Bab 199Surga dan Neraka
Saat aku berjalan menuju bangkuku, orang yang duduk di bangku belakangku, Natsukawa, masih belum datang. Sebaliknya, justru malah ada Ashida yang sedang duduk di sana sambil mengobrol dengan orang yang tidak biasanya.
"Yei, itu kombinasi yang langka."
"Eh, ah, Sajocchi. Eh, hei, kamu yang di sana..."
"...Apa kamu sudah baik-baik saja?"
Orang yang berdiri di samping Ashida itu Sang Ketua Kelas, Īhoshi-san. Dia itu bagaikan sang surya tersembunyi, dengan kesukaan dan ketidaksukaan yang jelas. Dialah orang yang membuat grup perpesanan kelas khusus dan agak menakutkan karena dia biasanya membenci cewek-cewek yang tidak sesuai dengan kriterianya. Tampaknya Īhoshi-san jugalah yang merencanakan pesta pembubaran Festival Budaya di belakang layar.
"Iya, aku sudah baik-baik saja. Aku sudah bisa datang ke sekolah kayak biasanya."
"Ah, begitu ya. ...Kalau memang benar begitu, itu bagus buatmu, Sajocchi."
"Berhati-hatilah, Sajou-kun."
"Oke. Aku akan berhati-hati."
"Okelah, kalau begitu."
"Apa-apaan hierarki ini?"
Tampaknya, pemeringkatan sudah dilakukan. Tanpa sadar, aku berpose untuk lagu kebangsaan Barat. Aneh, aku tidak dapat melihat masa depan di mana aku dapat mengalahkan Īhoshi-san. Bahkan kalau kami bertarung satu sama lain, aku dapat melihat masa depan di mana abang-abang berbaju biru tua itu keluar dari dinding belakang dan bilang "Hei" pada saat itu.
"Sampai jumpa lagi."
Īhoshi-san mengangguk dan kembali ke bangkunya. Saat aku melihatnya pergi, aku meletakkan barang bawaanku di atas meja. Miris sekali, karena ini merupakan hari pertama sekolah setelah Festival Budaya selesai, jadi aku tidak bisa tidak belajar. Iya... ...rasanya sangat berat.
"Apa yang kamu bicarakan dengan Īhoshi-san?"
"Hmm? Apa yang bisa aku bilang ya, itu soal penyebabnya?"
"Penyebab?"
"...Iya."
"...Ah, begitu."
Tempat Ashida menyentakkan dagunya — ada di bangku Okamocchan yang duduk di depanku. Aku duduk diam di bangkuku dan cuma menatap mejaku. Aku paham, kayaknya seorang cewek juga mengkhawatirkan cewek lainnya. Īhoshi-san sedang berusaha melakukan sesuatu untuk mengatasi hal ini, katanya.
"...Iya, ini memang jalan yang tidak dapat dihindari. Kita cuma perlu berubah seiring berjalannya waktu."
"Wah, orang yang berpengalaman memang berbeda."
"Aku masih belum bisa berubah, sih..."
"Kamu curang."
"Berisik, ah."
Jangan terlalu banyak meremehkanku, aku sudah membawa hatiku jauh-jauh berkeliling kota.
Kalau saja aku tetap menjaga jarak, mungkin rasanya akan berbeda, sih... ...aku terlalu dekat dengan Natsukawa jadi mana mungkin aku dapat melupakannya. Itu karena aku sudah terlalu senang bisa terus mendampingi Natsukawa. Kalau dia menyentuhku, pembuluh jantungku akan mulai berdegup kencang sehingga kapalku (hubunganku) akan berlabuh ke depan.
"Natsukawa masih belum datang, ya? Padahal ini sudah terlambat sekali ini."
"Ah, benar juga, ya. Dia sudah tidak melihatku seharian, jadi aku mesti memenuhi kembali Aichi dengan mengobrol dengannya sesegera mungkin."
"Hah, mengapa aku tidak boleh bergabung bersama kalian?"
Saat aku bilang begini, Ashida menatapku dengan tajam. Cewek ini... ...apa kamu bermaksud untuk memonopoli Natsukawa?!
"Ngomong-ngomong, Sajocchi, kamu sudah bertemu dengan Aichi kemarin, bukan?"
"Eh, itu... ...Eh? Apa maksudmu "Ngomong-ngomong"? Citra soalku macam apa itu? Apa menurutmu aku masih diam-diam mengikuti Natsukawa kayak gitu?"
Maksudku, aku tidak mengikutinya begitu waktu itu. Itu tidak masalah, karena aku mengikutinya berkeliling dengan tata cara yang sangat umum. Dia ini benar-benar menyebalkan. Aku jadi mau melihat wajah Kakak. Aku yakin Kakak sedang dalam masalah sekarang.
"—Ah, awas kamu jangan sampai menyebarkan rumor ini...!"
Ashida bangun dari bangku itu dengan wajah bahagia. Dia mengalihkan pandangannya dan melihat Natsukawa yang sedang masuk ke dalam kelas. Kabur, Natsukawa. Nanti kamu disedot, loh.
"Aichi, selamat pagi! Kamu datangnya agak telat dari biasanya!"
"Kya? Hei...!"
Ashida berdiri dan mendekati Natsukawa. Dengan tingkat genjutsu yang sebanding denganku, dia menumbuhkan ekor seperti Anjing Golden Retriever, memeluk lengan Natsukawa dan mengayun-ayunkannya begini. Tidak ada gangguan pada roknya, itu tidak wajar, aku tidak dapat melihat celana dalamnya, jadi itu gagal.
"Selamat pagi, Natsukawa."
"Ah... ...eum, selamat pagi."
Saat aku memanggil Natsukawa yang melihatku, jawaban yang agak canggung datang darinya. Apa suasana ini sama dengan... ...yang terjadi pada Shirai-san dan Okamocchan? Mana mungkin...! Apa itu berarti Natsukawa juga tertekan karena Sasaki?! Tidak, tidak, tidak, mana mungkin... — itu tidak mungkin benar. Natsukawa tidak memasang wajah seperti Saitou-san di depan Sasaki. Dia bahkan tidak memasang wajah seperti itu di depanku. Aku tidak pernah melihatnya begitu.
Saat jantungku berdebar kencang, aku membayangkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, Natsukawa berbicara padaku dengan tatapan malu-malu.
"Begini... ...apa kamu berangkat lebih awal dari biasanya...?"
"Eum? Tidak kok, aku diantar hari ini. Makanya aku datang lebih awal dari biasanya."
"Iya... ...benar juga ya. Tanganmu masih cedera, bukan..."
"...?"
Natsukawa, yang tampaknya tidak bisa digambarkan. Seakan-akan dia menghela napas. Aku agak terkejut, karena dia tampak semakin merendahkan bahunya saat mengobrol denganku. Eh?! Ini bukan salahku, bukan...? Apa ada sesuatu yang tidak kamu sukai?
"Apa tangan kirimu... ...sudah mendingan?"
"Sudah mendingan, kok. Aku akan usahakan buat tidak menggunakan tangan kiriku."
"Iya, ...aku rasa itu yang terbaik."
"Ada apa Aichi? Kok kamu tampak sedikit sedih?"
"Eh? Tidak, aku tidak sedih, kok."
"Hmm...?"
"A-Apa...?"
Ashida menatap dengan penuh rasa penasaran pada sosok Natsukawa sambil memeluknya. Dekat, dekat, pada jarak yang sedekat itu, lihatlah, Natsukawa menoleh ke samping, mereka akan saling bersentuhan, mereka akan saling bersentuhan. Kalau kalian melakukan itu di depan, otakku mungkin akan terbakar, iya kan? Bukannya akan lebih baik kalau terbakar? Lakukan saja...! Lakukan saja!
"Hmm, kali ini tidak akan terjadi, bukan?"
"A-Apaan...?"
"Apa itu?"
"Kei...!"
"...?"
...? Apa ini, rasanya cuma Ashida yang dapat melakukan itu pada Natsukawa... ...Aku tidak mengerti sama sekali. Apa yang tidak aku pahami dan cuma Ashida yang dapat merasakannya...? Perbedaan apa yang ada di antara aku dan Ashida...?
Ma-Mari kita serahkan masalah ini ke Ashida! Cuma karena seseorang yang kamu sukai bermasalah, kamu tidak mesti menyelidiki segalanya. Aku rasa ini bukanlah sesuatu yang boleh dilakukan oleh cowok sepertiku. Mari kita biarkan saja begitu sampai suasana hati Natsukawa jadi lebih baik.
"Enak ya, jadi kamu, Ashida. Yang aku punya cuma sopan santun saja."
"Tidak, aku yakin kamu sudah salah paham. Dan kamu memikirkan sesuatu yang sangat menyeramkan."
"Hati-hati dengan ucapanmu. Aku ini sedang teraniaya, ingat? Bersikap lembutlah padaku."
Gunakanlah cacat karena cederamu sebagai senjata... ...Hmm, cedera ini bisa digunakan, ya. Mari kita gunakan ini untuk membungkam mereka yang berkomunikasi melalui adu mulut kayak Ashida. Malahan, aku merasa rasa sakitku bertambah saat aku mengalami tekanan mental. Iya, ini cuma salah satu cara brilian untuk meningkatkan rasa simpati akibat seseorang cedera.
"—Itu benar~, kalian mesti bersikap lembut pada orang yang cedera, bukan?"
"...!?"
"...!?"
Aku duduk menyamping di bangkuku, dan tiba-tiba ada sebuah sentuhan lembut yang menyelimuti kepalaku. Aroma jeruk, manis dan asam, dan mungkin parfum, memenuhi indera penciumanku. Hal ini mengingatkanku akan sensasi yang aku alami sewaktu kecil, saat aku merasa pusing di ruangan yang dipenuhi dengan aroma alkohol pada acara kumpul keluarga. Dan aroma ini berasal dari...
"Ka-Kamu itu..."
"Saat Sajocchi dilarikan ke rumah sakit..."
Melihat arah tatapan dan reaksi mereka, aku menyadari kalau aku sekarang sedang dipeluk dan didekap oleh seseorang. Saat aku melirik ke kiri bawah, aku melihat rok pendek yang tampaknya milik seorang cewek, dan kaki yang kayaknya terpesona olehku. Apa surga ada di sini?
"─O-Onitsuka-senpai, apa itu kamu?"
"Ding-dong! Benar sekali! Kok kamu bisa tahu kalau itu aku, sih?"
"Dari suaramu dan... ...aroma parfummu ini."
Kayak yang sudah aku duga, orang yang memelukku itu Onitsuka-senpai, seorang senpai yang baru saja insaf dari jadi seorang gyaru dan pertama kali bertemu denganku di UKS. Kalau aku tidak salah, Kakak memanggilnya "Tamao" dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, ...dan aku rasa aku pernah mendengarnya sebelumnya...
"Aromanya harum, bukan?"
"Ah..., tunggu—."
Kekuatan pelukan lembut itu semakin kuat dan kepalaku ditekan lebih jauh ke dalam perut Senpai. Tampaknya, Senpai ini tidak melihat cowok yang umurnya dua tahun lebih muda darinya sebagai lawan jenis. Atau apakah dia mencoba melihat reaksiku pada rasa maluku saat disentuh seorang cewek? Meskipun begitu, jaraknya itu terasa mengganggu buatku. ...Apa karena dia itu mantan gyaru?
"Iya, Iya — Sudah aku duga."
"He-Hei...! Apa yang kamu lakukan?"
"Apa aku sudah bersikap lembut padamu? "Adiknya Kaede yang imut"-kun."
"A-Apa hubunganmu dengan Kakak...?"
"Aku dan Kaede itu bersahabat."
Sambil memelukku, Onitsuka-senpai menyentuhku lewat seragamku dengan kedua tangannya. Hal ini sama seperti yang sering dilakukan Ashida pada Natsukawa saat memeluknya. Ini merupakan cara yang paling umum untuk melakukan hal ini yaitu dengan "merepotkan mereka". Begitu ya... ...Aku penasaran apakah selama ini, apa kayak gitu rasanya berada di pihak yang dipeluk... Aku bisa paham mengapa Natsukawa tersipu dan tidak berusaha melepaskan diri meskipun dia berpura-pura tidak menyukainya.
Astaga... ...berhenti, dong! (Teruskan saja).
"Kamu juga...! Sudah berapa lama dia melakukan itu padamu...?!"
"A-..., Ah, itu sudah cukup enak!"
"Sajocchi mesum, genit."
"Euh...!"
Ah gawat! ...! Aku terlalu mengikuti hawa nafsuku...!
Meskipun Senpai tidak secara sukarela memelukku, situasi di mana Natsukawa dan Ashida berada tepat di depanku, apalagi Okamocchan, yang mungkin depresi karena patah hati, duduk tepat di depanku, dan terlebih lagi Senpai secara terbuka jatuh cinta pada lawan jenis di ruang kelas di mana seluruh siswa-siswi hadir, itu bahaya sekali...! Aku mesti menjauh dari Senpai sesegera mungkin!
"—Eh, jangan..."
Mau bagaimana lagi. ...Kalau kamu bersikeras, mau bagaimana lagi — Eh, mengapa?"
Panas tubuh Senpai yang dikirimkan terasa lebih kuat di pipiku.
Fakta kalau aku cuma punya status "adik cowok teman sekelasnya" melampaui batasan jenis kelamin dan menghilangkan sejumlah kewaspadaan sampai batas tertentu, itulah sesuatu yang aku pelajari dari Shinomiya-senpai. Maka dari itu, aku berpikir kalau aku kalau, walaupun aku tidak berhubungan dengan baik, aku akan berbicara dengan cukup santai untuk mengolok-olok diriku sendiri saat dia bertemu denganku... Walaupun begitu, aku tidak dilihat sebagai lawan jenis, bukan? Bukankah ini agak berlebihan?
Itulah yang dapat aku pahami kalau benar-benar menyukaiku. Namun sayangnya, sebagian besar waktu yang aku habiskan bersama Senpai, aku selalu mencium bau besi. Aku rasa aku tidak punya waktu untuk jatuh cinta padanya karena yang dia tunjukkan padaku cuma ekspresi yang disebabkan oleh rasa sakit yang berubah. Maksudku, kalau aku jatuh cinta karena hal ini, hobiku akan bermasalah. Sebenarnya, aku memang tidak berpikir kalau dia benar-benar membenci Kakak dan memasang jebakan Batman buatnya....
"Me-Mengapa...?!"
"Eh? Karena beberapa alasan."
"Hei...! ...!"
Sentuhan lembut, dan suhu tubuh yang hangat. Mata putih yang menghina dan tatapan tajam dari beberapa cewek cantik yang memelototiku. Rasa permusuhan dari cowok-cowok dari kejauhan, dan banyak mata yang menoleh ke arahku, penasaran apa yang sedang terjadi.
Hah... ...Apa-apaan sih ini?
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain: