KuraKon - Jilid 3 Bab 3 Bagian 5 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Selingkuh
(Bagian 5)

Karena Akane mendengar suara pintu depan terbuka, dia meninggalkan ruang belajarnya, dan menuruni tangga ke lantai dua, berpapasan dengan Saito yang masih berseragam saat ia melepas sepatunya.

"Kamu pulang terlambat lagi hari ini. Apa kamu mengambil jalan memutar saat perjalanan pulang?" Akane bertanya, sehingga Saito menunjukkan wajah canggung.

"Aku punya beberapa urusan yang harus diurus."

"Urusan? Urusan apa sih?"

"Tidak penting kok."

Sekali lagi, Saito bertingkah aneh. Ia tiba-tiba mulai rajin belajar, dan sering pulang terlambat setiap hari. Sebelumnya, ia menantikan masakan buatan tangan Akane, namun malam ini ia kalau ia tidak membutuhkannya.

"Aku lelah, jadi aku akan pergi mandi dan tidur."

"Ah…"

Saito melewati Akane. Aroma wangi tercium ke hidung Akane pada saat itu. Aromanya tidak seperti makanan, atau shampo yang mereka gunakan di rumah, dan bahkan tidak seperti aroma Saito sendiri. Itu aroma wanita lain.

Apa ia selingkuh dariku!?

Akane berpikir sejenak, tetapi dengan cepat menggelengkan kepalanya. Ini bahkan tidak dapat disebut perselingkuhan. Mereka cuma menikah di mata hukum. Merupakan hak Saito sendiri dengan siapa ia berselingkuh, atau berapa banyak simpanan yang ia simpan untuk dirinya sendiri. Dikatakan begitu... Akane tidak bisa mengabaikan ini. Perasaan suram dan kabur memenuhi dadanya. Memang benar kalau mereka tidak menikah karena cinta, tetapi mereka tinggal bersama untuk mewujudkan impian mereka sendiri, jadi diberi tahu tentang hal semacam itu merupakan hak Akane.

Mungkin akan lebih baik kalau mereka mendiskusikan segala sesuatu di belakang layar, dengan Saito memberi tahu Akane setidaknya nama dari wanita itu, sehingga kakek-nenek mereka tidak akan curiga. Saat Akane memikirkan hal itu, Saito telah meninggalkannya, dan menghilang. Di dalam ruang belajar Saito, Akane dapat mendengar suara dari Saito melakukan sesuatu. Akane bergegas menaiki tangga, dan membuka pintu dengan banyak tenaga.

"Hei, aku masih belum selesai bica—."

Di dalam ruangan, Saito saat ini sedang berganti pakaian dari seragamnya ke pakaian saat rumah. Tak lama setelah melihat ini, Akane berteriak, dan menutup pintu.

"Mengapa kamu ganti pakaian di sini?!"

"Karena ini ruanganku!?"

"Kamu bisa ganti pakaian di depan lemari bajumu, kamu tahu!?"

"Ini kan ruanganku, mengapa aku harus meribetkan diriku sendiri begitu!"

Meskipun cuma melalui pintu, Akane dapat mengetahui betapa bingungnya Saito. Tentu saja, Akane pun juga begitu. Tubuh setengah telanjang Saito membakar retina Akane. Setelah suara-suara di dalam ruangan menghilang, Akane dengan hati-hati membuka pintu. Saito selesai berganti pakaian, dan sekarang meringkuk di belakang kursi. Ia tampak seperti seorang prajurit yang menderita GSPT (Gangguan Stres Pasca-Trauma).

"…Mengapa kamu bersembunyi?" Akane bertanya.

"Karena kamu sedang marah…"

"Aku tidak akan membunuhmu. Meskipun, sesuatu yang sangat buruk mungkin akan terjadi."

"Aku akan keluar sejenak." Saito terhuyung mundur.

Saito menunjukkan tanda-tanda sudah bersiap untuk melompat keluar jendela, tetapi ini lantai dua. Namun Akane menghalangi pintu itu, dan menyilangkan tangannya.

"Jadi!? Berapa banyak simpan yang kamu punya?!"

"Simpanan!?"

"Kamu punya, bukan!? Bahkan kalau kamu berpura-pura bodoh, aku dapat menerawangmu! Aku tahu kalau kamu punya satu miliar anak di luar sana!"

"Obat apa yang kamu minum, sih…? Apa kamu baik-baik saja…?" Saito menunjukkan ekspresi yang benar-benar khawatir.

Mungkin mengatakan satu miliar begitu terlalu berlebihan. Meskipun begitu, Akane tidak akan dapat tidur nyenyak kalau dia tidak berhasil mengungkap kebenaran dari Saito. Akane menyatakan diri ke arah Saito.

"Kalau kamu tidak berencana untuk mengaku, maka aku akan melancarkan ideku sendiri..."

"A-Apa…?" Saito menelan ludah.

"Em…Aku akan…begini…Aku akan melakukan sesuatu yang sangat mengerikan!"

"Jadi kamu sendiri bahkan belum kepikiran!?"

"Di-Diamlah! Aku punya ide yang masih samar-samar! Rencana terperincinya harus menunggu nanti! Jangan salahkan aku kalau kamu mulai menangis!" Akane menodongkan jari telunjuknya ke ujung hidung Saito.

Semua ini terlalu berlebihan buat Akane, dia hampir menangis sendiri.

"Mana mungkin aku punya simpanan. Prioritas utamaku ialah mewujudkan impianku, jadi aku tidak bisa mengambil risiko kalau Kakek mengetahui apapun. Bukankah kamu juga sama?"

"I-Iya, tetapi…"

Kalaupun ada, Akane tidak tertarik pada cinta. Kalau dia tidak dipaksa menikah dengan Saito ini, Akane mungkin tidak akan pernah memikirkan hal ini. Saito membuka buku di mejanya, dan memunggungi Akane.

"Aku tidak akan mengganggumu, jadi tinggalkan aku sendiri."

"……!" Sambil menggertakkan giginya, Akane meninggalkan ruangan itu.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama