Bab 2Kencan(Bagian 1)
Dengan suara dentuman, pintu ruang belajar Saito terbuka. Atau lebih tepatnya — itu terbuka lebar. Akane membawa senjata tumpul di tangannya, sambil terengah-engah. Akane punya mata yang merah, bibirnya terangkat menjadi seringai menakutkan, untuk sesaat dia tampak seperti iblis yang datang untuk membunuh Saito.
"Sekarang! Inilah saatnya bagimu untuk mengajariku!"
"Kamu tidak benar-benar datang ke sini untuk membunuhku kah…?" Saito segera melompat ke arah jendela dengan kursi di tangannya.
Itu merupakan reaksi yang refleksif, seperti habis melihat binatang buas, yang akan menyelamatkan hidupnya di rumah ini, dan bukan pemikiran yang masuk akal.
"Aku tidak akan membunuh sumber informasiku yang berharga..."
"Jadi kamu akan membantaiku tanpa ampun setelah aku memberimu informasi yang kamu inginkan, bukan?"
"Apa sih masalahmu? Aku kan yang membiarkanmu mengajariku, ingat!? Menyerah saja dan lakukan apa yang aku suruh!"
"Ini pertama kalinya aku dipandangi dengan nada yang begitu kuat dan sombong."
"Di-Di-Di-Diamlah!"
Akane membanting senjata tumpulnya—yaitu kamus tebal yang tampak seperti buku referensi—ke bawah meja. Saito tidak bisa menebak apakah pipi Akane merah itu karena dia membawa sesuatu yang begitu berat, atau apakah karena dia malu diajari oleh Saito.
"Baiklah, kalau begitu biarkan aku melihat lembar jawabanmu dari ujian kecakapan yang terakhir."
"Kok tiba-tiba begitu sih!? Mana mungkin aku mau membagikan informasi pribadi seperti itu kepada musuhku! Kamu mungkin akan menggunakan informasi itu untuk melawanku dan membuatku tidak dapat melawanmu!" kewaspadaan Akane terhadap Saito jadi meroket.
"Aku tidak merencanakan sesuatu yang jahat semacam itu, jadi tenang saja. Aku cuma mau melihat mata pelajaran apa yang biasanya kamu mendapatkan nilai yang lebih tinggi."
"Ka-Kamu ingin mengungkapkan segalanya tentang diriku…" Akane memeluk tubuhnya sendiri, lalu menangis.
Saito mengeluarkan tawa 'He he he' yang jahat.
"Bukankah kamu ingin menang melawanku…? Kalau kamu beri tahu kelemahanmu padaku, kamu mungkin akan menemukan cara terbaik untuk mengalahkanku... Aku rasa kamu tidak punya pilihan dalam memilih metode...?"
"Erk…!" Ekspresi Akane jadi menegang, dan dia keluar dari ruang belajar Saito.
Akane segera kembali, dan memperlihatkan Saito, lembar jawabannya yang terlipat rapi dengan tangan gemetar.
"Ja-Jangan... menatapnya terlalu lama..."
"I-Iya…"
Saito cuma ingin membalas Akane untuk semua masalah yang biasanya ia alami, tetapi melihat Akane menderita karena malu, Saito merasa kalau ia melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Untuk menebus dosa-dosanya, Saito mengarahkan pandangannya ke lembar jawaban Bahasa Inggris Akane. Karena mereka diuji dengan ujian kecakapan yang sama, Saito mengingat jawabannya.
"Ba-Bagaimana lembarnya…?"
"Karena ketepatan dan jumlah poinmu lebih rendah pada pertanyaan-pertanyaan di akhir, aku rasa kamu ini kehabisan waktu, ya?"
"Ba-Bagaimana kamu bisa tahu itu!?"
"Tulisan tanganmu juga berantakan, sepertinya kamu menulis lebih cepat agar lebih banyak jawaban yang terisi."
"Aku mana sanggup! Satu jam merupakan waktu yang sangat singkat!"
"Jangan menlontarkan keluhan pada sistem dunia ini."
"Jika satu jam itu 5600 menit, aku akan dengan mudah mendapatkan nilai yang sempurna…!" Akane menggigit kukunya.
"Setiap orang dikasih jumlah waktu yang sama, jadi kamu perlu menyelesaikan pertanyaan dalam kerangka waktu itu. Melihat dari tulisan tanganmu, pertanyaan-pertanyaan akhir ini terlalu banyak menghabiskan waktumu. Kamu harus memberikan jawaban yang lebih samar dan melanjutkannya."
"Kalau aku melakukan hal itu dan melakukan kesalahan, aku masih tetap akan kalah melawanmu, bukan!?" Bahu Akane bergetar karena marah.
—Kamu masih tetap akan kalah karena kamu pada akhirnya kehabisan waktu...
Saito memikirkan hal itu di dalam hati, tetapi mengatakan hal itu dengan keras sama saja seperti menuangkan lebih banyak minyak ke dalam api yang menyala.
"Kelemahan terbesarmu adalah kamu itu langsung jadi emosional terhadap segala hal."
"Aku tidak begitu kok!" Akane membanting tangannya ke meja.
"Kamu saja sedang emosional sekarang! Apa kamu tidak merasa kasihan dengan meja yang malang ini!?" Saito menjauhkan Akane sedikit dari meja itu, memperlakukannya seperti anjing buas. "Dan begitu kamu jadi emosional, kemampuanmu dalam berpikir akan menderita karena hal itu. Kamu memang biasanya sangat cerdas, tetapi saat ini kamu sudah mencapai negatif 50."
"Kecerdasanku bisa mencapai negatif!?"
"Cuma sebagai kiasan saja. Kamu juga menyadarinya, bukan?"
"Erk…Be-Begitulah…" Akane dengan enggan mengakui hal itu.
—Jadi, bagaimanapun juga, kamu menyadarinya ya! Meskipun kamu memintaku untuk membantumu...
Kalau ternyata begitu, Saito sangat berharap kalau Akane mau bekerja sama dengannya sedikit lagi...secara rasional. Saito semakin khawatir kalau Akane mungkin akan membocorkan apapun tentang pernikahan mereka kalau dia terus-menerus panik dengan mudahnya.
"Kelemahanmu itu tampak selama ujian berlangsung. Karena kamu kehilangan poin, semakin kamu panik, penting bagimu untuk menjaga kecepatan yang tetap sehingga kamu mendapatkan kesempatan yang adil untuk menjawab setiap pertanyaan."
"Tetapi, pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman membaca (reading comprehension) membutuhkan waktu yang lama..."
"Baca saja menggunakan ritme."
"Memangnya aku bisa melakukan itu! Pak Guru terkadang dapat menjadi perundung yang sesungguhnya, jadi beliau akan menggunakan banyak kata yang aku tidak tahu!"
"Begitulah cara kerja soal pemahaman membaca, oke. Seperti yang dikatakan...Begitu, karena kamu ini terlalu rajin demi kebaikanmu sendiri, kamu jadi buruk cuma dalam membaca inti dari teks..." Saito mulai berpikir. "Aku rasa akan lebih baik untuk membiarkanmu menangani sesuatu tanpa bergantung pada intuisimu."
Saito mengambil sebuah buku dari rak bukunya, berjudul 'Otot! Otot Kosakata! Pelatihan 30.000 Kata Khusus sampai Ahli!'. Tampak di sampulnya, ada binaragawan yang berotot, membentuk huruf abjad dengan tubuhnya.
"Bu-Buku apaan ini…?" Akane tersentak.
"Sebuah buku referensi yang amat membantu dalam mengembangkan kosakatamu. Jika kamu mampu mengingat 30.000 kata itu, kamu dapat membaca sebagian besar teks berbahasa Inggris."
"Aku tidak bisa mengingat semua itu!"
Saito tertawa terbahak-bahak.
"Kamu sudah pasti bisa mengingatnya. Ingatlah 300 kata setiap hari, dan kamu akan selesai dalam waktu 100 hari."
"Tanganku juga akan lelah pada saat itu! Ah!? Apa ini yang aku pikirkan!? Kamu ingin aku menggunakan tanganku sampai lelah sehingga aku bahkan tidak bisa mengikuti ujian sama sekali!?" Akane sempoyongan ke belakang, saat wajahnya mulai pucat.
"Kalau efisiensimu dalam menuliskannya seburuk itu, maka lihat saja ke kata-katanya, lalu hafalkan."
"Lihat saja…?"
"Karena kita ini manusia, kita paling banyak mengukir dalam ingatan kita kalau kita secara aktif berusaha mengingat sesuatu. Namun, saat kamu menuliskan sesuatu untuk diingat, yang kamu lakukan hanyalah membuat tanganmu mengingatnya, tetapi otakmu tidak akan terstimulasi sama sekali. Semuanya akan sia-sia."
"Tetapi, di sekolah, para guru terus-menerus mengatakan kalau menuliskan semuanya itu penting, dan mereka memberikan kita banyak PR…"
Saito mengangkat bahunya.
"Para guru juga bodoh, cuma itu kok."
"Kamu ini..." Akane menunjukkan ekspresi lelah pada Saito.
"Ini merupakan metode tercepat untuk memperoleh kata-kata yang baru. Pertama, Kamu putuskan kata-kata yang ingin kamu pelajari dalam bahasa Inggris, dan membaca terjemahan bahasa Jepangnya secara berdampingan. Menurutku seratus kata per hari pasti akan berhasil. Selanjutnya, kamu cuma melihat kata-kata yang bahasa Inggris saja, dan sembunyikan terjemahan bahasa Jepangnya dengan tanganmu, lalu menebak artinya. Sampai kamu benar-benar mengingatnya, kamu perlu mengulangi langkah ini lagi dan lagi."
"Ini memang seringnya berhasil kalau menggunakan buku kosakata, ya."
Saito mengangkat jari telunjuknya.
"Di sinilah pentingnya. Keesokan harinya, bahkan sebelum kamu menghafal kosakata baru, kamu revisi kata-kata yang sudah kamu pelajari kemarinnya. Cuma melihat kata-kata yang berbahasa Inggris, lalu menebak artinya. Kemudian kamu beralih ke kata-kata baru, dan besok lusanya, kamu revisi kosakata yang sudah kamu hafal dua hari terakhir."
Akane menelan ludahnya.
"Bu-Bukankah itu berarti…kalau aku melanjutkan ini selama sepekan, aku harus merevisi 700 kata dalam satu hari…?"
"Namun, kalau kamu benar-benar tidak menuliskannya, tanganmu tidak akan menanggung beban apapun kok. Hanya dengan melihat dan mengingat kata-kata, otakmu akan mulai bekerja, jadi kamu akan lebih mudah dalam menghafal kata-kata, dan kosakatamu akan bertambah dalam sekejap mata."
"Apakah ini akan berhasil dengan baik, aku jadi penasaran…" Akane masih terdengar ragu.
"Coba saja dulu sebagai tes, kemudian lakukan selama satu hari. Bahkan tanpa menuliskan kata-kata itu, kata-kata itu akan segera terukir di dalam otakmu."
"…Kalau kamu bohong padaku, aku akan gunakan tubuhmu sebagai kertas saat aku menghafal kosakata." Menembakkan ancaman yang aneh, Akane mulai memelototi buku referensinya.
—Aku mungkin mesti membuang semua pulpen minyak yang kita punya di rumah ini…
Saito merasakan bahaya yang merayapi tubuhnya, dan masih terus mengawasi Akane belajar.