Bab 18Sudut Pandang Nozomi (Bagian 2)
(TL Note: Seperti judulnya, Chapter ini menggunakan sudut pandang Nozomi Takane, sang pacar petahana.)
Ketika aku masih di kelas atas di SD, aku mendadak tumbuh lebih tinggi. Pakaianku tidak selalu pas, dan perubahan yang mendadak membuatku merasa gelisah kadang-kadang.
Tetapi itu tidak semuanya buruk. Ketika aku bermain tenis, aku bisa menjangkau lebih jauh dengan raketku, dan aku juga memiliki keuntungan saat menyemes.
Itu memang bagus sampai orang-orang mulai membicarakan tentang betapa tingginya diriku ini. Ketika teman-temanku memberi tahuku para siswa di kelas membicarakan ini, bahkan sebagai seorang anak-anak, aku pikir kalau itu keterlaluan.
"Kamu terbawa suasana hanya karena kamu sedikit menonjol."
Aku bisa tahan dengan itu jika itu hanyalah sebuah rumor, tetapi ketika beberapa siswa tidak bernyanyi ketika aku mengiringi mereka dengan piano selama waktu paduan suara, aku tidak bisa apa-apa selain penasaran mengapa mereka tidak menganggapku serius.
Salah satu dari orang-orang itu memberikanku sebuah surat ketika tahun pelajaran berganti.
Temanku, yang sudah berada di kelasku selama dua tahun berturut-turut, tidak mengetahui kalau hal semacam itu telah terjadi dan memberi tahuku,
"Ia bersikap kejam padamu karena ia menyukaimu, Nozomi-chan."
Aku tidak menyalahkan teman-temanku karena mengetahui tentang itu dan merahasiakannya.
Aku tidak merasakan perasaan semacam apapun kepada para cowok saat itu. Tidak ada gunanya untuk marah-marah, dan semua yang bisa aku lakukan hanyalah mengembalikan surat itu tanpa membacanya.
Ketika aku meminta maaf dan mengembalikan surat itu, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan baik.
Aku kira akan lebih baik untuk mengembalikan surat itu daripada berpura-pura kalau tidak pernah menerimanya. Tetapi aku tidak yakin kalau itu benar untuk dilakukan.
Teman-temanku terus membicarakan cowok mana di kelas yang mereka sukai, atau menyebutkan para selebriti dan orang-orang terkenal di situs-situs video yang mereka pikir keren, tetapi semua yang bisa aku lakukan hanyalah memberi mereka sedikit anggukan.
Aku bisa bayangkan untuk menghargai seorang teman, tetapi seorang cowok, aku tidak pernah bisa bayangkan itu.
Ketika aku bergabung dengan klub tenis di SMP, aku menjadi lebih sadar diri akan tatapan mereka yang berada di sekitarku daripada yang telah aku alami di SD.
Seorang cowok dari klub tenis putra menawarkanku untuk mengambil latihan, tetapi aku tidak mau. Aku tidak akan ikut serta kecuali teman-temanku dari klub yang sama ikut bersamaku.
Ketika aku melihat teman-temanku mengobrol dengan para cowok dengan bahasa yang ramah, aku terkadang berharap aku bisa seperti mereka. Tetapi tidak banyak jumlah waktu selama tiga tahun SMP tahun yang bisa mengubahku.
"Mengapa kamu tidak pernah berpacaran dengan siapapun, Nozomi?"
"Takane-san sepertinya berpacaran dengan siswa yang lebih tua, kan?"
"Aku dengar bahwa karena Takane-san adalah ketua OSIS, kamu berpacaran dengan wakil ketua."
Semua orang menciptakan gambaran tersendiri tentangku, dan ketika mereka mengetahui kalau itu tidak seperti yang mereka duga, mereka tampak bingung.
Teman-temanku hanya berasumsi orang macam apa sih 'Nozomi Takane' itu dan memperlakukanku dengan cara yang tidak akan melenceng dari asumsi tersebut.
Namun, aku mengetahui bahwa orang yang terburuk adalah diriku.
Aku tidak bisa bayangkan memiliki hubungan dengan seorang lelaki. Jika aku telah mengatakannya dengan sangat jelas, aku yakin teman-temanku tidak harus mengulanginya padaku dan mungkin tidak akan ada rumor apapun yang semaunya.
Ketika aku masuk SMA, aku ingin mengubah diriku dari cara yang kuambil dulu di SMP. Aku tidak memilih klub tenis sebagai aktivitas klubku, aku tidak akan bergabung dengan OSIS, dan aku hanya bermain piano di rumah.
Jika aku tetap menjadi seorang dengan profil rendah, aku mungkin bisa lebih santai di sekolah. Semua yang bisa kupikirkan hanyalah bagaimana orang-orang akan mengerti diriku. Aku ingin menghindari membuat gambaran yang dapat menonjol.
Hari ujian datang tepat setelah itu mulai bersalju. Aku ingat betapa dinginnya itu.
Nomor ujian tidak dipisahkan menjadi cowok dan cewek, tetapi sesuai dengan urutan yang mereka ambil. Aku duduk dekat dengan jendela dan seorang siswi dari SMP yang sama denganku mengobrol denganku, tetapi semua yang bisa kulakukan hanyalah memberi tahunya aku akan melakukan yang terbaik bersamanya.
"Takane-san, kamu luar biasa tenang ya bahkan di saat-saat seperti ini."
Aku, juga, merasa gugup, tetapi itulah apa yang dia bilang padaku. Aku berpikir kalau aku harus selalu terlihat sama, karena aku merasa begitu gugup dan ekspresiku begitu gugup.
Ujian dimulai dan selama sejenak aku mampu untuk berkonsentrasi tanpa masalah apapun. Namun aku masih gugup dan membuat kesalahan.
Aku mencoba untuk mengambil penghapus, tetapi aku ceroboh dan mendorongnya menjauh dari mejaku.
Apa yang harus aku lakukan dengan penghapus yang jatuh itu? Pikirku. Aku ingat kalau aku harus memberi tahu guru untuk mengambilnya buatku, tetapi sebelum aku mengetahuinya, aku tidak bisa mengeluarkan suaraku.
Aku tahu kalau aku gugup, tetapi aku tidak berpikir kalau itu akan seburuk ini. Aku mencoba untuk mengangkat tanganku untuk membuat pengawas itu menyadariku, tetapi kemudian hal ini terjadi.
"Maaf karena mengganggu ujiannya. Aku menjatuhkan penghapusku."
Siswa di sebelahku itu memanggil guru itu. Sebelum aku menyadarinya, ada penghapus lain yang dekat dengan penghapusku yang jatuh.
Guru itu juga melihat penghapusku dan mengambilnya untukku. Siswa di sebelahku tidak berkata apa-apa dan kembali mengerjakan ujiannya.
Jangan melihat kemana-mana, aku memberi tahuku. Aku tetap fokus untuk menyelesaikan ujianku, dan ketika aku telah menjawab semua pertanyaan, aku sadar masih banyak waktu yang tersisa.
Selama aku sedang memeriksa ulang, aku penasaran dengan orang yang duduk di sebelahku.
Setelah ujiannya selesai, saatnya waktu istirahat dan aku meninggalkan bangkuku.
Jika dia menyadari kalau aku memandanginya, dia mungkin akan merasa tidak nyaman.
Aku tahu kalau seharusnya tidak berpura-pura kalau aku tidak memandanginya, tetapi tetap saja, aku terus melihat siswa di sebelahku.
"......."
Siswa itu, ia melihatku, dan aku pikir dia sedang tersenyum.
"......"
Ia telah menyadariku, tetapi aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku tidak bisa apa-apa selain bertingkah seperti itu.
Aku penasaran untuk siapa dia berpakaian rapi. Tidak mampu untuk mengetahuinya, aku berjalan sedikit lebih jauh menuruni pintu masuk dan melihat keluar jendela.
Aku ingat kalau itu telah berhenti turun salju, tetapi itu sudah mulai musim gugur lagi.
Melihat yang terpantul di kaca, aku menyadari betapa datarnya dan tidak berekspresinya diriku hingga saat ini.
– Itu tidak sampai aku kembali ke ruang kelas sehingga aku menyadari kalau aku telah lupa untuk bilang terima kasih. Aku duduk di sebelahnya, tetapi aku tidak bisa bilang terima kasih bahkan sampai ujian itu selesai.
Sampai hari di mana hasil akhir ujian itu diumumkan, aku memikirkan beberapa kali tentang siswa yang telah membantuku.
Bagaimana jika aku berakhir di kelas yang sama dengannya? Aku membayangkannya tetapi menghentikan diriku sendiri di pertengahan pemikiranku, berpikir kalau itu tidak akan mungkin bisa terjadi.
Jika kami bertemu lagi, tidak ada keperluan baginya untuk mengobrol denganku. Kecuali aku memiliki kesempatan untuk mengobrol dengannya, dia hanya akan menjadi orang asing bahkan jika berada di sekolah yang sama.
Mengapa sih aku ingin mengobrol dengannya? Apa sih yang ingin aku ingin bicarakan (dengannya)? Aku bahkan tidak bisa mencari tahu itu sendiri.
"Terima kasih untuk waktu itu."
Itu mungkin semua yang harus aku bilang. Sejauh itu, itu masih normal.
Aku terus memikirkan tentang jawaban dari pertanyaanku, dan lalu hari pertama sekolahpun datang.
Aku tidak dapat menemukannya di upacara pembukaan, tetapi aku melihatnya berada di kelas yang sama denganku.
Siswa itu, Nagito Senda-kun, sedang mengobrol dengan Asatani-san yang berasal dari SMP yang sama dengannya. Dia tampak agak gugup, tetapi dia tampak menikmati obrolan mereka.
Sebelum tes kebugaran fisik, aku harus pergi ke ruang perawat bersama Asatani-san dan siswi-siswi lain di kelompok kami untuk pengukuran tinggi badan kami.
"Takane-san, kamu terlihat sangat keren dan seperti seorang model..."
"Itu baju olahraga yang sama tetapi tampak benar-benar berbeda ketika Takane-san yang mengenakannya, bukankah begitu?"
Aku agak merasa malu dengan semua hal yang mereka bilang, jadi aku menyelesaikannya lebih awal dan berjalan keluar. Ketika para siswi dari kelompok lain mengambil pengukuran, seluruh anggota kelompokku mengobrol dengan gembira.
Asatani-san, yang menjadi pusat di kalangan itu, tersenyum padaku.
"Takane-san, yang mana yang ingin kamu lakukan, lari jarak jauh atau shuttle run?"
Setelah apa yang terjadi kemarin, aku sedikit gugup karena aku tidak yakin jika aku bisa mengobrol dengan Asatani-san dengan baik. Tetapi, seolah-olah ketakutanku tidak berdasar, dia memiliki ekspresi yang ceria.
Aku juga penasaran dengan Asatani-san, jadi aku sedikit mencari tentangnya di internet. Dia selebriti sungguhan dan dia sangat populer.
"Asatani-san, kamu lebih suka yang mana?"
"Aku? Aku rasa aku lebih baik dalam lari jarak jauh."
Setelah bilang begitu, Asatani-san berhenti sejenak dan menatapku.
Dia tampak benar-benar sama dengan dia yang digambarkan oleh media. Aku bisa mengerti mengapa Nagito-san, yang sedang berhubungan dengannya, selalu tampak begitu gugup di sekitarnya.
Tetapi caranya menatapku sedikit menggangguku. Jika Nagito-san menatapku dengan cara seperti itu, aku akan merasa bermasalah.
–Tetapi cara mata Asatani-san melihat ke Nagito-san...
Itu bukanlah tatapan menyelidik. Bagiku, itu tampak seperti dia memiliki alasan tersendiri.
"Em... Aku tidak keberatan dengan salah satunya. Jika Noa-... Kiri-chan ingin melakukan yang jarak jauh, aku lebih suka melakukannya bersamamu."
"Iya, aku juga. Lebih baik bersama dalam satu kelompok, bagaimanapun juga."
Sikap Yamaguchi-san dan Watanabe-san memang agak canggung. Mereka mungkin merasa aman karena mereka berpikir kalau aku menguping apa yang mereka bicarakan ketika aku berangkat ke sekolah bersama Nagito-san. Itu bukan berarti kalau aku tidak ingin memberi tahu mereka untuk jangan khawatir tentang itu, aku hanya tidak tahu cara mengatakannya di situasi semacam ini.
Aku tahu kalau itu tidak bagus untuk membicarakan hal-hal semacam itu di belakang seseorang, tetapi aku tidak berpikir mereka memiliki niat yang jahat.
"Pada saat itu, maafkan aku. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya terkejut."
Asatani-san berkata begitu, mungkin dengan berani.
Asatani-san tidak memberi tahu teman-temannya kalau aku dan Nagito-san sedang berhubungan. Mungkin itu berarti kalau dia menjaga kami, atau mungkin kami berdua harus mengobrol bersama sekali lagi...
"Kamu sangat berani, Takane-san, datang ke sekolah bersama seorang cowok. Meskipun semester ganjil baru saja dimulai."
"Kami saling bertemu pagi ini... Karena kami berasal dari kelas yang sama, kami berjalan ke kelas bersama. Aku juga memiliki beberapa hal untuk didiskusikan dengan Senda-kun."
"Kalian berdua berasal dari SMP yang berbeda, bukan? Apa yang kalian bicarakan?"
"Kalian berdua bisa saja akan mengobrol tentang studi kalian, benar kan? Kiri-chan bilang kalau Senda-kun itu serius dan bagus dalam mengajar."
Aku tahu kalau Nagito-san telah menunjukkan catatannya pada Asatani-san, tetapi... aku tidak tahu apakah mereka pernah belajar bersama sewaktu SMP...
(Dengan Nagito-san, aku juga telah...)
Ketika aku melihatnya sedang mengajarkan Asatani-san, aku merasakannya untuk yang pertama kalinya.
Aku harap aku bisa berada dalam kelompok. Aku harap aku bisa mengobrol dengan Nagito-san secara normal.
Aku tidak peduli jika ia tidak mengingat apa yang terjadi saat ujian, tetapi akan bagus kalau aku bisa menjadi orang di kelasnya yang terasa nyaman untuk diajaknya bicara.
Itulah yang aku pikirkan. Sekarang... Aku dan Nagito-san... Hanya dari memikirkan tentang itu, aku bisa merasakan wajahku semakin panas.
"... Takane-san, wajahmu merah. Apakah kamu baik-baik saja?"
"... Tidak ada apa-apa kok... Itu hanya imajinasimu saja, Watanabe-san."
Watanabe-san hanya mengkhawatirkanku, tetapi intuisinya terlalu tajam. Asatani-san telah menjaga masalahku dan Nagito-san dari kegelapan, aku tidak bisa membiarkannya seperti ini.
"Ah, itu menjengkelkan untuk memutuskan apakah harus melepas jersi atau tidak, iya kan? Dan itu panas hari ini... Jadi, bagaimana sekarang? Apakah kita akan melakukan lari jarak jauh?"
"Iya, aku siap untuk itu."
"Aku akan sakit perut segera setelah aku berlari..."
"Aku akan sudahan ketika itu terjadi, jadi mari kita jalankan bersama?"
"Iya, iya, mari kita lakukan yang terbaik untuk menyelesaikan lomba."
Asatani-san memotivasi semuanya selagi kami menuju ke lapangan. Pada lintasan 200 meter, para siswi yang menunggu giliran mereka sedang mengobrol.
Yamaguchi-san dan yang lainnya membicarakan tentang apakah mereka harus meregang atau tidak, dan Asatani-san pergi ke kelompok lain dengan sendirinya. Ketika dia kembali, dia membawa seorang siswi bersamanya.
Warna rambutnya sedikit lebih terang, dan ketika guru menanyakannya tentang itu, dia menjelaskan bahwa warnanya memang selalu seperti itu. Ketika dia memperkenalkan dirinya, dia bilang dia berasal dari SMP yang sama dengan Nagito-san, tetapi aku belum pernah melihatnya mengobrol dengan Nagito-san.
"Aku ingin memperkenalkan dirinya sekali lagi, ini Yui Nakano-chan. Seperti yang dia bilang ketika memperkenalkan dirinya, dia berasal dari SMP yang sama denganku dan Nagi-kun."
"Iya, aku dipanggil oleh Kiri-chan. Takane-san, ketika aku melihatmu dari dekat, kamu sangat dekat..."
"...Tidak, tidak juga..."
"Itu membuatku cemburu... Ah, orang-orang tidak mengatakan itu saat mereka pertama kali bertemu."
Ini bukan hanya persoalan tinggi badan yang Nakano-san bicarakan, tetapi kata-kataku selalu tersangkut karena aku tidak tahu cara menjawabnya. Aku mengenakan jersi agar tidak menarik perhatian pada diriku, dan aku merasa lega mendengar bahwa aku bisa tetap mengenakannya ketika aku berlari.
"Jadi, kamu berteman dengan Asatani-san ya, Nakano-san?"
"Tidak, tidak, tidak. Aku takut kalau itu terlalu berlebihan. Aku hanya penggemar Noarin. Asal kamu tahu ya, memanggilnya 'Kiri-chan' sudah membuat jantungku berdegup kencang."
"Yui-chan, bukankah kamu lebih gugup mengobrol dengan Takane-san daripada denganku."
"Karena Takane-san jelas berada di tingkatan (level) kehidupan yang berbeda denganku. Aku bahkan tidak tahu apakah itu bisa menghirup oksigen di ruang kelas yang sama denganmu..."
"Itu tidak benar, kita mengambil ujian yang sama, dan berada di angkatan yang sama bersama-sama."
Nakano-san, yang memiliki kecenderungan untuk berpaling, melihatku dengan terkejut.
Aku hanya bilang apa yang aku pikirkan. Jika aku menjadi tidak jelas dan tidak bilang apapun, itu akan memberi batas antara aku dan Nakano-san.
Jika itu adalah diriku sewaktu SMP, aku tidak akan pernah mampu untuk mengatakannya dengan jelas.
Semenjak aku bertemu dengan Nagito-san, aku sudah mulai berubah. Aku tidak menjadi orang yang tidak bisa mengatakan apa yang ingin aku katakan.
"...Sa..."
"Sa?"
"Aku sayang kamu."
(TL Note: Please, jangan yuri, soalnya Mimin anti yuri-yuri club. Hehe.)
"Eh, em..."
"Apa yang kamu bicarakan, Yui-chan? Takane-san jadi mundur. Tadi kamu bilang kamu ingin berteman, bukankah begitu?"
Sebelum aku menanyakan apapun lebih jauh, Nakano-san mengambil tanganku.
"Berbahaya, aku secara tidak sengaja mengatakan sesuatu yang aneh..."
"Tidak, tidak... Tentang itu... Maafkan aku..."
"Kamu telah ditolak, Yui-chan. Iya, perkenalannya cukup untuk sekarang."
"Apakah tidak masalah jika kita akhiri hari ini di sini? Bisakah aku mengobrol denganmu lagi, Takane-san?"
"Tidak masalah, tidak masalah. Lihat, sekarang sudah giliranmu, Yui-chan."
Nakano-san mengambil tempatnya di depan kelompoknya dan mulai berlari ke lintasan. Asatani-san, yang menonton sambil meregangkan tubuh di sebelahku, berkata,
"Gadis itu, dia berada di klub yang sama dengan Nagi-kun sewaktu SMP. Mereka berteman baik, tetapi aku pikir mereka tidak pernah mengobrol sejak SMA dimulai."
"Dia itu orang yang ceria dan energik. Hanya berbicara dengannya seperti menghiburnya."
"Yui-chan itu gadis yang suka memuji orang lain lebih dari dirinya. Dia agak terlalu rendah hati. Dan aku rasa juga menyadari itu."
Seorang gadis yang berada di klub yang sama dan berteman dengan Nagito-san.
Nagito-san juga orang yang sangat rendah hati. Nakano-san dan ia tampaknya memiliki kepribadian yang sama. Aku ingin tahu bagaimana ia menghabiskan waktunya di SMP.
"Aku berpikir kalau Yui-chan dan Nagi-kun akan lebih cocok."
"...Apakah kamu sampai ke kesimpulan itu tanpa mengetahui tentang perasaan Nagito-san dan Nakano-san?"
"Tidakkah kamu berpikir kalau mereka berdua memiliki banyak kesamaan?"
Asatani-san tersenyum, bahkan tanpa sedikitpun pelanggaran.
–Itu sangat membuat frustrasi karena Asatani-san benar. Tetapi tidak ada yang salah dengan Nakano-san.
"Tidak mudah bagiku untuk mengatakan ini, tetapi aku tahu bagian-bagian terbaik dari Nagi-kun."
Aku menyadari kalau itu adalah kelanjutan dari percakapan yang telah kami lakukan di perpustakaan.
"Ketika Takane-san memberi tahuku kalau kamu berpacaran dengan Nagi-kun, aku terkejut pada awalnya, tetapi aku tidak berpikir kalau itu aneh. Itu tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa kita baru saja memasuki sekolah atau apapun seperti itu."
"...Aku... ditolong oleh Nagito-san..."
"Nagi-kun itu sangat baik hati, iya kan? Bahkan setelah semua yang terjadi, dia tidak marah padaku... Tidak, dia pasti marah padaku, aku yakin."
Aku masih belum mengerti Asatani-san dengan sangat baik. Aku kira kalau dia sibuk dengan pekerjaan atau memiliki alasan lain untuk putus dengan Nagito-san.
Tetapi itu belum semuanya.
Hanya dengan mengobrol seperti ini, aku bisa merasakannya.
Aku penasaran apa yang Asatani-san rasakan tentang Nagito-san. Dan mengapa dia memperkenalkan Nakano-san–.
"Aku ingin mendukungmu, Takane-san."
–Jadi itulah inti dari semua ini. (Alternatif Terjemahan: Jadi begitu ya.)
Bahkan jika dia berkata begitu dengan wajah 'Kiritani Noa', aku tidak bisa hanya menerimanya begitu saja.
"...Kalau begitu... apakah itu baik-baik saja?"
Asatani-san menyengir. Rambutnya, yang selalu diikat ke samping, ditarik ke belakang dengan ikat rambut berwarna biru laut.
"Inilah apa yang ingin aku katakan padamu waktu itu, tetapi kalian berdua segera pergi."
"Waktu itu...?"
"Aku mengerti. Takane-san tidak menyadari. Aku rasa itu baik-baik saja."
Jika aku bertanya padanya di sini, dia tidak akan menjawab.
Dengan akting sempurnanya, Asatani-san mencoba untuk menyembunyikan sesuatu. Itu pasti perasaannya.
–Saat ini, apa yang dia rasakan tentang Nagito-san? Asatani-san tidak pernah menunjukkan perasaan aslinya.
"...Ini waktunya untuk mengambil giliran kita. Aku sangat percaya diri dengan lariku. Bagaimana denganmu, Takane-san?"
Ini adalah pengukuran untuk tes kebugaran fisik. Bukan berarti itu berhubungan dengan dengan sesuatu yang lain.
Ketika giliran kami datang, kami mulai berlari. Aku terkejut melihat betapa cepatnya Asatani-san, meskipun dia seharusnya berasal dari klub budaya.
Meskipun Asatani-san hanyalah seorang 'mantan pacar', dia tahu tentang Nagito-san lebih banyak dariku. Dia tidak akan bisa dikalahkan dengan sangat mudah.