Bab 4Kasih Sayang Adik(Bagian 3)
Setelah meninggalkan rumah sakit, Saito beranjak ke jalan raya, dipenuhi dengan asap knalpot, lalu ia menelepon Shisei. Akane mungkin masih marah, jadi Saito perlu mengamankan tempat menginap untuk sementara.
'Apa?'
Shisei dengan cepat menjawab panggilan itu.
"Abang tidak bisa pulang ke rumah Abang sebentar. Kamu tidak masalah membiarkan Abang menginap?"
'Apa Abang sedang bertengkar dengan Akane?'
"Iya. Pertengkaran yang serius kali ini."
"Mau bercerai?"
"Cerai ya... siapa tahu."
Saito ingin berpikir kalau semua ini tidak seburuk itu. Tidak ada yang mengalahkan juara perdamaian. Kalau Tenryuu dan Chiyo mengetahui situasi ini, itu akan menjadi neraka.
'Shisei sedang ada di luar untuk jalan-jalan naik mobil sekarang, jadi tetaplah di sana. Kami akan mengantar Abang ke pengadilan.'
"Sekali lagi, kami belum memutuskan untuk bercerai!"
'Tidak perlu menahan diri begini. Aku akan kenalkan Abang pada pengacara hebat kita. Ia punya tingkat kemenangan 120% di pengadilan, dan ia dapat mengubah setiap kasus hitam menjadi kasus putih.'
"Bagaimana ia mendapatkan tambahan poin 20% itu, hah?"
'Tidak tahu, tetapi jargonnya kalau itu bukan kejahatan selama tidak ada orang yang tahu.'
"Ia harus segera kamu pecat, ya."
Bahkan Houjo Group hidup di bawah prinsip tidak memilih metode mereka cuma menggunakan hukum dan orang-orang sebagai alat, tetapi pengacara itu bahkan lebih buruk. Saito duduk di bemper sebuah mobil, sambil menunggu mobil itu tiba lalu mobil Shisei datang. Itu merupakan mobil putih kelas mewah. Bahkan suara pintu terbuka terdengar dari kasta atas. Tentu saja, sopir pelayan agresif yang sama sedang duduk di belakang kemudi.
"Maaf sudah menunggu, Saito-sama. Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk menembus penghalang suara untuk sampai ke sini, tetapi…"
"Kamu tidak perlu melakukan semua itu."
"Tentu saja, sambil mematuhi pedoman keselamatan berkendara."
"Aku ingin mempercayaimu, tetapi begitu kamu mencoba menembus penghalang suara itu, memang benar-benar terlalu sulit bagiku."
"Saya cuma ingin tahu batasan manusia."
"Hukum kecepatan itu batasnya!"
Saito duduk di bangku belakang, menutup erat sabuk pengamannya. Semua ini untuk melindungi hidup Saito sendiri. Siapa tahu, mungkin sopir pelayan itu telah meletakkan roket di bagian belakang mobil, jadi Saito membutuhkan keamanan apapun yang dapat ia dapatkan. Sekali lagi, mobil itu melesat ke jalanan. Di saat yang sama, Shisei menatap Saito yang mengenakan pakaian tidurnya dengan tatapan yang ragu.
"Kapan Abang bertengkar dengan Akane?"
"Tadi malam. Macam-macam hal terjadi, dan dia mengusir Abang karena ini itu."
"Di mana Abang tidur semalam?"
"Di hotel bisnis acak."
"…Dengan seseorang?"
Tidak menduga kalau akan ada pertanyaan itu, Saito terdiam. Bagaimana Shisei menyadari kalau Saito tidak sendirian? Terkadang, Shisei itu terlalu tajam.
"Itu…sudah jelas…kamu tahu?" Saito menunjukkan kedipan, mencoba untuk menutupi hal itu.
Segera, aura dingin di sekitar Shisei semakin kuat. Itu membuat punggung Saito merinding, membuatnya merasa seperti masuk ke dalam pembeku (freezer) raksasa. Shisei pindah ke atas pangkuan Saito, menempelkan hidungnya ke leher Saito.
"Aroma seorang cewek. Bukan Akane. Jadi Abang menghabiskan malam dengan cewek lain selain Akane."
"A-Apa yang kamu..."
"Karena Abang mengenakan pakaian, aromanya seharusnya tidak sekuat itu… Cewek lain itu pasti telanjang, dan Abang juga…"
Saito mencoba membantah kalau ia mengenakan pakaian pada saat itu, tetapi ia menggigit bibirnya dan membungkam dirinya sendiri. Ini jelas merupakan pertanyaan utama, dan Saito akan mengikuti arus permainan Shisei. Kemampuan deduktif Shisei cuma berada di urutan kedua setelah Saito, jadi Saito tidak bisa jatuh ke dalam perangkap Shisei. Dengan pemikiran begitu, Saito ingi menggunakan sel otak kelas atas, tetapi—Shisei memanggil sopir pelayan itu.
"Tambah 300 km/jam lagi sampai Abang menjadi jujur."
"Dimengerti." Sopir pelayan itu menginjak pedal gas, saat lampu merah muncul di luar.
"Tunggu tunggu tunggu!"
Lagipula ini bukan adu otak. Ini merupakan ancaman dan paksaan sederhana. Sopir pelayan itu mengayunkan kemudinya, dan mengumumkan.
"Saya sebenarnya membeli beberapa nitro baru-baru ini."
"Jangan membuat itu terdengar seperti 'Oh, saya sebenarnya membeli tas baru baru-baru ini~', oke?!"
Nama umum: Nitro. Ini adalah sistem yang, dengan mesin ekstra, memungkinkanmu mendapatkan akselerasi eksplosif.
"Saya sebenarnya menggunakan sebagian besar gaji saya untuk meningkatkan perawatan ini dengan cara apapun yang memungkinkan."
"Apa kamu itu bodoh?!"
Sopir pelayan itu dengan tenang menggelengkan kepalanya.
"Ini merupakan keputusan yang sangat masuk akal. Daripada memompa mobil dalam kisaran harga saya sendiri, kalau saya terus meningkatkan mobil Keluarga Houjou, saya dapat menciptakan kecepatan yang jauh lebih tinggi. Tidak peduli seberapa sembrono saya mengemudi, keluarga ini akan membayar semua biaya perawatannya."
"Tuanmu ini mendengarkan, kamu tahu?"
"Nona muda itu sekutu saya."
Shisei mengangguk dengan kuat.
"Shisei itu sekutunya. Walaupun dia membakar mobil ini selama perjalanan, aku tetap tidak akan marah."
"Kamu sebenarnya harus marah karena hal itu!"
"Walaupun itu berarti menyalahgunakan anggaran perusahaan."
"Itu dianggap sebagai kejahatan, kamu tahu?!"
"Shisei memang marah padanya saat dia makan pudingku tanpa bertanya."
Sopir pelayan itu sangat menundukkan kepalanya, dan tidak melihat ke jalanan lagi.
"Maafkan saya dengan tulus. Saya pribadi ingin melihat nona muda marah sesekali, dan…itu jauh lebih menggemaskan daripada yang saya duga, jadi saya berpikir untuk melakukan hal serupa lagi dalam waktu dekat."
"Benar-benar hobi yang buruk..."
Di saat yang sama, itu sangat mirip dengan Shisei yang menghargai puding lebih tinggi daripada mobil mewah.
"Iya, sebenarnya saya belum menguji sistem nitro ini, lihat."
Melihat sopir pelayan itu menjulurkan jari-jarinya ke sekitar tombol dengan simbol tengkorak di atasnya, Saito segera mengakui dosanya. Saito memberi tahu Shisei tentang Maho yang menyelinap ke ranjangnya, bagaimana mereka ketangkap basah oleh Akane di saat yang sangat disayangkan, bagaimana Akane mengusir mereka, bagaimana mereka menginap di hotel, bagaimana Maho tiba-tiba jatuh sakit, dan seterusnya.
"Nona muda, apa yang harus kita lakukan? Menempatkan kepalanya yang dipenggal di depan umum?"
"Itu akan berlebihan. Kubur saja Abang di beton."
"Kedua hal ini terlalu berlebihan!"
Tatapan dari sopir pelayan dan Shisei itu menyakitkan. Saito setidaknya berharap pelayan itu fokus pada jalanan di depan.
"Tidak masalah, Shisei benar-benar mengerti. Abang tidak dapat puas hanya dengan seorang cewek cantik sebagai istri, jadi Abang juga mengincar adik ipar Abang yang imut. Oh betapa malunya Shisei karena punya abang yang seperti itu." Shisei menjauh dari Saito.
"Bisakah kamu berhenti bertingkah jijik begitu? Abang tidak bisa menahannya—" kata Saito, memohon pengampunan.
"Sebagai hukuman, Abang harus tidur telanjang dengan Shisei malam ini."
"Kalau begitu saya yang akan menjadi fotografer yang bertanggung jawab."
"Mengapa kalian mengubah ini menjadi sesi pemotretan?!"
"Untuk menciptakan kenangan yang berharga tentunya?" Shisei memiringkan kepalanya.
"Abang tidak membutuhkan kenangan yang pada akhirnya akan menciptakan skandal."
"Cuma Abang saja yang telanjang, jadi itu tidak masalah."
"Abang melihat banyak masalah di sini."
"Jadi Abang mau Shisei telanjang juga? Shisei akan melakukan yang terbaik."
"Untuk sekali saja dalam hidupmu, kamu tidak perlu melakukan yang terbaik!"
"Lalu Abang akan menggigit karet gelang, dengan—"
"Itu bukan hukuman lagi namanya, tetapi hukuman taruhan yang sederhana."
Merasakan kecemasan mutlak yang tidak kunjung hilang, Saito tetap duduk di jebakan maut yang bergerak sampai mereka sampai ke kediaman Shisei.