Bab 44Godaan Murni
Berkunjung ke rumah seorang cewek… itu bagaikan mimpi yang jadi kenyataan buat setiap cowok SMA di luar sana, dan pastinya bukan sesuatu yang sering terjadi. Namun, ini terjadi padaku, begitulah kenyataannya. Itu membuatku berpikir kalau mungkin selama ini aku ada di surga.
Aku senang ada di tempatku saat ini, tetapi itu karena aku belum sadar betapa melelahkannya bermain dengan anak kecil.
"─Majuー! Sajoー!"
"Huah… huah…"
"Kuda! Lebih cepat!"
"Yi-Yihihihi…"
Kehabisan napas, aku bahkan tidak bisa memberikan jawaban yang tepat. Namun, cewek berusia 5 tahun yang duduk di punggungku, saat aku merangkak, mengangkat lengannya dan menepuk punggungku dengan penuh semangat. Karena kami ada di kamar anak kecil, jadi ukurannya tidak terlalu besar. Namun, berlarian berputar-putar seperti yang sudah aku lakukan selama ini, rasanya seperti baru saja selesai berkeliling dunia.
"He-Hei, apa kamu tidak apa-apa…?"
"Ti-Tidak apa-apa…"
"Kamu tidak perlu memaksakan dirimu begitu…"
"Yi-Yihihihi…"
Awalnya, aku senang dia sangat ramah padaku. Makanya aku mau dia mengandalkanku, sambil meminta nasihat Natsukawa, dan berusaha yang terbaik untuk menanggapi permintaannya dengan seluruh kekuatanku meskipun itu cuma permintaan kecil, aku rasa dia akhirnya akan lelah bermain denganku, tetapi…
"Sajoー!!"
"Hmm? Ah, kamu tidak boleh lari-larian begitu, itu bahaya…"
Suasana hati anak kecil memang sangat tidak stabil. Cuma dengan iseng saja, mereka akan menyerangmu. Pada awalnya, aku cuma bercanda dengan 'Ah, kamu sangat kuat', tetapi dengan bilang begitu, dia menganggap kalau bersikap kasar seperti melompat ke arahku itu tidak apa-apa.
"A-Aku menyerah…"
"Kyahahaha!"
Kudanya jatuh ke lantai. Mungkin adik tersayang Natsukawa merasa seperti turun menggunakan lift dan menganggap ini menyenangkan, dia tertawa terbahak-bahak. Ada yang bilang kalau anak kecil punya daya tahan yang tidak terbatas, tetapi aku merasa kayak aku yang menggunakan semua staminaku.
"Maaf… apa kamu memang selalu bermain-main sekeras ini…?"
"Tidak, biasanya paling kami cuma main rumah-rumahan…"
"Eum, hei, Airi-san?"
"Apaaa?"
"Mengapaaa?"
"Menjijikkan!"
"Natsukawa-san…"
"Bu-Bukan aku yang mengajarinya begitu!"
Untuk pertama kalinya, seorang cewek muda menyebutku menjijikkan.
Itu jauh lebih menyakitkan ketimbang mendengarnya dari cewek seusiaku mana pun… Itu sungguh mengejutkan. Jadi, diberi tahu begitu oleh cewek polos sepertinya, memang sesulit ini, ya? Ini memang pertama kalinya aku merasa putus asa sampai seburuk ini.
"Aku lelahー."
"Akulah yang lelah, kamu tahu."
"Tidaaakー!"
"Ayolah…"
"Ayolaaahー!"
Eukk… Dia sendiri benar-benar menikmatinya. Ah, hei, jangan jambak rambutku! Aahh, jangan jongkok di punggungku, aduuuuh, Auuh, tempat itu, bagus, teruskan…!
"Hei, kamu benar-benar tidak perlu memaksa..."
"Aku rasa itu bukan masalah sekarang…"
"Ahh, astaga…"
Airi-chan melepaskan rambutku, tetapi dia masih menunggangi punggungku. Aku dapat merasakan tubuhnya menempel padaku, mungkin dia sedang meniruku. Dari sudut pandang orang luar, jarak semacam ini mungkin beda total.
Aku memang melihat Natsukawa panik sambil bilang sesuatu, tetapi aku benar-benar tidak peduli dengan itu saat ini… Kalian paham, bukan? Perasaan tiba-tiba berolahraga setelah berbulan-bulan tidak melakukan apa-apa.
Tiba-tiba, punggungku terasa lebih enteng. Tampaknya Natsukawa menjemput Airi-chan. Aku tidak akan pernah membayangkan aku dapat berbaring di lantai rumah seorang cewek.
"Astaga."
"Aah."
Adik tersayangnya diangkat dari punggungku dan akhirnya digendong oleh Natsukawa. Dibandingkan dengan sikap energiknya dari sebelumnya, dia sekarang benar-benar tenang, dan cuma menatapku dengan ekspresi santai.
Iya, iya, dia pasti beranggapan kalau dia tidak melakukan kesalahan… bukan?
Aku mengatur napasku, sambil tetap berbaring di lantai, aku melihat ke samping dan mengamati kedua bersaudari itu.
"..."
"A-Ada apa?"
"…Tidak ada apa-apa, cuma adem saja melihatmu dengan ekspresi begitu."
"Mmm…! Ja-Jangan lihat!"
Karena aku tidak sering berhubungan dengan keluarganya Natsukawa, aku selalu merasa dia itu anak tunggal. Makanya, melihat Natsukawa membuat wajah kayak seorang kakak begitu, aku tidak bisa tidak mengaguminya... dan di saat yang sama, aku merasakan sesuatu yang baru sudah terbangun dalam diriku.
"─Apa kamu sudah puas sekarang?"
"Eh?"
"Kamu sedang mengkhawatirkan sesuatu, bukan? Aku bisa tahu dengan jelas, kamu tahu."
"Ah…"
Pada akhirnya, aku tidak bisa mendengar kata-katanya yang sebenarnya yang keluar dari mulutnya, tetapi itu mungkin sejalan dengan apa yang dibilang Ashida.
Iya, selama Natsukawa merasa lebih baikan, itulah yang terpenting…
"…Ma-Masih belum."
"Ehh…"
Belum? Aku merasa kayaknya aku sudah menghabiskan sebagian besar staminaku... Jadi, meski sudah mengenalkan aku pada Airi-chan, dia masih belum merasa lebih baikan? Aku cukup yakin Airi-chan akan mengingatku meskipun setelah hari ini.
"─Ma-Masih belum. Masih ada beberapa hal yang mau aku tanyakan padamu…"
"…Hah? Sesuatu yang mau kamu tanyakan padaku?"
Hah? Ada sesuatu yang mau dia tanyakan? Bukannya tujuan hari ini cuma agar Airi-chan mengingatku? Jadi, bukan cuma itu?
"Hmm, misalnya?"
"…"
Sambil memeluk Airi-chan dari belakang, Natsukawa mulai berpikir. Airi-chan sendiri menatap Natsukawa dengan ekspresi 'Kakak tidak akan melepaskannya?'.
Dia benar-benar energik, ya? Meskipun dia bilang kalau dia sudah lelah belum lama ini. Iya, memang benar dia hampir tidak menggunakan staminanya, sih.
Setelah menunggu sebentar, Natsukawa tampaknya sudah mengambil keputusan, dan melontarkan pertanyaan pertama padaku.
"─Ka-Kalau siang! Ke mana biasanya kamu pergi istirahat makan siang?!"
"Ehhh…? Hmm, aku makan di bangku di halaman, atau kalau sekiranya ada bangku kosong di kantin, aku akan makan di sana."
"De-Dengan siapa?!"
"SNIFF*…Sendiri."
(TL Note: Efek suara mengendus.)
Saat aku membalas dengan suara mendengus dengan tangisan palsu, Natsukawa bergumam 'Jadi begitu, ya...' dengan suara yang sangat rendah.
Mungkin dia tidak dengar soal ini dari Ashida...? Aku yakin Ashida memberi tahunya…
Tepat saat aku penasaran mengapa Natsukawa mendadak menanyakan itu padaku, dia memberiku ekspresi 'Masih ada lagi, persiapkan dirimu!' ...Baiklah, teruskan!
"Me-Mengapa kamu makan sendiri? Kamu bisa makan bersama dengan orang lain, bukan?"
"Hmm…? Oh, itu memang benar."
Ini mungkin terdengar seperti topik yang rumit, tetapi tidak ada alasan yang menyedihkan untuk itu. Mengapa juga aku mulai makan sendiri…? Belum tentu karena aku tidak punya teman. Iya, awalnya... Aku cuma mau menjauhkan diri dari Natsukawa, memikirkan banyak hal, sendirian. Aku pada dasarnya sedang mencari-cari ilham untuk menemukan diriku sendiri. Bahkan saat ini, aku makan siang sendiri. Sebelumnya, aku selalu (dengan paksa) makan bersama dengan Natsukawa. Makan bersama dengan seseorang sekarang bagaimana pun juga itu mungkin berlebihan untuk diminta.
"Kamu tahu, saat Aizawa balikan dengan mantan pacarnya, entah mengapa aku berakhir kayak gitu. Ah, tetapi, hari ini aku makan siang bersama orang-orang dari Komite Disiplin. Aku makan bersama Shinomiya-senpai, Inatomi-senpai, dan… hmm, satu lagi siapa namanya ya…"
"Eh…? Shi-Shinomiya-senpai? Kalian makan bersama?"
"Ah, hmm, iya?"
Dia menatapku tidak percaya.
Tunggu, dia melihatku dipanggil oleh Shinomiya-senpai, bukan...? Dan juga, apa ada yang aneh soal itu…? Mung-Mungkin, dia berpikir, 'Seseorang yang biasa saja sepertimu tidak ada hubungannya dengan mereka', atau semacamnya?!
"Me-Mengapa? Hubungan macam apa yang kalian berdua punya?"
"Eh? Kami cuma kebetulan bertemu di kantin─Hmm? Hubungan? Hubunganku dengannya itu, hmm… ...Aku yakin kami cuma sekadar senpai dan kouhai. Ah, dia juga temannya Kakak."
"Be-Begitu, ya…"
"Iya…"
"..."
"..."
Ha-Halo? Ada apa dengan suasana canggung ini? Mengapa kamu tiba-tiba diam saja, Natsukawa-san! Pertanyaan! Pertanyaan berikutnya, silahkan! Aku tidak punya jiwa yang kuat untuk menghadapi keheningan ini!
Selagi aku memikirkan soal apa yang mesti aku lakukan, Natsukawa mendongak dengan ekspresi seperti dia mau bilang sesuatu. Tepat saat dia membuka mulutnya, aku fokus pada indra pendengaranku.
"Ba-Bagaimana dengan kami…?"
"Eh...?"
"Apa kamu tidak bisa... makan bersama kami, seperti 'sebelumnya'?"
"Itu, seperti yang aku bilang sebelumnya─ ─lya, kamu tahulah."
Aku merasa seperti aku sudah bilang ini sebelumnya saat dia berkunjung ke rumahku, tetapi─ ─Aku menyerah untuk berusaha melanjutkan ini. Kata-kata yang aku ucapkan saat itu… cukup sering diucapkan dalam artian romantis. Tetapi, menurutku bukan ini yang mau didengar Natsukawa.
Ini bukan soal cowok dan cewek dalam artian 'romantis', atau dalam artian 'pertemanan'. Maksudnya kita──kita itu 'kelompok'. Termasuk Ashida, Natsukawa mungkin mau menanyakan, 'Bukannya kita itu satu kelompok, yang selalu bersama, mengobrol dan bersenang-senang?'.
Paling tidak, aku termasuk dalam kelompoknya. Iya, aku sangat senang mendapati cewek cantik kayak Natsukawa ada di kelompokku, dan cewek yang energik dan cerewet kayak Ashida juga lumayan. Tetapi dari sudut pandang cowok, mungkin sulit untuk sepenuhnya menghilangkan aspek romansa itu. Aku yakin kalau bersama mereka akan menjamin kehidupan SMA yang menyenangkan dan seru. Paling tidak, aku, yang sudah 'memutuskan semuanya', sejak aku menyerah dan berhenti berharap pada apa saja, itu pasti dapat dilakukan. Menurutku begitu. Mungkin. Mungkin. Pasti. Mungkin tidak.
Saat aku menjaga jarak, sesuatu berubah. Nyatanya, dengan kehilangan pengganggu bernama 'Sajou Wataru', Natsukawa mendapatkan teman-teman baru. Begitu aku bersamanya, orang lain akan menjauh. Dengan adanya aku di dekatnya, ada kemungkinan dia tidak bisa menghabiskan masa muda yang pantas dia dapatkan.
Dengan pemikiran itu, meskipun sangat sulit buatku untuk menerima hal ini, mungkin tidak buruk juga untuk mendukung perasaan Sasaki pada Natsukawa saja. Lagipula cowok itu cukup tampan.
Iya, meskipun aku tidak suka itu, sih.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/