Bab 4Cincin(Bagian 5)
Sekembalinya ke rumah, Akane membuka tas sekolahnya. Akane melepaskan cincin itu saat di sekolah, tetapi karena dia sekarang sudah di rumah, dia ingin memakainya kembali. Rasanya seperti Akane tidak banyak bertengkar dengan Saito selama dia memakai cincin itu. Hampir seperti cincin itu dipenuhi dengan sihir, itu memenuhi diri Akane dengan kebaikan. Akane memasukkan tangannya ke dalam tas sekolahnya, dan mencari kantung tempat dia meletakkan cincin itu.
"......Hm?"
Kantung itu hilang. Akane kira kalau kantung itu mungkin telah bergerak lebih dalam ke dalam tas, tetapi dia tidak dapat menemukannya. Diserang dengan firasat buruk, Akane mengeluarkan semua barang dari tas sekolahnya, namun masih gagal dalam menemukan kantung itu. Bahkan setelah membalikkan tas itu, tidak ada barang lagi yang keluar.
"Cincin itu…seharusnya aku yang menaruhnya di dalam kantung itu…tetapi kantung itu sendiri sekarang hilang…" Akane merasakan semua darah mengalir dari wajahnya.
—Apa? Mengapa? Di mana aku menjatuhkannya?
Tas itu benar-benar kosong. Kaki Akane semakin goyah, dia harus menopang dirinya sendiri dengan meletakkan satu tangan di atas meja. Akane punya sedikit harapan yang tersisa dan melihat ke seluruh ruangan, di bawah meja, di belakang rak buku, tetapi semuanya sia-sia. Bahkan setelah menuruni tangga dan menuju pintu masuk—masih tidak ada.
—Saito membelikan cincin itu buatku…itu merupakan hadiah darinya buatku…
Akane duduk di ruang tamu, memegangi kepalanya. Suasana hatinya yang baik telah benar-benar lenyap, dan sekarang dia merasa seperti tenggelam ke dasar danau, menggigil ketakutan dan putus asa. Kalau saja Saito mengetahui hal ini, Akane tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Saito lagi.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" Saito mengintip ke dalam ruang tamu.
Akane mengira jantungnya akan copot dari dadanya.
"Ti-Tidak ada apa-apa kok!"
"Tidak mungkin itu benar. Wajahmu saja benar-benar sepucat cat putih."
Mendengar jawaban ini, Akane menyembunyikan wajahnya.
"Aku hanya merasa tidak enak badan!"
"Kalau begitu kamu tidur saja. Aku dapat membuat makan malam untukku sendiri hari ini."
Dari setiap waktu, Saito harus memberikan kata-kata baik kepada Akane, yang hanya akan memperkuat rasa bersalah Akane. Akane membentuk kepalan tangan, dan mengamuk marah.
"Aku bilang semuanya baik-baik saja! Itu bukan urusanmu! Tolong tinggalkan aku sendiri!"
"O-Oke…Maaf soal itu." Saito melangkah mundur, tampaknya sedikit terluka karena hal itu.
"Aku akan keluar sebentar!" Akane melewati Saito, mencari di luar rumah.
Akane merasa payah. Meskipun Akane sendiri yang bersalah, dia bertindak sekejam ini pada Saito. Saito cuma bermaksud baik untuk membantu Akane, namun Akane menepisnya seperti biasa.
—Tetapi, aku tidak bisa padanya kalau aku kehilangan cincin itu…!
Akane menggertakkan giginya, dan berlari melewati distrik perumahan. Akane berjalan menuju sekolah, dan memeriksa apakah dia menjatuhkan kantung di manapun saat perjalanan pulang. Akane ragu kalau seseorang akan repot-repot mencuri kantung itu, tetapi cincin itu merupakan masalah yang berbeda. Akane harus menemukan kantung itu sebelum orang jahat dapat menemukannya duluan.
Setelah tiba di sekolah, Akane terengah-engah, lalu dia terjatuh ke tanah. Dari pintu masuk ke lorong, bahkan setelah kembali ke kelas, pencarian Akane terbukti masih sia-sia. Upaya terakhir Akane adalah memeriksa laci mejanya, tetapi tidak ada. Di sana, ada sekelompok gadis yang melewati kelas, dan tertawa. Karena beberapa alasan, Akane merasa kalau mereka menertawakannya.
—Apa mereka mencurinya…?
Keraguan memenuhi diri Akane, tetapi dia segera menggelengkan kepalanya. Meskipun Akane sudah pernah dirundung waktu SD, itu tidak terjadi lagi saat ini. Meskipun Akane tidak benar-benar disukai oleh teman-teman sekelasnya, mereka tidak menyimpan rasa dendam padanya. Perhentian berikutnya, Akane menuju ke kantor staf, meminta untuk melihat kotak barang yang hilang dan ditemukan. Namun, dia juga tidak dapat menemukan apapun di sana.
Akane menyerah mencarinya di sekolah, kemudian pergi ke pos polisi terdekat, tetapi kantung itu juga tidak diserahkan ke sana. Akane menggunakan ponsel pintarnya untuk memanggil pos polisi lain di dekatnya, tetapi mereka juga tidak menemukan apa-apa. Hampir seperti cincin itu telah lenyap dari dunia ini sepenuhnya. Di saat yang sama, itu berarti hadiah yang Akane terima dari Saito—dibatalkan olehnya juga.
—Apa yang harus aku lakukan…?
Akane cuma bisa berjalan sampai matahari terbenam, ke arah kota. Mungkin Akane harus mencari pekerjaan paruh waktu, dan membeli cincin baru? Tepat saat Akane sedang memikirkan itu, dia melihat sebuah pamflet tergantung di jendela sebuah toko serba ada. Gaji per jam adalah seribu yen. Bahkan kalau dia bekerja setiap hari sepulang sekolah, itu akan memakan waktu terlalu lama untuk membeli sebuah cincin. Saat itu, Saito pasti sudah menyadari kalau cincin itu hilang. Saat Akane tenggelam dalam pikirannya, seorang cowok asing tiba-tiba mendekatinya.
"Hei, hei, apakah kamu sedang mencari pekerjaan paruh waktu?"
Cowok itu punya tindikan di telinga dan bibirnya, rambutnya yang panjang diwarnai dengan warna dingin yang cerah, memberikan getaran yang sangat mencurigakan. Rambut pirang Himari bersinar di bawah sinar matahari, namun rambut cowok ini tampak kotor dan tidak alami. Meskipun ini merupakan pertemuan pertama mereka, cowok itu sedikit memperpendek jarak di antara mereka berdua.
"Aku punya pekerjaan paruh waktu yang hebat yang dapat aku tawarkan padamu, maukah kamu mendengarkanku?"
"Pekerjaan macam…apa itu…?" Akane memancarkan kehati-hatian yang nyata dalam suaranya.
"Ah, jangan takut! Tidak apa-apa kok! Ini sangat aman dan terjamin! Kamu cuma perlu berbicara dengan beberapa pria dewasa, dan mungkin mengambil beberapa foto! Karena kamu ini sangat imut, mungkin kamu akan segera mendapatkan satu juta yen!" Cowok itu menyeringai, dan mencoba meraih bahu Akane.
Cowok itu telah memojokkan Akane ke dinding tanpa dia sadari.
"…!" Akane tidak segan-segan melakukan tendangan tajam tepat ke perutnya.
"Aduh!? Apa yang kamu lakukan!? Aku akan memperkosamu, lalu menjualmu, dasar jalang!"
Saat cowok itu mengamuk marah, Akane melarikan diri dengan kecepatan penuh. Akane akhirnya kehabisan napas di tengah jalan, dan mengevakuasi ke pos polisi terdekat. Akane berjongkok, dan mulai menangis karena rasanya semua orang dan semua benda berbalik melawannya.
—Membeli cincin yang baru…itu tidak akan berhasil…
Cincin itu merupakan satu-satunya cincin yang Saito berikan pada Akane, dan itu cuma ada sekali di seluruh dunia ini. Saito berharap kalau mereka berdua dapat hidup rukun, belajar dengan giat, bekerja keras dalam pekerjaan penerjemahannya, dan membelikan cincin itu buat Akane. Saito bahkan diam tentang hal itu untuk membuat ini menjadi kejutan, dihujani dengan kemarahan Akane sebagai gantinya. Itulah betapa pentingnya hadiah ini. Bahkan kalau Akane berhasil mendapatkan cincin yang sama lagi, itu tetap tidak akan sama.
—Aku harus menemukan kantung itu bagaimanapun caranya...sebelum Saito mengetahuinya.
Akane menggertakkan giginya.