Bab 15Panggilan Telepon Pertama (Bagian 2)
[Musik seperti apa yang biasa kamu dengar, Nagito-san?]
"Aku? Aku rasa apapun, atau mungkin lagu yang diputar di televisi atau radio yang aku suka."
[Aku tidak sering menonton televisi, jadi aku tidak tahu lagu-lagu yang populer... aku ingin mendengarkan lagu yang kamu suka juga, Nagito-san.]
"Kalau begitu, aku akan meminjamkanmu CD kapan-kapan. Aku harap akan ada salah satu yang kamu suka, Takane-san."
[Benarkah? Aku senang mendengarnya... Tetapi... aku khawatir jika aku membawanya ke sekolah, CD itu akan disita.]
Sudah ada sekali pemeriksaan barang-barang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sejak aku masuk sekolah. Itulah alasan utama yang mencegahku memberikan CD itu padanya di wilayah sekolah.
"Kalau begitu... Aku bisa memberinya padamu di suatu tempat di luar sekolah di hari libur."
[Nagito-san... Em, Itu...]
"....? Cara lainnya adalah..."–Dan lalu aku menyadari apa yang baru saja aku bilang.
(Di luar di hari libur...! Apa yang aku pikirkan!)
Aku dan Takane-san baru saja mulai berpacaran. Habiskan waktu bersama di luar sekolah di hari libur, tanpa diragukan lagi akan menjadi sebuah kencan.
Tidak, kami sudah mulai berpacaran, jadi aku aku tidak bisa meminjamkan CD padanya dan memanggilnya dalam satu hari.
Aku dicampakkan tanpa mampu untuk melakukan sesuatu seperti layaknya seorang pacar. Jika aku tidak mengubah diriku sendiri, Takane-san akhirnya akan lelah denganku juga.
"Maafkan aku, itu... pada dasarnya mengajakmu untuk berkencan, iya kan?"
[Aku juga, maafkan aku. Aku penasaran apakah itu benar-benar terjadi, tetapi... Apakah itu tidak masalah?]
Dia bertanya dengan tenang, tetapi suara Takane-san tidak terdengar seperti dia akan membencinya.
Dia tampak bingung. Pada situasi ini, aku penasaran apa yang harus aku lakukan sebagai seorang pacar. Haruskah aku secara proaktif mengajaknya berkencan, atau haruskah aku tidak terlalu terburu-buru?
(Ini hanya soal meminjam dan meminjamkan CD, haruskah aku tidak menganggapnya terlalu serius...? Tidak, jika kami akan menghabiskan sedikit waktu bersama, kami harus menghargai kesempatan ini sebagai sebuah kencan...)
Pikiranku mulai berpacu dan suhu tubuhku naik. Aku mencoba untuk bicara dengan tenang, tetapi ketegangan yang aku tahan terguncang keluar dariku sekaligus.
Jantungku berdebar begitu kencang. Meskipun aku sudah pernah punya pacar, aku tidak terbiasa bicara dengan cewek sama sekali.
[Besok...]
"Ah, besok? Besok kan kita sekolah, jadi..."
[Tidak, tidak. Bagaimana orang lain bilang ini... Em, Jika kita pergi berkencan, akan seperti apa ya? Aku pikir aku memintamu tentang itu.]
"Ah, tidak... Itu tidak masalah. Aku juga belum pernah berkencan. Aku belum pernah melakukan apapun seperti itu dengan Asatani-san."
Aku tahu kalau itu tidak tepat untuk menyebutkan seorang 'mantan pacar' di saat seperti ini dan apa yang baru saja aku bilang benar-benar tidak keren.
Tetapi jika aku menyembunyikan itu darinya, itu tidak akan alami. Aku merasa bahwa jika aku menyembunyikan sesuatu darinya saat ini, lalu dia juga akan menyembunyikan hal yang penting dariku dalam hubungan kami nanti.
"Jika aku bisa bertemu dengan Takane-san di hari libur... aku tidak ingin hanya meminjamkanmu CD itu. Aku mau kita menghabiskan waktu bersama juga."
[Apa kamu bilang... Kamu telah menghabiskan waktu bersama Asatani-san, tetapi tidak pernah berkencan?]
"Iya, kami memiliki kegiatan bersama di antara klub membaca dan klub astronomi. Kami saling bertemu satu sama lain di hari libur, tetapi ada banyak orang lain juga."
[Aku tidak tahu itu...]
Aku tidak berencana untuk memberi tahu Takane-san lebih banyak tentang hubunganku dengan Asatani-san. Itu karena aku tahu kalau dia tidak akan merasa sangat enak tentang itu.
[........]
Tampaknya prediksiku belum tentu salah. Di ujung lain panggilan, Takane-san merenungkan sesuatu.
"Maaf, membicarakan tentang Asatani-san itu..."
[Tidak, aku ingin mendengarnya.]
"Eh....?"
[Apa rasanya ketika Nagito-san dan Asatani-san berpacaran? Jika itu tidak masalah buatmu, aku ingin mendengarnya.]
Dalam rangka untuk setia dengan Takane-san, aku harus melupakan apa yang terjadi di antara aku dan Asatani-san. Tetapi sekarang, Takane-san ingin mendengarnya...
[Kapanpun Nagito-san siap untuk membicarakan itu, aku akan menunggu.]
"Takane-san, jika aku memberi tahumu tentang aku dan Asatani-san, akankah kamu membenci itu?"
[Itu mungkin agak menggangguku... Tetapi, aku telah mencoba untuk memahami orang yang membuat Nagito-san jatuh cinta. Meskipun saat ini, Aku dan Asatani-san belum akrab... Asatani-san adalah orang yang pernah mencintai Nagito-san. Secara teknis, itu tidak berarti kami tidak saling bertemu mata.]
Sekali lagi, aku diingatkan kalau Takane-san berada di luar imajinasiku.
Aku memiliki pemikiran kalau Takane-san dan Asatani-san tidak akan pernah akrab, tetapi Takane-san sendiri membantah itu.
[Asatani-san adalah orang yang sangat ramah dan flamboyan, yang mana itu benar-benar berbeda dariku. Karena dia adalah orang yang pernah membuat Nagito-san jatuh cinta, aku yakin dia memiliki sesuatu yang indah darinya yang aku belum tahu sekarang, dan, jika aku mengetahuinya... Aku akan lakukan yang terbaik sehingga aku tidak akan kalah darinya.]
"Kamu luar biasa, Takane-san."
[Ah, bukan berarti aku ingin menjadi aktris atau yang sejenisnya... Aku bahkan tidak ingin dibandingkan dengan Asatani-san di bidang itu. Tetapi... aku memiliki cara tersendiri untuk diperhatikan oleh Nagito-san.]
Dia memang sempurna dalam berbagai hal. Aku tidak bisa percaya kalau dia ingin aku mengakuinya. Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.
Itulah alasannya aku harus menuangkannya dalam kata-kata dengan tepat. Apakah itu dengan ponsel, atau secara langsung, aku harus menyampaikan ini padanya, meskipun hanya sedikit.
[Maafkan aku... Aku telah berbicara secara sepihak.]
"Tidak, aku senang. Aku harap aku juga bisa menunjukkan bagian-bagian bagusku. Untuk pemula, aku rasa aku akan melakukan yang terbaik pada latihan fisik besok."
[Iya, aku akan melakukan yang terbaik juga...]
Takane-san tampak sedikit mengantuk. Sudah cukup lama sejak kami mulai mengobrol.
Rekaman piano yang diputar telah diubah ke lagu yang berbeda. Itu juga lagu yang aku tahu.
"Ini Gymnopédie, bukan?"
[Iya. Aku merekam ini karena keluargaku memintaku untuk memainkannya dalam belajarku.]
"Ini lagu yang nyaman untuk didengar. Takane-san, apakah kamu sudah mengantuk?"
[Aku baik-baik saja. Aku juga harus mulai belajar...]
"Kalau begitu, mari kita belajar lewat ponsel jadi kamu tidak tertidur. Aku akan begadang juga."
[I-Itu tidak bagus... Itu berarti waktu Nagito-san akan...]
"Jika memungkinkan, aku ingin mengobrol sedikit lebih lama. Apakah itu bermasalah?"
Aku pasti sudah dimanjakan oleh Takane-san sampai menanyakan pertanyaan semacam itu.
[Kalau begitu, aku akan memegang kata-katamu.]
Takane-san mengatakannya dengan suara genit. Dia tampak mulai menyiapkan PRnya.
– Kemudian,
Jariku menyentuh sebuah ikon yang tiba-tiba muncul di layar. Dan layar ponselku beralih.
(Panggilan video... Takane-san, apakah dia salah menekan tombol?)
Aku melihat ke layar itu, berpikir apakah wajahku akan tercermin.
[......]
–Aku berhenti bernapas ketika aku melihat layar itu.
Seolah-olah itu belum cukup, Takane-san membalikkan ponsel itu ke dadanya. Itu tampak seperti dia sedang memegang ponselnya dengan satu tangan, dan membuka bukunya dengan tangan yang lain.
Dia mengenakan pakaian santai seperti kamisol yang tampak seperti baju tidur, tetapi sisi depannya tidak sepenuhnya tertutup. Kamera itu dimiringkan ke bagian tubuhnya yang tidak seharusnya aku lihat. Aku sadar dan membalikkan teleponku.
"Ta-Takane-san, ini sedang panggilan video sekarang..."
[Ah, maafkan aku... Tampaknya aku menekannya secara tidak sengaja.]
Haruskah aku memberi tahunya kalau aku melihat sedikit? Jika aku ingin jujur, aku harus memberi tahunya di sini sekarang juga dan meminta maaf.
Ketika aku membalikkan ponselku aku bisa melihat wajahku, dan aku yakin Takane-san bisa melihatnya juga.
[Ketika aku melihat wajah Nagito-san seperti ini... aku merasa lega. Meski, itu agak melakukan.]
"Itu..."
[Itu...?]
Bukan hanya wajahnya yang terlihat, aku juga bisa melihat bagian tubuhnya yang lain. Lebih dari itu, sikap malu Takane-san terlalu berlebihan.
[Ah... Maafkan aku, aku baru saja selesai mandi. Aku menunjukkanmu sesuatu yang tidak enak dipandang.]
"Tidak tidak. Tidak sama sekali... Itu piyama yang imut..."
[Benarkah begitu...? Nagito-san mengenakan hoodie, bukan? Aku rasa itu imut.]
"Aku rasa itu tidak imut sama sekali"
[Itu tidak benar. Itu warna yang imut.]
Entah mengapa, suasana agak damai. Aku berani untuk tidak mengatakan apapun yang membuat Takane-san merasa malu di saat seperti ini.
Dengan menyesal, panggilan videonya dihentikan. Setelah itu, Takane-san kadang-kadang menanyakan pertanyaan, dan aku menjawab mereka sambil melihat catatanku.
Sebelum aku menelepon, semua yang bisa aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa berbicara dengan baik. Tetapi saat ini jam menunjukkan pukul 10.30, waktu tampak terbang begitu cepat yang aku rasakan aku harus segera menutup telepon.
[Terima kasih banyak atas waktumu hari ini. Bisakah aku meneleponmu lain kali?]
"Iya, kapanpun. Selamat tidur, Takane-san."
[Iya. Selamat tidur, Nagito-san.]
Bahkan setelah aku menutup telepon, euforia sepertinya belum hilang. Suara piano yang terngiang di telingaku sangat nyaman sehingga aku tidak bisa apa-apa selain ingin mendengar lebih banyak permainan piano Takane-san.
"...... Wah!"
Aku tidak bisa apa-apa selain teriak. Aku melihat ke pintu dan itu terbuka sedikit. Di sana berdiri Kak Ruru yang mengintip ke dalam. Aku mencoba untuk bilang kalau itu adalah youkai tetapi beliau terlalu cantik untuk disamakan dengannya.
(TL Note: Youkai adalah istilah Bahasa Jepang yang biasanya berhubungan dengan makhluk atau hantu rakyat Jepang.)
"Kakak ingin mendengar Takane-san bermain piano, juga. Bisakah Kakak bermain Gymnopédie juga? Mungkin kita bisa main bersama kapan-kapan."
Aku bahkan tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk menanyakan berapa lama kakakku telah menguping. Tetapi aku mengakuinya, aku terbawa suasana.
Setelah mendorong kakakku kembali ke kamarnya, aku kembali ke kamarku dan mengambil nasib dalam-dalam.
Latihan kebugaran fisik besok, Takane-san dan Asatani-san akan melakukannya bersama besok. Ini berarti kalau mereka pasti akan memiliki lebih banyak peluang untuk saling mengobrol.
Aku seharusnya tidak terlalu khawatir, aku tidak bisa apa-apa selain memikirkannya. Tekanan mengetahui bahwa pacarku yang sekarang dan mantan pacarku makan bersama, tidak bisa diapa-apakan sehingga aku gugup.
Jika itu seperti yang Takane-san bilang, kalau mereka berdua bukan musuh tetapi Takane-san menghargai karir Asatani-san, lalu bisakah mereka berdua menjadi akrab.
Aku berpikir kembali ke terakhir kali aku melihat Asatani-san di perpustakaan. Lalu aku tiba-tiba mengingat, aku melihat pesan yang datang dari Takadera.
[Senda, tidak ada adegan ciuman! Dia masih Noarin kita, fiuh! Sekarang kita bisa tidur nyenyak!]
Aku merasa mendapatkan surel semacam itu, tapi itu tidak berarti aku memiliki penyesalan terhadap Asatani-san.
Aku membayangkan kalau suatu hari, jika dia berlanjut menjadi seorang aktris–aku menggelengkan kepalaku.
Sebagai salah satu dari banyak penonton yang menyaksikan Asatani-san melalui televisi, aku harus bersiap untuk melihat itu dengan pikiran yang tulus.
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→