Bab 59Pisau di Udara
(TL Note: Jika kalian adalah pembaca Manga sangat disarankan mulai membaca dari Bab ini, dan anggap saja kalian cuma membaca sampai Bab 21, Alasannya apa? Karena mulai dari bab inilah alur manga tidak mengikuti alur karya orisinalnya, yaitu Web Novel.)
"─Tabata, aku dengar bimbel itu sulit, ya? Aku akan menggantikanmu, kalau begitu."
Atas usulan dari Sasaki, Tabata menjawab "I-Iya..." dan menunduk seakan-akan kecewa. Ia merasa dikalahkan oleh karakter sentral di kelas dan tanpa sengaja menganggukkan kepalanya. Dan, aku juga kesal karena Ibu Ōtsuki menatap Sasaki seakan-akan dia kagum.
"Ah, apa itu tidak apa-apa? Ibu bersyukur Sasaki-kun mau melakukannya demi kita, tetapi... ...apa Ekskul Sepak Bola-mu akan baik-baik saja?"
"Iya, kami memang tidak punya pemain tetap untuk kelas sepuluh, jadi kami akan baik-baik saja."
Buat apa permainan kertas-gunting-batu tadi...? Dalam waktu singkat, Sasaki ditugaskan untuk mewakili cowok-cowok. Sekarang cowok-cowok diwakili oleh Sasaki dan cewek-cewek diwakili oleh Natsukawa, gabungan cowok tampan dan Dewi. Aku tidak bisa menyembunyikan kekesalanku pada perilaku Sasaki yang terlalu berani ini. Ini terlalu bagus untuk jadi kenyataan, bukan?
Maksudku, ini menakutkan. Aku sudah tahu bagaimana perasaannya pada Natsukawa, jadi motifnya sudah jelas, tetapi orang lain mungkin mencapnya sebagai 'cowok tampan yang peduli pada siswa yang sibuk dan rajin belajar dan mengatasi masalahnya'. Kalau Sasaki dan Tabata ada di posisi yang berlawanan, mereka akan dicap sebagai 'tukang pamer yang mendadak terlibat'. Inilah perbedaan antara cowok yang kurang tampan dan cowok tampan.
"Wah, Sasakin benar-benar tampan!"
"Hmm, ..., kalau begitu aku akan menggantikan Natsukawa."
"Diamlah, dasar Mi Celup dingin."
"Mi Celup dingin?"
Apa itu semacam penghinaan? Menurutku itu penghinaan, saksi mata yang bercerita. Kalau itu memang tepat, aku merupakan cowok yang sudah dihina dengan kasar. Hei, hentikan, jangan lihat wajahku seperti aku habis bangun dari mimpi. Aku selalu bersikap realistis, tahu.
"Tabata, paling tidak ucapkanlah terima kasih."
"Eh..., ...Te-Terima kasih."
"Tidak, aku tidak keberatan, kok, aku sendiri yang mau, jadi tidak usah khawatir, semoga sukses dengan bimbelmu."
"I-Iya."
Waah...
Yasuda yang duduk di dekatnya, menyalahkan dan mengucilkannya karena diam saja, Tabata pun akhirnya berterima kasih pada Sasaki dengan sikap ketakutan. Menanggapi hal itu, Sasaki melemparkan senyuman sinis padanya dengan wajah yang tampak seperti sedang membunuh jamur*. Hei, aku mohon hentikan...
(TL Note: Referensi Super Mario Bros.?)
Sulit sekali untuk menggambarkan perasaan ini, sangat menjijikkan. Kesan buruk yang aku punya saat aku enggan kalah dalam pertarungan kertas-gunting-batu dengan mudahnya sirna sudah. Sebelum aku menyadarinya, yang aku rasakan cuma kesan yang menyedihkan. Apapun yang aku lakukan, aku merasa akan ada di pihak yang salah. Orang-orang yang terpojok dalam suasana semacam ini, entah mengapa, lebih cenderung ada di sekolah lanjutan.
"Aku tidak suka ini."
"Apa? Kamu tidak suka Mi Celup?"
"Tidak, aku suka Mi Celup, itu enak."
"Hmm, kamu sudah pernah makan itu."
Iya. ...Ada apa sih dengan cewek ini? Jangan gunakan makanan Kelas B*, yang menurutmu lezat, sebagai metafora untuk b*jingan bermata tiga. ...Oh, Kelas B? Apa itu yang kamu maksud?Hah? Itu merupakan metafora yang sangat bagus, bukan? Itu cuma satu kata biasa.
(TL Note: Menurut MC, yang Ashida maksud itu makanan kelas B, tetapi ternyata ada kaitannya sama kelas mereka, yaitu Kelas X-B.)
"Mohon kerja samanya, Natsukawa!"
"Iya, mohon kerja samanya, Sasaki-kun!"
Natsukawa tersenyum balik pada Sasaki. Melihat hal itu, aku merasakan sakit di hatiku. Aku tahu alasannya. Sangat menyedihkan saat anggota favorit idolamu terlibat dalam skandal. Aku rasa itu jauh lebih buruk ketimbang perasaan dikhianati dan sebagainya, itu mungkin pemikiran untuk "menjadi cowok yang bahkan tidak dia kenal" mungkin merupakan hal yang buruk. Aku tidak pernah jadi penggemar idola. Mari kita anggap saja kayak gitu.
Aku menenangkan diriku dan menutup emosiku yang bocor perlahan-lahan. Aku bisa tetap tenang melebihi yang aku kira, dan tampaknya aku bisa beralih dengan mudah, jadi aku akan anggap saja itu tidak pernah terjadi. Kalau dia itu idolaku, tetapi tidak ada gunanya mengharapkan kebahagiaan yang bahkan tidak bisa dibeli dengan uang. Lagipula, itu bukan berarti Sasaki dan Natsukawa akan jadi kayak gitu. Asalkan Natsukawa bahagia, aku juga tidak masalah dengan itu.
"Iya, mereka berdua tampak sangat serasi, bukan...?"
"Oh, itu benar."
"Eh?"
"Eh?"
Menurutku aku sudah memberikan respons yang normal, tetapi Ashida menatapku seakan-akan dia sangat terkejut. Ada apa dengan reaksi itu...? ...Paling tidak, aku juga punya perasaan normal, kamu tahu? Natsukawa dan Sasaki benar-benar tampak serasi, bukan?
"Sajocchi, ...bagaimana kamu bisa senormal itu?"
"Tidak... ...itu memang benar."
"..."
Iya, bukannya aku tidak paham mengapa Ashida memasang wajah meragukan kayak gitu. Ashida sudah melihat pendekatanku pada Natsukawa dari dekat. Bukannya aneh kalau aku tidak menunjukkan reaksi apa-apa di sini? Tidak, memang sudah lama sejak aku mulai memilah-milah perasaanku.
Kalau dipikir-pikir, saat aku masih mendekati Natsukawa, Ashida lebih merupakan tipe orang yang menyemangatiku dengan takjub dan terkagum-kagum. Pada waktu itu, dia sangat bersemangat sampai-sampai aku menganggap "agak serius" sebagai "serius". Aku dibutakan oleh berbagai macam hal... ...meskipun sampai sekarang, rasa sukaku padanya masih belum berubah.
"Karena mereka memang sangat serasi sampai-sampai kamu tidak bersuara begitu, maka aku cuma bisa setuju, bukan."
"Eummm, dasar pecundang."
"S*alan kamu."
Cewek ini... dia bilang begitu dengan santainya. Dia memang merasa jijik melihat seorang cowok yang benar-benar pecundang, tanpa bercanda... ...Bukankah harusnya kamu bisa lebih peka? Aku ini memang pecundang, aku sudah tahu itu, jadi kerusakan sudah terjadi. Sulit untuk membatasi perasaanku yang panas. Ini sama bahayanya dengan pangsit rebus yang masih panas.
"Hah... —Ah?"
Saat aku menghela napas pada kemalangan dari cowok yang tidak terlalu tampan, yaitu aku, aku merasakan tatapan yang kuat dari tengah ujung pandanganku. Aku menoleh dan melihat Sasaki menatapku dengan ekspresi kemenangan di wajahnya... Aku sudah tahu itu. Jangan mengangkat dagumu seperti sedang bilang padaku apa yang mesti aku lakukan, kamu memasang wajah yang imut.
Ini sangat terang-terangan sehingga membuatku tenang. ...Aku tidak mencoba untuk menghentikanmu, tetapi buat apa persaingan itu? Cowok tampan yang main mata dengan Mi Celup..., ...sudah dekati saja dia sesukamu. ...Mengapa kamu berusaha keras untuk memprovokasiku? Apa kamu mencoba untuk memotivasiku? Motivasi macam apa itu? ...Itu bukan urusanmu.
Sebaliknya, rasanya seperti api yang sudah padam... ...aku tidak tahu, itu harusnya membuatku kesal, ada apa...?
Ah, iya, tidak ada yang namanya cowok jahat dengan adik cewek yandere berkulit gelap. Aku tidak bisa melihat masa depan yang bagus buat mereka, jadi aku tidak akan tersinggung soal itu. Karena pasti belum terlambat untuk menikah.
Sasaki... ...hiduplah dengan kuat, oke? Aku tidak terlalu yakin soal Natsukawa, tetapi selain itu aku mendukung kalian. Berhati-hatilah untuk tidak melakukan kesalahan. ...Ah, baiklah, aku mesti melapor secara teratur. Kalau aku terlambat memberi tahu Sasaki, ia akan berada dalam bahaya dan ia akan muntah gula saat ia membual soal adiknya. Siapa itu, Yuki-cha—?
♦
"Aku sudah menunggumu, Sajou."
"Ah, maafkan aku, aku mesti masuk bimbel hari ini."
"Tunggu, tunggu, tunggu...! Kamu kan tidak ikut bimbel!"
Saat aku hendak pergi, Shinomiya-senpai menungguku di loker sepatu. Dia sudah menungguku untuk datang padanya. Apa dia setertarik itu padaku?
Aku punya firasat buruk soal ini, jadi aku berusaha untuk tampak seakan-akan sedang terburu-buru melewati kerumunan orang banyak dengan menirukan cara Tabata, tetapi dia sangat yakin dan berkata, "Kamu tidak mungkin ikut bimbel", lalu memegangi lenganku. Aku mungkin saja belajar di bimbel, tahu... ...Jangan menilai buku dari sampulnya.
"Baiklah, aku paham akan kekhawatiranmu, tetapi tunggu. Aku di sini bukan untuk merekrutmu secara paksa lagi. Jadi jangan buang-buang waktumu untuk menolakku. Nanti aku ikat kamu pakai tali, loh."
"Aku paham, aku paham! Aku tidak akan melarikan diri lagi, jadi bisa tidak kamu berhenti melakukan itu?"
Saat Ketua Komite Disiplin, Shinomiya-senpai, kayaknya dia akan berusaha membersihkan siswa-siswi nakal dengan menangkap siswa cowok secara acak. Saat aku dibawa ke ruang BK sebelumnya, Aku jadi bilang, "Eh, Apa-apaan itu?". Maksudku,... ...aku bahkan tidak bisa menggerakkan tanganku!
Aku berusaha untuk rileks dan dia melepaskan tanganku, seakan-akan dia paham. Aku menatapnya dengan rasa kesal karena dia sudah melakukan sesuatu yang membingungkan. Kalau ini terjadi, aku akan gunakan posisiku sebagai kuasa hukum untuk bersikap tegas...
"Jadi, ada apa kali ini?"
"Oh, tidak, begini, aku rasa aku akan melatih orang-orang lemah yang mudah terserang pilek di musim panas ini."
Apakah Ketua Komite Disiplin mau bertarung denganku?
Hah? Mengapa kamu memasang wajah "Bagaimana kalau kamu bilang terima kasih?" kayak gitu? Aku tidak tahu apa yang mesti bilang apa saat kamu memanggilku dengan sebutan orang lemah di depanku. Apa yang kamu maksud dengan latihan, apa kita akan melakukan semacam seni bela diri? Latihan otot? Apa kamu mau membelah perutku? Aku takut kalau perutku itu benar-benar akan dibelah.
"Ah. Apa Inatomi-senpai dalam masalah?"
"Apa?"
Apa itu tidak terlalu lucu?
Aku tidak mau ada masalah. Aku akan segera mengganti sepatuku di sini–Aduh...! Di saat-saat seperti inilah di mana aku tidak bisa memasukkan kakiku ke dalam sepatuku dengan benar. ...Aku rasa aku terlalu sering memakai sandal karena ini terlalu merepotkan...
"Sajou."
"Maaf."
Aku tidak punya pilihan lain selain meminta maaf karena dia mencengkeramku seperti Anjing Bulldog dengan punggung yang kendur. Apa ini akan langsung dilaporkan ke Ruang BK? Itu cuma pengalihan isu untuk menipunya dengan menyebutkan nama Inatomi-senpai. Aku ini orang yang lemah yang jatuh pingsan karena pilek.
"Jangan memasang tampang tidak senang begitu. ...Meskipun kamu tidak ada kaitannya dengan Komite Disiplin, aku kesulitan untuk tidur kalau adiknya Kaede dan dengan enggan, kouhai favoritnya Yuyu itu sedang sakit-sakitan."
"Tidak, bukannya aku lemah secara fisik, ..., tetapi apa yang kamu maksud dengan enggan?"
Cuma itu saja? Pada tingkat ini, aku tidak yakin apa dia punya bayangan Inatomi-senpai dalam pikirannya atau tidak. Dia sangat imut. ...Aku menyebutnya "anak kecil" meskipun dia itu senpai-ku. Apa yang akan kamu lakukan setelah lulus nanti? Apa kamu akan jadi gila karena tidak bisa bergantung pada Yuyu-paisen lagi?
Terdakwa Shinomiya tersenyum seakan-akan bilang kalau itu wajar. Aku benar-benar tidak suka cewek-cewek cantik, mengapa mereka jadi sangat marah bahkan saat mereka jadi cewek biasa? ...Aku mendapatkan tatapan dari cewek-cewek di sekitarku.
"Baiklah, anggap saja kamu sudah tertipu dan ikut saja denganku. Anggap saja ini merupakan campur tanganku, oke?"
"Hah...?"
Itu aneh, bukan? Apa aku akan dikekang lagi? Maksudku, ini terasa seperti kuncian lengan, bukan? Aku sudah tahu mengapa aku tidak suka cewek ini. Itu karena dia berada dalam kategori yang sama dengan Kakak. Aku merasa dia sama kuatnya dengan Kakak. Atau mungkin karena latihan dari Senpai ini yang meningkatkan kekuatan serangan Kakak selama beberapa tahun terakhir.
Apa yang akan aku lakukan?
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja
Baca juga dalam bahasa lain: