Bab 35Hari yang Buruk (Masalah dengan Cewek-Cewek)
'Kakak yang baik'. Aku tidak punya Kakak yang kayak gitu. Meskipun begitu, mengapa kami berakhir jadi kayak gini hari ini? Bukannya karena kami saling melampiaskan rasa frustrasi kami yang tidak beralasan satu sama lain, saling mencela, tidak menahan diri sama sekali kayak yang selalu kami lakukan? Bukannya ini yang kita sebut sebagai 'keluarga'?
"Sang Ratu yang akan mengirimiku tugas tanpa satupun kata terima kasih, yang akan berbaring di sofa ruang tamu seakan-akan Kakak sendiri yang punya tempat itu, yang akan mengeluh sambil memainkan ponselnya sambil mengisi pipinya dengan bakpao daging─ Kakak, orang yang kayak begitu, bukan? Kalau Kakak berhenti melakukan itu, maka Kakak bukan kakakku lagi."
"Euh… ...Ka-Kamu…"
Aku memang bukan seorang 'M'. Makanya, aku tidak merasa mau dipukuli sepanjang waktu, atau diperlakukan kayak seorang pesuruh tanpa alasan. Kalau Kakak masih tetap kayak 'Kakak' yang biasanya aku punya, dengan begitu Kakak akan jadi mendingan, tidak apa-apa, deh. Tetapi, rasa frustrasi yang menumpuk di dada Kakak, itu merupakan sesuatu yang mau bagaimana lagi, bukan? Masuk akal kalau Kakak mencoba menahan diri saat ada di suatu tempat di luar sana, tetapi di rumah, dalam ruang lingkup keluarga, aku tidak mau Kakak menahan diri juga. Aku tidak mengharapkan hal itu.
"─Paling tidak, aku lebih suka Kakak yang kayak gitu."
"Apa…?"
"Makanya, sesuatu kayak sikap lembut cuma gangguan saja, jadi aku mohon lepaskan aku dari hal itu."
Tolonglah, aku mohon pada Kakak.
Ini memang memalukan. Aku bilang begitu. Yang benar saja, deh, lelucon macam apa ini?! Pada akhirnya, pada dasarnya aku bilang padanya, 'Aku mohon tetaplah jadi kayak Kakak yang sekarang ini'. Yang benar saja, deh, Yūki-senpai, rasa sebal ini, aku tidak akan pernah melupakan ini, sungguh.
Aku tidak akan pernah membicarakan hal yang serius kayak gini di depan Kakak lagi.
"…"
"…Ada apa?"
"…Tidak ada apa-apa, kok, suer deh."
Kakak kayaknya mau bilang sesuatu.
Aku menatapnya dengan tatapan 'Kakak ada masalah, ya?', tetapi dia malah balas menatapku dengan wajah datar. Aku tahu apa yang Kakak pikirkan, 'Anak ini, aku tidak percaya kalau ia dapat bilang sesuatu kayak gini.', bukan?
Aku dapat bilang kalau ekspresiku pasti menjijikkan. Tetapi, aku juga tidak suka kenyataan bahwa Kakak cuma menatapku dengan wajah datar tanpa bilang apa-apa.
Jadi, aku menatap punggungnya dan Kakak akhirnya membuka mulutnya.
"Apa kamu benar-benar yakin soal ini? Ini mungkin kesempatan terakhir buat Kakak untuk bersikap baik padamu, loh?"
"Hei, mengapa ini jadi kesempatan terakhir? Aku mohon, berbaik hatilah padaku."
"Hah? Kamu ini, sebenarnya kamu mau yang mana, sih?"
Ini bukan soal yang aku pikirkan itu, bukan? Mengapa Kakak sangat penuh dengan motivasi buat merundungku? Benar saja, deh, Kakak memang sangat menakutkan.
Jangan-jangan, apa Kakak cuma punya 0 atau 100? Aku tahu kalau Kakak tidak suka ide ini tetapi, Kakak dapat membelikanku bakpao tanpa alasan tertentu, loh? Dan, kalau Kakak tidak keberatan, Kakak juga dapat berbagi sebagian dari es krim Häagen itu denganku─
"Hah?"
"Jangan cuma bilang 'Hah?' saja begitu padaku. Berapa kali lagi aku mesti bilang begini sebelum Kakak merasa puas?"
"Tidak, bukan itu. Di belakangmu, ada orang di belakangmu."
"Hmm? Di belakangku? Apa yang Kakak tiba-tiba bicarakan–?"
Aku berbalik arah. Mendekatiku dari pintu itu ada seorang cewek, ditemani dengan cewek lain dari Ekskul Bola Voli yang berusaha mati-matian buat menghentikan si cewek sebelumnya itu.
Hmm? Hmm? Ini aneh… ...Apa ini cuma halusinasi? Mengapa teman sekelas dan cewek yang aku cintai ada di tempat ini? Dan, mengapa dia tampak sangat marah?
"Natsuka─"
"Bisa-bisanya kamu bilang begitu sama kakakmu sendiri!!!"
"Eugh?!"
Eh, tunggu, kerahku… ...Eh?! Me-Mengapa sih?! Mengapa sih Natsukawa sampai semarah ini!? Sebaliknya, mengapa dia ada di sini?!! Kakak? Hmm? Apa maksudmu… ...Jangan bilang kalau mereka dengar semua yang barusan kami bicarakan?!
"Eh…?"
"Apa kamu ini bodoh?! Bilang sesuatu kayak 'Dasar Kakak s*alan', itu cuma akan membuat kakakmu sedih, loh! Cepatlah minta maaf sana!!"
"Tunggu, Aichi, hentikan! Sajocchi jadi terdiam begitu…! Ia jadi benar-benar tidak bergerak!"
Natsukawa membentakku, lalu Ashida datang menyelamatkan. Saat ini aku paham, dia masih mengenakan seragam Ekskul Bola Voli-nya. Dengan pelindung dan segala sesuatu semacamnya, apa kamu ini semacam polisi anti huru-hara cewek yang bertugas buat menekan para demonstran? Tetapi, wah, kakimu yang mempesona yang diterangi oleh sang surya terbenam benar-benar cuma pemandangan buat dilihat saja… ...Hebat juga anggota Ekskul Bola Voli ini.
"H-Hmm… ...Ashida…?"
"Maaf! Kami benar-benar minta maaf! Tetapi, tidak usah khawatir! Kami cuma mendengar bagian paling terakhir!!"
"…"
Apa yang akan terjadi mulai sekarang? Apa yang mesti aku lakukan…? Dan juga, mereka mendengar kami?
Dengan Natsukawa yang memegang kerahku, aku berdiri dengan diam.
Akhirnya, dia melepaskannya. Meskipun begitu, Natsukawa masih mesti ditahan oleh Ashida.
Dia membuatku takut melebihi Kakak saat ini, apa ini? Sama dengan kejadian tadi siang, tetapi sebenarnya apa yang aku lakukan padanya? Apa dia membalasku lagi atas apa yang aku lakukan baru-baru ini... Maksudku, sampai saat ini padanya? Kalau memang benar begitu, maka aku akan dengan senang hati menerimanya.
Saat aku dibiarkan bingung, aku melihat ke belakang, mataku bertemu dengan mata Kakak. Kakak tidak sedih sama sekali. Sebaliknya, sama kayak aku, Kakak terdiam karena kemunculan mendadak dari Natsukawa dan Ashida. Kakak terus melihat di antara mereka berdua, matanya terbuka lebar.
Setelah itu, dia memberiku tatapan yang lelah.
"…Kamu…"
"Aku mohon, tidak usah bilang apa-apa."
Aku mohon dengan sungguh-sungguh. Kalaupun aku mau ngomong dengan sedikit membuka mulut, saat ini aku juga tidak dapat mengeluarkan suara yang jantan. Dengan pengaturan waktu macam ini, aku tidak berani bicara terus terang pada Natsukawa kayak caraku bicara dengan Kakak tadi. Bagaimana aku bilangnya ya… entah mengapa, aku, pun tidak peduli lagi.
"Hei, kamu, apa kamu mendengarkan?! Ini bukanlah sikap yang harusnya kamu punya pada seseorang yang lebih tua darimu! Kalau kamu kayak gini dan jadi contoh yang buruk buat Airi dengan cara apapun, aku tidak akan pernah memaafkanmu, oke?!"
"Ha-Hah…?"
"Ah, tunggu, Sajocchi…! Ada alasan yang bagus buat ini! Aku serius! Jadi, bisakah kamu ikut dengan kami sebentar?! Anggap saja itu sama dengan membantuku!"
"O-Oke…"
Aku memang tidak terlalu paham, sih, tetapi Ashida tampak putus asa, jadi mari kita ikuti mereka sekarang. Maksudku, aku dapat melihat Dewi Natsukawa yang ditahan oleh tubuh muda Ashida, jadi mengapa tidak?
"Wataru."
"…"
Aku dipanggil oleh Kakak. Apa Kakak mau menghentikanku?
Dengan munculnya Natsukawa dan Ashida, tidak dapat dipungkiri kalau suasananya jadi samar buat semua orang. Iya, memang tidak apa-apa. Tetapi, aku harap Kakak tidak dalam suasana hati yang buruk kayak Kakak yang biasanya… ...Kakak tidak marah? Bukan?
"Kakak... ...Kamu yang biasanya bertindak kayak seorang pesuruh, Kakak lebih suka kamu yang kayak gitu."
"...Sungguh… ...pertahankan itu secukupnya. Aku mohon."
Memang Kakak ini. Apa Kakak tidak menyadari kata-kata keterlaluan yang barusan Kakak ucapkan? Dan aku yang dapat mentolerir hal ini, kayak aku, bukan?
Jadi? Lagipula Kakak tidak marah, bukan? Baguslah kalau begitu… ...Kakak tidak akan meminta beberapa es krim Häagen setelah ini, bukan? Hei, Daku, mengapa dikau jadi takut sekarang?
Kami akan saling bertemu lagi di rumah. Makanya, aku tidak mendapati kebutuhan buat menanyai Kakak lebih jauh dari ini. Begitu aku sampai di rumah, Kakak mungkin akan berguling-guling di sofa lagi dengan pakaiannya yang biasanya. Dan kemudian, saat aku bilang 'Memangnya Kakak sedang dalam perjalanan', Kakak akan jawab, 'Berisik, ah.' dan menendangku kayak biasanya. Hubungan yang 'setengah matang' dan berantakan inilah yang menggambarkan aku dan Kakak.
Pada akhirnya, aku tidak yakin apa masalah sebenarnya dan apa masalah itu sudah selesai atau belum.
♦
Buat siswa-siswi yang baru saja kembali dari sekolah, hari ini sudah cukup larut sore.
Sekarang, entah mengapa, aku mendapati diriku berada di sebuah restoran keluarga bersama Natsukawa dan Ashida. Karena waktu sudah larut sore, aku mengirim pesan pada Ibu, bilang kalau aku tidak perlu makan malam, tetapi aku mendapat pesan balik, 'Boleh saja, asal jangan sampai ketangkap polisi', itu merupakan kata-kata yang baik dari Ibu yang secara praktis bilang kalau kejahatan apa saja tidak apa-apa asalkan aku tidak tertangkap. Ibu...
(TL Note: Ibunya pasrah sama kelakuan anaknya, wkwk.)
Kami tiba di sebuah meja makan, dan selesai memesan makanan. Saat kami menerima air minum buat kami bertiga, Ashida memasang postur tubuh kayak orang yang siap buat ngobrol. Karena dia bergegas mengenakan seragam normalnya, aku dapat melihat kerutan di sekujur tubuhnya. Bukan cuma Natsukawa, bahkan Ashida saja juga tampak agak kesal... ...Menakutkan...
"Sebagai permulaan, maaf karena kami mendengarkan obrolan antara kamu dan kakakmu. Kami tadi mencarimu... ...kami melihatmu sedang naik ke atap, jadi tanpa pikir panjang..."
"Ah, begitu ya. Okelah, tidak apa-apa."
"I-Iya... ...Maaf."
Aku ingat dengan samar-samar kalau aku sempat bilang beberapa hal yang memalukan, tetapi... ...itu cuma berkaitan dengan aku dan Kakak, jadi tidak ada alasan buat bicarakan hal itu di sini, bukan?
Aku mencoba menyembunyikan rasa maluku dengan nada santai, tetapi lalu seakan-akan merapikan pakaiannya, Ashida mendekatkan wajahku dengan wajahnya, membisikkan sesuatu padaku.
"Hei... ...Jadi, ini soal Aichi hari ini... ...Bukannya dia itu agak terlalu gila, iya kan?"
"Iya, tentu saja."
Ashida pasti mendengar nuansa 'Dia imut banget' dalam suaraku, karena dia menatapku dengan tatapan kosong.
Memang hebat ya Ashida ini, orang yang selalu ada di sekitarku dan Natsukawa. Kemampuan menebaknya memang ada di tingkat yang lain.
Adapun Natsukawa yang dimaksud, dia menyilangkan lengannya, wajahnya menatap ke arah lain dengan suasana hati yang jelas-jelas manja, duduk di samping Ashida.
Dia bahkan cemberut, apa yang sedang terjadi? Iya, dia memang imut kayak biasanya!
"Kamu sangat beruntung, bukan, Sajocchi. Membuat dua cewek menemanimu sampai selarut ini, hmm?"
"Ah, iya..."
Setelah dia ngomong begitu barusan, barulah aku menyadari situasi macam apa ini. Aku sedang makan malam bersama dua teman sekelasku (cewek pula). Ada apa sebenarnya? Aku benar-benar tidak tahu alasan mengapa aku ditarik ke sini...
Natsukawa masih melihat ke luar jendela. Ashida melihat itu, jadi kesal, dan menepuk dengkul Natsukawa.
"Hei, Aichi! Aku yang akan bilang padanya nih!"
"...La-Lakukan sesuka hatimu!"
"Sebenarnya aku maunya kamu yang bilang padanya! Tetapi, kalau aku membiarkanmu begitu saja, kamu tidak akan dapat bilang padanya sampai kapanpun, jadi Aichi, aku akan bilang padanya mewakilimu!"
"Euh..."
Mustahil, mengapa mereka berdua saling bertengkar? Apa? Apa ini pertengkaran? Seriusan?
Sangat jarang aku mendapati Ashida dan Natsukawa saling bermusuhan. Dari sudut pandangku, tampaknya mereka saling berusaha rebutan aku dari yang lain... ...atau bukan. Permisi, pelayan yang terhormat? Mengapa kamu menatapku kayak gitu? Biasanya dua orang di depanku yang mestinya kamu tatap, bukan? Hei, aku mohon hentikan...
Author Note:
Pelayan: "Eh... ...ada apa dengan ketiga pelanggan ini... Iyuh..."
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
• Bahasa Inggris / English
Baca juga: