Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 8 Bab 195 - Lintas Ninja Translation

Bab 195
Untuk Menenangkan Hati Seseorang

"Wataru dibawa ke rumah sakit...?"

Setelah kata-kata yang dia gumamkan di dalam hatinya itu, Aika tidak dapat lagi bicara dengan Kei. Dia tergugah untuk segera berlari ke luar kelas, demi mencari tahu faktanya, tetapi Kei perlahan meletakkan tangannya di lengan Aika dan menggelengkan kepalanya. Mereka tidak punya kebebasan untuk ke luar kelas, karena wali kelas mereka sedang bersiap untuk masuk ke kelas mereka. Mereka mencoba menghubungi Wataru untuk memberi tahunya kalau mereka mengkhawatirkannya dengan menelusuri layar ponsel pintar mereka dengan ujung jari mereka yang gemetaran, namun tanpa mengetahui alasan mengapa ia dilarikan ke rumah sakit, mereka jadi tidak tahu bagaimana memulai obrolan ini.

"..."

"A-Aichi..., ...tenanglah?"

Kei menenangkan Aika, yang mungkin sangat gelisah, sampai terisak-isak di tempat. Aika berhenti bergerak dengan tampang khawatir di depan mata sahabatnya dan tampak murung.

"Kamu khawatir, bukan?"

"...Iya."

Aika akhirnya tenang sejenak setelah mendengar kata-kata itu, yang sesuai dengan langkahnya. Sebelum Aika menyadarinya, dia mendapati dirinya berhasil duduk di bangkunya. Lengan Kei merangkul Aika dari belakang, dan syal katun dengan lembut melingkupi hatinya yang sedang cenat-cenut.

"Aku yakin Sajocchi akan baik-baik saja, jadi tahan dirimu sebentar saja, oke?"

"...Iya."

Sebuah suara berbisik pelan di telinga Aika. Aika, yang sadar akan ketenangannya, dengan patuh setuju dengan alasan itu. Sementara hatinya menolak kalau ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerima kehangatan dari orang lain, dia tidak dapat menyangkal rasa nyaman dari kehangatan di lehernya dari darahnya sendiri.

Menatap lurus ke mejanya, Aika merasakan waktu yang berlalu dengan lambat.

"Sajou-kun, Ibu rasa ia itu sedikit cedera, makanya ia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Sayang sekali, karena kita hampir menyelesaikan Festival Budaya ini dengan anggota kelas utuh."

"Cedera..."

Ini adalah sesi Pembinaan Wali Kelas yang sudah ditunggu-tunggu oleh Aika. Wali kelas mereka, Ibu Ōtsuki, menceritakan satu fakta yang adalah salah satu informasi mengenai kondisi Wataru. Itu merupakan fakta terburuk dari beberapa kemungkinan kasus. Tidak ada teman sekelasnya yang berani mengolok-olok Wataru di sini.

"Oke, tetapi itu ceritanya dimulai dari besok lusa..."

Topik obrolan segera beralih ke topik obrolan lainnya. Suasana berhasil dikendalikan oleh Ibu Ōtsuki agar suasananya tidak menjadi berat. Siswa-siswi, yang sudah berguling-guling di atas telapak tangan mereka, segera kembali ke batas normal mereka. Topik ini lalu berganti jadi keluhan soal pesta minum dengan karyawan om-om yang akan menyusul nanti. ─Topik mengenai Wataru sudah menghilang dari pikiran lebih dari lima puluh persen dari siswa-siswi, yang sedang tersenyum sekarang.

Saat Pembinaan Wali Kelas selesai dan pembubaran diumumkan, Kei dan Sasaki datang ke bangku Aika. Sasaki diikuti oleh Saitou Mai yang kebingungan. Pacar Sasaki, yang baru saja mulai berpacaran dengannya itu, pasti punya perasaan yang campur aduk saat pacarnya malah lebih memilih untuk mendekati siswi-siswi lain setelah Pembinaan Wali Kelas selesai.

"Natsukawa... ...pesta pembubaran ini, apa kamu akan ikut?"

"Eh...?"

Itu merupakan perhatian dari Sasaki sendiri. Setelah memikirkan Aika dengan cara tertentu, Sasaki tahu kalau Aika bukanlah tipe cewek yang akan melupakan luka seseorang terdekatnya dan bersenang-senang. Meskipun dia ragu-ragu, keraguannya itu memang cuma sebentar, tetapi pemikiran Aika cenderung memilih untuk tidak ikut serta, karena dia tidak berpikir kalau dia dapat menikmati acara itu dengan cara apapun.

Di sisi lain, sahabatnya, memanggilnya.

"Aichi, kamu juga ikut, bukan...? Aku rasa, mungkin akan lebih membuatmu bingung kalau kamu melamun saja di kelas."

"Kei..."

Argumen sahabatnya itu, bilang kalau tidak ada yang dapat mereka lakukan, selain setidaknya mesti mengurangi sedikit beban emosional mereka dengan terus melakukan sesuatu. Sasaki juga setuju dengan ide ini.

"Oke, ...begitu ya. Aku akan pergi bersama kalian."

"Iya, syukurlah!"

Baik rasa khawatir maupun kebaikan hati seseorang itu tidak selalu dapat disampaikan pada orang lain. Aika memutuskan kalau dia tidak dapat ikut dengan mereka, itu cuma akan jadi beban buat Wataru kalau dia terus khawatir.

(...Begitu ya.)

Setelah mendapatkan kembali sedikit semangatnya, Aika mengalihkan perhatiannya ke Ichinose Mina, yang juga punya hubungan dekat dengan Wataru. Duduk di seberang tempat duduk Aika, di dekat jendela di sebelah samping koridor, Mina masih duduk di sana meskipun sesi Pembinaan Wali Kelas sudah selesai.

(Eh...?)

Aika yakin kalau Mina pasti dalam keadaan mati rasa saat dia mengetahui soal cedera Wataru. Itu dapat dimaklumi. Namun, Aika memiringkan kepalanya saat melihat Mina tertinggal sendirian. Aika biasanya pendiam, namun sejak awal semester kedua, dia pasti sangat populer sampai-sampai selalu saja ada yang peduli padanya.

Aika datang menghampiri Mina.

"Ichinose-san..., apa kamu baik-baik saja?"

"!? Eh? ...Ah, iya..."

Tubuh Mina gemetar dengan sentakan saat Aika meletakkan tangannya di bahu Mina. Mina segera menyadari kalau itu adalah Aika dan segera melihat ke sekeliling seakan-akan dia sudah sadar kembali.

"Pembinaan Wali Kelas, sudah selesai dari tadi tahu."

"Ah, iya..."

Kayak yang Aika duga, Mina tampaknya tidak menyadari kalau dia sedang mati rasa. Seakan menyadari hal ini, Mina mengangkat bahunya dengan malu-malu. Aika, yang entah bagaimana menyadari keadaan dan perasaan yang mengarah pada hal ini, menanyakan Mina pertanyaan yang sama yang ditanyakan padanya sebelumnya.

"Ichinose-san. Pesta pembubaran ini, apa kamu ikut juga?"

"..."

Kalau hati cewek ini itu sama dengan hati Aika sendiri. Maka untuk mengurangi beban di hatinya, Mina juga mesti datang ke pesta pembubaran seperti yang disarankan oleh Kei. Aika berpikiran begitu dan memutuskan untuk mengajak Mina, meskipun itu agak memaksa. Sebelum Festival Budaya dimulai, Aika tahu kalau Mina sudah dibujuk oleh teman-teman sekelasnya untuk datang ke pesta pembubaran.

Cewek itu menatap Aika dengan mata ragu-ragu─.

"A-Aku ada... ...pekerjaan paruh waktu hari ini!"

"Ah, begitu ya..."

Mina yang berdiri dengan gerakan yang lebih gesit dari yang Aika duga, dan setelah bilang tidak dengan kata-kata yang tidak Aika duga sebelumnya, Mina mengambil tas sekolahnya dan berlari keluar kelas dengan langkah secepat kilat. Mina tidak yakin apa yang mesti dia bilang sebagai jawaban, dan sudah terlambat  mengulurkan tangan untuk mencegatnya.

(TL Note: Makin keliatan mana heroin yang sesungguhnya.)

"Apa dia akan baik-baik saja ya...?"

"Kamu baik sekali, ya Aichi."

Kei menghampiri Aika, yang tampak khawatir, tersenyum sambil menatapnya dengan mata yang penuh perhatian dan senyuman saat dia datang. Dikombinasikan dengan fakta kalau Mina menolak mentah-mentah ajakan Aika, dia cuma bisa tersipu malu.

Sebuah kamar besar di bar karaoke sudah dipesan atas inisiatif dari siswa-siswa di kelas mereka. Tempat itu memang agak sempit untuk memuat semua teman sekelas yang ikut serta, tetapi karena itu setelah Festival Budaya, tempat itu dipenuhi dengan siswa-siswi dari SMA  Kōetsu sedari awal. Siswa-siswi berseragam yang sudah tidak asing lagi, datang dan pergi di antara berbagai kamar di bar karaoke itu. Sasaki dikunci kepalanya (headlock) dan dibawa oleh seorang senpai anggota Ekskul Sepak Bola.

Kamar itu riuh dengan nyanyian dan alunan musik. Sudut-sudut mulut Aika secara alami terangkat lalu dia ditarik ke dalam suasana di sini. Aika bukanlah tipe orang yang suka membuat keributan, bahkan saat dia sedang gembira. Jadi dia cuma duduk diam di sofa dan memegang gelas minumannya dengan kedua tangannya, tetapi itu sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan perasaannya yang tidak terlalu ceria itu.

Di tengah-tengah semua ini, sebuah prelud yang agak tenang mulai dimainkan. Ini merupakan lagu dengan vokalis wanita yang tampaknya diketahui oleh semua cewek. Aba-aba untuk siswi-siswi yang ditunggu-tunggu tiba dan siswa-siswa di kamar itu heboh.

"Aichi! Mari kita nyanyi!"

"Eh!? Eh...!?"

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-195-di-lintas-ninja-translation

Kei menaruh gelas Aika di atas meja dan menarik lengan Aika. Dia ditarik ke depan semua orang, bingung dengan ajakan yang tiba-tiba ini, dan entah dari mana mikrofon baru dioper ke sekelilingnya.

Sebuah lagu yang dimulai dengan Kei. Setelah melodi A, Aika mulai bernyanyi dengan malu-malu agar dia tidak tertinggal. Siswa-siswa dengan tenang mendengarkan suaranya yang pelan, yang sudah diasah melalui lagu Nina Bobo yang berulang-ulang untuk adiknya, seakan-akan bilang kalau mereka sedang beristirahat sejenak. Ini memang bar karaoke tradisional.

Setelah mereka selesai bernyanyi, mereka baru menyadari kalau itu merupakan lagu romantis dan tersipu malu.

"Hoh—..."

Giliran siswi-siswi terus berlanjut, suara mereka agak mereda, dan Aika duduk di sofa untuk bernapas, meskipun dia tidak menggerakkan tubuhnya. Kei, yang berada di tempat lain, melempar balon-balon barang pesta yang sudah dipompa oleh seseorang dan menghancurkannya ke wajah siswa-siswi itu.

Pada saat itu, sejumlah ponsel pintar yang diletakkan di atas meja menyala. Tanpa terkecuali ponsel pintar Aika. Saat dia mengambilnya dan memeriksa layar ponsel pintarnya, itu merupakan pemberitahuan kalau sebuah pesan baru telah masuk ke grup perpesanan kelas.

[Maaf, aku tidak bisa pergi. Aku mengacaukannya.]

Mata Aika berubah warna dan dia membuka kunci ponsel pintarnya setelah melihat pesan singkat yang sesuai di layar notifikasi. Aika mencoba untuk segera menghubungi Wataru, tetapi pesan grup sudah diperbarui oleh satu per satu siswa-siswi, setelah dimulai dengan satu kata dari Wataru. Tidak sedikit teman sekelasnya yang menggeser jari-jari mereka ke ponsel mereka karena tidak ada hubungannya.

[Aku sudah dengar kabarnya dari Ōtsuki-chan. Apa kamu baik-baik saja?]

[Kerja bagus. Di sebelah mana kamu cedera?]

[Aku kira kamu tidak ada di sini.]

"Uh..."

Tidak ada banyak waktu di siang hari buat Aika  menyentuh ponsel pintarnya. Itu merupakan konsekuensi alami karena dia tidak mampu mengikuti pengetikan cepat dan pesan masuk dari teman-teman sekelasnya yang kecanduan ponsel pintar. Sementara Aika sedang memilih kata-katanya, pembaruan grup itu semakin cepat. Selain itu, mereka malah menanyakan apa yang mau Aika tanyakan pada Wataru, jadi Aika semakin kehilangan waktu untuk ngobrol (nge-chat).

[Telapak tanganku. Saat aku sedang beres-beres, lalu sebuah alat tersangkut di dalamnya, dan kelenjarku macet.]

"Ah..."

Jeritan kecil 'Ah...' terdengar entah dari mana dari sekeliling mereka. Tampaknya mereka sudah membayangkan kata-kata Wataru dalam gambar. Tanpa terkecuali Aika. Ada seorang siswa, yang tidak dapat memegang bagian yang terkena, mencengkeram pergelangan tangannya dengan tangan yang lain dan menunjukkan ekspresi sedih. Ada seorang siswa yang jatuh berlutut dan mengerang, menggosok-gosokkan pipinya ke lantai tanpa melukai dirinya sendiri. Pikiran Aika dipenuhi dengan bayangan yang sangat jelas soal cowok itu yang digendong pergi oleh orang lain. Karena tidak tahan, Aika menekan ponsel pintarnya ke dadanya sendiri.

[Apa kamu serius?]

[Kayaknya sakit!]

[Tidak masalah. Itu masih belum cukup, dirawat di rumah sakit saja.]

Aika tidak mempercayai kata-kata itu.

Aika tidak dapat mendengar suara Wataru dari pesan di aplikasi itu. Aika tidak dapat membaca ekspresi wajah Wataru. Seberapa banyak fakta yang ada dalam kata-katanya yang dilepaskan cuma dengan menggerakkan ujung jarinya?

Semua pandangan tertuju pada Aika yang sedang berdiri. Beberapa teman sekelas berbaris menuju pintu kamar bar karaoke, beberapa teman sekelas lain, yang menebak sesuatu, tenggelam dalam-dalam ke sofa. Di depan mereka, Aika dengan cepat berlari.

Follow Channel WhatsApp Resmi  Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama