Bab 56Waktu Penyembuhan ⭐↑↑
Mi kemasan gelas. Ini merupakan makanan instan yang luar biasa yang mendukung mereka yang kurang jago masak dan dapat disimpan untuk waktu yang lama. Ketika terlalu merepotkan untuk makan di luar, "Ah iya, untung saja aku punya itu!", aku jadi merasa terselamatkan.
Sungguh makanan yang revolusioner. ...Aku tidak bisa tidak memujimu. Kalau bukan karenamu, aku akan makan kornet dan SPAM* yang mahal saat ini. Iya, keduanya juga enak, sih.
(TL Note: SPAM adalah merk daging b*bi olahan yang diasinkan dan dikemas dengan kaleng asal Jepang.)
"Memang yang terbaik dari yang terbaik..."
Makanan laut keju, ya... ...Apa Ibu mencoba membunuhku saat aku sedang pilek? Mulutku memang senang, tetapi... ...apa Ibu yakin ini tidak akan berhasil melawan pilekku? Aku tidak bisa berangkat ke sekolah, bukan? Ups, hidungku jadi meler. Di mana tempat tisunya.
Saat itu sore hari di hari masuk – dan tubuhku basah kuyup karena batuk dan pilek, jadi aku izin tidak masuk sekolah dengan alasan sedang sakit pilek. Memang sudah tidak ada lagi sakit kepala. Aku memang masih mengalami sedikit demam, tetapi rasa kantukku sudah mereda.
Jenis suara terbaru yang berbunyi "Fi-i-n" terdengar dari konsol gimku saat aku mulai menyalakan itu. Saat aku melihat layar beranda yang muncul, rasa gembira yang muncul dari dalam tubuhku membuat bagian tubuhku yang lain panas. Ah, kehidupan yang bagus buat tubuhku...
Saat aku melupakan rasa bersalahku karena sedang asyik bermalas-malasan, ponsel pintarku mengeluarkan suara dentuman. Aku melihat dan mendapati pesan-pesan yang masuk dari seseorang di layar notifikasi. Siapa saja sih orang yang membuat ponsel pintarku berdentum?
[Apa kamu masih hidup, Sajocchi?]
Maafkan aku, ya, Ashida.
Apa ini sudah waktunya istirahat makan siang? Aku yakin dia mengirimiku pesan karena khawatir padaku. Tetapi bagaimana kalau aku bilang padanya apa adanya? Mungkin akan jadi cibiran kalau bilang bahwa orang yang sedang sakit sedang bermain gim sambil menyeruput mi kemasan gelas. Mari tunjukkan rasa terima kasih kita sambil pura-pura masih jadi orang sakit.
[Senang sekali rasanya masih hidup.]
Aku jadi merasa salah.
Aku tidak mendapatkan balasan kembali. Jumlah baca yang terus meningkat sebagai respons atas balasanku... –Apa, baca? Oh tidak. Ternyata ini pesan grup, ya? Bukannya ini yang dilihat teman-teman di kelas...?
[Kamu jangan tidur, kalau begitu.]
[Ia sedang bersantai saat waktu luangnya, bukan?]
[Aku baru tahu kalau Matematika sesulit itu, ya.]
Hei, hentikan, Iwata, Iihoshi-san dan Yamazaki. Jangan mengingatkanku soal matematika, nanti sakit kepalaku kambuh lagi.
Tidak usah khawatir. ...Matematika, yang tidak berbasis hafalan, itu mata pelajaran ajaib di mana bahkan orang yang tidak bisa belajar pun bisa dapat mencapai nilai tinggi. Matematika masih lebih mudah dipelajari ketimbang mata pelajaran yang mengharuskanmu membaca banyak teks.
Itu benar! Baru memikirkan itu saja sudah membuatku sakit kepala! Sekarang aku akan mengosongkan pikiranku, mengosongkan kepalaku dan melihat b*kong karakter gim di depanku! Hei, nak! Kamu punya b*kong yang bagus!
Ah, aku mesti minum pil sebelum makan siangku...
♦
'...Apa sih yang kamu pikirkan–?'
'Tetapi...'
"—Hah...!?"
Aku terbangun karena sedikit mendengar suara bising. Di layar televisi di depanku ada tulisan 'GIM BERAKHIR'. Eh, gim berakhir? Ini kan RPG, padahal ...wah, apa ini pola di mana obrolan berlangsung dengan sendirinya, pertempuran dimulai dan kamu mendapatkan pembunuhan yang tidak beralasan? Ah, aku tertidur. ...Aku duduk bagaikan biksu dan jatuh. Ups, ngiler, ngiler.
Aku melihat jam tanganku dan itu sudah menunjukkan waktu malam. Aku ingat kalau aku minum obat di sore hari, minum jus dan kembali dan melanjutkan perjalanan ke kota keempat, jadi rasanya aku sudah tertidur selama... ...empat setengah jam? Berkat hal itu, aku merasa segar sekarang.
"Baiklah, ...hmm?"
Saat aku berdiri dan merasa tidak nyaman dengan keringat yang mengucur deras di punggungku, aku mendengar suara interkom berdering. Aku belum dengar apa-apa dari luar kamar sejak saat itu, apa itu ibu yang habis keluar...? Ah baiklah, aku rasa aku mesti menjawabnya.
"...Eh?"
Aku memeriksa kamera pada interkom, ada dua orang cewek di sana. Sama sekali bukan Kakak, dan memangnya buat apa kamu tidak akan menekan interkom di rumahmu sendiri? Apa itu berarti... ...hah? Apa itu cuma ilusi? Ada seorang cewek di sisi lain layar yang tampak seperti Dewi yang penuh dengan impianku. ...Mengapa? Ada apa ini?
"A-Apa yang kalian lakukan...?"
'Ah—.'
Sungguh waktu yang sangat buruk. Aku memanggil kedua cewek yang barusan hendak berbalik dari rumahku. Suaraku pasti sampai ke mereka, karena mereka berlari ke arah kamera dan mendekatkan wajah mereka ke kamera... - Wah, wah, wah, wah! Apa-apaan ini? Astaga, apa-apaan ini? Boleh tidak aku mencium layarnya? Apa itu akan menularkan kuman pilekku!!?
....Oke, aku akan memakai masker, deh.
♦
"Selamat datang."
"Selamat datang... kepalamu!"
"Eh?"
Setelah aku membukakan pintu masuk, aku disambut dengan sebuah ponsel pintar yang dipegang di depan wajahku. Saat aku melihatnya, aku melihat riwayat pesan grup yang kacau... — A-Ada apa ini? Ada apa dengan reaksi dari semua orang yang mengejutkan ini?
"Apa maksudmu 'Senang sekali rasanya bisa hidup'? Kalau, kamu mau bercanda, bercanda saja, dan diselesaikan dengan balasan bercanda lagi."
"Iya, sebenarnya, aku agak khawatir. Kamu cuma mengetik satu kalimat itu dan lalu kamu pergi, Sajocchi. Teman-teman jadi khawatir, karena pilekmu itu berawal dari pingsan."
"Apa?"
Aku pergi untuk mengambil ponsel pintarku di kamarku dan memeriksanya. Saat aku membuka aplikasi perpesanan, ada sejumlah notifikasi yang bertahan lama di sana. Ada juga beberapa panggilan tidak terjawab. Dari yang awalnya cuma suasana, [Apa kamu bercanda?] sampai [Mana mungkin. ...Apa? Apa kamu bercanda?] berubah jadi, [Tunggu, ini tidak bagus, ini buruk, bukan?]. Tidak peduli apa yang terjadi, yang terburuk itu karena aku cuma bermain gim secara normal pada awalnya.
"[Aku ketiduran.] balasku"
[Aku akan membunuhmu.]
[Sudah tidur saja, sana. Tidak usah bangun lagi.]
[Kamu benar-benar payah dalam Matematika.]
"Wah."
"Memangnya enak!"
Banyak sekali kata-kata yang tidak boleh kalian ucapkan pada orang yang sedang sakit yang keluar. Ini mengerikan, apa boleh aku izin tidak masuk sekolah selama 2 pekan lagi? ...Bukannya sebentar lagi kita memasuki liburan musim panas...?
"Sudah tidak usah menangis... ...Untung saja Aichi tahu di mana Sajocchi tinggal. Maksudku, kok kamu bisa tahu?"
"Ti-Tidak ada alasan yang aneh, kok, aku cuma pernah bertanya pada Yamazaki-kun soal itu sebelumnya...!"
"Hah!? Kamu mencari tahu, Aichi? Mengapa!?"
"Aku ada urusan yang mesti aku selesaikan!"
Itu terakhir kalinya kamu datang ke rumahku, bukan? Kamu bertanya padaku padahal ada kemungkinan itu akan memunculkan beberapa rumor aneh? Bagaimanapun juga, dia itu seorang Dewi. Maksudku, apa Yamazaki orangnya yang dia bilang 'Aku mendengarnya dari seorang cowok yang masih ada kegiatan ekskul'?
"Eum, maafkan aku kalau aku membuat kalian khawatir... ..belum lagi kalian mungkin akan tertular."
"Ah baiklah, aku mungkin akan memanggil Sajocchi untuk merawatku nanti."
"Aku akan merawat kalian. Aku akan lakukan apa saja yang kalian mau."
"Heh..."
Iya, apa saja... ...kayak menyeka tubuhmu yang berkeringat dan mengepul– Mufufufu! S*alan... ...pikiran jahat yang menghalangi kekebalan tubuhku...! Diamlah, virus-virus pilekku! Dan, darahku yang naik! Menjauhlah dari perut bagian bawahku!
"..."
"..."
"...Eum, apa?"
Sebelum aku menyadarinya, Natsukawa dan Ashida sedang menatapku seakan-akan mereka sedang mengambil tindakan pencegahan. Apa? Kalian tidak suka dengan orang yang sedang sakit batuk, meskipun aku memakai masker? Ah, wajahku? Wajahku pasti menjijikkan? Aku perhatikan baik-baik, aku pura-pura menjijikkan, tetapi mereka bertingkah seperti biasanya. Huah.
"─Ka-Kamu mau melakukan apa saja yang aku mau...?"
"Eh?"
Eh? Natsukawa? Pertanyaan macam apa itu ? Apa kamu akan biarkan aku lakukan itu? Kalau itu Natsukawa, aku akan melakukan yang terbaik untuk mengerjakan apa saja yang kamu mau. Kalau kamu mau, aku akan membayarmu.
"Sa-Sajocchi, apa kamu masih merasa sakit?"
"Tidak, aku sudah tidak sakit lagi, kok...!? Oh, ah... ...aku cuma masih agak lelah."
"Ah, kamu tampak baik-baik saja, jangan lakukan apa pun karena itu tidak bagus buat jantungmu."
"Apa...?"
Saat aku mengira kalau aku akan disalahkan karena membuat kehebohan lagi kalau aku bilang bahwa aku sudah sembuh, Ashida yang berwajah jutek juga mengembalikan kata-kata tajam padaku. Tidak, jangan bilang sesuatu yang jutek secara mendadak. ....Apa itu penolakan maksimal. Apa menawarkan diriku untuk merawatmu hingga sembuh itu tingkat kejijikan yang mematikan? Aku tidak bangga atas apapun. Aku tidak begitu aneh untuk membuat bubur dengan ini. Nasi berbunga!
"Ah, jangan bilang sesuatu yang membuat orang salah paham!"
"Membuat orang salah paham... hmm?"
'Membuat orang salah paham'? Apa yang membuatmu salah paham soalku? Aku tidak ingat pernah bilang begitu dengan konotasi kayak gitu. ...Aku rasa kalian tidak pernah memasang tindakan pencegahan kayak gitu sebelumnya.
"Baiklah, aku benar-benar minta maaf kalau terjadi sesuatu pada kalian, dan... ...paling tidak aku akan menjenguk kalian. Aku bisa membantu mengupaskan apel atau semacamnya."
"Aku tidak butuh apel, cuma es krim Hägen karena itu enak."
"Jangan biarkan orang sakit coba-coba makan es krim."
"Wah, aku yang akan... ...bantu mengurus Airi-chan sebagai gantinya..."
"Eh, apa tidak apa-apa?"
Selain Ashida, Natsukawa tampaknya agak melunakkan sikapnya dibandingkan dengan terakhir kali dia datang ke rumahku. Iya, bukan cuma padaku, tetapi juga pada orang-orang di sekelilingku. Natsukawa-san, yang benar-benar berubah jadi cewek yang populer, dan semakin sulit untuk diajak bicara di kelas hari demi hari. Ini seperti perbedaan antara dunia di mana kami tinggal mulai tampak...
"Iya, kamu tahu, Aichi lho yang mengajakku mengunjungi rumahmu..."
"He-Hei, Kei...!"
"..."
Kyun. Seseorang tolong pukul aku sepuluh detik yang lalu. Kamu dapat melakukan itu pada titik awal. Aku benar-benar bersalah karena meragukan hati nurani Natsukawa bahkan untuk sesaat. Aku sudah tahu sejak lama kalau Natsukawa itu baik hati dan tidak sombong.
"Natsukawa... ...sudah aku duga, dia itu seorang Dewi."
"Apa sih yang kamu bicarakan, ya ampun..."
"Ah? Ah? Seperti dulu, Sajocchi masih mencintai Aichi, ya..."
"...? Ah."
Ada sesuatu yang aneh. Aku tidak menyangka kalau Ashida, yang sedang berbicara dengan teman-temannya, akan mengungkit-ungkit cerita kayak gitu. Iya, itu memang fakta yang sudah diketahui umum soal aku dan Natsukawa, dan aku tidak dapat menyangkal kalau hal itu sudah jadi seperti sebuah lelucon.
"A-A-Apa sih yang kamu bicarakan?"
"Apa?"
"Ma-Makanya..."
"Bukannya sudah terlambat untuk itu? Kamu tampak imut hari ini, Natsukawa."
Ini adalah anugerah buatku meskipun aku sudah ditolak berkali-kali. Malahan, itu jika bisa bilang "imut" pada Natsukawa tanpa rasa malu. Tidak ada yang mesti aku khawatirkan saat ini, karena dia sudah tahu kalau aku memang berpikir begitu. Lagipula, tidak ada saat-saat ketika Natsukawa tidak imut.
"A-Apa...?"
"Eh? Natsukawa?"
"Ah, maaf, maaf, itu salahku. Aku cuma mau memastikan kalau Sajocchi masih hidup, jadi aku rasa kita akan sudahi di sini. Ini ada yogurt buatmu."
"Ah, terima kasih. Apa kalian sudah mau pulang?"
"Apa, kamu tidak mau kami pulang?"
"Tidak, aku benar-benar tidak mau kalian tertular, jadi aku tidak keberatan."
Ashida, yang sangat tercengang sejenak, pulang, memeluk bahu Natsukawa sambil bilang kalimat yang kebapak-bapakan kayak, 'Aku sangat lelah dengan semua ini.' Tunggu, perasaan apa itu? Natsukawa-san, apa kamu akan menggendongnya pulang? Ayahmu tidak akan membiarkanmu melakukan itu!
Eh? Kalian bercanda, eh, hei. ...Mereka langsung pulang begitu saja...
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: