Takane no Hana no Imakano wa, Zettai Motokano ni Maketakunai you desu [WN] - Seri 1 Bab 45 - Lintas Ninja Translation

Bab 45
Jarak di Bawah Payung Itu

Ketika sudah waktunya untuk berhenti, setelah satu kali perpanjangan, kami meninggalkan kotak karaoke.

Aku tahu dari waktu kami melakukan proses lapor keluar (check-out) kalau sedang hujan deras di luar. Semuanya mesti pergi ke stasiun, tetapi mereka akan kehujanan.

Aku pergi ke toko serba ada dan membeli sebuah payung, tetapi hanya tinggal satu saja yang tersisa. Nakano-san dan Ogishima membawa payung lipat, dan Takadera sepertinya sudah siap untuk basah kuyup.

"Aku juga punya payung lipat. Apa yang mesti aku lakukan?"

"Aku pergi ke arah yang sama dengan Ogishima, jadi aku akan pergi bersamanya."

"Eh, kamu mau sepayung denganku?"

"Aku tidak mau kedinginan, jadi itu tidak apa-apa. Aku telah kehabisan akal karena Noa... Asatani-san."

"Takadera-kun, kamu itu benar-benar penggemarku. Terima kasih karena telah mendukungku."

"...Bukan, aku itu seperti batu di pinggir jalan buat Asatani-san... Aku bersenang-senang hari ini! Kalau kamu butuh sesuatu yang lain, telepon saja aku dan aku akan ke sana kapanpun!"

"Aku juga selalu untuk apa saja yang menyenangkan. Senda-kun, tolong ajak aku lagi."

"Iya, aku akan mengajakmu lagi."

Takadera dan Ogishima pergi. Para cewek menatapku setelah melihat mereka pergi.

"Baiklah kalau begitu, apa kalian mau melakukan suten untuk menentukan siapa yang akan pulang bersama Nagisen? ...Bercanda, aku  tidak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang sangat kejam."

"Nagi-kun, terima kasih sudah datang hari ini. Teman-teman, juga... Kalian semua baik sekali mau menyempatkan waktu untuk datang jauh-jauh."

"Nakano-san bilang kalau kami mesti menjemputmu. Baik Takadera maupun Ogishima langsung setuju... Semuanya berpikir kalau itu akan lebih seru kalau Asatani-san juga ikut."

"Iya. Kalau saja Asatani-san tidak ada di sini, aku pasti akan mengatur hari lain untuk jalan-jalan bersama kalian... Tetapi kita semua sudah janji kalau kita akan nongkrong bersama hari ini, dan hari lain itu pasti akan menjadi hari yang berbeda."

Meskipun tanggal yang kamu putuskan sebelumnya itu tidak bisa, kamu bisa saja menemukan hari lain.

Untuk menerima 'mau bagaimana lagi deh' dalam artian itu merupakan kata yang kesepian.

Ternyata memang tidak selalu seperti yang kita mau, contohnya saja seperti hari ini. Tetap saja, aku masih berpikir kalau sesuatu yang serupa juga terjadi pada kami, kami bersedia bertaruh pada beberapa peluang.

—Hari yang hujan itu ketika aku dulu ketemuan dengan Asatani-san dan hari ini tidak akan pernah sama.

Keraguan yang mengganjal di hatiku tidak akan pernah menghilang dalam waktu dekat. Namun, aku yakin kalau aku akan mampu untuk berubah dengan tetap terus mengalami hari-hari seperti ini.

"Aku benar-benar menantikan hal itu. Tetapi aku kira aku cuma akan jadi pengganggu karena sangat telat bergabung dengan kelompok ini... Makanya aku merasa tidak enak karena semuanya ada di sana, tetapi aku sangat senang. Aku mau melompat ke Yui-chan dan Takane-san."

"Fuaaa... Kamu selalu boleh melakukan itu. Maksudku, aku akan memelukmu. Aku juga akan memelukmu, Takane-san."

"Te-Terima kasih banyak."

Takane-san, tidak bisa mengelak, memeluk Nakano-san dan mengelusnya di punggung.

Asatani-san melihat mereka dan mengulurkan lengannya untuk ikut dengan mereka.

Masa-masa indah berlalu dengan cepat. Aku bisa bilang kalau memang sulit untuk pergi, jadi aku tidak bilang apa-apa dan menunggu.

"...Baiklah kalau begitu, aku akan sepayung denganmu, Yui-chan. Nagi-kun, Takane-san, aku penasaran apakah kita bisa ketemuan lagi setelah liburan ini."

"Iya. Hati-hati di jalan, kalian berdua."

"Ini masih cerah, jadi tidak perlu khawatir, Nagisen, Takane-san, aku sangat bersenang-senang hari ini! Mulai dari sekarang, mari kita berteman juga dalam aktivitas klub, di kelas, di luar!"

"Iya. Aku menantikannya."

Nakano-san membuka payungnya, dan Asatani-san masuk ke dalam pinggir payung itu, membuat Nakano-san memindahkan payungnya ke arah Asatani-san. Mereka tetap bersama dan berjalan menuju bundaran stasiun.

"Haruskah kita pergi, Takane-san?"

"Iya."

Payung yang aku beli di toko serba ada cukup besar, tetapi aku memindahkannya lebih dekat ke Takane-san supaya dia tidak terkena basah.

"Kamu akan terkena basah, Nagito-san."

"...Terima kasih... Tetapi menurutku Takane-san itu lebih penting ketimbang aku."

"Tidak, itu tidak bagus. Karena aku juga memikirkan hal yang sama."

"...Tidak, aku lebih peduli padamu."

Perasaan itu bukanlah sesuatu untuk dibandingkan. Aku tahu itu, tetapi aku ingin memberi tahunya.

Tentang bisa bersama dengannya hari ini. Tentang bisa bersenang-senang bersama teman-temanku, dan tentang bisa ketemuan dengan Asatani-san.

Takane-san-lah alasan aku bisa melakukan semua ini. Perasaan ini tumbuh tanpa ada hentinya, dan aku merasa bahagia cuma dengan berjalan sambil menempelkan bahu kami satu sama lain.

"...Dibandingkan dengan Asatani-san, aku... Aku tidak semerdu itu dalam menyanyi."

"Aku rasa tidak begitu. Kamu sudah berlatih untuk hari ini."

"Pernahkah kamu penasaran mengapa aku menyanyikan sebuah lagu dari sinetron Asatani-san...?"

"Aku sedikit penasaran, sih. Apa kamu menontonnya juga, Takane-san."

Dia menganggukkan kepalanya. Kemudian, setelah berjalan maju sebentar, dia berbisik.

"Aku kira dia itu benar-benar luar biasa. Asatani-san itu tampak sangat brilian di layar sampai-sampai aku kira aku tidak bisa bersaing dengannya. Walaupun itu merupakan sesuatu yang seharusnya cukup jelas."

Itu tidak benar. Tetapi aku tidak bisa mengatakannya dengan mudah karena aku merasa itu akan terdengar seperti kenyamanan.

Aku merasakan hal yang sama dengan Takane-san. Semakin aku mencoba untuk mendukung Asatani-san, semakin jauh jarak yang aku rasakan darinya.

Aku merasa kalau dunia tempat kami tinggal itu berbeda, meskipun aku mengakui perasaanku padanya. Aku tidak bisa menuntaskan kontradiksi itu di dalam diriku.

Semakin aku menyadari apa yang semestinya aku lakukan setelah ditolak, semakin aku menyadari besarnya kesalahanku.

"Setiap kali aku semakin mengenal Asatani-san, aku merasa seperti mengerti mengapa Nagito-san sangat menyukainya... Yang aku benar-benar tidak mengerti itu mengapa kalian berdua putus."

"Sekarang aku semakin yakin. Aku tidak tahu apa yang kurang dariku."

"Apa itu berarti kerinduan itu masih belum cukup...? Aku... Aku rasa tidak begitu."

"...Takane-san."

"Bukankah aku seharusnya merindukan kekasihku? Aku sangat merindukan Nagito-san."

Itu juga merupakan harapan yang aku punya di dalam diriku.

Aku tertarik pada saat dia berdiri di atas panggung yang cerah. Aku ingin berpikir kalau itu merupakan salah satu alasan mengapa aku menyukainya, kalau itu bukan sepenuhnya kesalahan.

Aku tahu itu.

Tidak mengetahui kalau ada semacam penghalang di antara para selebriti dan orang-orang biasa, itu mungkin apa yang kurang buat kami untuk melanjutkan hubungan kami.

"...Nyanyian Asatani-san itu sangat merdu. Dia punya bakat untuk menggerakkan hati banyak orang. Aku tidak akan bisa jadi sehebat itu... Akan tetapi..."

Takane-san menatapku. Suara rintik hujan itu sangat jauh dan hanya kata-katanya saja yang bisa terdengar.

"Aku mau menggerakkan hati Nagito-san lebih dari Asatani-san. Dan aku bersedia untuk melakukan apapun yang sebisaku untuk mewujudkannya."

"...Meskipun kamu bilang begitu, barusan... Saat kamu bernyanyi, aku..."

"Aku akan melakukan yang terbaik. Aku kan hebat dalam bermain piano. Mulai saat ini, aku harap aku bisa berlatih bernyanyi sambil main piano."

Yang benar saja, dia itu terlalu baik buatku. Takane-san itu cewek yang tidak akan pernah kamu temui di tempat lain di dunia ini.

"Kamu itu sangat hebat. Aku tidak tahu bagaimana bilangnya, tetapi... Takane-san itu punya suara yang imut saat kamu bernyanyi, jadi aku kira kamu itu seorang idola."

"...I-Itu karena... Saat aku bernyanyi, oktafnya naik..."

"Iya. Nada tingginya juga sangat jelas, aku mau mendengarkannya sepanjang waktu."

"...Benarkah...?"

"Kalau kamu memang sudah berlatih secara diam-diam, aku juga mau mendengar apa yang kamu latihkan."

Dalam beberapa menit lagi, kami akan tiba di stasiun. Aku yakin kalau aku akan terus mengantar Takane-san untuk saat ini dan seterusnya. Bagiku, ini merupakan tempat yang tepat untuk dikunjungi saat ini.

"...Akankah Asatani-san melakukan penampilan langsung di aktivitas klub musik ringan?"

"Aku rasa itu mungkin akan terjadi... Meskipun, itu akan heboh."

"Iya. Aku juga ingin mendengar Asatani-san menyanyi lagi..."

"Karaoke itu luar biasa, tetapi bernyanyi di depan penonton itu... Bayangkan saja, itu luar biasa."

"Kerumunan juga sangat bersemangat tadi. Nagito-san bahkan memainkan tamborin untuk kami... Itu membuatku dan Asatani-san sadar kalau kami mesti melakukan yang terbaik."

"Ah, itu... Kamu mungkin penasaran melakukan semua itu secara tiba-tiba. Aku rasa aku seperti seseorang yang tiba-tiba bersemangat. Apa tadi kamu merasa takut?"

"Fufu... Itu tidak benar. Itulah hal dari Nagito-san yang aku..."

Takane-san tahu. Dia tahu kalau kami sudah sampai di stasiun.

Dia dengan lembut bersandar padaku di dalam payung.

Takane-45

Perasaan samar menyentuh pipiku dan kemudian menjauh. Itu terasa lembut dan nyaman. Itu merupakan bibirnya.

"...Maafkan aku, aku mungkin meninggalkan bekas di pipimu."

Dia mungkin merasa malu. Akan tetapi, akulah yang paling merasa malu ketika dia bilang begitu padaku.

Takane-san meninggalkan payung dan berlari menuju stasiun. Kemudian dia berhenti di bawah atap. Dia berbalik ke arahku dan memberiku sedikit lambaian tangannya, tampaknya mengatakan sesuatu.

Takane-san menatap balik ke arahku sekali lagi sambil memasuki stasiun kereta api yang cukup terang.

Dan saat kami saling melambaikan tangan satu sama lain, aku penasaran bagaimana jadinya reaksi Takane-san kalau aku bertanya padanya nanti apa yang barusan dia katakan.


-----

Support Kami: https://trakteer.id/lintasninja/


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama