Bab 190Hampir Saja
"Mengapa? Ada apa!? Maksudku, tanganmu itu!"
Mungkin dia merasakan kalau aku sudah menyerah akan sesuatu, senpai yang mirip gyaru itu memutar matanya dan mulai membuat keributan. Meskipun berisik, aku tidak merasa kalau itu terganggu saat ini. Begitu ya... ...inilah yang dimaksud dengan keputusasaan. Rasa sakitku tampaknya telah mereda karena kelebihan kekuatan yang dikeluarkan dari tubuhku.
"Aku akan memanggil Reiko-chan!"
"..."
Kalau kamu melihatnya lebih dekat, kamu akan segera menyadari kalau ini bukanlah kecelakaan yang biasa, dan senpai itu berlari keluar UKS dengan tergesa-gesa. Meskipun aku melihat rambut hitamnya dan roknya bergoyang, aku tidak merasakan emosi yang tidak perlu dalam situasi ini.
"...Ah..."
"..."
Ada kaki seseorang tampak di depanku. Aku sedikit mendongak dan mendapati Nona Muda dengan canggung memegangi dirinya sendiri dengan satu tangan. Rupanya, dia mengikutiku sampai ke sini. Aku cuma kesal saja melihat sesuatu yang begitu cantik saat ini, jadi aku menatap lantai tanpa bilang apa-apa padanya. Aku tidak punya waktu untuk mempedulikannya. Kalau dia mau, dia boleh pulang saja duluan.
"..."
"..."
Keheningan membawa kesadaranku kembali ke tangan kiriku. Aku tidak menyukainya, dan keributan yang samar-samar dari kejauhan mengalihkan perhatianku dari rasa sakit di tangan kiriku. Meskipun aku tidak tahu apa yang terjadi pada darahku, tetapi keringat berminyak yang mengalir di pelipisku tampaknya sudah berhenti.
"─Aku sudah membawakanmu dokternya!"
"Euh...?"
Beberapa menit kemudian, Senpai tadi langsung masuk melalui pintu masuk yang dibiarkan terbuka, dengan membawa seorang dokter. Dia sangat cepat. Dia tampak lebih bekerja sama daripada yang aku kira. Secercah harapan, tetapi sebagai gantinya, rasa sakitku kembali.
"Apa kamu terluka? Tunggu, itu kamu?"
"A-Ah... ...Halo!"
Ada seorang dokter UKS wanita datang dengan langkah cepat dari belakang Senpai tadi. Beliau tampak terburu-buru karena sedikit terengah-engah. Dia sangat handal dalam balutan jas putihnya yang sudah berumur. Aku merasa tidak enak karena telah merepotkannnya lagi, setelah aku pingsan di semester pertama. Paling tidak, yang dapat aku ketahui bahwa dia mengingat wajahku.
"Sajou-kun, tanganmu itu..."
"─Eh, "Sajou"?"
"Pokoknya, ikut denganku."
Aku ditopang dengan lembut di punggungku dan aku disuruh duduk di kursi bundar di depan meja pemeriksaan di belakang ruangan. Tampaknya, senpai ini terkejut saat mendengar namaku, tetapi aku rasa dia penasaran karena ada cewek yankee dengan nama keluarga yang sama denganku di angkatannya. Iya, aku juga penasaran dengan apa yang siswi-siswi di angkatan yang sama dengan Kakak pikirkan soal Kakak, tentunya selain Shinomiya-senpai dan teman-temannya.
Setelah beberapa pertanyaan mengenai daerah yang terkena dampak dengan Ibu Shindou, yang duduk berlawanan denganku, tangan kiriku diletakkan di lengan bawah Dokter dengan telapak tanganku menghadap ke atas.
"Bolehkah aku lepas tisunya?"
"Eh..."
"Aku lepas, ya."
"I-Iya..."
Dokter pasti melihat wajahku yang panik, karena dia segera membuat keputusan dan langsung mulai bergerak.
Melihat tisu yang membalut tangan kiriku, yang benar-benar merah dan bernoda, Dokter mengeluarkan gunting kecil. Aku mendengar suara ludah yang tertelan dariku dan dari orang di belakangku. Itu merupakan hal terakhir yang ingin aku lihat di dunia ini saat ini.
"Hih..."
Gunting dimasukkan dari sisi gulungan merah, yang jahitannya tidak lagi dapat dikenali. Gulungan berair dan tergantung di punggung tanganku itu dapat dengan mudah dipotong. Aku memang tidak lagi panik tetapi malah merasa takut.
Gulungan tisu di bagian dalam tanganku dilepas. Aku merasakan sensasi licin seakan-akan benda itu menempel pada kulitku. Cuma saat ini saja, rasa takutku mengalahkan rasa sakitku. Bulu kudukku merinding di sekujur tubuhku.
"Ini..."
"...."
Ibu Shindou mengerutkan keningnya. Aku juga menelan ludahku saat melihat keadaan tangan kiriku untuk pertama kalinya. Warna hitam telah ditambahkan ke warna merah tadi, membuatnya mustahil untuk memastikan tingkat keparahan cederaku secara rinci. Tetapi saat aku melihat bagian tengah telapak tanganku, yang jelas-jelas telah kehilangan bentuk "permukaannya", pikiranku melayang. ─ Ah, ini merupakan cedera yang serius.
"Di punggung tanganku, ya."
"..."
"Jadi begitu, ya."
Meskipun aku tidak menjawabnya, Ibu Shindou langsung tahu jawabannya. Aku tidak punya keberanian untuk memeriksa sendiri apa yang sebenarnya sedang terjadi, setidaknya tidak di bagian punggung tanganku. Dia sepertinya sudah menyadari hal itu.
"Bagaimanapun juga, kita tidak bisa berbuat banyak di sini. Mari kita hentikan pendarahannya dan segera pergi ke rumah sakit."
"Ba-Baik."
Dokter yang jelas-jelas sudah mengubah warna matanya, menyarankan dengan nada suaranya yang membuatku ragu apa aku mesti bilang iya atau tidak. Aku cuma bisa mengangguk saja. Dia memberi tahuku untuk membalut tangan kiriku dengan kain kasa baru dan meletakkan tanganku di meja untuk menjaga tekanan pada lenganku sebanyak mungkin agar tetap terkendali. Aku mendengarkan yang dia bilang kayak orang dewasa.
"Tetapi ini sudah malam... ...dan resepsionis rawat jalan akan tutup saat ini, jadi satu-satunya pilihan yaitu memakai ambulans... ...dan aku mesti membicarakan hal ini dengan pihak sekolah."
"Euh..."
Tampaknya aku lebih parah dari yang aku kira, dan aku meneteskan keringat dingin. Memanggil ambulans berarti sekolah ini akan dipenuhi dengan suara ni-no-ni-no-ni-no. Itu pasti sangat mencolok. Aku sangat ingin menghindari hal itu, tetapi tampaknya itu tidak berhasil.
"...E-Eh, baiklah, kalau begitu, aku saja yang akan mengurus hal itu."
Saat aku merasa sedih karena hal yang sangat buruk itu, Nona Muda menyela dari samping. Mau tidak mau, aku mengalihkan pandanganku ke arahnya dengan harapan agar dia tidak melakukan sesuatu yang mencolok lagi. Tidak kayak saat dia memegang pisau pemotong, wajahnya menunjukkan keinginan yang kuat.
"Eh, kamu?"
"Iya, aku Shinonome-Claudine Marika, siswi kelas sepuluh! Aku merupakan seorang siswi dari Sisi Barat!"
"Apa itu? Apa kamu menyiratkan kalau kamu punya kontak pribadi?"
"I-Iya!"
"Menurutmu, apa itu bisa lebih cepat?"
"Iya! Itu benar!"
"...Hmmm... ...Apa itu lebih dapat diandalkan?"
Kayaknya kita tidak perlu memanggil ambulans. Aku merasa kayak terselamatkan... ...dan aku tidak tahu apa yang mesti aku bicarakan soal cedera ini, tetapi kalau aku dapat pergi ke rumah sakit tanpa mesti mencolok, itu akan jauh lebih bagus. Aku akan menerima saja kata-kata Nona Muda itu di sini.
"–Tunggu sebentar."
"A-Ada apa?"
Tepat saat aku mengelus dadaku dengan tangan kananku karena merasa lega, kali ini, sebuah bayangan datang dari sisi lain dari bidang penglihatanku. Senpai yang tadi masih berada di belakangku. Nada suaranya tenang dan telah kehilangan aura gyaru dan keanggunannya.
"Aku tidak tahu karena aku belum mendengar rincian situasinya, tetapi apa itu tidak akan menyebabkan ketidaknyamanan buat Sajou-kun ini?"
Saat aku menoleh untuk menatapnya, aku melihat ekspresinya serius, jauh berbeda dari saat kami pertama kali bertemu. Ini merupakan nada suara bermusuhan. Sementara tatapan matanya agak mengingatkanku pada Kakak, ada suasana yang keras dan dingin.
"Apa yang kamu bicarakan pada saat kayak gini?!"
"Maaf? Aku berasal dari angkatan yang tidak mempercayai 'Sisi Barat'."
"..."
Nona muda itu jadi ketakutan. Dia tampaknya tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab karena dia kurang ketenangan.
Siswa-siswi kelas dua belas ─ ini merupakan angkatan di SMA Kōetsu, yang sampai tahun lalu, terbagi jadi, dari kelas A sampai C di Sisi Timur dan dari kelas D sampai F di Sisi Barat, dan mereka saling berbentrokan satu sama lain. Aku tidak terlalu merasakannya karena aku berhubungan dengan anggota OSIS yang berada dalam sisi yang sama. Aku tidak tahu apakah ini ini merupakan kejadian sehari-hari pada saat itu atau bukan...?
Memang tidak ada yang salah dengan itu, tetapi cedera ini merupakan sesuatu yang aku buat sendiri. Aku tidak bisa bilang kalau Nona Muda tidak ada hubungannya dengan hal ini, tetapi memang aku sendirilah yang melakukannya. Sejak awal, aku tidak pernah mengira kalau Nona Muda akan mengambil tanggung jawab atas cedera ini. Tetapi kalau itu tidak menimbulkan kehebohan, secara pribadi aku mungkin akan sangat berterima kasih.
Tepat saat aku hendak menindaklanjuti nona muda itu, Ibu Shindou mulai angkat bicara.
"Hentikan, Onitsuka-san. Apa ini merupakan sesuatu yang harus kamu bicarakan pada seorang siswi kelas sepuluh? Apa kapasitasmu sekarang sebagai anggota KKR (Kader Kesehatan Remaja)?"
"Eh. ...maafkan aku."
Sebuah tindakan menceramahi. Senpai yang kayak gyaru ini merupakan anggota Kader Kesehatan Remaja? Aku kira tadinya dia cuma bolos sekolah. Melihat kejujurannya, dia tampaknya bukanlah orang jahat. Meskipun begitu, aku merasa kalau dia masih berkembang, seperti seorang siswi kelas sepuluh yang dalam proses rehabilitasi. Dia tampaknya masih belum insaf, tidak kayak Kakak. Aku harap aku tidak mendapatkan jilatan yang tidak perlu lagi....
"Shinonome-san, kalau kamu bilang kalau kamu punya kontak, aku akan percaya pada kata-katamu. Tolong segera bicarakan dengan mereka dan berikan aku nama rumah sakitnya serta nomor telepon dokter bedah plastiknya."
"Di-Dimengerti! Aku akan segera menelepon mereka agar mereka mengirim mobil untuk menjemputmu!"
"Kapan mereka akan tiba ke sini?"
"Mereka akan tiba ke sini dalam lima belas menit lagi!"
"Itu cepat sekali. Kalau begitu aku akan menghubungi wali kelasnya, Ibu Ōtsuki. Onitsuka-san, bisakah kamu pergi ke Kelas X-C, dan membawakan barang-barang bawaan milik Sajou-kun ke sini?"
"Oke, dimengerti!"
"Mestinya kamu bilang, "Siap"."
"Siap! Aku pergi sekarang!"
Obrolan ini berjalan lebih lancar daripada yang aku duga. Sepertinya aku tidak perlu memanggil ambulans. Malahan, aku dapat transportasi yang dapat membawaku ke rumah sakit dalam waktu 30 menit. Aku rasa inilah sebabnya mengapa Nona Muda disebut sebagai nona muda. Haruskah aku bersyukur...? Aku tidak yakin, sih...
Aku merasa agak tidak sopan membuat seseorang senpai cewek, yang pendek dan tidak aku kenal membawakan barangku, meskipun dia itu seorang anggota Kader Kesehatan Remaja. Tetapi dalam situasi ini, akan lebih baik buat orang yang terluka untuk tidak melakukan sesuatu yang egois. Aku memutuskan untuk memegang tangan kiriku dan berusaha untuk menghentikan pendarahannya.
Aku memikirkan soal bagaimana aku mesti menjelaskan soal cedera ini sampai saatnya ketika kami akan mulai bergerak.
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain: