Kūruna Megami-sama to Issho ni Sundara, Amayakashi Sugite Ponkotsu ni shite Shimatta Kudan ni Tsuite - Jilid 1 Bab 2 Bagian 3 - Lintas Ninja Translation

kūruna-megami-1-2-3

Bab 2
Tinggal Bersama Sang Dewi.
(Bagian 3 dari 5)

Tampaknya Mikoto-san dan aku itu "sepupuan".

Mikoto-san bilang kalau salah satu dari kakek-nenekku dengan kakek-neneknya itu kakak beradik.

Aku belum pernah dengar soal itu sebelumnya.

Ketika aku bilang begitu, Mikoto-san m menganggukkan kepalanya.

"Aku juga belum tahu sampai malam ini."

"Itu agak baru, iya kan?"

"Aku tidak tahu sampai aku pergi ke rumahmu hari ini, aku diberi tahu kalau aku bisa tinggal di sini karena ini merupakan rumah kerabatku."

Mungkin saja karena kegugupannya telah mereda, Mikoto-san sekarang berbicara dengan suara yang tenang, dan indah.

Tetap saja, aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi.

Itu merupakan pemberitahuan yang sangat dadakan.

Memang benar kalau aku belum pernah mendapat kesempatan untuk bertemu dengan satupun kerabatku, jadi wajar saja kalau aku tidak tahu tentangnya, tetapi kalaupun memang benar begitu, aku masih belum mengerti mengapa Mikoto-san datang padaku datang ke rumah kerabat jauh sepertiku.

Kalau dipikir-pikir lagi, apa yang terjadi pada kunci di rumah ini?

Mana mungkin Mikoto-san punya kuncinya.

Namun, ketika aku sampai rumah. Pintunya sudah terbuka.

"Aku dapat kuncinya dari seseorang bernama Kak Akihara Amane."

Ahhh, aku mengerti.

Sejenak, aku sudah hampir merasa yakin, ketika aku menyadari kalau ada sesuatu yang aneh.

Jelas cuma ada tiga orang saja yang punya kunci apartemen ini, selain aku.

Yang pertama, tentu saja, ayahku, yang saat ini sedang bekerja sendiri di Kota Kushiro, Hokkaido.

Yang kedua itu teman masa kecilku Sasaki Kaho. Dia juga punya satu kunci duplikat, yang mana jarang dia gunakan akhir-akhir ini.

Dan yang terakhir itu Kak Amane.

Beliau itu kakak sepupuku dan seorang mahasiswi.

Walaupun beliau itu kakak sepupuku, Kak Amane dan aku sudah seperti keluarga sejak hari ketika beliau kehilangan orang tuanya, dan dibesarkan oleh keluargaku lima tahun yang lalu.

Sudah lama sekali, aku, ayahku dan Kak Amane tinggal bersama di apartemen ini.

Jadi tentu saja, Kak Amane punya kunci karena beliau itu salah satu penghuni apartemen ini.

Lalu, ayahku telah pindah dengan sendirinya, karena beliau merasa aman mengetahui bahwa Kak Amane akan ada di sisiku kalau sesuatu berjalan salah.

Namun, satu masalah lain timbul.

Kak Amane sendiri sudah pergi dari kota ini.

Dia meninggalkan apartemen ini untuk kuliah di luar negeri di Universitas Pennsylvania di A.S. mulai musim gugur.

Oleh karena itu, beliau bahkan sedang tidak ada di Jepang.

Dengan kata lain, mana mungkin kalau Mikoto-san baru saja menerima kunci dari Kak Amane hari ini.

Ketika aku bilang begitu, Mikoto-san memasang wajah yang rumit dan mengeluarkan kunci berwarna perak dan mengeluarkan kunci berwarna perak itu dari saku roknya.

Kuncinya, dengan gantungan kunci berkarakter kucing putih menempel dengannya, jelas menunjukkan kalau itu memang kunci yang dibawa oleh Kak Amane.

"Memang benar kalau Kak Amane memberiku sebuah kunci. Tetapi itu sudah lumayan lama, aku rasa Bulan Agustus tahun ini."

"Tepat sebelum Kak Amane pergi ke luar negeri."

Memang benar kalau aku belum memastikan dengan Kak Amane, apa yang beliau lakukan dengan kunci apartemen ini selama beliau kuliah di luar negeri.

Beliau itu keluargaku, dan barang-barangnya juga masih ada di sini.

Jadi aku rasa aku akan memintanya untuk memegang kunci itu untuk berjaga-jaga kalau beliau ingin balik lagi ke sini kapanpun.

Aku tidak tahu kalau kunci itu sudah berada di tangan cewek yang tidak ada hubungannya denganku sampai saat ini.

Iya, dia itu teman sekelasku dan sepupuku, jadi aku rasa kami tidak sepenuhnya tidak berhubungan.

Tetap saja, dia itu bukan tipe teman yang akan diberikan kunci oleh Kak Amane.

Aku menanyakan Mikoto-san pertanyaan tambahan.

"Apa kamu kenalannya Kak Amane? Mikoto-san?"

Setelah aku bertanya, aku sedikit menyesal ketika aku melihat Mikoto-san menyesap susu dari gelasnya.

Aku sudah menanyakan terlalu banyak pertanyaan berturut-turut.

Karena dia menatapku dengan sangat dingin, jauh lebih penting untuk membiarkannya meminum minuman panas terlebih dahulu sebelum menanyakan pertanyaan.

"Maafkan aku. Nikmati saja waktumu, silakan diminum, lalu jawab pertanyaanku."

"...Mengapa kamu meminta maaf?"

"Aku cuma merasa kalau aku sudah menanyakan terlalu banyak pertanyaan padamu."

"Hmm."

Mikoto-san menatapku seakan-akan menatap ke arah sesuatu yang tidak biasa.

Lalu dia meletakkan gelasnya di atas meja lagi.

"Aku cuma pernah bertemu dengan Kak Amane sekali. Dia tiba-tiba muncul di rumah lamaku, mengklaim kalau dia itu kerabat jauhku, dan tiba-tiba menyerahkan kunci ini padaku."

"Iya, Kakak itu orangnya memang sulit diprediksi. Aku saja masih belum mengerti kelakuan Kakak. Jadi, apa yang Kakak bilang soal kunci ini?"

"Dia tidak menjelaskan apa-apa saat dia memberikanku kunci ini. Aku bahkan tidak tahu kunci ini itu buat apa. Dia cuma bilang, "ini seperti jimat keberuntungan, jadi kamu bawa saja terus ya." Cuma begitu."

"Mengapa kunci rumahku dijadikan jimat keberuntungan?"

"Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu, tetapi ketika sedang dalam masalah hari ini karena aku tidak bisa pergi ke mana-mana, aku menerima panggilan telepon dari Kak Amane dan dia memberi tahuku untuk tinggal di rumahmu, Akihara-kun."

Aku menghentikan pertanyaan yang rencananya akan aku tanyakan saat aku melihat Mikoto-san menempelkan bibirnya ke gelas.

Lalu, memastikan kalau dia sudah menghabiskan susu panas itu, aku pun bertanya.

"Apa yang terjadi dengan rumah tempat tinggalmu sampai kemarin?"

Ketika aku menanyakan pertanyaan itu, Mikoto-san panik, menarik kembali selimutnya, sedikit menggigil.

Sang Dewi Es takut akan sesuatu.

Lalu, Mikoto-san menatap lurus ke arahku dan menggelengkan kepalanya.

Rambut perak Mikoto-san yang indah bergoyang dengan lembut.

"Aku tidak bisa kembali ke rumah itu... Aku... tidak mau pulang..."



←Sebelumnya           Daftar Isi         Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama