Bab 33Waktu Menelepon
Setelah berganti pakaian di kamar ganti gimnasium, Ei-sensei membawa kami ke restoran okonomiyaki yang terkenal, di mana dia mentraktir aku dan Kak Ruru makan malam.
"Aku telah berutang padamu, Asami-san. Aku harus mendapatkan beberapa poin di sini."
Ei-sensei merupakan salah satu dari kouhai ibuku di universitas. Dia telah diinstruksikan oleh ibuku, yang telah mengunjungi almamaternya sebagai seorang pengamat.
(TL Note: Pengamat ini kami ambil dari kata OB, yang sama sekali belum kami ketahui kepanjangannya, jadi kami asumsikan sebagai seorang observer.)
Kak Ruru juga mulai mempelajari pertahanan diri karena dia mengagumi ibu kami, dan aku berakhir mempelajarinya ketika dia mengajakku untuk ikut bersamanya – memang bagus untuk bisa rutin berolahraga, dan meskipun aku malu pergi ke sana bersama kakakku, tetapi bukan berarti aku tidak mau.
Aku memikirkan itu dalam perjalanan pulang kami bersama setelah makan malam. Aku dulu lebih pendek dari Kakakku, dan dia dulu suka menarik tanganku, tetapi itu sudah sangat lama sejak dia terakhir kali melakukannya.
"Iya. Terima kasih kembali."
Sambil berpikir bahwa aku seharusnya mengatakan "Aku pulang", Kak Ruru membuka pintu depan dan memaksaku untuk maksud duluan.
"Nakkun, apa kamu berpikir kalau kamu perlu menjauh dari Kakak?"
"...Iya... Em..."
Sudah biasa bagi kakakku untuk membaca pikiranku. Intuisi kakakku menakutkan - iya, jika kamu mengenang masa lalu dan menatap ke kejauhan, tidak heran baginya biasanya langsung tahu.
Aku duduk di sofa ruang tamu dan beristirahat untuk sejenak. Kakakku berjalan dari ruang makan ke dapur, membuka kulkas dan memeriksa bahan-bahan untuk sarapan besok sambil mengobrol denganku.
"Kakak tahu segalanya tentangmu, kamu tahu? Kamu punya pacar yang imut bernama Takane-san, dan kamu juga akrab dengan Kiri-chan, jadi kamu rasa kamu tidak punya waktu untuk mengganggu Kakak, kan?"
"Itu tidak benar."
"Eh? Apakah itu berarti kamu tidak ingin berteman dengan Kiri-chan atau semacamnya?"
"Begitulah, iya, tetapi... Aku tidak bisa begitu saja mengatakan sesuatu seperti itu, aku tahu itu. Jadi jangan katakan apa-apa saat ini."
"Aku rasa kamu benar, itu akan menghabiskan beberapa waktu. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan Kakak, Nakkun..."
Kak Ruru mencoba memberi tahuku, tetapi berhenti di tengah kalimat. Aku dengan santai berbalik arah untuk menanyakannya apa kelanjutan ceritanya –
"...Setelah memakan okonomiyaki, kamu harus menyikat gigimu dengan benar. Tetapi Kakak sih baik-baik saja."
"...Ter-Terlalu dekat..."
Sebelum aku mengetahuinya, wajah Kak Ruru berada di depanku, dan dia tepat di belakangku. Ketika dia mengatakan itu, aku khawatir kalau rumput laut hijau masih menyangkut di gigiku.
"Cuma bercanda, Nakkun terawat dengan baik. Mungkin Kakak tidak perlu mengkhawatirkanmu lagi."
"...Kakak tahu kalau aku lemah ketika Kakak mengobrol denganku seperti itu."
"Fufufu... Jika kamu tidak meninggalkan Kakak sendirian, Kakak secara bertahap akan semakin merepotkan."
"Beri aku waktu istirahat... Ah, siapa yang akan mandi duluan? Aku bisa mengambil giliranku nanti."
"Hmm, kalau begitu Kakak akan mandi duluan. Maafkan Kakak karena telah menendangmu begitu kuat di gimnasium."
"Itu karena aku sedang tidak bugar. Itu tendangan yang bagus."
"Begitu ya...? Apa kamu yakin kalau kamu baik-baik saja?"
Kak Ruru masih tampak merasa bersalah. Aku rasa reaksinya berlebihan, tetapi dia selalu begitu — Kakakku memiliki kecenderungan untuk merasa memiliki tanggung jawab lebih ketika itu berhubungan dengan menyakitiku.
"Lihat, tidak ada masalah di bagian yang Kakak serang."
"...Oke, jika Nakkun berkata begitu. Kakak akan mandi duluan."
Aku merasa lega karena entah bagaimana dia mengerti. Setelah Kak Ruru pergi, ponselku bergetar.
Asatani-san mengirimiku sebuah pesan. Itu seharusnya tidak terjadi untuk sementara waktu, tidak, mungkin tidak akan pernah lagi - ini mungkin lebai, tetapi itulah yang aku pikirkan.
Aku rasa reaksiku terlalu berlebihan. Asatani-san hanya mengatakan apa yang ingin dia bilang ingin dia lakukan. Karena kami berteman, dia tidak perlu sungkan untuk menghubungiku – Jika aku menghubunginya, aku mungkin perlu meminta izin pada Takane-san. Itu akan menjadi aturan yang harus aku ikuti, tentu saja.
[Selamat malam, bolehkah aku mengobrol denganmu sebentar?]
Ketika aku sedang memikirkan hal itu, dua menit telah berlalu sejak notifikasi itu datang. Aku penasaran apakah ini bisa diterima – Tidak, aku seharusnya tidak gugup karena hal ini.
[Selamat malam. Ada apa?]
[Aku dengar dari Yui-chan. Bolehkah aku ikut kalian?]
Dia dengan cepat mengobrol - dan aku yakin kalau dia akan baik-baik saja ketika Nakano-san mengajaknya, bahkan jika dia tidak memastikan ulang denganku. Aku rasa Asatani-san sangat sopan pada situasi-situasi ini.
[Tentu, tetapi aku juga penasaran apakah aku juga boleh datang.]
[Jika kamu khawatir dengan ini akan menjadi acara untuk semua anak cewek, mengapa kamu tidak membawa teman, Nagi-kun? Seperti dua orang yang selalu kamu ajak nongkrong di kelas.]
[Aku penasaran apakah Takadera dan Ogishima akan datang jika mereka tidak punya aktivitas klub.]
[Kamu bergabung dengan aktivitas klub, juga kan, Nagi-kun? Aku juga telah bergabung dengan klub, tetapi sampai kami memutuskan apa yang akan kami lakukan untuk festival nanti, aku rasa aku akan mengambil hal-hal dengan langkahku sendiri.]
[Kami baru saja mulai, tetapi Nakano-san bilang bahwa kami akan membuat majalah klub.]
Aku merasa interaksinya lebih alami dari yang aku pikirkan jadinya.
Aku tidak bisa apa-apa selain merasa gugup ketika aku mengobrol dengan Asatani-san. Alasan mengapa ini tidak menjadi masalahnya lagi – Aku rasa itu karena Takane-san mendengarkanku dengan perlahan.
'Ciuman tidak langsung itu tidak cukup untuk membuatnya setara...'
[Memang seru bisa membuat sesuatu dengan semua orang, iya kan?]
Ketika aku mengingat kejadian di tempat parkir sepeda, sebuah pesan masuk.
Itu adalah sebuah stiker seekor kucing yang mengatakan, "Itu hebat, meong!" Aku dengar kalau Asatani-san punya seekor kucing dan menyayanginya.
[Aku rasa klub musik ringan itu sama ketika berhubungan dengan membuat sesuatu bersama-sama.]
[Oh, jadi kamu tahu kalau aku bergabung dengan klub musik ringan.]
[Aku yakin kalau kamu sibuk bekerja, tetapi itu hebat bahwa kamu juga bisa terlibat dalam klub musik ringan.]
Setelah mengetik pesan itu, aku menyadari kalau jariku menekan layar dengan sangat cepat.
Aku harus tetap tenang. Aku menahan diriku sejenak untuk memastikan kalau aku tidak menjadi seorang perusak pujian.
[Woh.]
[Eh?]
[Tidak, aku hanya merasa ingin mengatakannya.]
[Oh, aku mengerti.]
Aku harap aku telah mengatakan sesuatu dengan lebih cerdik - aku penasaran akan jadi seperti apa kami jadinya jika aku bisa melakukan itu.
Bagaimana jadinya kami, benar-benar kemungkinan yang mustahil. Sebelum aku mengetahuinya, aku mendapati diriku tersenyum.
[Nagi-kun, kamu tidak bisa bilang padaku kalau aku terlalu hebat, bukan?]
– Sudah kuduga itu. Aku sudah diberi tahu.
[Aku punya sesuatu yang ingin aku lakukan ketika aku bergabung dengan klub musik ringan. Aku ingin bergabung dengan sebuah klub dengan semua cewek dan mengadakan pesta minum teh sepulang sekolah.]
[Kedengarannya seru.]
[Menurutmu aku akan andil bagian sebagai apa?]
[Mungkin vokalis?]
[Oh, kamu sangat tanggap. Nagi-kun, kamu benar-benar pengge.]
Mungkin saja dia salah ketik, tetapi Asatani-san langsung menghapus pesan itu.
Memang sulit untuk mendapatkan pesan lainnya. Aku memikirkan itu sejenak dan mencoba mengirim sebuah pesan lagi terlebih dahulu.
[Aku dengar kamu memposting sebuah lagu di Instagram story-mu dan itu sangat populer.]
[Apa aku memberi tahu Nagi-kun tentang itu? Ah, itu karena aku membicarakannya dengan Nabeyuka.]
Seolah-olah tidak ada yang terjadi, Asatani-san menjawabku. Itu sangat cepat – itu merespons dalam beberapa detik.
[Nagi-kun, kamu beruntung bisa duduk sebelahan dengan Takane-san. Bukankah itu hebat bisa duduk di sebelahnya?]
Aku tahu kalau aku seharusnya menerima pesan itu seolah-olah itu bukan apa-apa.
Asatani-san dan aku juga dulu duduk bersebelahan. Tetapi itu tidak terasa seperti kami benar-benar pacaran.
Tidak terasa seperti "pacarku" duduk di sebelahku. Asatani-san tidak merespons dengan jelas terhadap pengakuanku.
Aku hanya kebetulan duduk di sebelah seseorang yang aku kenal dari SMP yang sama - sekarang aku sudah mengerti semuanya.
[Aku rasa itu hebat, atau semacam itu.]
[Apa kamu menyembunyikan rasa malumu?]
[Iya, aku rasa kamu bisa bilang begitu.]
[Nagi-kun jadi tsundere. Aku penasaran apakah itu yang membuat Takane-san suka padamu?]
Aku tidak menduga kalau Asatani-san akan sangat agresif. Aku juga terkejut karena Asatani-san menyebutku seorang tsundere.
Bagian dariku yang Takane-san suka – Aku tidak tahu apakah itu mungkin merasa malu hanya karena memikirkan kata 'suka', tetapi aku seperti berada dalam semacam keadaan di mana aku tidak bisa membalas dengan cepat.
'Bukan hanya karena kamu telah membantuku, tetapi juga karena kamu sangat rentan dan peka, dan namun kamu sangat kuat.'
'Kamu orang yang baik... Aku ingin tahu segalanya tentangmu yang masih belum aku ketahui.'
Mengapa dia mau berpacaran denganku? Aku masih bisa mengingat semuanya ketika dia memberi tahuku hal itu?
Tetapi itu adalah sesuatu yang akan menjadi rahasia di antara aku dan Takane-san – mungkin aku menjadi agak terlalu sadar diri, tetapi memang penting merasa begitu.
[Nagi-kun, apakah kamu akan menghubungi Takane-san sekarang?]
[Iya, aku harus menanyakan tentang jadwalmu. Kamu mau pergi berlibur ke mana di akhir pekan, Asatani-san? Aku sih tidak apa-apa di akhir pekan.]
[Tanggal 3 Mei akan baik-baik saja. Jika aku bilang kalau aku tidak memiliki apa-apa untuk dilakukan saat liburan, jadwalku akan sangat padat. Bisakah kamu menanyakan Takane-san tentang itu?]
[Baiklah, aku akan mengecek dengannya. Aku akan menghubunginya.]
[Iya.]
Asatani-san mengirimiku stiker lagi, tetapi karena beberapa alasan itu mengatakan "Semangat!" Aku tidak tahu apa yang coba dia bilang padaku untuk dilakukan, tetapi aku tahu kalau dia sedang menghiburku, jadi aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya.
Aku mengirim pesan ke Takane-san, tetapi dia tidak membalas selama beberapa saat, jadi aku penasaran apakah dia punya sesuatu untuk dilakukan - dan kemudian, aku mendapatkan panggilan.
[...Halo, selamat malam.] (*moshimoshi)
"Iya, halo. Itu sangat jarang bagimu, mengatakan halo."
[Ma-Maafkan aku. Itu terjadi begitu saja setiap kali aku sedang menelepon...]
"Ah, tidak. Aku hanya merasa kalau kamu lucu... tenang saja."
[Itu bagus... Aku lega kamu mengatakan itu.]
Orang tuaku mengatakan "halo" saat menelepon, tetapi aku tidak merasa kami banyak melakukannya di antara kami. Takane-san telah mengatakannya sebelumnya, jadi aku rasa itu umum di rumahnya.
[Apa kamu sudah dapat kabar dari Asatani-san?]
Aku tahu kalau Nakano-san ingin mengajak Asatani-san, jadi aku rasa dia bertanya apakah ada kemajuan. Jika itu masalahnya, akan lebih mudah untuk membicarakan hal itu.
"Kami baru saja membicarakan itu. Asatani-san bilang kalau dia tidak masalah di tanggal 3 Mei."
[Sebentar, biar aku cek dulu... Iya, aku bisa pergi kalau begitu.]
"Itu bagus. Kalau begitu satu-satunya yang tersisa hanyalah memeriksa jadwal teman-temanku... Iya, kalau mereka tidak pergi, itu tidak masalah. Lagipula dikasih tahunya dadakan."
[Aku rasa itu akan tidak nyaman bagi seorang cowok untuk sendirian, jadi itu akan membuat lega bagi Nagito-san jika teman-temanmu juga bisa datang. Tampaknya kita juga akan pergi ke karaoke.]
"Membuat lega, katamu... Iya, aku merasa tidak enak menjadi satu-satunya cowok di tempat yang banyak ceweknya."
[Aku rasa itu tidak masalah. Nakano-san sudah lama tidak mengobrol dengan Nagito-san sejak dia masuk sekolah, jadi aku yakin ada banyak hal untuk dibicarakan, jadi aku yakin ada banyak hal untuk dibicarakan.]
"Hahaha... Aku penasaran tentang itu."
Sekali pembatasnya diangkat, Nakano-san itu tipe orang yang mengobrol seakan-akan dia mencoba menebus waktu yang hilang, jadi aku punya firasat kalau dia secara alami akan kehabisan topik untuk dibicarakan.
[...Nagito-san benar-benar hebat.]
"Eh?"
[Itu luar biasa betapa banyak orang yang mengagumimu dan kamu sendiri bahkan tidak menyadarinya. Aku, di sisi lain, tidak bisa disukai oleh banyak orang.]
"Itu adalah satu hal yang aku rasa kalau itu tidak benar. Nakano-san juga mengagumi pada pandangan pertama."
[Itu karena Nagito-san bersamaku, itulah mengapa...]
"Itu mungkin bagian dari itu, tetapi Nakano-san itu orang yang dengan jelas mana yang dia suka dan yang tidak dia suka. Aku rasa itu benar kalau dia menyukai Takane-san."
[...Nagito-san itu hebat, tetapi aku memiliki sedikit masalah.]
"...Ma-Maaf, aku harap aku tidak tampak seperti aku tidak peka."
Aku langsung meminta maaf, tetapi aku dapat merasakan Takane-san tertawa di ujung lain ponsel. Dia tampaknya tidak bermaksud menyinggung.
[Tetapi itu salah satu yang membuatku berpikir kalau Nagito-san itu o... orang yang luar biasa.]
"E-em... Aku rasa ini saat yang tepat bagiku untuk mengucapkan terima kasih."
[Iya. Terima kasih karena telah mengangkat teleponnya. Itu mungkin sebentar lagi, tetapi aku sangat menantikannya. Itu akan dimulai pada orientasi pekan depan, jadi kita bisa mengadakan pesta untuk merayakannya.]
Acara utama pertama pada semester ini di Akademi Hekizakura adalah orientasi di Hakone. Kami telah diberi tahu tentang acara ini sejak awal masuk tahun ajaran pertama, tetapi sebelum aku mengetahuinya, ternyata acaranya pekan depan. (TL English Note: Hakone adalah salah satu kota di Jepang.)
"Aku belum pernah ke Hakone sebelumnya. Bagaimana dengan Takane-san?"
[Aku pernah ke Hakone sekali, tetapi ini pertama kalinya aku pergi ke sana untuk orientasi.]
"Entah mengapa, aku membayangkan kota itu sebagai sebagai tempat dengan banyak pemandian air panas."
[Iya, di tempat aku aku menginap bersama keluargaku, kami mandi di pemandian terbuka. Tetapi kali ini kita semua akan pergi bersama-sama, jadi aku sedikit gugup.]
"Aku juga merasa tidak nyaman mandi bersama dengan yang lainnya, tetapi mari kita berdua lakukan yang terbaik untuk melewatinya. Jika kita berakhir di kelompok yang berbeda, akan bagus jika kita bisa mengobrol di suatu tempat."
[I-Iya. Mungkin kita bisa mengobrol di suatu tempat... Kita tidak bisa menentukan kelompok kita, jadi aku akan melakukan yang terbaik jika aku berakhir di kelompok yang berbeda.]
"Iya. Kalau begitu aku akan memberi tahu Asatani-san tentang rencananya..."
[Nagito-san, tolong beri tahu Asatani-san tentang ini. Juga, grup L*NE kan sudah dibuat, jadi tolong undang Asatani-san untuk bergabung ke dalamnya.]
"Ah, iya. Baiklah kalau begitu, selamat tidur, Takane-san."
[Iya, selamat tidur.]
Aku penasaran mengapa Nakano-san tidak mengundang Asatani-san untuk bergabung ke dalam grup. Apakah ini semacam lelucon?
Aku dan Takane-san telah diundang ke dalam grup yang Nakano-san buat, jadi aku bisa mengundang Asatani-san. Segera saat aku mencoba melakukannya – layar ponselku berganti, menunjukkan bahwa ada panggilan masuk.
"I-Iya. Asatani-san?"
[Maaf, aku hanya penasaran apa yang terjadi, jadi aku meneleponmu.]
"Ah, iya, aku paham. Takane-san bilang kalau tanggal 3 Mei dia juga tidak masalah."
[Itu hebat. Aku selalu ingin nongkrong bareng Takane-san. Tentu saja, aku juga ingin bermain bersama Yui-chan. Apakah teman-temanmu akan datang juga, Nagi-kun?]
"Aku akan mencoba mengundang mereka."
[Aku mengerti, aku mengerti. Yui-chan mencoba membuatku bernyanyi di karaoke, iya kan?]
"Perasaan itu... Aku bisa sedikit memahaminya."
[Ah, aku juga berada di pihak Yui-chan. Baiklah, jika kamu ikut, aku akan menyanyi. Lagu seperti apa yang kamu suka, Nagi-kun?]
"Eh, em... Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan ini pada Asatani-san, yang ada di acara itu. Aku rasa aku sangat suka lagu penutup 'Ao Riri'."
Sinetron di mana Asatani-san tampil, 'Lirik Cinta dan Biru,' akan ditayangkan pukul sebelas malam ini.
[...Nagi-kun, kamu telah menontonku ya?]
"Ah... Itu... Begitulah, bagaimana aku bilangnya ya..."
Aku menyimpan rekaman sinetron di mana 'mantan pacar'-ku tampil. Aku penasaran bagaimana Asatani-san melihatku – akankah dia berpikir kalau aku masih mencintainya?
[Ah... Mou. Hal semacam itu, itu sedikit tidak terduga...]
"Ma-Maaf. Aku rasa aku harus bilang kalau aku menontonnya secara normal."
Asatani-san tidak berbicara sejenak. Jika keheningan ini berlanjut lebih lama lagi, suasananya akan menjadi canggung - tetapi tepat sebelum itu,
[Aku tidak tahu apakah tidak apa-apa bagiku untuk menyanyikan sebuah lagu dari sebuah sinetron yang aku bintangi, tetapi itu lagu yang bagus. Aku juga selalu menyukai artisnya.]
"Pertama kali aku mendengar tentang mereka adalah melalui sinetron ini, tetapi aku telah membeli musik mereka. Aku bahkan melihatnya di majalah bersama Asatani-san... Ah, tidak..."
Sebelum aku dicampakkan, aku telah membeli sebuah majalah yang ada Asatani-san di dalamnya - itu bukanlah sesuatu yang harus aku bicarakan sekarang, tetapi aku benar-benar tidak mahir.
[...Begitulah, aku rasa aku akan melakukan yang terbaik. Teman-temanku mendukung sinetronku.]
"Benarkah? Aku rasa semua orang akan senang dengan hal itu. Aku rasa Nakano-san akan melompat kegirangan."
[Iya, gadis ini sangat bersemangat sehingga membuatku senang.]
Kata 'teman' tidak menyebabkanku sakit hati. Aku mampu untuk tetap tenang dan mengambil positifnya.
Itu karena aku bertemu dengan Takane-san dan hubunganku dengan Asatani-san telah berubah dan aku bisa mengobrol seperti ini. Jika aku tidak bertemu dengannya, aku tidak akan bisa 'berteman' dengan Asatani-san dan akan kembali menjadi orang asing.
[Maafkan aku jika aku mengganggu waktumu, tetapi aku harus pergi.]
"Ah, iya. Asatani-san, aku sudah bergabung ke dalam grup yang Nakano-san buat, bisakah aku mengundangmu?"
[Iya, tentu saja. Kalau begitu, aku akan mengundangmu nanti.]
Panggilannya sudah dimatikan. Aku mengundang Asatani-san masuk ke dalam grup itu dan meletakkan ponselku di atas meja.
"Nakkun, kamu terasa lebih dewasa dari biasanya ketika kamu mengobrol dengan para gadis."
Kak Ruru memanggilku dari ruang makan di belakangku. Apa dia sudah selesai mandi, atau hanya baru bersiap-siap keluar kamar mandi.
"Itu tidak banyak berbeda dari biasanya..."
Aku dengan santai berbalik arah dan berpura-pura tidak memperhatikan apapun, yang tidak menunjukkan apa-apa.
"Ini mungkin panas, tetapi jangan berkeliaran dengan pakaian seperti itu."
"Kakak mendengar Nakkun sedang berbicara, jadi Kakak keluar untuk melihat ada apa. Dan kamu sedang mengobrol dengan Kiri-chan, bukan? Kamu kok tidak bilang selamat tidur atau semacamnya?"
"...I-Itu adalah, sesuatu yang pastinya tidak bisa aku katakan."
"Kakak yakin jika Takane-san tahu kalau Nakkun itu orang yang sangat serius, dia akan senang."
"Mari kita sudahi di situ dan Kakak harus berpakaian lengkap dulu."
Seorang kakak (perempuan) berkeliaran dengan pakaian longgar setelah mandi air panas di depan adik laki-lakinya - aku tidak tahu seperti apa di rumah-rumah lain, tetapi biasanya mereka (para kakak) lebih berhati-hati jika mereka punya seorang adik laki-laki.
"Kakak masih punya beberapa puding yang Nakkun belikan, apakah kamu rasa Kakak boleh memakannya sekarang dan tidak akan jadi gendut?"
"Biar aku pikir-pikir dulu, tunggu... aku juga tidak peduli."
"Eh, ini kan masalah hidup dan mati buat Kakak."
Dia sepertinya bisa diandalkan, tetapi dia juga sedikit kurang peka – dia adalah seorang kakak yang bisa saja lebih aku hormati lagi jika dia tidak terlalu khawatir terhadap adiknya.