Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 8 Bab 182 - Lintas Ninja Translation

Bab 182
Kepastian

"Kalau begitu ayo rapatkan wajah kalian."

"Oke, hei, hei, hei! Mengapa kamu jongkok!"

"Iya, aku dengar di televisi, katanya fotomu akan tampak lebih keren kalau yang memotretnya sambil jongkok..."

"Jaga jarakmu dariku!"

"Sajocchi mesum!"

Di tengah-tengah halaman sekolah. Saat aku berjongkok untuk memotret Natsukawa dan Ashida yang saling berhadapan sambil memegang krep dengan satu tangan, Natsukawa buru-buru memegang roknya dan wajahnya memerah, dan mengucapkan beberapa patah kata. Ashida telah menginjak sajak. Saat aku  melihat kembali diriku saat ini dengan tenang, aku yakin kalau jarak itu tidak lebih dari sekadar cowok berkamera yang mengerumuni para cosplayer cantik. Bahaya ini... ...naluriku secara tidak sadar menuju bagian dalam rok mereka.

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-182-di-lintas-ninja-translation

"Ke-Kei..., ini memalukan..."

"Apa? Tetapi, apa ini benar-benar tampak erotis?"

"Makanya!"

Alasan Natsukawa juga mengeluh pada Ashida itu mungkin karena roknya. Ashida menaikkan panjang roknya dengan Natsukawa agar tampak lebih keren di foto. Natsukawa bingung, tetapi setuju karena itu merupakan ide Ashida. Tanpa sengaja aku berkata padanya, "Apa? Apa itu tidak apa-apa?" Tidak perlu dibilang lagi, aku hampir bertanya. Bukan cuma daya tarik kaki telanjang mereka berdua saja yang menonjol, tetapi kekuatan penghancur dari wajah Natsukawa yang tersipu dan gelisah itu sangat berbahaya. Mustahil untuk menyuruhnya berbalik arah.

Namun, buatku, ini membuatku setengah senang dan juga setengah bingung. Memang benar kalau Natsukawa itu tidak positif, dan ini juga rumit buatku sebagai lawan jenis terdekat untuk terus-terusan melihat mereka berdua seperti ini di sekitarku. Jadi aku memutuskan untuk mengikuti Natsukawa sesuai keinginanku.

"Hei, kalian tidak perlu difoto seluruh tubuh penuh, bukan? Tidak apa-apa kalau kalian cuma memasukkan wajah kalian dan krepnya saja di foto."

"Eh, benarkah?"

"Kalau itu Natsukawa dan Ashida, begitu saja sudah keren. Karena kalian berdua itu imut."

"Eh, benarkah? Iya, aku rasa begitu sih..."

"Ya ampun, begitu lagi..."

Saat aku menerima tanggapan dari Ashida, yang tampaknya tidak sepenuhnya puas, Natsukawa mengeluh sambil meletakkan satu tangan di pinggangnya untuk mengembalikan panjang roknya. Aku merasa lega setelah melihat pertahanan di lututnya telah meningkat. Saat Ashida juga sudah memanjangkan roknya kembali, aku segera memutuskan untuk memotret mereka. Sudah terlalu banyak gerakan halus dari sebelumnya dan jantungku berdebar kencang.

"Kalau begitu, agak mendekat."

"Heh...?"

Aku tidak perlu menempatkan seluruh tubuhku dalam foto, jadi aku mendekati mereka berdua dan mengangkat ponsel pintarku. Kali ini, aku tidak perlu khawatir soal gaya maupun sudut pandang di foto. Apa pemandangan di belakangku sudah seimbang?

"Hei, Sajocchi, bisakah kita istirahat sebentar?"

"Krepnya akan meleleh."

"Oh..., iya, benar."

"Lihat, Natsukawa juga. Tempelkan pipi kalian berdua."

"Emm, iya. ...Hmm..."

"Hmm..."

Natsukawa dan Ashida menempel pipi mereka dan saling beradu. Saat itu, suara asmara yang ditransmisikan dari jarak dekat persis seperti suara ASMR untuk orang dewasa. Saat mereka menaruh krep mereka di pipi yang berlawanan, lalu "tu-wa-ga-pat", cekrik.

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-182-di-lintas-ninja-translation

"Itu, tatapan matamu itu– wah...!"

"...! ...!"

Aku tidak bisa tidak kagum saat melihat foto-foto yang telah diambil. Awalnya, aku kira akan lebih baik kalau foto itu diambil dengan komposisi bruise dan keimutan yang sama, tetapi hasilnya itu seperti foto permata yang memberikan kesan rasa manis dan masam masa remaja yang kental. Apa ini cuma imajinasiku saja kalau mereka berdua tampak terkejut saat melihat foto ini?

Walaupun pose mereka berdua saja sudah menunjukkan kalau mereka berada dalam semangat yang tinggi, namun tatapan mereka tidak bisa dibilang melihat ke arah kamera. Meskipun begitu, pipi mereka yang berwarna merah muda samar dan tatapan mata mereka yang menghindar seakan-akan untuk menutupi rasa malu mereka menyoroti kecantikan mereka dalam vektor yang berbeda. Natsukawa, tentu saja, memasang wajah sedih, tetapi Ashida juga tampak indah untuk dipandang, dia cerah, juga memasang wajah sedih. Inilah yang bisa disebut sebagai "wajah wanita" dengan kesadaran satu sama lain.

"Ini akan jadi viral...!"

""Hapus!""

"Ahh... Ponsel pintarku...!"

Saat ponselku aku ambil kembali, foto-foto barusan sudah hilang. Saat aku bilang kalau foto itu lumayan bagus dan penasaran mengapa foto itu dihapus, wajah mereka memerah dan berkata, "Kalau kamu tidak boleh, ya tidak boleh!" Setelah aku pikir-pikir dengan tenang, aku mungkin juga tidak mau wajah mereka ini dilihat oleh sebagian besar orang di akun jejaring sosial.

"Ayolah, mari kita berfoto bertiga! Sajocchi, ayo ikut juga!"

"Eh? Aku rasa aku cuma akan menghalangi..."

"Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak kok! Ayo, cepatlah!"

Ashida bergegas menghampiriku, menunjukkan krim segar yang sudah mulai sedikit mencair.

Nah, kalau ini untuk Ashida, yang mungkin ingin mengunggah foto-foto tersebut, itu tidak apa-apa.

Karena perbedaan tinggi badan dan kesetaraan gender, aku memutuskan untuk berdiri di belakang mereka berdua dan menghiasi bagian tengah. Iya, apa itu tidak apa-apa? Saat aku mencoba untuk mengangkat ponsel pintarku agar kami bertiga dapat masuk di foto, dengan cepat digantikan oleh ponsel Ashida. Padahal  aplikasi kamera yang digunakan Ashida itu sama denganku.

Difoto oleh Ashida, aku memasukkan ayam goreng ke dalam mulutku dan mereka berdua memasang pose yang sama dengan sedikit jarak di antara kami dari sebelumnya. Aku memegangnya menggunakan tangan kananku dan tangan kiriku memegang ponsel pintarku secara diagonal ke atas dan mereka berdua menatap dengan baik. Mereka agak... ...terlalu dekat satu sama lain sehingga membuatku gugup. ...Tetapi mereka berdua juga tampak sedikit canggung.

────Eh! Lupakan saja!

"Ok! Cis!"

"Psst...!"

Aku berfoto dengan sangat antusias. Di layar ponsel yang aku pegang, ada fotoku dengan ayam goreng di mulutku dengan raut wajah yang putus asa, dan mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Iya iya iya iya, aku minta foto ulang.

"Tidak bisa!"

"Mengapa?"

"Ada deh!"

Ashida menolak dan Natsukawa memberikan penolakan tanpa alasan yang jelas. Dan ponselku juga sudah pulih kembali dengan cepat. Natsukawa-san...? Bukankah cara penolakan seperti itu tidak baik untuk dicontoh Airi-chan dari beberapa waktu yang lalu...? Kalau aku sih tidak apa-apa karena kalian berdua kelihatannya bersenang-senang, tetapi kalau itu Airi-chan, tidak akan setuju, bukan? Ups, ayam gorengnya enak banget sampai-sampai aku jadi ngiler...

Sementara kami mengunyah, foto tadi dijadikan foto profil buat grup perpesanan kami bertiga. Dibandingkan dengan mereka berdua yang sedang tertawa, aku tampak begitu tidak bersemangat, putus asa dan melotot. Hah.

"...Apa foto ini tidak apa-apa?"

"Eh? Tidak apa-apa, kan?"

"...Oke deh."

Terlepas dari kekonyolanku, foto itu tampak seakan-akan aku sedang merangkul mereka berdua saat aku merentangkan tanganku dengan ponsel pintarku. Kalau foto macam ini diposting di akun jejaring sosial Ashida, itu akan menyebabkan  api kecemburuan dan membuatnya kehilangan pengikut, iya kan? Sungguh sebuah ide yang hebat. Aku yakin itu akan menjadi cerita yang bagus kalau dia tidak memostingnya.

Ting, sebuah notifikasi berbunyi dan foto di ponselku muncul. Itu merupakan dua potretan Natsukawa dan Ashida. Oh, kalian memfotonya saat aku sedang melakukan ini. ....Iya, aku rasa yang satu ini lebih bagus.

"Toko buku bergambar?"

"Iya, Kei bilang kalau toko ini dibuka buat siswa-siswi dari sekolah kita yang mau jadi sukarelawan."

"Hah, jadi itu tidak ada dalam pamflet?"

Tampaknya, daftar proyek untuk setiap klub dan komite cuma dipegang oleh masing-masing ketuanya. Sangat tidak bagus kalau daftar itu tidak dibagikan pada pengunjung penting yang datang ke sekolah ini. Ini akan jadi masalah buat festival budaya tahun depan. Aku mungkin tidak akan terlibat lagi tahun depan!

(TL Note: Bakalan keren sih, kalau lu terlibat lagi Wataru, wkwk.)

"Proyek-proyek ekskul ditulis bersamaan, kamu tahu? Setidaknya, pisahkan dong, mana yang budaya dan mana yang olahraga."

"Baiklah. Aku akan protes pada kakakku."

"Hei... ...hentikan! Pokoknya jangan!"

Hmm? Apa itu cuma pura-pura?

Saat aku jawab begitu, dia meraih lenganku dan menggoyangkannya. Aku menatap Ashida, tadinya aku kira dia cuma bercanda, tetapi tampaknya dia malah serius. Seperti apa sih sosok kakakku di mata seorang siswi di SMA ini...?

"Em, ...bagus, mungkin?"

"Hmm? Tidak apa-apa, kan? Ashida."

"Euh? Iya?"

"Aku cuma... mengira kalau kamu mungkin tidak tertarik..."

"...Eh? Aku?"

Natsukawa memastikannya dengan menatapku  dengan penuh ketakutan. Dengan tampang yang agak ketakutan, tanpa sengaja aku menunjuk diriku sendiri dan bertanya kembali.

Apa itu mengejutkan buatmu atau... apa ini sesuatu yang perlu kamu khawatirkan? Aku penasaran. Kalau kamu tanya padaku apakah aku tertarik, sudah pasti iya, tetapi kalau kamu tanya padaku apakah aku menikmatinya, itu lain lagi ceritanya. Aku dapat melihat Natsukawa melihat-lihat buku bergambar sambil memikirkan yang cocok buat Airi-chan, dengan begitu aku dan Ashida akan senang kalau bisa membantunya dalam memilih buku yang mungkin akan disukai Airi-chan. Aku kira bukan cuma Natsukawa saja, tetapi aku rasa kalian juga harus ditemani orang-orang seperti ini saat memilih-milih barang agar kalian tidak salah langkah.

Hal yang paling mengejutkan di sini yaitu Natsukawa sangat perhatian padaku. Tidak, agak berlebihan untuk mengkhawatirkan hal itu... Rasanya seperti aku sedang dihibur, dan tubuhku jadi terasa gatal. Seakan-akan jarak di antara kami semakin dekat, tetapi juga semakin jauh...

"..."

Saat aku melirik Ashida, dia tampaknya diam-diam menunggu jawabanku. Ini Ashida yang biasanya, kan? ataukah...? Kalau ini memang Ashida yang biasanya, dia pasti akan ikut nimbrung dan berkata, "Kamu tidak perlu khawatir soal itu." 

"Tidak usah khawatir soal itu. Mari kita pergi."

"Iya..., terima kasih."

"Oh, iya."

Mungkin karena merasa lega, Natsukawa tersenyum, seakan-akan dia merasa nyaman. Jujur saja, Aku agak kesal saat aku mengungkapkan kebahagiaanku. Aku dapat dengan mudah merasakan suhu tubuhku sendiri meningkat. Sekarang giliranku untuk terlihat lucu.

Ayo, Natsukawa, ikuti aku.


←Sebelumnya           Daftar Isi         Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama