Bab 1Adik Kelas(Bagian 2)
Bahkan saat Saito kembali ke kelas, guru untuk jam pelajaran ke-5 masih belum juga datang. Para siswa bersemangat karena istirahat makan siang bulan Januari yang biasanya tidak kamu harapkan, mendiskusikan pengalaman mereka terus menerus. Adapun Akane, dia masih dalam suasana hati yang baik seperti pada pagi ini, saat dia berbicara dengan Himari. Saito penasaran dengan apa yang terjadi, tetapi ia tidak bisa tiba-tiba menanyakan hal ini.
"Apakah gadis yang barusan itu tipe Abang?" Shisei duduk di meja Saito, dan bertanya padanya.
"Tidak sama sekali."
"Tetapi, Abang tampak bahagia saat dia mendekati Abang. Abang memasang ekspresi mesum di wajah Abang."
"Abang tidak begitu!"
"Abang begitu. Shisei percaya pada tatapanku sendiri."
"Memang sangat bagus kalau kamu percaya diri, tetapi tidak bagus kalau kamu menuduh Abang dengan tidak masuk akal."
Saito tidak mengingat pernah begitu.
"Bang, kok Abang tidak benar-benar mencoba menghindari gadis itu. Apa Abang akan mencium gadis manapun selama dia itu imut?" Shisei dengan samar memiringkan kepalanya.
Mata Shisei yang bening dan berwarna safir menatap langsung ke arah Saito. Tatapan Shisei yang murni membuat Saito merasa seperti Shisei dapat menerawang semua keinginan nakalnya.
"Dia tiba-tiba melompat ke arah Abang begitu, jadi reaksi Abang berakhir terlambat."
"Itu tidak masuk akal. Abang yang biasa pasti akan memukulinya sampai mati tanpa ragu-ragu."
"Jangan membuat Abang terdengar seperti seorang pembantai! Abang tidak akan pernah melakukan hal semacam itu."
"Abang, apa Abang menyukai tipe cewek yang nakal begitu?"
"Begitulah... Setidaknya, penampilannya tidak buruk."
Maho mirip dengan gadis waktu itu, yang pernah membuat Saito tertarik. Lagipula, gadis itu lebih murni dan pantas daripada nakal.
"Jadi, Abang menilai perempuan berdasarkan penampilan mereka. Abang berpikir dengan bagian bawah tubuh Abang. Shisei akan ingat itu."
"Jangan ingat itu!"
"Mau mencium Shisei juga?" Shisei mendorong bibirnya ke arah Saito, mengedipkan matanya dengan bulu mata yang panjang.
Kalau orang-orang dari klub penggemar Shisei menyaksikan hal ini, Saito pasti sudah jadi mayat.
"Abang tidak akan mencium adik Abang sendiri."
"Tidak masalah, Akane sedang tidak melihat sekarang," bisik Shisei.
Napas Shisei yang harum menggelitik bibir Saito.
"Abang tidak khawatir kalau akan ketahuan olehnya."
"Meskipun kita sering berciuman saat kita masih muda?"
"Iya, tekankan pada frasa "masih muda". Dan itu juga bukan di bibir, itu merupakan ciuman keluarga, di pipi."
"Jadi kita dapat melakukannya sekarang, bukan?"
"Tidak di sini."
"Shisei tidak masalah kapanpun dan di manapun."
"Tolong jangan katakan hal-hal yang akan mengundang kesalahpahaman, oke." Saito meraih jari-jari Shisei, dan menjauhkannya dari bibirnya sendiri.
—Shisei ini sudah sangat mirip penganiaya, oke, Saito berkomentar dalam benaknya.
Kalau saja Saito tidak terbiasa dengan kecantikan Shisei yang tidak terbantahkan, ia mungkin tidak akan bisa melindungi dirinya dari serangan itu. Akhirnya, Shisei turun dari meja, yang hampir menyebabkan roknya terangkat, jadi Saito mendorong rok itu ke bawah. Meskipun bertingkah sangat tegas, Shisei masih punya jiwa kekanak-kanakan dalam dirinya, itulah sebabnya Saito tidak dapat meninggalkannya sendirian.
"Cewek itu baunya berbahaya. Berhati-hatilah."
"Iya, lagipula, dia sudah siap untuk menculikmu."
"Bukan begitu maksud Shisei." Shisei berkata dan kembali ke tempat duduknya.