Bab 4
Perasaan Terpendam
(Bagian 4)
Jam pelajaran berakhir untuk hari ini. Setelah Saito meninggalkan ruang kelas, Himari melompat ke arah Akane tanpa ragu-ragu.
"Terima kasiiiiih! Aku bisa banyak mengobrol dengan Saito-kun hari ini!"
"Se-Selamat buatmu…"
Sementara Akane merasakan payudara Himari yang diberkati dengan baik menekannya, Akane mengucapkan kata-kata syukur yang jujur. Dia sendiri benar-benar menikmati serangan payudara ini, tetapi tercekik olehnya itu benar-benar masalah yang berbeda.
"Saito-kun bilang kalau aku menyelamatkan nyawanya, dan ia bahkan memuji penampilanku, berkata kalau ia menyukainya! Bukankah ini berjalan dengan lancar? Hei, bagaimana menurutmu?" Himari mendesak Akane saat matanya memancarkan kegembiraan.
"Memuji penampilanmu…Saito melakukan hal itu?"
Mendapati cowok bajingan dan bodoh itu, Akane sulit membayangkan kalau kata-kata ini bisa keluar dari mulutnya.
"Iya! Dia bahkan bilang kalau rambut pirangku terlihat cocok buatku, dan menyebutkan kalau aku punya selera fesyen!"
"…………"
Saito tidak pernah bilang pada Akane hal semacam itu, atau begitulah yang membuat dirinya berpikir. Tentu saja, Akane juga tidak ingin Saito melakukannya. Hanya saja...Akane sendiri cukup sadar diri untuk tampak bergaya, dan dia menghabiskan banyak waktu untuk menata rambutnya. Bahkan di rumahnya saja, dia tidak pernah sekalipun membuat rambutnya berantakan, selalu siap siaga sehingga dia tidak akan menunjukkan rasa malu di depan Saito. Namun, Himari itu satu-satunya orang yang menerima pujian semacam ini darinya. Mengapa? Perasaan cemburu terus tumbuh di dalam diri Akane.
"Bukankah ini pertanda baik? Benarkan? Bagaimana menurutmu?"
"Em…iya…Aku tidak terlalu paham soal cinta, tetapi dalam skala suka dan tidaknya, kalian pasti menuju ke spektrum yang sama."
"Baik! Aku tahu itu! Ahh, aku sangat menyukai Saito-kun! Aku mencintainya!" Himari merangkulkan kedua lengannya, berputar dan membalik tubuhnya.
"Hei, kamu terlalu banyak menjerit. Bagaimana kalau seseorang mendengarmu?"
"Ah…maaf, aku sangat bahagia." Himari menunjukkan senyuman yang malu-malu, dan memelankan suaranya.
Melihat Himari kehilangan dirinya dalam teriknya panas saat itu merupakan pemandangan yang langka.
"Karena kamu sudah banyak membantuku, aku harus membalas kebaikanmu ini, Akane."
"Kamu tidak perlu melakukannya, aku tidak berbuat banyak kok."
"Tidak, itu semua berkatmu! Aku akan membeli kue tar stroberi 'Philia', jadi mari kita bersantai di rumahmu sebentar dan mengobrol-obrol!"
'Philia' merupakan nama toko manisan yang sangat disukai oleh Akane, terutama kue tar stroberi yang mereka jual di sana. Secara refleks, Akane melompat ke arah Himari.
"Kedengarannya bagus! Sudah lama sekali sejak kita nongkrong bareng......ya." Akane meletakkan telapak tangannya di mulutnya karena terkejut.
Saito sekarang tinggal di rumahnya. Akane punya pilihan untuk mengusirnya selama Himari menginap, tapi begitu Himari melihat barang-barang pribadi Saito, semuanya akan berakhir. Karena hal itu, kalau dia mengajak Himari ke rumahnya yang lama, semua barang pribadi Akane sekarang tidak ada, jadi Himari akan segera mengetahuinya hanya dengan melihat kamar Akane yang kosong.
—A-Apa yang harus aku lakukan tentang ini!?
Akane hampir tidak tahu lagi. Darah mengalir deras ke kepalanya, dan dia tidak tahu mesti berbuat apa. Bahkan kemampuan berpikir dan belajarnya yang cepat tidak banyak membantunya dalam hal ini. Pada akhirnya, dia dengan putus asa mencari alasan.
"Saat ini… rumahku berubah menjadi rawa yang dalam, jadi aku tidak bisa mengajak siapapun ke sana."
"Bagaimana bisa kamu tinggal di sana sekarang!?" Himari berteriak karena kaget.
Akane tidak berpikir sampai sejauh itu, jadi dia panik.
"To-Tong..."
"Tong…?"
"Membagi tong itu menjadi dua, aku menggunakannya seperti perahu saat aku mengambang di atas air..."
"Kamu berbohong padaku sekarang, iya kan!?"
(TL Note: Makanya kalau bohong yang niat, wkwk.)
Mata Akane melihat ke sekeliling tempat.
"Benar… Saat hujan, bagian dalam tong penuh dengan air, dan aku hampir tenggelam…"
"Kamu bahkan tidak punya atap!? Kamu harus segera pindah dari sana, kamu tahu!?"
"Ini merupakan rumahku tersayang yang sudah aku tempati selama bertahun-tahun… Aku tidak akan kalah melawan penggusuran yang datang…" Akane sendiri bahkan tidak tahu apa yang dia katakan lagi.
Himari cuma menunjukkan ekspresi sedih.
"Apakah kamu tidak ingin aku datang sampai segitunya? Shisei-chan mendatangiku, membual tentang bagaimana dia mengunjungi rumahmu sebelumnya…"
(TL Note: Shisei Laknat. Untung kawaii, jadi Mimin maafin.)
"Eh!?" Akane bingung. "Ja-Jadi…apakah kamu juga mendengar…tentang orang itu?"
"Orang itu?"
"Itu… em…"
"Semua yang Shisei-chan bilang padaku hanyalah bahwa dia pergi ke rumah barumu, dan bahwa kamu menyajikannya makan malam yang lezat, cuma itu."
Akane menghela napas lega. Tampaknya Shisei tidak membocorkan apapun tentang pernikahannya dengan Saito pada Himari.
"Maaf, hanya saja aku tidak ingin kamu datang dulu… keadaannya masih sedikit berantakan saat ini, dan semuanya sedang direnovasi kecuali bagian ruang tamu, jadi itu cuma sedikit memalukan."
"Apakah aku... mengganggumu?" Himari menunjukkan ekspresi bermasalah, saat dia melihat Akane.
Kalau terus begini, persahabatannya dengan Himari akan terancam hancur.
"Kamu tidak menggangguku! Aku akan senang kalau kita bisa nongkrong! Kita cuma bisa menggunakan dapur dan ruang tamu, jadi kalau kamu setuju dengan hal itu…"
Wajah Himari berseri-seri.
"Tentu saja! Mari kita beli kue tar stroberi dalam perjalanan pulang juga!"
"Aku akan mengirimkan alamatku nanti… jadi bolehkah aku pulang duluan?"
"Eh? Aku sih tidak masalah."
"Terima kasih…"
Sebelum Himari datang ke rumahnya, Akane pertama-tama harus mendiskusikan semua hal dengan Saito, dan melakukan bersih-bersih. Kalau dia menyuruh Saito tetap di ruang belajarnya, kemungkinan ia bertemu dengan Himari seharusnya akan rendah.
—Ini akan baik-baik saja, semuanya akan berhasil.
Akane mengepalkan tangannya, dan meyakinkan dirinya sendiri.