Bab 4Perasaan Terpendam(Bagian 1)
Memastikan bahwa Saito masih asyik dengan gim horornya, Akane diam-diam menutup pintu ruang tamu. Akane benar-benar berharap Saito berhenti memainkan gim menakutkan ini selama-lamanya, tetapi jika dia terlalu banyak ikut campur dengannya, akan ada perkelahian lain, dan dia tidak menginginkannya. Karena Saito tidak mempermasalahkan kesukaan Akane, dia memiliki kewajiban untuk menghargai Saito.
Dengan pemikiran ini, Akane memasuki ruang belajarnya sendiri, dan mengunci pintunya. Sudah waktunya untuk perencanaan strategi. Dia mengebut (boot up) aplikasi perpesanannya (L*NE), lalu menelepon Himari.
"Maaf membuatmu menunggu lama."
'Aku tidak menunggu sama sekali ~ Malahan, aku harusnya berterima kasih karena kamu telah meluangkan waktu untukku saat kamu sedang sibuk seperti ini.'
"Aku selalu bisa meluangkan waktu untukmu, Himari."
'Aku habis pergi ke Temjon, oke. Aku mencoba gim-gim semacam ini di mana kamu harus mengalahkan zombi, tetapi mereka cukup sulit untuk dikalahkan. Aku langsung mendapat GIM SELESAI (GAME OVER), jadi mungkin akan lebih murah untuk menghemat uang dan membeli konsol.’
"Kalau begitu, kamu boleh datang kemari dan..." Dia memulai kalimatnya, tetapi tidak lama menjadi terdiam sedetik kemudian.
Itu tidak boleh. Jika dia mengundang Himari ke rumahnya, akan sulit untuk menyembunyikan hubungannya dengan Saito. Jika Himari mengetahui tentang pernikahan Akane dengan Saito, dia mungkin tidak akan pernah berbicara dengannya lagi, dan Akane tidak akan sanggup menanggungnya.
"E-Em… kalau kamu ingin menemukan topik yang umum dengan Saito, mengapa tidak membaca beberapa buku yang ia suka saja?"
'Oh, betul juga ya! Aku penasaran buku macam apa yang ia suka, ya?’
"Sudah pasti buku mesum." Akane berbicara hanya menurut gambaran yang dia miliki terhadap Saito.
'Iya, bagaimanapun juga dia kan laki-laki. Aku rasa aku akan membeli beberapa buku mesum dari toko serba ada, dan membacanya!'
"Tunggu, bagaimana rencanamu untuk memulai percakapan dengan topik itu?" Akane merasa temannya mulai menapakkan kaki ke arah yang salah.
'Contohnya, "Apakah kamu menyukai hal semacam ini, Saito-kun?" atau “Bagaimana kalau kita mencoba ini pada kita berdua?”, kamu tahu?'
"Aku merasa sepertinya kamu melewatkan beberapa langkah di sana!"
'Benar! Ia mungkin cuma akan merasa jijik!’ Himari tertawa tanpa satupun kekhawatiran di dunia ini.
Hanya dengan mendengar tawa energiknya, pipi Akane menjadi rileks. Meskipun mereka hanya terhubung melalui panggilan telepon ini, rasanya seperti mereka berbicara sambil membelakangi satu sama lain. Tiba-tiba, Himari bergumam dengan suara malu-malu.
'Belum lagi... aku tidak ingin memulai dengan hal-hal mesum, melainkan berkencan di taman hiburan... dan hal-hal yang semacamnya.'
"…Iya."
Mendengar perasaan serius Himari, bahkan Akane pun tidak bisa apa-apa selain mengangguk. Sahabatnya itu memang serius. Dia jatuh cinta pada Saito, dan ingin Saito membalas cintanya. Akane sendiri tidak pernah mengalami perasaan yang seperti ini sebelumnya, tetapi dia menganggapnya sebagai sesuatu yang indah dan menakjubkan.
"Aku akan mencari tahu jenis buku yang disukai Saito."
'Terima kasih! Maaf telah meminta begitu banyak darimu.'
"Tidak apa-apa. Aku mendukungmu untuk memenangkannya sekarang, jadi serahkan saja padaku!" Dia menjawab dengan penuh percaya diri, memutuskan panggilan, kemudian meninggalkan ruang belajarnya.
—Tetapi, aku penasaran apa alasannya…
Dia memegang ponsel pintarnya dengan satu tangan, dan mulai berpikir-pikir. Menanyakan Saito secara langsung seperti itu tidak akan menjadi masalah, tapi dia tidak ingin disalahpahami, dan memberinya pemikiran yang salah kalau dia mungkin memiliki perasaan pada Saito. Yang lebih buruk lagi kalau Saito mulai melihatnya sebagai penguntit.
—Cowok itu selalu memandangku dengan rendah dan sombong...Meskipun ia kekanak-kanakan ketika ia tidak bisa bertaruh itu agak lucu.
Akane mengenang, dan tersenyum. Namun, dia langsung kembali sadar, dan menggelengkan kepalanya.
—Cowok itu tidak ada lucunya sama sekali! Cowok itu itu adalah musuhku!
Akane menilai bahwa diam-diam mencari-cari di rak buku Saito adalah metode teraman, jadi dia diam-diam mendekati ruang belajarnya. Dia dengan sembunyi-sembunyi memegang gagang pintu itu hingga terbuka satu inci, dan melihat ke dalam. Saito sepertinya tidak ada di dalamnya. Dia dengan hati-hati membuka pintu, menyelinap ke dalam, dan menutup pintu itu. Dia melihat sekeliling ruangan, mencari rak buku, hanya untuk menemukan buku catatan di atas meja. Tertulis di sampulnya, tertulis 'Catatan Super Rahasia' dengan huruf besar dan hitam.
—Catatan Super Rahasia…? Aku ingin tahu apa yang ia tulis di dalamnya…?
Rasa penasaran tumbuh di dalam diri Akane. Itu mencapai batas yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Catatan ini seharusnya berisi informasi berharga tentang Saito, yang ia sembunyikan selama ini. Apa yang ia rencanakan? Mengingat ini Saito, itu tidak mungkin sesuatu yang biasa saja. Jika dia tidak mengetahuinya sekarang, dia mungkin akan menyesalinya nanti di sepanjang kehidupan bersama mereka.
—Mengintip sekilas saja seharusnya tidak apa-apa saja, kan?
Akane menelan ludah, dan membolak-balik halamannya. Di dalamnya, tertulis—
'Apakah kamu sebegitu tertariknya padaku?'
"………!" Akane hampir secara refleks langsung membuang catatan itu, hanya hampir saja menghentikan dirinya tepat waktu.
Jika dia melakukan itu, Saito akan segera mengetahui bahwa dia telah menyelinap ke kamarnya. Namun, kalimat itu terasa seperti Saito lihat menembus dirinya, dan foto dirinya di sebelahnya terasa sangat narsis, bahkan lebih menyengat lagi. Mau bagaimana lagi, gambaran dirinya yang Saito gambar sendiri membuatnya terlihat sangat tampan.
Dari halaman kedua dan seterusnya, itu berubah menjadi buku flip, menunjukkan Saito bertanya 'Apakah kamu sebegitu tertariknya padaku?' sambil menaikkan rambutnya.
—Apakah ia punya waktu luang sebanyak itu!? Ia bahkan tidak belajar di ruangannya sendiri, malah membuat buku flip seperti ini!? Ketika aku sedang belajar seperti hidupku bergantung pada hal itu?!
Akane dengan erat menggenggam 'Catatan Super Rahasia' (versi buku flip), bahunya bergetar karena marah, ketika dia mendengar suara di belakangnya.
"Ternyata cukup bagus, bukan?"
"Kyaaaaaa!?" Akane tersentak.
Berbalik arah, ada Saito yang sedang berdiri di sana.
"A-Apa yang terjadi! Tidak perlu sampai seterkejut ini juga, kan?"
"Tunggu! Kamu salah! Aku tidak tergabung dalam agensi intelijen mana pun!"
"Agensi intelijen…?" Saito bingung.
"Aku tidak akan tertipu semudah ini! Daripada jatuh ke tanganmu di sini, lebih baik aku melompat keluar jendela dan melarikan diri!"
"Tunggu dulu, santai saja, mengapa kamu panik seperti itu?" Saito menarik Akane, yang sudah bergerak untuk membuka jendela.
"Jangan pura-pura bodoh! Kamu menyiapkan catatan bodoh ini, dan memperkirakan bahwa aku akan menyelinap ke ruanganmu, bukan!?"
"Catatan-catatan itu seharusnya hanya coretan, tetapi... karena itu benar-benar tidak boleh dilihat siapapun, makanya aku menulis 'Catatan Super Rahasia' di atasnya."
"Eh… Jadi, kamu masih belum menyadarinya?"
"Menyadari apa?" Saito berkedip kebingungan.
Melihat wajah itu, Akane menghela napas lega. Dia tampaknya terlalu memikirkan hal ini.
"Iya… aku ingin kamu memberi tahuku beberapa buku yang menarik, kamu tahu. Apapun yang kamu baca baru-baru ini dan sukai juga tidak apa-apa."
Akane merasa bodoh karena tidak menanyakan ini secara langsung. Dia tidak ingin Saito menyerangnya, jadi dia mengambil jalan memutar yang agak merepotkan.
"Iya… aku membaca ‘Sejarah Manusia dari Sudut Pandang Pangan dan Prajurit’, dan itu membuatku tertawa." Saito meletakkan sebuah buku spesialis yang berat ke lengan Akane.
"Sangat berat! Apa kamu harus menertawakan ini!?"
"Aku berguling-guling di lantai, ya. Melihat bagian dari sejarah manusia yang sama sekali tidak melakukan apapun selama perang yang keras, semuanya tertulis di dalamnya."
"Kamu meremehkan segalanya, ya! Kamu pikir kamu itu siapa!"
"Pengamat dunia ini."
"Pe... ngamat…?"
Akane agak bingung, tapi dia tahu Saito bertingkah seperti mesias lagi. Dia merasa ingin mengembalikan buku berat ini pada Saito, tetapi itu bisa membantu penelitian Himari, jadi dia menerimanya.
"Ada yang lain? Buku yang sedikit lebih…ringan dan layak?”
"Kalau kamu ingin buku untuk menghabiskan waktumu, aku menyarankan 'Konflik Ubermensch dan Kebencian - Perjalanan Pemenang'."
Sekali lagi, Saito memberikan buku sampul keras (hardcover) yang tebal dan berat pada Akane. "Ubermensch dan Kebencian? Oh iya, kamu suka hal-hal yang berbau pahlawan seperti ini, bukan."
"Tidak, tidak sama persis. Ini adalah buku yang memperdebatkan tentang sejarah aktual dan masalah modern dalam kaitannya dengan cita-cita Nieztsche tentang Ubermensch."
"Ini sama sekali tidak ringan!"
"Apa, yang bahkan kamu tidak tahu tentang Tuan Nietzsche?"
"Iya, aku belajar tentangnya di pelajaran filsafat!" Akane merasa seperti Saito memandang rendah dirinya, jadi dia memprotes.
"Benar. Membicarakan tentang Nietzsche dan pemikirannya itu cukup kasar, tetapi dapat memiliki gambaran umum tentang masyarakat memang luar biasa, dan itu membuatku tertawa setiap saat."
"Mengapa kamu menertawakan masyarakat… Juga, apa maksudmu Tuan Nietzsche? Kamu sangat menyukainya, kah."
"Jauh lebih ramah daripada cuma memanggilnya Nietzsche, bukan?"
"Mengapa kamu sangat ramah dengan orang terkenal yang belum pernah kamu temui?"
Akane sekali lagi gagal memahami jalan pikiran Saito. Namun Saito sendiri tidak menanggapi hal ini, karena wajahnya biasa saja.
"Aku selalu menginginkan seseorang yang bisa diajak berbagi kesan denganku, mengerti. Waktu yang tepat. Ayo membacanya kapan-kapan dan katakan padaku apa yang kamu pikirkan tentang buku itu."
"Aku akan berusaha yang terbaik…"
Kepala Akane mulai sakit dari cuma memikirkannya saja, jadi dia dengan cepat pergi dari ruang belajar Saito dengan buku-buku itu di tangannya.