KuraKon - Jilid 3 Bab 1 Bagian 5 - Lintas Ninja Translation

Bab 1
Saingan
(Bagian 5)

Setelah jam pelajaran berakhir untuk hari ini, Saito, Shisei, dan Himari membeli beberapa makanan manis di toko serba ada terdekat. Kantong plastik yang dibawa Saito hampir meledak, begitulah isinya.

"Kamu membeli banyak ya, Shisei-chan! Kalau kamu makan terlalu banyak makanan manis, kamu nanti tidak akan punya cukup ruang untuk makan malam buatan Akane." Himari menyarankan hal itu, tetapi Shisei cuma mendorong dadanya dengan percaya diri.

"Tidak masalah kok. Setelah semuanya sudah rata, Shisei bisa makan masakan Akane."

"Jadi sudah bisa dipastikan kalau kamu akan memakan semuanya..."

"Shisei juga akan memakan Akane."

"Eh, Shisei-chan, jangan bilang…" Himari tersipu malu.

"Tolong jangan makan dia, oke." Saito segera menghentikan orang yang dikenal rakus ini.

Shisei mungkin cuma bercanda, tetapi selalu ada aja kesempatan baginya, tahu sendiri kan. Di saat yang sama, Himari berjalan di sebelah Saito, tampaknya sedang dalam suasana hati yang baik.

"Ini pertama kalinya kamu pergi ke rumah Akane, bukan? Semuanya masih baru, dan sangat bersih!"

"Ha-Hah, benarkah. Aku sangat menantikannya, haha." Saito membalas dengan suara yang tertekan.

Ini bukan yang pertama kalinya sih, Saito malahan tidur di kamar yang sama dengan Akane setiap malam. Namun, Himari tidak boleh sampai mengetahui hal ini. Kalau Himari secara tidak sengaja membocorkan fakta ini kepada teman-teman sekelas mereka, itu akan menyebabkan kekacauan. Saat Saito sedang memikirkan hal itu, Himari memiringkan kepalanya.

"Tetapi, itu pasti aneh ya. Ketika aku mengunjungi rumahnya sebelumnya, rasanya berbeda dari yang aku tahu. Aromanya, bahkan warna gordennya, semua itu tidak terlalu mirip dengan rumah Akane lagi."

Saito sedikit panik karena kalimat yang Himari kemukakan itu benar.

"Mung-Mungkin itu cuma semacam perubahan pikiran? Sejak dia pindah dan sebagainya, dia mungkin ingin memulai dari titik awal yang baru."

"Hm, aku penasaran? Aku merasa mangkuk nasi dan peralatan makan yang dia miliki juga berbeda dari yang dia miliki sebelumnya…? Apakah kamu benar-benar akan membeli peralatan makan baru saat kamu pindah?"

(TL Note: Detail sekali.)

"Itu…Mungkin karena perusahaan pemindahan menghancurkan semua peralatan makan miliknya selama proses pemindahan?"

"Aku sangat berharap dia tidak pernah memesan perusahaan itu lagi!" Himari berteriak putus asa.

Sama dengan kejadian pada saat makan siang sebelumnya, Himari benar-benar memiliki indra yang tajam. Saito merasakan keringat dingin keluar karena ia takut akan kemungkinan kalau Himari akan mengetahui segalanya begitu dia mengunjungi rumah mereka. Tak lama, Himari menghentikan langkahnya, dan menatap Saito.

"Juga, kamu itu tahu di mana rumah Akane ya, Saito-kun?"

"Eh? Me-Mengapa kamu berpikir begitu? Aku tidak tahu!?"

"Untuk sementara waktu saat ini, kamu telah berjalan ke depan seakan-akan kamu sudah tahu mau ke mana kita akan pergi. Aku tidak membimbingmu, bukan?"

"Ah…Aku mendengarnya dari Akane. Ketika kita memutuskan untuk mengadakan sesi belajar ini."

"Begitu ya~ Kamu ini sangat luar biasa, Saito-kun, tahu ke mana arahnya tanpa menggunakan peta." Himari mengangguk setuju.

Meskipun Himari mungkin peka dan tajam terhadap hal-hal tertentu, jauh di lubuk hatinya dia masih jujur dan bersedia mempercayai orang lain. Agar Saito tidak memberinya alasan lagi untuk dicurigai, ia memperlambat kecepatannya dan membiarkan Himari yang menuntun mereka. Di saat yang sama, Shisei menarik seragam Saito.

"Apa…?" Saito dan Shisei saling berbisik.

"Tidak usah khawatir. Jika semuanya tidak berjalan mulus, Shisei akan mendukung Abang."

"Itu akan sangat membantu, tetapi…"

"Kalau orang-orang mengetahui tentang pernikahan kalian dan Abang harus berhenti sekolah, Shisei akan menerima Abang dan mendukung Abang selama sisa hidup Abang."

"Kalau bisa, Abang mau dukunganmu sedikit lebih awal dari itu!"

Shisei mengangkat dua jarinya.

"Uang dari mesin slot harian Abang akan menjadi 200.000 yen."

"Kamu terlalu memanjakan Abang, bukankah begitu menurutmu?"

"Dan Abang mendapatkan limosin dengan sopir cantik yang akan membawa Abang ke kasino."

"Orang yang baik hati macam apa Abang ini di kehidupan Abang yang sebelumnya sampai-sampai surga memberkati Abang saat ini?"

Namun, Saito sendiri juga tidak mau pergi ke surga. Ia tidak menginginkan perkelahian yang tidak perlu, tetapi ia ingin menghabiskan hari-harinya tanpa melakukan apapun juga yang tidak disukainya. Ia punya mimpi yang ingin ia raih sendiri, ke posisi yang ingin ia capai. Bahkan jika itu merupakan tempat yang jauh, sesuatu yang Saito saja mungkin tidak dapat mencapainya dengan 100% dari hasil usahanya jika digabungkan.

Akhirnya, Saito dan dua lainnya sampai ke tempat tujuan mereka. Himari menekan bel pintunya, di mana langkah kaki yang panik dapat terdengar, dan Akane muncul dari dalam.

"Se-Selamat datang~ Ini masih agak berantakan sih, tetapi…" kata Akane, sambil terengah-engah.

Akane mungkin tidak punya cukup waktu untuk berganti pakaian, karena dia masih mengenakan seragamnya. Saito melihat sebuah tas yang berisi cucian di dalamnya tidak jauh dari pintu, dengan benda-benda berbahaya lainnya yang didorong ke samping.

"Ma-Maaf mengganggu..." Saito memberi salam dengan canggung.

Ini pertama kalinya aku merasa sangat gugup pulang ke rumahku sendiri…

Saito semakin dan bertambah cemas, penasaran apakah Himari tidak mendengar suaranya yang gagap dan tegang. Sepatu pribadi Saito masih terlihat di depan pintu masuk, jadi ia dengan hati-hati dan diam-diam mendorong sepatu itu ke samping.

"Akane, makan malamnya, makan malamnya dong!" Shisei menarik pakaian Akane.

(TL Note: Sopan banget lu, dateng-dateng langsung minta makan.)

"Belum saatnya, Shisei-san. Pertama-tama kita akan belajar dulu."

"Kamu tidak bisa berjuang dengan perut yang kosong—Apakah kamu tidak tahu ada pepatah yang seperti itu, Akane?"

"Aku tahu itu, kalau begitu buat apa kamu membeli makanan ringan itu?"

"Shisei lebih menyukai masakan Akane."

"Erk…" Akane tersipu malu atas pujian langsung dari Shisei itu.

"Sejak kapan kalian berdua jadi mesra begini!? Itu tidak adil, biarkan aku bergabung juga!"

"Kya!?" "Ohh~"

Himari meraih kedua lengan Akane dan Shisei. Saat gadis-gadis itu menikmati waktu ramah mereka bersama, Saito malah berkeliling-keliling memeriksa apakah Akane lupa mengambil barang pribadinya. Meskipun dapur terbuka dan ruang tamu masih sedikit berantakan, Saito tidak menemukan sesuatu yang berbahaya. Sesampainya di meja ruang tamu, Saito meletakkan bahan belajarnya, dan akhirnya dapat menghela napas dengan sedikit lega. Shisei tidak menunjukkan niatnya untuk belajar, karena dia malah mengunyah kukis.

"Jadi, apa yang perlu aku ajarkan padamu? Apa kamu ada kendala, Himari?"

"Iya~ aku bahkan tidak tahu bagian mana yang tidak aku mengerti~!" Himari tersenyum polos.

Itu merupakan templat jawaban dari seorang gadis yang gagal dalam belajarnya.

"Biarkan aku mengubah pertanyaannya. Kapan kamu pertama kali tidak bisa mengikuti pelajaran?"

Himari memikirkannya sejenak.

"Sejak…aku kelas satu…SD…?"

"Kapan kamu tahu hasil dari 1+1!?" Saito merasa putus asa memenuhi tubuhnya.

Ini memang terlalu banyak untuk dibahas dalam waktu yang singkat.

"Aku tidak merasa kalau kamu mengalami kesulitan, Himari. Jika aku harus menebak, nilai matematikamu cuma benar-benar turun sejak kelas sepuluh SMA."

"Ah, kamu mungkin benar! Akane, kamu ini benar-benar mengenalku dengan baik!"

"Be-Begitulah… lagipula kita itu kan berteman…"

"Kita bukan cuma berteman, kita ini bersahabat, bukan?"

"Ber-Bersahabat…" Akane tersenyum tipis.

Saito mulai berpikir.

"Begitu ya…Jadi pada dasarnya, kamu mulai tersandung pada saat pemfaktoran. Aku rasa kita mengulang mengulang semua pelajaran matematika dari kelas sepuluh SMA."

"Dari kelas sepuluh!? Mengapa!?" Mulut Himari terbuka lebar.

"Aku bisa mengajarimu apa yang kita kerjakan saat pelajaran hari ini, tetapi itu tidak akan membantumu kalau kamu tidak tahu dasar-dasarnya. Kamu perlu mencatat dasar-dasarnya di dalam pikiranmu terlebih dahulu, lalu kita dapat melanjutkan."

"Te-Tetapi…bukankah itu merupakan tugas yang berat buatmu, Saito-kun…?"

Saito mendengus dengan sombong.

"Mengajari orang lain itu memang tugas yang berat, tetapi kita sudah berpindah sampai ke titik ini dan tidak bisa kembali lagi."

"O-Oke..." Himari dengan erat membentuk tinju di atas pangkuannya.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama