan mengapa aku repot-repot menyeretmu ke sini. Aku benar-benar mau bicara padamu sebelumnya, tetapi sayangnya kamu jatuh sakit."
"Hah...?"
Mungkin beralih ke mode serius, Shinomiya-senpai mulai memancarkan aura Ketua Komite Disiplin yang sama seperti saat kami pertama kali bertemu. Seketika itu juga, suasananya berubah jadi kayak sedang wawancara kerja, kalian tahu? Aku takut, aku mau pergi saja dari sini secepat mungkin?
"Aku akan langsung saja ke intinya saja— Mengapa kamu tidak bergabung ke Komite Disiplin saja?"
"Hah...?"
Tanpa diduga, sebuah suara aneh keluar dariku. Aku melihat ke arah tiga orang lainnya atas saran yang tidak terduga itu. Mita-senpai menatap ke arah Inatomi-senpai dan terpesona, sementara senpai imut yang aku maksud tersenyum puas tanpa melihat ke mana-mana. Hei, hei, apa kalian tidak tertarik? Aku juga mau pergi ke dunia itu, kalian tahu?
"Aku kurang tertarik dengan organisasi itu."
"Masa jabatanku akan berakhir pada musim gugur, tetapi saat aku diminta untuk menarik anggota ke Komite Disiplin, kami masih kekurangan cukup banyak kouhai cowok. Memang cukup banyak cewek yang ikut, tetapi aku merasa mereka ikut cuma untuk bersenang-senang."
"Ah, dan kamu dapat melihat adanya motif tersembunyi. Mereka melihat Komite Disiplin sebagai simbol status."
Apa kalian mengabaikan pesan penolakan tidak langsung dariku? Paling tidak, bisa tidak kalian memberiku tsukkomi? Itu masih bagus karena tidak terlalu mulus, tetapi aku mulai merasa tidak nyaman. Aku tidak yakin apa itu adil kalau Mita-senpai ikut nimbrung dalam obrolan ini, pada saat-saat seperti ini... Minimal-senpai, aku diperlakukan kayak gini karena kamu menatapku dengan sangat gembira!
Jadi, apa itu berarti kalian sudah yakin akan mengizinkanku ikut? Baru tiga bulan sejak aku masuk ke SMA ini, jadi aku tidak terlalu merasa pantas, tetapi tampaknya SMA ini akan penuh dengan acara di semester kedua. Setelah Festival Budaya Sekolah dimulai dan cuaca jadi lebih dingin, SMA ini akan sibuk dengan cuma dua hal ini, tetapi siswa-siswi yang ikut dalam ekskul dan komite akan jauh lebih sibuk lagi. Ini merepotkan, dan terlebih lagi, Komite Disiplin pasti akan jadi beban tugas yang berat.
"Pada saat itulah wajahmu muncul dalam benakku. Sebagai adiknya Kaede, aku bisa percaya padamu, dan aku mau kamu mendukung Komite Disiplin seperti yang kamu lakukan saat kamu memberi saran padaku."
"Tetapi itu dimulai pada semester kedua, bukan?"
"Ah, iya, jadi aku mau kamu memikirkan itu dari sekarang. Komite Disiplin ingin kamu bergabung."
Euh, itu merupakan panggilan cinta yang penuh gairah...! Apa pernah ada saat-saat di mana aku begitu diinginkan? Jauh di lubuk hatiku, bagian dalam diriku yang haus akan cinta mulai bilang, "Kalau kamu bersikeras, ....!" Baiklah, kalau kamu memang menginginkan sampai segitunya, aku akan menerimanya...
"Mohon bantuannya, Sajou-ku..."
"Eeeh...?"
"Kya...!"
Saat aku hampir menyerah pada perasaan tidak ingin repot agar terhindar dari masalah, Inatomi-senpai, yang duduk di seberangku, tiba-tiba membungkuk dan menjabat tanganku. Aku sangat terkejut, sampai-sampai tanpa sengaja mengeluarkan teriakan aneh dan menarik tanganku. Segera setelah itu, Inatomi-senpai tersenyum paham dan tampak sedih.
"Sajou... ...dasar b*jingan."
"Hei... ...kamu."
"Eh, aduh... duh... duh—ah?"
"Eh? Sajou-kun...!"
Dua orang senpai yang berubah jadi Hannya* dalam hitungan detik. Aku terlalu takut untuk menjelaskannya sendiri dan langsung meraih tangan Inatomi-senpai. Aku melingkarkan tanganku di sekeliling tangannya dan saat aku merasakan sentuhan kecil yang lembut, aku sadar kalau aku sudah menuangkan minyak ke dalam api.
(TL Note: Hannya merupakan topeng yang digunakan dalam teater Noh Jepang, mewakili iblis wanita pencemburu.)
"Ah, tidak, ini...!"
"Sa-Sajou-kun, ...Ka-Kamu sangat kuat..."
"Sajou..."
"Grrrr..."
Suara Shinomiya-senpai yang seperti menaruh dendam. Mita-senpai jadi master Kempo dan mulai meningkatkan kemampuan Kung Fu. Suasana mulai terasa tegang. Eh? Euh, memangnya boleh anggota Komite Disiplin melakukan hal semacam ini?
"E-Eum..! Aku masih merasa pusing, jadi—."
Aku tidak pernah berpikir kalau hari itu akan tiba saat aku akan dikunci kepala dan ditendang kaki oleh dua orang senpai cewek pada saat yang bersamaan.
♦
"Mulutmu terbuka."
"...Biro kecantikan."
"Apaan ini tiba-tiba!?"
Masih ada sedikit rasa sakit yang tersisa, ketegangan pada leher dan rasa lembut yang tertinggal di bagian samping kepalaku. Khususnya yang terakhir ini tidak hilang dengan mudah bahkan setelah aku kembali ke ruang kelas. Mita-senpai... ...Aku tidak akan pernah bisa melupakannya. Kebahagiaan dari kelembutan itu saja sudah melebihi rasa sakitnya.
Saat aku mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu, Natsukawa lewat di depanku dan memanggilku. Aku sangat tercengang, dan tanpa sadar aku bilang sesuatu yang aneh. Dia menatapku dengan tampang sangat terkejut, dan aku hampir jatuh cinta lagi padanya. Aku memang sudah jatuh cinta padanya.
"A-Apa maksudmu, 'Biro kecantikan' yang barusan itu loh!?"
Maaf, aku cuma bicara secara asal-asalan.
Natsukawa sangat marah. Meskipun begitu, dia masih agak mengkhawatirkan aku karena aku sudah sakit selama beberapa lama. Menurutku dia bereaksi berlebihan karena aku cuma pilek biasa, tetapi meskipun aku yang jatuh pingsan dan sakit secara berlebihan karena pilek biasa bilang begitu, tidak ada kekuatan persuasif di dalamnya. Selain itu, tolong jangan bilang 'Aku akan memegangmu' padaku, seorang cowok, saat aku sedang bersih-bersih. Yamazaki akan menatapku dengan seringai di wajahnya, dan mentalku juga akan terkuras.
"Ah, maksudku... ...kalau kamu memang secantik itu?"
"Apa maksudnya itu...?"
Natsukawa meletakkan tangannya di pinggangnya dan berbalik dengan gusar. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak melihat ekspresi "Aku tidak tahan lagi" darinya, ekspresi itu bagus. Inilah pertama kalinya aku melihat Natsukawa dengan seragam musim panasnya, dan aku tidak bisa tidak memperhatikan kulit putihnya yang membentang dari lengan kemejanya pendek. Aku tidak bisa menghentikan jantungku yang berdebar-debar. Berdebar-debar? Ah tidak, apa aku terkena pilek lagi...?
"Dasar kamu, ini..."
Saat aku bersikap mencurigakan dan tidak bisa menghindar dari tatapannya, Natsukawa mendekatiku, menatap ke arah bangkuku dengan ekspresi tercengang.
"A-Apa...?"
"Kamu..., Mengapa rambutmu agak berantakan?"
"Ah...?"
Apa rambutku berantakan? Karena kepalaku habis dikekang oleh Mita-senpai — Mita-senpai... ...rasa lembut itu... ...hehehe... ...Ah, Bang, aku yakin aku bisa ditangkap cuma karena ekspresi wajahku saat ini. Aku tidak bisa menunjukkan wajah ini pada Natsukawa. Aku akan menunduk sambil merapikan rambutku untuk mengalihkannya.
"Ah, sudahlah, diam saja."
"Heh...?"
Sewaktu aku merapikan rambutku dengan sisir tangan, Natsukawa memegang rambutku dengan kedua tangannya dengan suara yang seakan-akan bilang kalau dia sedang kesal. Aku penasaran apa rambutku masih berantakan ke atas, dan dia menahannya, lalu membelaiku di beberapa tempat. Setelah rambutku tertata rapi, dia pun melepaskan rambutku dengan suara puas sambil bilang, "Oke".
"Baiklah, sudah selesai."
"Ah, iya. ...Itu."
"Apaan sih?"
...Eh, apa itu perasaan yang normal? Apa, menurut kalian tidak ada yang salah soal itu? Kami ini cowok dan cewek. Bukannya kami ada di usia di mana kami lebih gugup untuk menyentuh satu sama lain? Kalau memang benar begitu, apa tidak apa-apa untuk memintanya melakukan itu setiap hari? Tidak, tentu saja tidak bagus. Natsukawa itu bukan tipe cewek yang menjual dirinya dengan gampangnya kayak gitu. Kalau dia tidak punya pertahanan yang kuat, aku mungkin tidak menyukainya.
"5.000 yen*, tidak apa-apa?"
(TL Note: 5.000 yen = 530.423,86 Rupiah per Juli 2023.)
"Aku tidak butuh itu."
Eh, itu gratis! ...? Yang tadi itu? Jadi kamu itu tipe cewek yang melakukan itu secara tidak sadar? Memang kayak gitulah cewek-cewek! Mungkin dia terlalu terpengaruh oleh Ashida! Dia itu cewek yang suka makan dan memikat hati cowok secara tidak sadar! Aku tidak akan keramas lagi hari ini, s*alan!
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: