KuraKon - Jilid 4 Bab 1 Bagian 1 - Lintas Ninja Translation

Bab 1
Adik Kelas
(Bagian 1)

Saito sedang membaca buku di halaman sementara matahari menyinarinya dengan cahaya yang terik. Selama istirahat makan siang, tidak banyak orang yang datang ke halaman, begitu pula Akane yang bertengkar dengannya, sehingga memungkinkan Saito membaca bukunya dengan tenang. Angin sepoi-sepoi yang dipenuhi oleh aroma rumput dan bunga menggelitik pipi Saito, saat ia membalik halaman demi halaman. Tepat saat Saito menikmati keheningan ini yang bahkan dirasakan di rumahnya sendiri, seseorang memanggil Saito dari belakang punggungnya.

"Senpaaaai~."

Itu merupakan suara sengau yang imut. Seharusnya tidak ada orang yang menyapa Saito dengan cara begitu. Penasaran siapa itu, Saito berbalik arah. Setelah melakukannya, Saito disambut oleh seorang gadis berambut panjang, yang mengunci tangannya di belakang punggungnya, dan mendorong tubuhnya ke arah Saito. Dia masih punya sentuhan polos di wajahnya, tetapi dia punya keimutan seorang idola. Matanya yang besar dipenuhi dengan tenaga, dan hampir menggoda. Alasan dia menyimpan suasana masa muda ini buatnya kemungkinan besar adalah karena dua jepit rambut berbentuk hati yang dia gunakan untuk mengikat rambutnya menjadi dua kepang. Namun, sosoknya yang ramping itu ditekankan di tempat yang seharusnya, memberinya pesona dewasa, dan pahanya yang ditutupi dengan sabuk garter itu sangat memikat, setidaknya.

Tak lama setelah melihat, Saito disambut dengan perasaan deja-vu. Meskipun Saito bahkan tidak mengenal gadis, rasanya seperti mereka pernah bertemu sebelumnya. Saito menelusuri ingatannya, dan menemukan petunjuk. Dia mirip dengan seorang gadis yang membuat Saito tertarik pada pandangan pertama sebelumnya. Saat pesta yang diadakan untuk merayakan kelulusan Saito yang diadakan di vila Tenryuu, Saito pernah melihat gadis berambut panjang seperti dia sebelumnya. Pada saat itu, dia pasti masih duduk di bangku SD, tetapi masuk akal kalau sekarang dia tumbuh seperti ini.

KuraKon3-1-1


"…Siapa kamu?" Saito bertanya, dan bingung.

Sebagai tanggapan, gadis itu menutup mulutnya, dan matanya terbuka lebar karena terkejut.

"Eh, Senpai, kamu tidak kenal siapa aku? Ayolah, ini aku! Maho!"

"Ma-siapa, lebih seperti! aku belum mengenalmu!"

"Kamu yakin belum pernah mendengar tentangku sama sekali? Aku Maho, orang pertama yang berhasil terbang ke luar angkasa tanpa menggunakan roket apapun!"

"Kalau begitu, aku pasti yakin pasti pernah mendengarnya!"

Selama Saito tidak kehilangan ingatannya dari salah satu serangan Akane, ini tentu menjadi pertemuan pertama mereka. Saito jadi ragu apakah ini semacam penipuan atau bukan. Sebagai tanggapan, gadis yang menyebut dirinya sebagai Maho ini meletakkan jari-jarinya di bibirnya, dan bergumam.

"Hmm… begitu. Iya, begini saja juga tidak terlalu buruk."

"Aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu bersemangat, tetapi... apa yang kamu inginkan dariku?"

Menghadapi pertanyaan Saito, Maho berjalan di depan Saito. Wajah Maho yang rupawan semakin mendekat ke Saito, bibir Maho yang memerah itu merangsang mata Saito. Dari kulit Maho tercium aroma harum, saat dia secara samar-samar menggerakkan bibirnya, dan berbisik.

"Aku tertarik pada Senpai, jadi aku ingin kamu jadi pacarku~."

"Haaah!?" Tubuh Saito melesat ke belakang.

"Hei, apa yang membuatmu begitu terkejut? Itu menyakitkan tahu~."

"Bolehkah kamu menyalahkanku…? Seorang gadis yang bahkan tidak aku kenal tiba-tiba mengajakku pacaran."

Lebih dari apapun, dia mirip dengan gadis waktu itu. Saito merasa jantungnya berdetak lebih cepat.

"Tetapi aku sudah tahu banyak tentang Senpai?"

"…Benarkah?"

Maho dengan penuh semangat duduk di sebelah Saito, kakinya berayun ke atas dan ke bawah.

"Iya! Senpai itu selalu menjadi yang teratas di angkatannya, bukan? Tidak hanya di SMA tetapi juga di SD dan di SMP! Seorang cowok yang pintar itu sangat keren~! Aku tidak bisa apa-apa selain menghormatimu!"

"Be-Benar…" Disambut dengan pujian langsung begitu, Saito menggaruk pipinya.

Saito selalu menjadi yang teratas dalam hal belajar, tetapi karena tidak banyak orang yang benar-benar memujinya karena itu dengan sungguh-sungguh, menerimanya sekarang cuma akan membuatnya merasa gelisah. Meskipun ini merupakan pertemuan pertama mereka, gadis itu duduk cukup dekat dengan Saito, sehingga tubuh mereka dapat bersentuhan kapan saja. Maho kemungkinan besar menyadari—menyadari kalau dia sangat menawan, dan cuma dengan duduk sedekat ini akan memberi tekanan pada cowok itu.

"Belum lagi kamu itu calon kepala keluarga berikutnya dari Houjo Group, bukan? Kamu berada di kelompok pemenang kehidupan! Kamu pasti populer di kalangan gadis-gadis."

"Tetapi, aku rasa bukan itu masalahnya."

"Itu bohong. Aku sudah mendengarnya, kamu tahu? Kamu ditembak oleh Himari-senpai dari kelas dua belas, namun kamu menolaknya. Padahal dia itu cantik, baik, dan populer di kalangan semua orang, jadi mengapa kamu menolaknya~? Dasar cowok tamak~." Maho membanting sikunya ke samping Saito, menggilingnya terus menerus.

"Itu…"

"Aku tahu alasannya, sebenarnya. Karena kamu tinggal bersama dengan Akane-senpai, bukan?"

"…?!" Tubuh Saito sangat mematung.

Tidak seorangpun di luar anggota keluarga terdekat mereka yang seharusnya tahu tentang hal ini, dan tidak seorangpun yang diperbolehkan untuk mengetahui fakta ini. Saito dengan panik melihat sekeliling, khawatir seseorang mungkin mendengar mereka. Seakan-akan dia telah menerawang itu, Maho tersenyum.

"Tidak apa-apa, tidak ada orang di sekitar kita."

"Bagaimana kamu bisa tahu…?" Saito bertanya dengan suara yang tegang.

"Aku tahu semua yang perlu diketahui tentang Saito-senpaiku yang tercinta~." Maho memasang tanda damai dengan satu mata, dan menunjukkan kedipan dengan mata yang lain.

Maho melakukannya dengan sempurna, menciptakan gerakan yang imut, tetapi itu hanya membuat Saito lebih kesal.

"Jangan main-main. Penjelasan itu masih belum cukup."

"Sejak awal, aku memang tidak niat menjelaskannya sih~."

"Dari siapa kamu mendengar hal itu?"

"Nenek~."

"Berhenti bercanda! Sekarang karena kamu sudah tahu…Aku perlu membungkammu dan memastikan kalau kamu tidak pernah bicara lagi…!" Saito meraih bahu Maho.

"Kyaaa~ aku mendapat hukuman yang cabul~."

"Memangnya siapa yang akan melakukan hal itu!" Saito segera melepaskan tangannya lagi.

Namun, Maho tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mencoba kabur. Malah sebaliknya, dia tampak sangat menikmati situasi ini, dengan kakinya yang mengepak ke atas dan ke bawah. Maho jelas meremehkan apa artinya membuat seorang pria marah.

"Kamu itu... siapa sih?"

"Ya, Maho lah!"

"Aku sedang tidak membicarakan namamu..." Anehnya Saito merasa kelelahan.

Tidak mengetahui tujuan Maho itu seperti berurusan dengan kartu liar (wild card). Kata-kata dan tindakan Maho  itu terlalu berlebihan, Saito tidak bisa memperkirakan bagaimana cara menghadapi Maho. Di saat yang sama, Maho meletakkan tangannya di pangkuan Saito, dan mendekatkan wajahnya ke wajah Saito.

"…Jadi, maukah kamu pacaran denganku?"

"Mengapa kamu berpikir kalau aku akan mengiyakan setelah seluruh pembicaraan yang sebelumnya ini?!"

"Maksudku, aku tahu tentang rahasiamu dan Akane-senpai~ Jadi dengan kata lain…kalau kamu tidak mau mendengarkan permintaanku…kamu tahu lah?"

"Ka-Kamu...jangan bilang..." Keringat dingin mengalir di punggung Saito.

"Tepat~!" Maho menyeringai.

Maho mengambil napas dalam-dalam dan membusungkan dadanya, lalu membuka mulutnya lebar-lebar seakan-akan menjadi megafon manusia, dan mengangkat suara yang cukup keras sehingga mencapai seluruh gedung sekolah.

"Semuanyaaaaa! Dengarkan ini! Saito-senpai dari kelas dua belas sebenarnya—."

"Tunggu tunggu tunggu!" Saito dengan panik menghentikan Maho, dan menutup mulutnya.

Dengan momentum yang Saito gunakan, tubuh Maho terjatuh, berakhir dengan punggung di bangku. Rambut panjang Maho sampai ke tanah, dan menjuntai di udara. Pesona Maho tidak sesuai dengan usianya sebagai adik kelas, dan sensasi bibirnya itu menyegarkan, memanas dalam pikiran Saito. Sambil terdorong ke bawah, Maho tertawa terbahak-bahak.

"Waaah, Senpai ini sangat berani~ Apa ini yang kamu maksud dengan membungkamku~?"

"Ini cuma darurat, jadi mari kita bicarakan ini…' Saito lebih merasa seperti menginjak ranjau darat, ketimbang mendorong seorang gadis.

Kalau Saito salah mengambil langkah, ia akan meledakkan dirinya sendiri tanpa dapat terselamatkan.

"Apa bibirku itu lembut?"

"Tidak ada yang membicarakan bibirmu!"

"Apa kamu ingin mencoba merasakannya lagi? Mungkin dengan bibirmu kali ini?"

"Apa…"

Maho meraih dada Saito, menarik dirinya ke atas, dan mendorong bibirnya lebih dekat ke arahnya. Karena kejadian yang tiba-tiba ini, Saito tidak berhasil menghindari Maho tepat waktu. Tepat saat tubuh mereka mendekat, sesuatu seperti proyektil terbang di antara mereka berdua. Tidak, itu bukan proyektil apa pun, itu adalah tubuh Shisei yang terangkat dari tanah dengan kecepatan yang luar biasa. Shisei menabrak bangku taman, mendorong Saito dan Maho menjauh satu sama lain. Dengan jeritan, Maho terjatuh dari bangku itu. Di saat yang sama, Shisei berdiri di bangku taman itu laksana raja dengan tangan bersilang, dan menyeka keringat di dahinya.

KuraKon4-1-2


"Itu berbahaya. Abang, apa Abang baik-baik saja?"

"Shisei…!"

Sungguh sosok yang berani. Benar-benar tindakan heroik. Saito merasa seperti seorang gadis yang diselamatkan oleh seorang hero. Saito sepenuhnya menyadari kalau ekspresinya berubah menjadi seperti seorang protagonis wanita dalam manga shoujo. Di saat yang sama, Shisei menyatakan dengan ekspresi yang dapat diandalkan.

"Shisei akan melindungi Abang. Tidak peduli siapa yang akan melawan Shisei, aku akan mengalahkan siapapun musuh itu, dan membuat mereka menyermgh!"

Tepat saat Shisei sedang menyatakan tekadnya, Maho tiba-tiba melompat, memeluk Shisei erat-erat, dan memutar-mutar Shisei dalam pelukannya.

"I…Imut sekali! Apa-apaan dia ini?! Bulu matanya sangat panjang! Pipinya sangat halus! Kulitnya mulus sekali! Dia ini terlalu menggemaskan! Apa dia ini peri?! Atau, boneka?!"

"Dia itu adik sepupuku Shisei…Bisakah kamu berhenti menggoyang-goyangnya begitu?"

Mata Shisei telah berubah menjadi kelereng kecil karena pusing. Seperti seekor binatang kecil, Shisei pasti menyadari kalau semua perlawanan itu sia-sia, dan membiarkan kakinya menjuntai di udara. Maho bertanya sambil berharap dengan suaranya.

"Bisakah aku membawanya pulang?!"

"Tidak, kamu tidak bisa membawanya."

"Aku akan membahagiakannya! Aku akan membangun kuil kecil untuknya, dan memberinya makan marsymelow setiap hari!"

"Aku sangat ragu Shisei akan menganggap itu sebagai kehidupan yang bahagia."

"Tidak masalah, bukan?! Aku menginginkannya, aku sangat menginginkannya! Aku mungkin saja akan menculiknya!"

"Jangan culik dia." Saito dengan paksa mencuri kembali Shisei dari Maho, yang hendak melarikan diri.

Takut akan hal ini, Shisei berpegangan pada Saito sambil gemetar ketakutan. Maho membentuk genggaman yang gemetaran, dan menatap Saito.

"Grrr…Houjo Saito, aku sangat cemburu…"

"Apa kamu datang ke sini itu untuk mengakui perasaanmu padaku, atau untuk menculik Shisei?!"

"Untuk mengakui perasaanku pada Senpai, tentu saja! Tetapi, masuk akal bagiku untuk menculik dan memanjakan gadis manis seperti dia ini, bukan?!"

"Kamu lebih berbahaya daripada yang aku duga…!"

"Shii-chan itu sangat imut…Aku ingin membelai…payudara Shii-chan…"

"Seorang pemerkosa?!"

Maho menggerakkan tangannya seperti tentakel kecil, dan mendekati Shisei. Saito mencoba yang terbaik untuk melindungi Shisei dari Maho, memeluknya. Namun, ini malah memungkinkan Shisei untuk membelai semua dada Saito, jadi Shisei-lah yang pemerkosa.

"Shisei…bisakah kamu melepaskan tanganmu dada Abang?"

"Shisei menolak. Seorang adik (perempuan) punya tugas untuk membuat dada abangnya tumbuh."

"Abang tidak pernah dengar tugas semacam itu... Dan juga, dada Abang tidak akan tumbuh lebih jauh dari ini!"

"Abang masih dalam masa pertumbuhan. Menyangkal kemungkinan seseorang itu merupakan pemikiran yang bodoh." Shisei tidak berani mengubah cara berpikir abangnya.

Saito sadar kalau dia harus mengomeli Shisei nanti. Di saat situasi dan suasana hati sedang kritis begini, bel berbunyi, menandakan istirahat makan siang telah berakhir. Sebagai tanggapan, Maho menurunkan tangannya, dan menghapus postur bertarungnya.

"Kamu berhasil lolos kali ini, Senpai, tetapi ini bukanlah akhir, oke? Ini baru permulaan."

"Jangan mengeluarkan frasa begitu seperti bos terakhir."

Dunia sudah cukup bermasalah dengan bos terakhir yang dikenal sebagai Akane.

"Sampai jumpa nanti, Senpai~." Maho mengedipkan mata, dan berjalan pergi.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama