Takane no Hana no Imakano wa, Zettai Motokano ni Maketakunai you desu [WN] - Seri 1 Bab 44 - Lintas Ninja Translation

Bab 44
Dua Tatapan

Di dalam gedung perbelanjaan tujuh lantai di depan stasiun. Di lantai bagian pakaian wanita, Nakano-san membeli satu pakaian, dan kemudian kami tiba di lantai di mana kios barang mewah terletak.

Tadi itu sudah jam dua siang saat kami meninggalkan restoran plasmanan kue manis. Sekarang itu masih belum lama dari setelah itu, jam tiga sore.

Balasan terakhir dari Asatani-san ke Nakano-san belum datang juga sampai setidaknya satu jam sebelum waktu pertemuan.

"Cewek itu yang imut-imut, ya kan? Adik cewekku juga mengoleksi yang seperti itu. Aku sendiri jadi lumayan akrab dengan semua itu."

"Aku rasa Takadera-kun punya tempat tersendiri buat adik ceweknya. Cuma dugaanku, sih."

"Iya, begitu pula abangku. Adikku itu yang paling muda, jadi dia dimanja."

"Ia benar-benar mencoba membelinya dan membawanya ke rumah. Aku juga tidak keberatan dengan hal semacam itu."

"Apa? Kamu mau abang yang satu ini membelikannya untukmu? ...Senda, Noarin... Bukan, Asatani-san pasti akan datang."

"Iya..."

Sekitar jam segini, semuanya tampaknya berpikir kalau tidak ada gunanya bergegas lagi. Aku juga merasakan hal yang sama, tetapi kalau lebih banyak lagi waktu berlalu, aku tidak akan mampu nongkrong bersama Asatani-san setelah pekerjaannya tuntas.

Secara realistis, aku seharusnya berasumsi kalau dia tidak akan datang. Itu bukanlah hal yang buruk, kami masih bisa pergi bersama lain kali — Tetapi...

"...Nagisen, aku telah kepikiran sesuatu. Maukah kalian semua mendengarkanku?"

"Hmm, tanyakan saja suatu hal, dan tidak peduli seberapa nekat itu, Senda akan melakukannya, aku akan ada di sana bersamanya."

"Nakano-san, apa terjadi sesuatu pada Asatani-san?"

Ogishima bertanya, dan Nakano-san menatap wajah kami masing-masing sebelum akhirnya menatap Takane-san.

"Aku tahu stasiun terdekat ke tempat di mana Kiri-chan bekerja... Bagaimana kalau kita menuju ke sana sekarang?"

Semuanya terkejut atas usulan Nakano-san — Aku juga kepikiran begitu, tetapi tidak berpikir kalau itu realistis.

Kalau pekerjaannya sudah selesai, tidak ada yang bisa kami lakukan kalau kami menerobos masuk. Studio rekaman tidak memperbolehkanmu menggunakan ponselmu, jadi kami tidak tahu apa yang dilakukan Asatani-san sekarang.

"Akan menghabiskan waktu selama satu jam bagi kita untuk ke sana dengan naik kereta dari sekarang, dan ini sudah jam 4.00 sore, jadi kita tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama... Tetapi mungkin dalam perjalanan pulang, kita bisa pergi ke karaoke atau semacamnya..."

Nakano-san secara bertahap kehilangan momentum. Itu mungkin karena dia berpikir kalau meskipun dia pergi ke sana, belum tentu dia akan bertemu dengan Asatani-san.

"...Aku penasaran apakah Kiri-chan akan terganggu kalau kita melakukan itu."

"Hmm, iya kalau Noari... Kalau Asatani-san masih bekerja, berarti masih belum selesai. Kalau memang begitu, mengapa kita tidak menganggap ini sebagai perjalanan naik kereta?"

"Iya, aku juga merasa kalau itu ide yang bagus. Keretanya ada di stasiun mana?"

Takadera dan Ogishima dengan siap menyatakan setuju — seolah-olah itu bukan apa-apa.

"E-Em... Apa semuanya setuju dengan ongkos transportasinya?"

"Oh, aku tidak punya masalah dengan itu. Aku lumayan sering pergi ke Tokyo untuk urusan atau semacamnya."

"Aku juga terkadang pergi ke area Chiba. Aku sering pergi ke Maihama."

"Kalau begitu, lalu, bagaimana dengan Nozomi-chan?"

"Iya, aku kartu KRL reguler, jadi aku tidak apa-apa. Bagaimana dengan Nagito-san...?"

Ini bukan soal biaya ongkos transportasi, ini soal apakah aku mau pergi atau tidak. Tampaknya, cuma aku satu-satunya yang mempertimbangkannya. Dengan anggota kelompok ini, hal-hal semacam itu bukanlah kendala.

"Aku juga bisa ikut. Dan waktunya... Kalau kita pergi ke stasiun sekarang, ada kereta ekspres yang tiba tepat waktu."

"Iya, kalau begitu sudah diputuskan... Mari kita pergi!"

"Nakano-san kamu tidak boleh berlarian di dalam kios..."

Walaupun dia bilang begitu, Takane-san menyusul Nakano-san dengan ruang kosong — Kami juga tidak punya waktu untuk ini. Takadera dan Ogishima menatapku dan tertawa, dan aku juga tertawa.

"Jadi beginilah rasanya bermain dengan idola sekolah... Bukan, selebriti nasional, Senda."

"Wah, itu terdengar sangat lebai."

"Kalian berdua, kalian akan kehabisan napas kalau aku berlari sambil berbicara."

"Oh, ayolah, Senda itu sangat cepat! Seberapa ingin sih kamu bertemu dengan Noarin? Aku juga, sih!"

Takadera mengulang 'Noarin' tanpa belajar dari pengalamannya, tetapi sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menyalahkan.

Kami semua bertaruh tentang apakah kita akan bisa bertemu dengan Asatani-san atau tidak. Walaupun kami tidak berhasil, itu lebih baik daripada kehabisan waktu dan langsung berpisah.

Aku menyusul Takane-san, yang berlari di depanku — Ketika dia melihatku, dia tersenyum meskipun dia kehabisan napas — Dia itu baru saja sembuh dari demam, tetapi Takane-san masihlah seorang cewek yang luar biasa bahkan ketika dia sedang berlari secepat mungkin.

———————————————————————

Mungkin karena kami naik kereta ekspres, kami tiba lebih awal satu jam. Namun, kami belum tahu di mana Asatani-san melakukan sesi perekaman, jadi kami mesti menunggu ke stasiun.

"Aku rasa dia tidak bisa mengirimi kita pesan sih... Eh? Itu sudah dibaca."

"Kalau begitu, telepon dia... Ada apa?"

Nakano-san menatapku dengan tampang cemberut – Apa itu berarti dia sendiri gugup untuk menelepon Asatani-san?

Takane-san menatapku. Karena Takadera dan Ogishima tidak tahu nomor telepon Asatani-san, kalau begitu aku tidak punya pilihan lain selain menelponnya.

"Senda, kamu itu satu SMP dengan Asatani-san. Kamulah satu-satunya orang yang bisa kami andalkan di sini."

"Iya, aku mengerti... Aku akan mencoba."

Aku penasaran apakah dia akan menjawab. Berdoa, aku menampilkan nomor telepon dan menekan tombol panggil.

Aku dapat merasakan kegugupan dari teman-temanku. Beberapa kali telepon berikutnya, tepat saat itu berubah menjadi pesan suara–

"–Senda-kun?"

Itu bukan berasal dari ponselku, aku dapat mendengar suara Asatani-san.

Aku berbalik ke arah suara itu — Aku melihat sekilas kalau dia tertawa padaku karena reaksi berlebihan.

Dia mengenakan kacamata dan topi yang berbeda dari sebelumnya. Aku bisa tahu bahkan dengan penyamaran itu, dia tidak lain tidak bukan adalah Asatani-san.

"–Kiri-chan?"

"...Yu-Yui-chan, tenanglah. Dan juga, mengapa semuanya ada di sini...?"

"Kami semua ke sini untuk menjemput No... Asatani-san. Benar kan, Senda?"

"Aku bersyukur kita semua bisa bertemu di sini. Mari kita pergi dan melakukan sesuatu sekarang. ...Apa itu tidak apa-apa?"

Takadera dan Ogishima masing-masing muncul dari samping kanan dan kiriku dan berkata. Ketika Ogishima bertanya dengan tampang khawatir di wajahnya, Asatani-san memasang ekspresi yang misterius dan terjeda. Lalu, dia berbalik ke arah kami dan membuat tanda damai. (TLN: Tanda damai itu mengacungkan dua jari, yaitu telunjuk dan tengah.)

"Wah! Senda, kita berhasil! Aku bersyukur kita lari tadi! Sampai-sampai punya garis finis yang sangat emosional yang menanti kita!"

"Takadera, kamu bicara terlalu keras. Tetapi aku senang, aku sangat senang... Aku tahu tidak layak bagiku untuk bilang begini, tetapi aku berharap kita semua bisa bersenang-senang bersama."

"Terima kasih, kalian berdua. Aku tahu kalau kita belum banyak mengobrol, tetapi kalian berlari untukku?"

"Ka-Kalau itu buat Noa... Asatani-san, kami dan terutama Senda akan datang berlari dari manapun, jadi telepon kami kapan saja!"

"Kalian tidak boleh lakukan itu... begitulah apa yang ingin aku bilang. Tetapi untuk hari ini, mari kita anggap saja itu hal yang baik."

"Itu disebut sikap tanpa larangan. Bukan, aku sendiri juga tidak tahu apa itu sifat tanpa larangan, tetapi begitulah itu, bukan?"

"Mou~, para cowok sangat bersemangat. Aku juga senang karena Kiri-chan dan ikut bersama kita."

"Aku juga sama dengan Nakano-san. Terima kasih atas kerja kerasmu, Asatani-san."

Ketika Takane-san bilang begitu, Asatani-san tersenyum bahagia dan dengan santai tos-tosan dengan Takane-san dan Nakano-san.

"Terima kasih semuanya karena sudah datang hari ini... Eh, aku terdengar seperti seorang idola barusan."

"Kamu ini bilang apa, Noa... Asatani-san, kamu kan memang idola sungguhan..."

"Maafkan aku, Asatani-san, Takadera ini penggemar berat Asatani-san..."

"Iya, tetapi 'Noarin' itu tidak boleh dipakai di luar panggung. Bisakah kalian ikuti aturan ini?"

"Iya, aku bisa! SS-1 Takadera akan menjaga Asatani-san sampai ke lokasi berikutnya!"

"Jangan khawatir, Nagisen ada di sini. Ia memang tampak seperti cowok yang pendiam, ia itu sangat kuat."

"...Jangan bilang begitu tiba-tiba. Aku benar-benar terkejut."

"Ah, kekuatan fisik Senda itu gila. Ia bisa berlari sejauh ini tanpa peduli dengan dunia ini."

Ketika dibilang begitu, itu seperti aku berlari untuk bertemu dengan Asatani-san — dan kalian benar, tanpa ruang untuk mengoreksi, tetapi itu entah mengapa itu membuatnya semakin sulit untuk menatap wajah Asatani-san.

"...Begitu, begitu. Terima kasih karena sudah berlari, Senda-kun dan yang lainnya. Aku pasti juga akan lari kalau kalian ada masalah."

"Uwaa~! Kiri-chan, jangan buat kami semakin senang! Kelenjar air mataku akan jadi gila!"

Nakano-san sangat tergerak sampai dia memeluk Asatani-san. Takane-san tampak sedikit bingung dengan hal ini – tetapi ketika matanya bertemu dengan mataku, dia dengan lembut dan tulus tersenyum ke arahku.

———————————————————————

Kami naik kereta untuk kembali ke area lokal kami, memikirkan tentang apa yang akan kami lakukan sebelum kami berpisah. Wajah teman-teman tampak ceria, tidak seperti saat perjalanan ke sana.

Aku menghargai keringanan gerak kaki dan keberanian dari Takadera dan Ogishima. Mereka berdua bertingkah seperti itu bukan apa-apa, dan itulah apa aku anggap luar biasa dari mereka.

Nakano-san telah menelepon bar karaoke yang akan kami kunjungi dengan segera. Berkat pemikiran cepat Nakano-san, kami berhasil memasuki tempat itu tanpa harus menunggu lama, meskipun fakta bahwa kamar-kamarnya sudah pada dipesan dan ada daftar tunggu selama liburan.

"Iya, terima kasih, terima kasih. Ya, aku sudah lama tidak bernyanyi, jadi aku tidak bisa pakai nada tinggi."

"Aku tidak tahu kalau Takadera-kun akan menyanyikan balada. Aku kira kamu mau nge-rap."

"Kalau ada lagu yang ada bagian rapnya, serahkan saja padaku, Nakano-chan."

"Mhmm, kamu pasti tidak mau berduet dengan Takadera. Tetapi itu tidak masalah kalau itu paduan suara dengan semua orang."

"Hei, kamu mengatakan kata-kata yang paling kejam. Kalau begitu aku akan bernyanyi bersama Senda. Ogishima, apa kamu mau bernyanyi juga?"

"Ketegangan ini semakin aneh, dan semua yang aku mau cuma soda krim."

Ogishima menyesap soda krim P*psi-nya saat ia menerima ajakan Takadera. Ogishima menyanyi sebagai penyanyi utama, tetapi nada tingginya itu cukup tinggi untuk menyanyikan R&B dengan vokal wanita dalam artian normal, seperti yang diharapkan dari seorang anggota klub teater.

"Nozomi-chan, Kiri-chan, sudahkah kalian memutuskan lagu apa yang yang akan kalian nyanyikan? Bukankah kalian mesti melihat ke kontroler?"

Takane-san dan Asatani-san menepuk tangan mereka sambil mendengarkan lagu orang lain, dan mereka tampaknya belum memilih lagu.

"E-Em... Aku tidak bilang kalau aku tertarik tentang seorang selebriti, tetapi... Ya, aku tidak bisa membantah kalau aku benar-benar menantikan lagu-lagu Asatani-san. Dan tentu saja, lagu Takane-san dan Nakano-san juga."

"Tidak apa-apa, kalian tidak perlu mengkhawatirkan kami. Aku juga mau mendengar Kiri-chan dan Nozomi-chan bernyanyi. Aku tidak masalah menjadi pemain tamborin."

"Ah, apa lagu berikutnya itu yang kamu masukkan, Nakano-san? Senda-kun, ini juga waktunya buatmu untuk memasukkan lagumu juga."

"Aku tidak bermaksud untuk membual, tetapi aku ini pendengar yang handal."

Intronya masuk dan Nakano-san mulai bernyanyi — Dia memilih lagu yang Kak Ruru baru-baru ini beri tahu aku dan populer di aplikasi video. Alur (groove)-nya bagus dan paduan suaranya mudah dimengerti.

Nakano-san memadukan nada, dan Takadera, Ogishima, dan aku bernyanyi bersama. Itu semacam hiruk-pikuk yang digerakkan oleh alur yang hanya tersedia di kotak karaoke. Aku penasaran apa yang sedang kami lakukan, tetapi itu tidak seburuk itu.

"Terima kasih, semuanya! Sekarang, duduk yang manis dan dengarkan!"

"......"

"Eh...?"

Lagu yang Nakano-san masukkan merupakan lagu penutup dari sinetron yang saat ini diperankan oleh Asatani-san.

"Uwaa~! Aku telah menantikannya!"

"Ah, lagu ini. Siapa yang akan bernyanyi?"

Asatani-san-lah yang akan menyanyi – Kami telah membicarakan hal ini, jadi aku tidak terkejut saat Asatani-san mengambil mikrofon.

Tetapi ternyata bukan cuma satu orang yang akan menyanyi. Takane-san juga memegang mikrofon.

"Eh, kamu akan menyanyi juga, Nozomi-chan? Ini merupakan pertarungan idola Akademi Hekisakura... Bisa melihat sesuatu yang sehebat ini... Nagisen, ini bukanlah waktunya untuk melamun!"

Aku rasa Takane-san tahu lagu ini karena dia telah menonton sinetron Asatani-san. Tetapi fakta bahwa mereka berdua menyanyikan lagu yang sama berarti...

"Kalau begitu... Tolong dengarkan. Takane-san, aku duluan."

"Iya."

Balasan Takane-san cukup jelas. Aku rasa kita bisa menganggap ini 'apa yang dimaksud tadi' saat ini.

–Ini pertarungan di antara mereka berdua.

Asatani-san mengambil napas dalam-dalam. Dan saat dia mulai bernyanyi, Takadera, yang dari tadi menguatkan dirinya, berhenti bergerak, mulut Ogishima ternganga, dan Nakano-san, yang sudah siap menghiburnya, terpaku pada posturnya.

Aku juga tersangkut dengan tanganku di lututku. Aku diberi tahu kalau lagu yang dia masukkan di cerita Instagram-nya langsung heboh karena popularitasnya, dan kalau aku pernah mendengarnya bernyanyi sebelumnya waktu SMP. Semua asumsi itu berhempas.

Dia bekerja tanpa kenal lelah untuk keluar di depan orang-orang dan membiarkan suaranya didengar banyak orang. Aku tidak bisa berspekulasi, tetapi yang bisa aku bilang dengan kepastian adalah kalau ini benar.

Sinetron itu memang cerita romantis biasanya berdasarkan sebuah manga shoujo yang terkadang menyayat hati, tetapi lagu penutupnya itu bernada cerah dan pop, dan disertai penampilan tari oleh para pemeran mendapatkan popularitas.

Dia berkonsentrasi pada nyanyiannya dan bukan pada gerakan tarinya. Tetapi seluruh tubuhnya mengikuti ritme, dan itu tampak seakan-akan Nakano-san hampir saja ingin mulai menari bersamanya.

Setelah menyanyikan syair pertama, Asatani-san menempelkan mikrofon ke dadanya dan menatap ke arah Takane-san.

"Silakan." Bibir Asatani-san bergerak. Takane-san mungkin agak gugup, tetapi matanya cukup serius.

Takane-san menatapku. Mata kami bertemu, dan matanya memang tampak sedikit gemetaran — Tetapi,

Takane-san bernyanyi, dan suaranya sekeras suara Asatani-san, sekali lagi membuat kami yang menonton kewalahan.

Asatani-san mendengarkan ritmenya. Dia tersenyum. Dia tampaknya memang menyetujui nyanyian Takane-san, tetapi masih ada beberapa ruang untuk perbaikan.

"...Wah... Sangat merdu..."

Takadera mengatakan ini dengan lantang secara tidak sengaja, dan aku bisa mendengarnya di sebelahku.

Itulah sisi dari Takane-san yang juga tidak aku ketahui. Nadanya memang sedikit goyah kala itu, tetapi dia masih bisa dibilang sebagai penyanyi yang hebat. Dia tampaknya belum terbiasa dengan karaoke, tetapi dia mengubah suasana di tempat itu dengan mikrofon — Persis seperti yang dilakukan Asatani-san.

Setelah syair kedua, mereka memasuki bagian interlud (selingan). Takane-san dan Asatani-san saling menatap satu sama lain.

Mereka berdua memang hebat, tetapi suasananya sangat berat sehingga tidak ada satupun yang dapat mengganggu mereka, dan semua orang ditelan habis oleh mereka berdua.

Tetapi sekarang itu bukanlah tentang siapa yang paling merdu atau semacamnya.

Takane-44

Takane-san dan Asatani-san menatap ke arahku. Saat ini, aku berhenti memikirkan hal-hal yang rumit.

Aku berdiri dengan cepat dan menabuh tamborin sekuat tenaga.

Bukan karaoke namanya kalau mereka tidak membiarkan kerumunan pergi. Mereka berdua tampaknya punya cukup tenaga dalam lagu mereka untuk membuat kami kewalahan dan kemudian membuat kami semua bersemangat seakan-akan ini merupakan aula konser.

Takane-san dan Asatani-san, yang sedari tadi mengejutkan, tertawa. Itu semacam tawa yang membuat kalian tertawa terbahak-bahak.

"Takane-san, bernyanyilah bersamaku!"

"–Iya..."

"Oke, kalau begitu, kita juga menyanyikan bagian paduan suara!"

Ketiga cewek itu mulai bernyanyi. Takadera, Ogishima, dan aku, ikut dalam paduan suara. Kami cuma bisa menatap ke layar untuk liriknya, dan membiarkan diri kami mengikuti irama untuk saat ini.

Bagian paduan suara diulang untuk yang terakhir kalinya. Dan pada bagian klimaksnya, ada gerakan yang familier – Pose nakal yang seperti seorang idola itu.

Asatani-san yang memutuskan itu. Takane-san mungkin tidak mampu untuk melakukan koreografinya, tetapi dia mengikuti panggung itu dengan nyanyiannya.

Semua orang tertawa. Aku tidak menyangka kecenderungan sejauh ini di luar kendali — Setelah duduk sekali lagi dan menyanyikan melodi terakhir dengan lembut, lagu itu berakhir dengan nada yang terngiang-ngiang.

–Ini merupakan bagian akhir dari koreografi penutup. Asatani-san dan Takane-san menciptakan ulang adegan tersebut, berkedip ke layar dan membentangkan tangan mereka, sambil tersenyum ke arahku.

"-UWAAAAAA!!! Noarin~~!!!"

"Nozomi-chan! Ada apa dengan keahlian menyanyimu?! Kamu dan Kiri-chan itu sangat merdu!"

Takadera dan Nakano-san tampaknya kehilangan akal sehat mereka sambil bersemangat, dan wajah Takane-san tiba-tiba berubah menjadi merah terang – Aku memang khawatir kalau dia terkena demam, tetapi tampaknya rasa malu mengikutinya.

Asatani-san menatapku lagi. Gerakan kecil yang menjulurkan lidahnya, terus terang saja, itu curang.

"Benar-benar sekelompok orang yang cocok diajak ke karaoke... Aku masih gemetaran."

"Iya, aku juga."

Ogishima menatapku dan sedikit tertawa, seakan-akan ia sedikit teringat kembali. Kemudian ia berkata dengan yang hanya aku, selain dirinya, yang bisa mendengarnya.

"Aku rasa Senda-kun-lah yang mengajak mereka berdua kemari."

"Itu... Aku tidak tahu mesti bilang apa..."

"Hahaha. Begitupula aku dan Takadera."

Melihat Ogishima tertawa seperti itu, dan Takadera menangis bahagia, aku berpikir betapa beruntungnya diriku bisa berada di kelas yang sama dengan siswa-siswi ini di Hekisakura.


---

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/


←Sebelumya             Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama