Bab 3Suara(Bagian 3)
Sepulangnya dari sekolah, Saito langsung mendapatkan panggilan telepon dari kakeknya Tenryuu. Saito sudah menjalankan syaratnya, jadi ia lebih suka untuk tidak berurusan dengan diktator itu untuk saat ini. Saito cuma ingin kembali membaca dan mendapatkan tenaga kembali. Namun, setelah Saito mengabaikan panggilan di ponselnya, sekarang telepon rumah mereka berdering. Saito membiarkan dan mengabaikan itu juga, lalu televisi di ruang tamu tiba-tiba menyala, menampilkan wajah Tenryuu.
"Apa kamu sudah menjawab panggilan sialmu?"
"Waaaaaaaaaaah?!" Saito menjerit ketakutan.
Saito telah waspada kalau kakeknya telah menyiapkan beberapa peralatan tersembunyi saat datang ke rumah ini, tetapi ini hampir terasa seperti pemerasan.
"Kakek… televisi ini punya kamera? Apa Kakek mengamati kami tanpa memberi tahu kami?"
"Ha ha ha! Mana mungkin Kakek melakukan itu. Ini cuma panggilan televisi biasa."
"Aku bahkan tidak tahu fungsi itu ada sampai saat ini, jadi tampaknya aku tidak dapat mempercayai kata-kata Kakek!"
"Itu sudah tertulis di manual, kamu tahu? Lihat, itu ada di rak paling atas di lemari."
Saito mencari itu dan dengan cepat menemukannya. Namun, Saito harus berdiri untuk membacanya, sehingga membuatnya jelas kalau itu sengaja disembunyikan di sana. Apa yang sebenarnya direncanakan oleh kakeknya? Tenryuu mungkin cuma ingin bersenang-senang berencana mengerjai cucunya.
"Apa yang Kakek mau?"
"Apa Kakek tidak boleh meneleponmu tanpa alasan yang serius?"
"Tindakan pacar Kakek tidak akan berhasil." Saito menggigil.
Orang lain di sini bukanlah seseorang yang baru saja mengikuti obrolan santai. Setiap detik relaksasi dapat berakibat fatal bagi Saito, begitulah sang monster Tenryuu.
"Hari Sabtu depan akan menjadi ulang tahun sepupu Kakek yang ke-70, dan seluruh anggota Keluarga Houjo akan datang. Kamu, tentu saja, juga akan datang."
"Sepupu yang membantu menyatukan keluarga itu, bukan?"
"Benar. Ia yang membungkam mereka yang berani membantah keputusan manajemen. Kalau kamu ingin menggantikan Kakek, kamu tidak akan mampu menjadikannya musuhmu."
"Dimengerti, aku akan pastikan untuk membawa kado."
Tenryuu selalu licik di belakang layar. Dan karena Tenryuu memilih untuk menjadikan Saito sebagai penggantinya, ia mencoba memberi Saito koneksi dan dukungan latar belakang lainnya. Kalau dipikir-pikir lagi, pesta di kediaman terpisah bertahun-tahun yang lalu kemungkinan besar merupakan metode lain dari itu. Di antara para monster di Keluarga Houjou, Saito saat ini cuma batu kerikil kecil di sungai. Setelah Saito memutuskan panggilan, Akane memasuki ruang tamu.
"Aku mendengarmu berbicara dengan seseorang…apa kamu berbicara sendiri? Pasti kesepian tanpa teman."
"Kamu tidak semestinya memperlakukanku seperti seorang penyendiri yang tidak pernah punya siapapun untuk diajak bicara. Kakek tadi meneleponku, cuma itu kok."
"Kalian berdua itu cukup dekat, ya?" Akane menunjukkan tatapan hangat dan penuh kasih sayang pada Saito.
"Tidak. Sama sekali tidak dekat."
"Nenekku sering menyanyikan lagu Nina Bobo untuk membuatku tertidur. Apa beliau melakukan hal yang sama padamu?"
"Itu terdengar seperti neraka."
punggung Saito merinding, karena ia merasakan dorongan untuk melarikan diri. Membayangkan kakek-kakek iblis itu yang menyanyikan lagu Nina Bobo mungkin akan berakhir dengan musik metal kematian, sebagai gantinya.
"Akan diadakan acara kumpul-kumpul kerabatku segera, dan Kakek mengundangku. Kamu juga harus ikut?"
"Hah? Mengapa aku harus ikut?"
"Karena aku mesti memperkenalkanmu pada para kerabatku?"
Saito berbicara tanpa maksud yang lebih dalam, tetapi Akane segera memerah.
"Mem-Memperkenalkan?! Kamu membuatnya terdengar seperti kita sudah menikah!"
"Karena kita memang sudah menikah?"
"Kita belum menikah!"
"Kalau begitu, mengapa kita tinggal bersama begini?"
"Itu karena... Kamu terus-terusan masuk tanpa izin!"
"Kalau begitu, mengapa kamu masih belum melaporkanku?!"
"Tidak masalah kalau aku melaporkannya!" Akane menempelkan telinganya ke ponsel pintarnya.
"Jangan menganggap itu serius?!"
Cuma pada saat-saat begini Akane mau mendengarkan Saito, jadi Saito mencoba mengambil ponsel itu dari tangan Akane. Namun, Akane memegang ponsel itu seakan-akan hidupnya bergantung pada benda itu.
"Ini mungkin memang acara kumpul-kumpul Keluarga Houjo, tetapi itu sama seperti perjamuan lainnya. Rekan lama mengobrol dengan rekan lama, jadi kamu tidak perlu khawatir dengan etiket dan semacamnya. Makanan di sana juga kelas atas, jadi kamu dapat ikut sambil mengisi perutmu."
Akane memegangi kepalanya.
"Erk…aku belum mempersiapkan diri secara mental…"
"Mempersiapkan diri secara mental…? Mengapa kamu mesti lakukan itu? Shisei juga akan datang ke sana."
"Maka ibunya Shisei-san juga akan datang, iya kan…?"
"Aku rasa, iya."
Saat mereka pergi ke taman hiburan sebelumnya, Akane bertemu dengan ibu Shisei untuk pertama kalinya di mobil itu, jadi dia mungkin takut pada Reiko saat ini. Secara pribadi, Saito mau Akane keluar rumah sesering mungkin. Mereka sama sekali belum berbelanja bersama akhir-akhir ini, jadi mengurangi beban Akane dengan cara tertentu akan membuatnya lebih patuh di rumah.
"Aku tidak mau memaksamu, tetapi… Kita akan menginap semalam di lokasi, jadi apakah kamu tidak akan merasa kesepian menghabiskan malam tanpaku?"
Akane menyilangkan tangannya dan membuang muka.
"Me-Mengapa aku akan merasa begitu?! Malahan, aku akan mengalami satu malam dalam hidupku karena kamu tidak ada di rumah!"
"Kamu yakin tidak apa-apa? Aku khawatir kalau kamu akan mati kalau listrik padam."
"Aku tidak akan mati! Memangnya menurutmu aku ini apaan?!"
"Kamu itu seperti kucing yang ketakutan."
"Sama sekali tidak begitu! Meskipun hantu mendekatiku, aku akan mengusirnya dalam hitungan detik!"
"Aku tidak tahu kamu itu seorang pengusir hantu."
Fakta lain yang diketahui tentang Akane yang belum pernah Saito dengar. Awalnya, Saito senang melihat sisi baru Akane, tetapi mungkin itu berbeda. Wajah Akane tampak pucat, gemetaran karena ngeri. Akane ketakutan.
"Kamu akan baik-baik saja, kan? Bisakah kamu menjaga rumah sendiri saat aku tidak ada?"
"Apa kamu menghinaku?!"
"Aku khawatir. Aku dapat membuat jimat untukmu."
"Aku tidak mau jimat tipuanmu!"
"Ini bukan tipuan. Para hamba yang setia akan diselamatkan, apapun yang akan terjadi."
"Terdengar lebih mencurigakan!" Akane dengan blak-blakan menyangkal niat baik Saito.
"Lagipula aku mau bersenang-senang dengan Himari, jadi itu sempurna! Baik itu sehari ataupun sebulan, menetaplah selama yang kamu mau, aku tidak masalah sama sekali!" Bahu Akane gemetaran karena marah.