Bab 3Memikat(Bagian 2)
Mereka sepakat untuk ketemuan di jalanan yang agak jauh dari stasiun kereta. Itu merupakan jalan yang populer dengan para turis yang berjalan mondar-mandir, atau sekadar berolahraga. Setelah berjalan sebentar, Saito bertemu Akane, Himari, dan Maho, yang sudah menunggu mobil yang diatur oleh Shisei dan keluarganya. Karena mereka pergi ke taman hiburan, menghabiskan hari di bawah matahari, pakaian cewek-cewek itu mencolok dan memicingkan mata. Berdiri di tengah mereka itu memenuhi Saito dengan rasa tidak nyaman yang parah.
Akane mengenakan gaun one-piece berwarna merah cerah, dengan sandal hitam yang menciptakan kontras, namun masih terlihat cemas. Akane memancarkan suasana lain dari terakhir kali mereka jalan-jalan, tetapi karena kepribadiannya yang mencolok dan penampilan luarnya, itu sangat cocok untuknya.
"…Bisakah kamu berhenti menatapku?" Akane memelototi Saito, jelas dalam sedang suasana hati yang muram.
"Aku tidak melihatmu. Kamunya saja yang terlalu percaya diri."
"Hah?! Apa kamu sedang mengajak berkelahi denganku?! Baiklah kalau begitu! Aku akan mengubah seluruh dunia menjadi lautan api!"
"Perkelahian macam apa yang akan mengarah pada hal itu?"
"Perkelahian yang akan berakhir membuat bumi terbelah menjadi dua!"
"Mengapa kamu melebih-lebihkan begitu..."
Saito tidak bisa mengatakan pada Akane langsung kalau pakaiannya tampak cocok untuknya, apalagi di depan semua orang. Mereka itu musuh bebuyutan, dan hubungan itu tidak dapat dibiarkan disalahpahami.
"Hei hei, kalian berdua, kita akan pergi ke taman hiburan, jadi cobalah untuk akur."
Dewi yang menyelamatkan Saito itu—ternyata Himari, yang memisahkan mereka berdua. Himari biasanya tampak bergaya tidak peduli apa saja yang dia kenakan, tetapi pakaian santainya merupakan pemandangan yang harus dilihat. Pakaian Himari memotong dan dijahit menggunakan tirai dengan kain tipis, dengan bahu terbuka untuk melihat. Himari mengenakan celana yang sangat pendek yang memperlihatkan pahanya. Selain itu, sepatu bot panjangnya yang mencapai lutut menciptakan tampilan yang halus.
"Mas, bagaimana penampilan Maho hari ini? Imut? Itu sempurna, bukan?" Maho menekankan penampilannya sendiri, memamerkan koordinasinya dengan penuh percaya diri. Dengan tali bahu, itu adalah atasan yang memperlihatkan pusarnya. Cara penampilannya dibuat untuk merayu seorang cowok, tampak sulit di mata dengan cara yang berbeda. Di antara celana pendek dan kaus kaki selututnya terpancar wilayah mutlak yang merupakan pahanya.
"Daripada adiknya Akane, kamu lebih terasa seperti adiknya Himari."
"Karena Mbak dan aku tidak punya hubungan darah, itu artinya kami bisa menikah, bukan?! Yei~ Mbak, mari kita menikah! Aku ingin setidaknya 50 orang anak!"
"Hah? Apa? Apa yang terjadi?" Akane tidak dapat mengikuti percakapan itu, dan jelas kebingungan.
—Berhasil membingungkan iblis pemakan cowok ini...kerja bagus, pikir Saito dalam hati, tetapi ia juga kesulitan mengikuti percakapan ini, jadi ia tidak dapat berbicara banyak.
"Maksud Mas itu adalah jenis pakaianmu sangat cocok dengan Himari."
"Ah, itu! Itu karena Himarin itu guruku!"
"Hah?! Sejak kapan aku berubah jadi gurumu?!" Himari tampaknya kesulitan mengikuti percakapan itu.
"Kamu tahu, saat aku masih gadis cantik yang rapuh dan terasingkan, kamu sering datang menjengukku di rumah, bukan, Himarin?"
Mampu dengan bangga menyatakan dirinya sebagai cewek cantik pasti itu bagian dari pesona Maho. Himari pasti sudah terbiasa dengan hal itu, karena dia dengan blak-blakan membalas.
"Benarkah?"
"Iya! Aku benar-benar tidak punya banyak kesempatan untuk mengobrol dengan seseorang di luar keluargaku, jadi kamulah satu-satunya orang yang berhubungan denganku dari dunia luar. Betapa indahnya dirimu, betapa cerianya dirimu, aku sangat mengaguminya! Aku bermimpi! suatu hari nanti menjadi wanita yang sepertimu!"
"Ahaha… kamu membuatku merasa malu." Himari dengan malu-malu pipinya.
"Begitu… jadi semua kecenderungan seksual Maho itu dia pelajari dari Himari…"
"Benar!" Maho mengangkat ibu jarinya.
"Tidak tidak tidak?! Jangan salah paham, oke, Saito-kun?!"
"Aku penasaran… Lagipula, kamu juga punya kecenderungan ini…"
"Kamu itu salah paham~!” Himari merangkul lengan Saito, memohon padanya untuk mengerti, tetapi cara dia menekan dadanya ke arah Saito membuat seluruh sanggahannya itu sangat lemah.
Saat mereka berbicara bolak-balik, sebuah mobil melaju di jalan. Itu merupakan limusin yang dapat dengan mudah memuat sepuluh orang. Tubuh putihnya tampak dipoles untuk menciptakan kilau yang kuat. Kaca film itu perlahan turun, dengan Shisei menjulurkan kepalanya.
"Selamat pagi, maaf membuat kalian menunggu."
"Hah…?! Ini kah mobil yang kamu bilang pada kami?!" Mata Himari terbuka lebar.
"Iya, ini." Shisei mengangguk.
Maho berlarian menuju mobil dengan ketegangan tinggi seperti biasanya.
"Wah! Wah! Ini limusin! Pertama kalinya aku melihatnya secara langsung! Shii-chan benar-benar seperti nona kaya!"
"Rumah Shisei itu kediaman yang sepertinya dapat muncul langsung dari film horor gotik."
Tidak aneh kalau ada vampir yang melompat ke arah Saito begitu ia berbelok di tikungan. Sebaliknya, dengan semua boneka di mana-mana, tidak ada yang akan meragukan fakta bahwa vampir yang sebenarnya tinggal di sana. Sopir pelayan dari waktu itu membuka pintu itu, jadi Saito dan yang lainnya masuk ke dalam. Melihat sofa besar itu, Maho tanpa ragu memasukinya dengan tangan terbuka.
"Hebat! Hebat! Sangat empuk! Baunya seperti di film! Dan begitu banyak ruang seperti bus! Aku cuma akan tinggal di sini sekarang!"
"Kamu mungkin tidak seharusnya tinggal di sini, kamu akan mati." Saito berkomentar, mengetahui kecenderungan mengemudi sopir pelayan itu.
Saito menyesal tidak naik transportasi umum saja.
"Benar-benar sifat iblis yang energik yang kamu miliki. Tante akan berterima kasih kalau kalian datang untuk bermain dengan Shisei dari waktu ke waktu."
Ibu Shisei, Reiko, duduk di depan limusin, menyapa kelompok itu dengan kaki yang bersilang. Reiko mengenakan setelan dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan sedang berada dalam mode bisnis.
"Apakah Tante ibunya Shii-chan? Cantik sekali~."
"Terima kasih, tetapi kamu sendiri juga imut."
"Hehe, aku sudah sering mendengarnya." Maho tertawa, terdengar sangat bahagia.
"Sepertinya kamu tidak akan terlalu berisiko."
"Berisiko? Maksud Tante apa? Aku ini cewek yang berbahaya, Tante tahu?"
"Kalau kamu mungkin tidak akan menghalangi — itulah yang Tante maksud."
"…?" Maho bingung dengan komentar Reiko.
Himari merasa tegang saat dia memperkenalkan dirinya.
"Se-Senang bertemu dengan Tante! Namaku Ishikura Himari! Salam kenal!"
"Halo. Tante sudah dengar banyak tentangmu dari Shisei. Kamu tampaknya ahli dalam merebut hati teman-teman sekelasmu."
"Bukan begitu…"
"Tetapi, kamu belum sepenuhnya merebut hati Saito-kun, apa Tante salah."
"Ap…"
"Tante?!" Saito bingung.
"Tante cuma mengatakan apa yang Tante rasakan, tetapi mungkinkah Tante terlalu blak-blakan?"
"Tidak kok..." Himari tampak sedih.
"Apa Tante akan ikut dengan kami ke taman hiburan?" Saito bertanya, sehingga Reiko mengangkat bahunya.
"Tante mau kalau Tante punya waktu, tetapi Tante punya pertemuan bisnis yang penting, jadi Tante nanti akan turun di tengah jalan. Tante hanya ingin bertemu dengan teman-temanmu, Saito-kun."
"Teman-temanku? Bukan teman-teman Shisei?"
"Iya, teman-temanmu." Reiko melihat sekeliling mobil.
Lalu tatapan Reiko sampai ke Akane, dia tersentak kaget.
"Senang bertemu denganmu, Sakuramori Akane-san.”
"I-Iya, senang bertemu dengan Tante…"
"Kamu punya hubungan yang sangat buruk dengan Saito-kun, bukan? Namun kamu ikut hari ini di hari libur sekolah, mengapa kamu mau ikut?"
"Itu…karena semuanya mau pergi bersama…"
"Hmmm...jadi kamu akan tahan dengan Saito-kun, apa begitu?"
"Iya…"
Itu mungkin cuma imajinasinya, tetapi Saito mendengar nada yang tajam dalam suara Reiko. Biasanya, Reiko memperlakukan Saito dengan penuh cinta dan kasih sayang, tetapi ada yang aneh dengannya hari ini. Tampaknya dia berhenti menjadi Reiko yang pribadi, dan berubah menjadi iblis pimpinan perusahaan.
Di saat yang sama, Akane anehnya patuh sejak dia masuk ke dalam mobil. Apa ini benar-benar pertemuan pertama mereka? Mungkin sesuatu terjadi tanpa sepengetahuan Saito. Di tengah suasana yang canggung ini, semua cewek tampak gugup dan lemah lembut. Kamu tidak akan menyangka kalau mereka sedang menuju ke taman hiburan yang populer. Saito lalu duduk di sebelah Reiko, dan berbisik.
"Tante, tolong jangan terlalu banyak merundung yang lain."
"Tante tidak merundung siapapun. Sebagai walimu, Tante cuma mau menilai teman-temanmu. Tante tidak bisa membiarkan keponakan Tante yang berharga bergaul dengan orang-orang yang berbahaya, bukankah kamu setuju?"
Sekarang setelah Reiko mengatakannya, Saito merasa kalau Reiko selalu bersikap protektif. Terutama dalam hal pertemanan Saito, di mana Reiko sering melihat orang-orang itu. Mungkin Reiko merasa berkewajiban untuk melindungi Saito menggantikan abangnya.
"Aku senang Tante mencoba untuk perhatian padaku, tetapi… usahakan seminimal mungkin, oke?"
"Mau bagaimana lagi kalau begitu, Tante akan membiarkan mereka lolos hari ini."
"Hari ini…" Saito merasa takut akan masa depan.