Bab 28Konflik Sang Dewi
Teman-teman sekelasku sedang ada di rumahku. Airi senang karena tiba-tiba suasananya jadi hidup, dan saat dia dipeluk masing-masing dari mereka, dia tiba-tiba tersenyum. Melihat adikku merasa kayak gitu membuatku tersenyum juga. Dan aku rasa bagus buat biarkan mereka datang.
"Airi-chan, aku Takaaki. Ta-ka-a-ki."
"Takaki–!"
"Ahaha! Dia bilang kamu itu Takaki! Hei, Takaki-kun~!"
"Yang benar itu, Takaaki!"
Teman-teman berusaha menggendong Airi dan membuatnya mengingat nama mereka.
Karena mereka itu jarang bertemu... ...mereka akan sangat senang kalau kebetulan bertemu dengannya di luar dan mengetahui kalau dia masih mengingat nama mereka.
"Sangat imut~, aku bawa pulang, boleh tidak, ya!?"
"Hah? Ti-Tidak boleh!"
"Kalau bawa pulang Aichi boleh, tidak?!"
"Apa yang kamu bicarakan sih, Kei…!?"
Kei mendekatiku sambil memutar tubuhnya dan aku mencoba menghentikannya dengan kedua tanganku. Aku menekan pipinya saat dia mencoba mendekatiku. Mulutnya menjulur sedikit dan wajahnya yang imut tampak kayak gurita. Melihat hal itu, aku tidak dapat menahan tawa sedikitpun.
"Ta-ka-a-ki!"
"Ta-Ta-Takaaki!"
"Iya! Takaaki!"
"Takaaki!"
"Ah! Akhirnya, dia dapat mengingat semuanya!"
"Wah wah!"
Pada akhirnya Airi mengingat nama semua orang termasuk nama Sakaki-kun. Dia dipuji dan dielus-elus oleh semua orang. Sambil melihat ke tempat di mana dia senang, Airi melihat wajah Okamoto-san yang berhubungan baik dengan Shirai-san, dan tersenyum.
Ah, begitu… ...aku yakin dia sudah lupa namanya.
"…Fiuh?"
"Airi, sini yuk."
"…"
Saat aku memanggil namanya, Airi berlari ke arahku. Aku memegangnya dan mengelus kepalanya. Setelah itu, dia menyipit seakan-akan merasa nyaman.
Iya, dia itu imut. Anak ini, aku akan melindunginya apapun yang terjadi.
"Hei, hei, kita semua menyebut nama kita sekaligus, jadi tentu saja Airi-chan jadi bingung!"
"Mari kita hentikan saat iniー."
"Wajah yang cemas itu juga imut..."
"Hei!"
Aku rasa, dia sudah tidak ingat lagi… ...Bahkan tidak termasuk Kei, ada empat orang. Maksudku, diriku sendiri saja, saat begitu banyak orang tiba-tiba memberi tahunya nama mereka, dia tidak dapat langsung mengingat semuanya. Saat Kei dan aku bertemu, pada waktu itu, aku diajak ngobrol oleh sekelompok cewek yang ikut Ekskul Bola Voli, tetapi dia dapat langsung mengingat namanya karena dia itu orang pertama yang memberi tahunya nama mereka. Itu juga sama saat dia pertama kali datang ke rumahku… ...Kei mungkin ahli dalam hal semacam itu.
"Kamu sudah banyak mengingat. Kamu sudah berusaha yang terbaik, Airi."
"Iya…!"
"Uhrha…"
Okamoto-san tepar saat melihat Airi tertawa. Dia memang menangis sambil bilang, 'Airi itu cewek yang baik.' atau 'Kamu sudah melakukan yang terbaik'. Tetapi dia ditertawakan dengan pahit oleh Shirai-san. Sebenarnya aku juga punya pengalaman yang sama saat aku melihat senyuman Airi yang tampak bagaikan bidadari.
"…Ah…"
Beban di lenganku jadi bertambah, Kei melihat Airi sambil mengeluarkan suara pelan.
Ah, kamu ngantuk, ya? …Iya, kamu memang sudah banyak bermain hari ini jadi Kakak bisa paham kalau kamu lelah lebih awal ketimbang biasanya.
Aku meletakkan Airi di tempat yang aman dan menutup kunjungan ini. Setelah itu aku pergi ke pintu depan bersama semuanya dan mengantar mereka ke luar.
"Terima kasih buat hari ini, Natsukawa."
"Airi-chan itu jauh lebih imut ketimbang di foto!"
"Fufufu, benar begitu bukan?"
"Aichi juga imut!"
"Aku sudah bosan mendengar hal itu."
Semua orang memberikan kesan mereka. Sudah jelas, mereka mau tidak mau menyayangi Airi setelah melihatnya secara langsung.
Kalau ada seseorang yang mencoba menahan perasaannya saat melihat Airi, orang itu pasti bodoh...
Iya, aku akan terus melihat wajah tidur Airi...!
"Ah, tetapi mungkin akan sulit mengajak orang lain lagi datang ke rumahmu buat sementara waktu."
"...Hah?"
"Maksudku, kita sudah memenuhi isi otaknya cuma dengan mengingat nama kita."
"Buat saat ini, sudah ada empat orangー. Iya, meskipun Natsukawa-san bilang tidak apa-apa buat datang ke rumahnya, Airi-chan mungkin tidak akan mampu menanganinya."
Itu memang benar… ...Maksudku Shirai-san saja sampai berusaha keras untuk membuat Airi mengingat namanya setelah dia pertama kali memperkenalkan dirinya. Kalau aku mengajak orang lain ke rumahku lagi dengan cara ini juga, kepala Airi nanti dapat meledak. Kayaknya semua orang memikirkan Airi dengan baik…
"…Teri–"
"Hmm…?"
"…Terima kasih…"
"A~~! Aichi~!!"
"Kiyaa… He-Hei!"
Kapan ya, terakhir kalinya aku dapat bilang terima kasih pada orang-orang yang bukan anggota keluarga kayak gini…?
Sambil merasa malu, aku berhasil bilang begitu, namun Kei dengan senyuman lebar memelukku dari depan.
"Imut…! Aichi, kamu sangat imut…!"
"Ke-Kei…?!"
"…Wah…"
"Hei, jangan! Sasaki-kun, jangan lihat! Jangan lihat apa-apa!"
"Apa yang kamu maksud dengan apa-apa?!"
Okamoto-san dan yang lainnya berusaha menutup mata Sasaki-kun saat aku hendak melepaskan diriku dari Kei. Tampaknya, kalau dilihat dari samping, kami tampak agak 'aneh'. Mengetahui hal itu, aku melepaskan diriku secara paksa dari Kei.
"He-Hei...! Apa-apaan sih yang tiba-tiba kamu lakukan itu!?"
"Aku, maafkan aku… aku sudah tidak dapat mengendalikan itu lagi…"
"Apanya?!"
"Li-Libidoku."
"Apaan itu…?"
Aku memang berterima kasih, tetapi itu bukan berarti kamu boleh melakukan apa saja padaku! Yang benar saja... Ke-Ke arah mana kamu coba taruh wajahmu barusan!?
Saat aku sedang bicara di pintu depan, langit sudah berwarna merah. Saat itulah awal musim panas. Jadi, berdasarkan posisi sang surya... ...tampaknya sudah waktu yang tepat buat pulang.
"Airi suka lingkungan yang suasananya jadi hidup. Mungkin Airi mau bertemu teman-teman lagi, jadi sampai saat itu tiba."
"Iya...! Aku dapat menengoknya lagi!"
"Jadi, ini tandanya, kami sudah dipesan buat lain kali, bukan?"
"Hah?"
Teman-teman memang membicarakan Airi. Tetapi itu bukanlah hal yang buruk… ...Aku pun, yang mudah marah, dapat melihat pemandangan dengan perasaan yang halus.
Namun, perasaanku terhempas dalam sekejap oleh Airi yang tiba-tiba bangun.
"─Mmm~ …Takaaki…"
"!"
"Hah...? Airi-chan?"
Airi, yang keluar lewat pintu yang terbuka, berpegangan pada kaki Sasaki, yang hendak pulang. Kayak seorang adik cewek yang sangat menyayangi abangnya…
"Ahaha... ...Ngomong-ngomong, Sasaki-kun, kamu itu seorang abang sungguhan, bukan?"
"Apa adikmu tidak akan cemburu kalau dia melihat ini?"
"Yuki juga akan bersenang-senang…"
"Ah! Kamu itu yang terburuk! Kamu mestinya bilang, 'Dia masih imut bahkan saat ini'! Aku jadi merasa kasihan sama adikmu!"
Sasaki-kun dengan lembut mengelus kepala Airi seakan-akan ia itu abangnya. Airi menerimanya dengan wajah yang merasa senang dan hendak tidur seakan-akan begitu.
"…Hei, Airi."
"Hmm...? Kakak...?"
Saat aku memanggil Airi, dia berjalan ke arahku dengan wajah mengantuk. Aku menggendongnya kayak gitu. Lalu Airi merelakan tubuhnya padaku dan kembali tidur lagi.
Iya, anak-anak memang suka tidur lebih awal…
Perasaan aneh ini agak mereda saat aku melihat Airi benar-benar merelakan dirinya padaku.
"…Aichi?"
"...Dia sudah tertidur, ya? Sasaki-kun, maafkan aku soal Airi, ya."
"Tidak, tidak apa-apa, kok. Itu mengingatkanku saat adikku masih kecil juga... ...Benar-benar nostalgia..."
(TL Note: Lu aja sama adek lu beda 1 tahun gimana ceritanya itu?)
"Jadi begitu ya…"
Dengan begitu kunjungan teman-teman sekelasku ke rumahku akhirnya berakhir. Teman-teman tersenyum, melambaikan tangan, dan pulang ke rumah masing-masing. Setelah aku balas melambaikan tangan sedikit pada mereka, aku memalingkan mata putihku ke samping.
"...Apa kamu tidak mau pulang?"
"Ehehe… ...Aichi, bolehkah aku menginap di rumahmu juga─?"
"Pulanglah."
"Cihー."
Dia masih lihai kayak biasanya, dan tidak pernah melewatkan kesempatan.
Dia masih pakai seragam dan dia tidak bawa baju ganti. Bukan tidak mungkin kalau aku mesti meminjamkannya, tetapi ukurannya… ...Kalau seorang cewek yang tinggi dan atletis bilang padaku kalau pakaianku terlalu besar atau longgar, aku akan mulai berpuasa! Dari awal, dia tidak berencana untuk menginap, bukan?
Setelah melihat Kei, aku kembali masuk, ini masih belum waktunya makan malam, jadi aku tidak boleh membiarkan Airi tertidur.
Saat aku dengan lembut meletakkannya ke sofa di ruang tamu, Airi membuka matanya.
"Mmmー…?"
"Hei, Airi."
"Astaga, apa teman-temanmu sudah pada pulang?"
"Iya."
Ibu yang habis memasak di dapur menatapku sambil tersenyum. Dia tampak sangat senang karena aku tidak sering mengajak teman-temanku ke rumah. Mata hangat itu lebih tertuju padaku ketimbang Airi.
Euh, entah mengapa, aku merasa malu...
Sementara aku merasa sangat tidak nyaman, Airi secara misterius bertanya padaku.
"…Bagaimana dengan Takaaki…?"
"Airi."
"Fiuh!"
Karena beberapa alasan, aku bilang begitu dengan nada agak jutek. Aku bahkan tidak tahu mengapa. Mungkin kedengarannya aku marah pada Airi, jadi dia menatapku dengan ekspresi yang gelisah.
Buru-buru, aku duduk di sampingnya dan memeluk Airi dengan erat seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Mungkin Airi mengira kalau aku tidak marah, dia menatapku sambil tersenyum dan merelakan tubuhnya padaku.
"Airi, apa kamu sendiri menikmatinya?"
"Iya, tadi itu seru…!”
"Begitu, ya? Bagus, deh."
Mungkin Airi benar-benar dibangunkan olehku yang terus meletakkannya di pangkuanku dan menurunkannya, dan suaranya terdengar energik lagi.
Sudah aku duga, anak-anak memang cepat lelah dan cepat pulih, ya. Apa dia dapat tidur nyenyak malam ini?
"Airi. Apa kamu ingat semua nama mereka?"
"Iya! Aku ingat!"
"Begitu, ya? …Siapa yang paling kamu ingat?"
"Takaaki!"
"Iya, begini, Dek…?"
Begini? Apaan? Apa yang baru saja mau aku bilang?
Bukannya, itu tidak apa-apa? Sasaki itu memang seorang abang sungguhan yang punya seorang adik cewek. Dia itu sangat baik pada Airi. Makanya dia sangat merindukan Sasaki-kun sampai-sampai dia memeluk kaki Sasaki-kun sampai segitunya. Memang tidak ada yang aneh soal itu…
'Kamu sudah banyak mengingat. Kamu sudah berusaha yang terbaik, Airi.'
'Buat saat ini, sudah ada empat orang–.'
'Maksudku, kita sudah mengisi otaknya cuma dengan mengingat nama kita─.'
"…"
Airi sendiri menikmatinya dan melakukan yang terbaik buat mengingat teman-teman. Aku rasa ini merupakan pengalaman baru buatnya… ...dan akan jadi kenangan penting yang akan bertahan selama bertahun-tahun yang akan datang… ...Dicintai oleh kakak-kakak dan seorang abang yang baik hati… ...Aku pikir itu akan jadi kenangan yang sangat membahagiakan dan cuma akan berdampak positif buat Airi.
Namun… …mengapa?
Mengapa aku merasa galau… dan agak kesal… ...jauh dari dalam lubuk hatiku begini?
"Airi."
"Apa, Kakak?"
"Tidak apa-apa, kok… ...hanya saja jangan mau dipeluk oleh orang lain begitu saja, oke."
"Oke."
Aku rasa aku sudah bilang begini dengan senyuman dan suara yang lembut. Jujur saja, aku rasa aku tidak perlu bilang begini. Tetapi kalau aku tidak bilang, aku nantinya tidak bisa merasa puas.
"Airi, begini..."
"Hmmー?"
Apa yang aku pikirkan, ya?? Ini aneh… ...bukan kayak diriku yang biasanya. Maksudku, aku memang selalu benci itu. Tentu saja, aku tidak akan biarkan pengaruh buruk mendekati Airi. Dan aku harusnya berniat melakukan itu juga di masa yang akan datang, tetapi─.
"─Ada satu lagi… Bisakah kamu mengingat satu nama lagi?"
"Ehー?"
Author Note:
Sasaki Yuki: "Abang...?" 😡
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
Baca juga: