Bab 30Kencan Sepulang Sekolah
Tergantung dengan apa yang kalian rasakan, lanskap dapat mengubah warnanya dengan cara apapun yang kalian inginkan.
Setengah jalan menuju Bulan April, cuaca telah benar-benar memanas. Pemandangan jalan di stasiun berbeda dari biasanya, karena....
"Kita masih bisa ketahuan oleh orang-orang dari sekolah kita, kan?"
"Banyak orang yang sering mampir ke sini, iya kan? Ah... Para senpai itu."
Siswi-siswi dari klub tenis, yang merupakan kakak kelas, dan mencoba merekrut Takane-san–Aku penasaran apa yang terjadi pada latihan mereka, tetapi memang tidak bagus untuk terlalu khawatir dengan keadaan orang lain.
"Lega rasanya karena Nagito-san ada di sini. Tetapi, aku juga seharusnya bisa mengatasi masalah ini sendiri..."
"Kamu bisa bergantung kapan saja, kamu tahu. Itulah makanya aku ada di sini."
"...Tidak. Aku ingin Nagito-san terus tersenyum. Ketika kamu menyelematkanku dari orang-orang itu sebelumnya, itu keren, tetapi itu juga sedikit.... berlebihan. Aku merasakan hal yang sama bahkan selama tes kebugaran fisik."
"Be-Begitu ya...? Maaf, aku harap aku tidak membuatmu takut."
Takane-san tidak langsung menjawab – lagipula, perkelahian bukanlah sesuatu yang membuatmu merasa tenang saat melihatnya, tidak peduli apa alasannya.
"Mungkin tidak cocok bagiku untuk mengatakan ini, tetapi... Nagito-san kala itu..."
Selagi aku menunggu waktu untuk dimaafkan–Aku memiliki semacam kepercayaan kalau Takane-san tidak akan mengatakan apapun membuatku menjauh.
"....Sangat keren."
"...Itu..., Em, itu suatu kehormatan..."
Aku benar-benar dikagetkan dengan kejutan, dan aku tidak wajahku dari memanas.
Ketika orang-orang tidak berkata 'keren' dengan cara menggoda, tetapi sebaliknya ketika mereka mengatakannya dengan tulus, itu terasa benar-benar berbeda.
Jika kita berada di tempat di mana tidak ada orang yang memperhatikan, aku akan berada dalam keadaan menderita. Apakah ini yang dimaksud dengan menjalin hubungan? - Tidak, pertukaran semacam ini tidak dapat berjalan setiap waktu, dan jika itu berjalan setiap waktu, jantungku tidak akan mampu mengatasinya, secara halus.
Aku bisa tahu kalau Takane-san berusaha keras untuk mengatakan hal-hal itu. Namun, aku tidak bisa terus-terusan merasa malu.
"...Nagito-san, kamu sedikit berkeringat. Aku penasaran apakah ini karena hari ini sangat cerah."
"Ah... Ma-Maafkan aku. Semestinya, hari ini, kita mengenakan pakaian musim panas."
Dia menyeka dahiku dengan sapu tangan – itu sangat alami sehingga aku bahkan tidak memiliki waktu untuk menahan diri.
"Apa kamu tidak apa-apa, Takane-san? Blazer sekolah kita tampaknya sangat hangat."
"Iya, aku baik-baik saja. Aku tampaknya memiliki suhu normal yang rendah."
Aku punya firasat kalau suhu tubuh bagian bawah itu tidak mesti berarti kamu lebih tahan panas – tetapi aku tidak tahu apakah itu sebenarnya benar.
"Aku mungkin sedikit dingin."
"Eh...?"
Takane-san memeriksa dahiku - dan menyentuhnya seolah-olah untuk mengukur suhuku.
"Bagaimana menurutmu?"
"E-Em... itu suhu yang nyaman... Tentu saja, tangan Takane-san dingin. Te-Tetapi, itu terasa buruk membiarkannya begitu..."
"Jika kamu perlu didinginkan seperti ini, aku akan mengurusnya."
"Haha... Takane-san, apakah kamu tidak akan meleleh jika kamu terlalu hangat?"
"Aku bukan yuki-onna, jadi aku rasa ini akan baik-baik saja." (TL English Note: Wanita Salju.)
Ini adalah pembicaraan yang santai – Tetapi jika kalian memperhatikannya sebelah mata, ini mungkin tampak seperti bermesra-mesraan atau semacamnya. Pertukaran semacam ini membuatku bahagia.
Aku tidak berpacaran dengannya dengan beberapa pemikiran logis kalau tidak ada alasan untuk tidak tertarik pada orang sesempurna itu.
"Ini cuma analogi, tetapi... Nagito-san, apa yang akan kamu lakukan jika aku itu yuki-onna?"
Sebuah analogi. Bayangkan - Jika Takane-san itu yuki-onna.
"Aku rasa kamu tampak cocok jika mengenakan kimono, Takane-san."
"...Begitu ya...?"
"Ber-Bercanda.... Bukan itu yang kita bicarakan, kan? Yuki-onna hanya bisa berkeliling saat dingin, dan dia tampaknya lebih menyukai musim dingin."
"Musim dingin...?"
"Iya. Jadi, mungkin aku akan menemukan cara agar kamu bisa tetap berkeliling di musim semi atau semacamnya..."
"...Itu..."
Takane-san memerah sampai ke telinganya dan berhenti di tengah kalimat.
Itu hanya analogi, haruskah aku mengatakan sesuatu yang lebih sedikit bercanda? Aku sekali lagi tersadar akan fakta bahwa kami 'menjalin hubungan'.
"Itu berarti selalu bersamaku..."
Sekali lagi, Takane-san berbalik ke arahku dengan malu-malu dan berusaha melanjutkan.
"Na-Gi-Sen!"
"....."
Ketika aku dan Takane-san berbalik arah bersama, Nakano-san berada di sana, melambaikan tangannya ke udara tanpa niat buruk apapun.
"Na-Nakano-san, sudah berapa lama kamu berada di sana?"
"Apa maks...? Jika kalian ingin berkeliling, kalian bisa mengundangku.... Bercanda. Nagisen dan Nozomi-chan, apakah kalian sedang berkencan sepulang sekolah?"
Kencan sepulang sekolah – kalau dipikir-pikir lagi, ini namanya apa ya? Berkeliling sepulang sekolah, jika dua orang yang sedang menjalin hubungan melakukan itu, tidak perlu ditanyakan lagi kalau itu adalah kencan. Aku bahkan tidak menyadari kalau kami telah datang ke sini bersama-sama dari sekolah.
"Aku kira kalian sudah pulang, jadi aku senang bisa bertemu dengan kalian di sini. Aku, Yui Nakano, tidak bisa menahan diri untuk mengganggu kencan kalian."
"Ti-Tidak, itu tidak masalah. Karena kamu sudah di sini, maukah kamu bergabung dengan kami, Nakano-san?"
"Nozomi-chan... Ini buruk, aku sangat gugup. Nagisen, bagaimana bisa kamu berjalan dengan Takane-san dan tetap tenang? Bukankah dia terlalu cantik? Kakinya dengan celana ketat itu contohnya."
"Nakano-san juga tampak cocok dengan kaus kaki tinggi itu."
"Eh, begitu ya? Aku percaya diri dengan kakiku. Nagisen, juga memuji kaki eke." (TL Note: eke di sini adalah variasi dari aku. Sebenarnya dalam versi Jepangnya dia bilang "uchi" dan bukan "watashi/atashi". Kata ganti yang bisa digunakan para gyaru.)
"...'Eke'?"
Aku bersumpah demi surga, aku belum pernah melakukan apapun fetistik seperti memuji kakinya. Maksudku, roknya biasanya di bawah lutut, tetapi segera setelah dia masuk SMA, dia memendekkan roknya ke garis yang lebih berisiko di atas lututnya.
–Sekarang, bukanlah waktunya untuk mengkhawatirkan kaki Nakano-san. Takane-san menanyakan 'eke' yang baru saja dia bilang.
"Ah... E-Em. Bukan 'eke' tetapi 'aku'. Takane-san tidak familier dengan hal-hal semacam ini, kan? Sebagai contohnya 'eke'.,"
"Tidak, aku hanya penasaran apakah itu bagaimana Nakano-san ketika kamu mengobrol dengan Nagito-san."
"Maksudmu ketika aku mengobrol dengan Nagisen, sifat asliku muncul? Ah... Aku rasa kamu bisa bilang begitu."
"Aku tahu ini terdengar seperti dia mengada-ada saat dia mengatakannya, tetapi sederhananya itu adalah nada bicara yang dia gunakan ketika SMP, dan dia memutuskan untuk mengubahnya untuk debut SMA-nya."
"Haii~i, berhenti mengungkapkan rahasiaku dengan mudahnya. Aku bilang padamu kalau kita memiliki Sumpah Setia Tiga Saudara di Taman Persik, Nagisen!"
"...Sumpah Setia Tiga Saudara di Taman Persik? Bukankah itu seharusnya untuk tiga orang?"
Ini titik tenang, tetapi ini sedikit dalam bahwa aku tidak mungkin kalau aku dan Nakano-san akan membuat perjanjian (pakta) semacam itu dari awal. Itulah kekhasan Takane-san, sih.
"Kalau begitu kan ada kita bertiga, Takane-san, aku, dan Nagisen. Kita akan merahasiakan kalau rambutku lebih ringan saat SMP dan kalau aku biasa melewatkan jam pelajaran. Oke?"
Bukankah dia baru saja semuanya sendiri? Aku tergoda untuk mengikuti jejak Takane-san - Atau malah, aku penasaran bagaimana alur Nakano-san dari sudut pandang Takane-san.
"Ah...E-Em. Bukan karena kalian benar-benar harus mempedulikan apa yang harus aku katakan. Aku terlalu banyak bicara, ya? Maaf. Itu kebiasaan buruk. Aku tahu itu."
Kata Nakano-san dengan cemas, memegang jari telunjuk dari kedua tangannya bersama-sama – Dia tampaknya merasa tertekan dari Takane-san, tetapi aku merasakan hal yang sama. Seorang Takane-san yang pendiam memberiku perasaan 'tertekan' atau sesuatu semacam itu.
Namun – Takane-san tetaplah Takane-san. Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Nakano-san.
"Itu tidak benar. Aku penasaran dengan teman-temannya Nagito-san, aku juga ingin mengenal mereka."
"Benarkah? Syukurlah... Nagisen, Takane-san bilang dia ingin mengenalku."
"Haha... Kamu cepat sekali pulihnya, iya kan, Nakano-san?"
"Itu karena aku akan menjadi lebih baikan ketika aku tahu bahwa aku tidak dibenci lagi. Aku secara mental tidak stabil, tetapi aku ini sederhana."
Nakano-san tertawa secara histeris, tetapi dia pasti sensitif dengan cara yang mengejutkan. Ketika aku melihatnya bertingkah ceria, aku juga merasa tenang – Meskipun dia teman sekelasku, dia memandangku seakan-akan aku itu abangnya. Mungkin itu karena dia kecil dan memiliki hawa seorang adik.
"Jadi, bolehkah aku ikut kalian sebentar? Karena kita berada di klub yang sama."
"Iya. Apakah kamu punya rekomendasi, Nakano-san? Tempat di mana kita bisa nongkrong."
"Mari kita pergi ke kafe di sebelah sana. Ini memiliki suasana yang bagus. Nagisen, bersama dua orang cewek, kamu menang banyak, iya kan?"
Setelah mengatakan itu, Nakano-san mengambil lengan Takane-san dan berangkat – jarak di antara mereka lebih dekat dari saat bersamaku, bahkan di kafe, tetapi aku tidak seharusnya iri.
"Berjalan di sebelah Takane-san saja baunya sangat enak .... Nagisen, bagaimana kamu berhasil menjaga kewarasanmu?"
Jika Nakano-san yang mengatakan itu, itu tidak masalah, aku akan mendapatkan penyimpangan kecil.
Namun, ketika aku memikirkan itu, mampir sepulang sekolah bersama dua siswi dari kelasku, bahkan ke kafe – Ini adalah situasi yang tidak dapat aku bayangkan saat masih SMP. Ini berbeda dari saat bekerja sama di aktivitas klub.
"Ini saat Nagisen bernyanyi di pesta Natal. Ia tampak seperti itu, ia benar-benar penyanyi yang hebat."
"...Na-Nakano-san, kapan kamu mengambil foto itu...?"
"Ini bukan foto, ini video. Ini di luar ruangan, jadi tidak ada suaranya."
"....Nagito-san saat masih SMP... Ini, apakah ini sekitar kelas delapan?"
"Iya, kami tidak bisa kumpul-kumpul saat kelas sembilan. Ini imut, bukan? Aku dan Nagisen. Ah, aku tidak begitu imut, iya kan?"
"Nakano-san, ini... Warna rambutmu, itu emas, kan?"
"Ahaha... Ini hanyalah salah satu dari beberapa. Ah! Nagisen, bagaimana kalau kita semua pergi ke karaoke kapan-kapan? Ajak Kiri-chan dan teman-teman Nagisen juga."
"Iya, aku kepikiran soal itu... Tetapi ini sudah lama sejak aku ke karaoke."
Setelah mendengarkan permainan piano, ini memalukan untuk membiarkannya mendengarkanku menyanyi - Namun, mata Takane-san pribadi menunjukkan kalau dia menantikannya. Jika dia juga tertarik dengan karaoke, aku mau pergi bersamanya. Imajinasiku hampir sampai ke titik di mana aku mulai penasaran lagu seperti apa yang Takane-san suka.
"Nakano-san, bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
"Iya, tanyakan saja. Aku benar-benar terbuka sekarang."
"Seberapa banyak yang Asatani-san bilang padamu tentangnya dan Nagito-san?"
–Tidak sepenuhnya ranjau darat, tetapi Takane-san langsung ke intinya.
Nakano-san, yang telah khawatir dengan Asatani-san dan aku dan telah mengurus kami dalam banyak cara, pasti bingung apa yang harus dikatakan.
"E-Em... Itu... Maafkan aku! Aku, Yui Nakano, telah melakukan sesuatu yang tidak perlu! Maafkan aku, aku jadi terbawa suasana padahal tidak perlu, aku terlalu terbawa suasana dan karaoke dan hal lainnya!"
"Nakano-san, itu tidak apa-apa sekarang..."
"Itu benar. Jika Takane-san berpacaran dengan Nagisen, itu sedikit peningkatan dari imajinasiku... Ini benar-benar tidak bagus, iya kan, kabur seperti itu?"
Ini – aku jelas belum memberi tahu Nakano-san, jadi tidak heran kalau dia berpikir begitu.
Nakano-san tidak tahu atau bahkan tidak menyadari kalau aku dan Takane-san berpacaran (sedang berkencan sungguhan). Dia menggunakan istilah 'kencan sepulang sekolah' bukan karena dia pikir kalau kami sepasang sejoli, tetapi karena kami sedang bersama.
"......."
Takane-san memohon padaku dengan matanya – yang seperti mata anak anjing sepertinya bertanya padaku apa yang harus dia lakukan pada saat seperti ini.
Jika ada waktu yang cocok untuk mengangkat topik itu, aku akan memberi tahunya, atau mungkin Asatani-san yang akan memberi tahu Nakano-san nantinya. Tetapi Asatani-san tidak akan pernah menyebarkan informasi semacam itu – Meski aku sadar akan fakta bahwa aku selalu berada dalam belas kasihnya, dan aku tidak yakin apakah aku harus mengasumsikan itu.
"Begitulah, aku rasa kita punya banyak hal yang mesti dibicarakan. Hari ini aku yang traktir, jadi kamu bisa meminum banyak soda dan lain-lain."
"Aku akan membayarnya sendiri, jadi tidak usah khawatir tentang itu."
"Hei, ambil kata-kataku untuk itu. Aku juga putus asa untuk mendapatkan kembali kepercayaan darimu."
Nakano-san selalu berada dalam suasana hati yang seperti ini, tetapi dia bukan anak bandel. Aku yakin dia memikirkanku dan Takane-san ketika dia memberiku tiket ke rekaman publik.
"Ah, sudah kuduga, baunya sangat enak. Mengapa kamu tidak mengambil napas dalam-dalam di dekat Nozomi-chan, Nagi-kun?"
"Em... Kamu itu saat menyebut namaku dicampur-campur, tetapi aku juga tidak masalah dengan itu sih."
"Syukurlah~. Kalau begitu, Nozomi-chan. Kamu juga bisa memanggilku Yui. Teman-temanku di SMP biasa memanggilku Yupo, tetapi itu adalah nama yang sudah aku buang."
Aku terkesan dengan betapa cepatnya Nakano-san mendekatkan jarak di antara mereka berdua. Ketika aku pertama kali bertemu dengannya, rambutnya masih berwarna emas – tetapi sekarang, dengan kuncirnya yang diikat dua, dia tampak seperti kelinci yang sangat ramah.
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→