Bab 14
Panggilan Telepon Pertama (Bagian 1)
Aku dan Takane-san berada di kelompok bersih-bersih yang sama, dan ketika kami sedang bersih-bersih di perpustakaan, Asatani-san datang.
Takane-san kalau dia berpacaran denganku, tetapi aku kira kalau dia hanya berani mengatakan itu yang mana jelas sekali tidak benar, hanya untuk kebaikanku.
–Begitulah apa yang aku spekulasikan.
Kak Ruru tidak makan, kakakku mendengarkanku sambil menatap tepat ke arah mataku. Pada awalnya, beliau tampak terhibur, tapi di tengah jalan, ekspresinya berubah menjadi malu untuk menghadapku.
"Aku tidak nyaman ketika Kakak melihatku seperti itu..."
"Iya, Kakak bisa bilang apa? Kakak tidak bisa membayangkan kalau kamu tumbuh begitu cepat dan sekarang kamu sudah menikmati masa mudamu."
"Masa muda... Kak Ruru juga tidak begitu berbeda."
"Ah, Apakah kamu baru saja mengatakan itu pada kakakmu yang sekolah di SMA khusus putri? Iya... Semua orang tampaknya jalan-jalan untuk berpesta atau hal lain, tetapi aku belum berpartisipasi. Jika aku pergi ke karaoke bersama orang-orang asing, aku akan menjadi kucing pinjaman." (TL Note: Kucing Pinjaman adalah idiom dalam Bahasa Jepang yang bermakna 'untuk menyembunyikan diri sejati seseorang'.)
Kakakku bergurau soal itu, tetapi beliau benar-benar bisa berbaur ke dalam situasi apapun. Pernah sekali, beliau mengundang teman-temannya naik dan aku terkejut melihat betapa populernya kakakku. Aku merasa sangat bangga padanya, tetapi ini adalah sesuatu yang aku tidak bisa bilang di depan wajahnya.
"Jangan pernah bernyanyi di kamar mandi hanya karena Kakak tidak pernah pergi ke karaoke."
"Tetapi suara Kakak terdengar merdu di kamar mandi, dan Kakak bisa meluangkan waktu kakak untuk berendam di bak mandi. Mengapa kamu tidak mencobanya juga, Nakkun? Seperti lagunya Kiri-chan di acaranya..."
"Uhuk, uhuk..."
"Maaf... itu memang kejam, meskipun itu hanyalah sebuah lelucon."
Aku baru saja ingin bilang kalau kakakku tidak perlu bangun dari tempat duduknya, tetapi kakakku sudah berada di belakang dan memijat punggungku.
Itu mengingatkanku ketika aku sering pilek. Pernah sekali, kakakku tidak mendengarkan ketika Ibu bilang itu menular dan merawatku sampai sembuh. Itu terjadi ketika aku masih SD.
Jika aku memikirkan tentang itu, jika aku pertama kali berpacaran dengan Asatani-san, Kak Ruru juga melihat sedikit perubahan dalam diriku. Kakakku memaksaku untuk memberi tahunya segalanya dan beliau mendukungku. Tetapi hanya dalam satu bulan, situasinya berubah cukup pesat. Biasanya, orang-orang akan berpikir kalau aku adalah masalahnya.
"Kamu akan berada di kelas yang sama dengan Kiri-chan mulai dari sekarang. Kakak harap semuanya tidak menjadi terlalu canggung..."
Setelah memijat bahuku, kakakku menepuk bahuku kembali ke tempat duduknya.
"Kamu bilang kalau kamu ingin tetap berteman dengan Kiri-chan, tetapi Kakak harap kamu memberitahu Kakak tentang Takane-san juga. Ah, mungkin mereka akan berteman dan saling mengobrol tentangmu. Lagipula, para gadis saling mengerti satu sama lain."
"... Itu menyeramkan... Tidak, itu menakutkan..."
Tidak bisa apa selain gemetaran setelah mendengar pemikiran itu. Kakakku melihatku dengan senyum geli. Pada dasarnya, ini berarti kalau kakakku menikmati menggodaku, yang mana itu normal.
"Jika Kiri-chan dan Takane-san berteman, apa yang akan kamu lakukan, Nakkun?"
"Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan... Jika mereka berdua berada pada pemikiran yang sama, lalu itu mungkin terjadi. Tetapi untuk saat ini..."
"Apakah itu situasi yang eksplosif? Ahh ~~ Kakak ingin bertemu dengannya secara langsung. Kakak ingin melihat Nakkun bingung. Bisakah Kakak datang ke kelasmu?"
"Tolong janganlah, karena rumor akan menyebar kalau aku adalah seorang siscon."
Aku tahu kalau kakakku tidak akan benar-benar datang, tetapi aku memilih kata-kata yang sepertinya ampuh untuk mencegahnya. Tetapi itu mengganggu karena Kak Ruru tidak terganggu oleh itu sama sekali.
"Kakak tidak akan bilang ke Kiri-chan untuk menjaga adikku, jadi salah satu hari di pekan ini, Kakak ingin bertemu dengan Takane-san."
"... Aku tahu Kakak menganggap ini lucu?"
"Tidak, tidak. Tidak sama sekali."
Untuk saat ini, aku harus waspada memastikan bahwa aku tidak terdengar dari luar ruangan ketika aku sedang yang dalam panggilan telepon. Tetapi Kak Ruru tidak akan bercanda seperti itu. Aku tidak ingin berpikir kalau kakakku berusaha dan menguping pembicaraanku. Aku ingin berpikiran bahwa kakakku tidak akan melakukannya.
Pukul 8:55 malam – aku telah menyelesaikan tugasku sebelum mandi, aku tidak ingin membaca manga dan buku paperback yang belum aku mulai sekarang. Jadi untuk saat ini, aku memutuskan untuk memeriksa media sosial. Aku perhatikan ada notifikasi dari Takadera.
[Ada sebuah sinetron yang dibintangi oleh Noarin pada pukul 9 pagi, bukan? Aku lihat di laman Cinta Remaja kalau hari ini akan menjadi hari yang besar. Aku penasaran apakah akan ada adegan ciuman. Aku terlalu gugup untuk melihat jadi bisakah kamu melihatnya untukku?]
Aku lebih baik dari yang aku pikirkan. Hanya dengan melihat tulisan 'adegan ciuman' sejarah sudah membuat jantungku sakit.
Asatani-san adalah seorang aktris, jadi itu tidak mengejutkan kalau dia memiliki beberapa macam adegan. Dia berada di peran berpasangan, tetapi dia menyukai aktor utamanya sebagai seorang abang, atau begitulah yang dia bilang.
–Aku tidak bisa berkata apa-apa untuk membalas Takadera. Aku punya sinetron pukul 9 pagi dalam rekaman, tapi aku bahkan tidak tahu apakah aku mampu untuk menontonnya dengan tenang.
Aku berpikir untuk menghapus jadwal rekaman pekananku, tetapi aku tidak merasa ingin melakukannya karena aku dicampakkan.
Sebagai seorang penonton, aku harus mampu untuk melihat Asatani-san di televisi dan masih tetap tenang, ataukah itu hanya aku yang keras kepala?
Ogishima menghubungiku tanya apakah aku ingin bermain sebuah gim (permainan) dengannya nanti. Aku memberitahunya kalau aku akan masuk ketika aku bisa. Aku dengar kalau Ogishima adalah seorang pemain (gamer) lihatlah menyiarkan video dari gimnya. Aku memiliki satu gim sehingga aku bisa bermain dengan Ogishima, juga.
Saat aku membalas, waktu menunjukkan pukul 8:58. Aku tidak ingat kapan terakhir kalinya aku jadi begitu gugup hanya melihat waktu itu.
Dengan cepat, itu berubah menjadi pukul 8:59. Aku mulai menghitung mundur setiap detik di kepalaku. Merasa jijik dengan diriku sendiri karena terlalu mengantisipasinya, aku menutup mataku seolah-olah untuk bermeditasi.
Aku merasa canggung karena sadar diri, tapi aku tidak bisa apa-apa selain memikirkan pemikiran acak. Aku memikirkan banyak tentang apa yang akan dibicarakan, dan apakah itu akan merepotkan bagi Takane-san atau tidak – Lalu,
Jamnya berubah menjadi pukul 9. Tetap saja, aku tidak bisa mengambil keputusan. Aku berpikir tentang fakta kalau itu akan mengganggu untuk menelepon tepat setelah pukul 9. Aku berpikir untuk menundanya 5 detik, tidak... 10 detik. Akhirnya, aku menekan tombol memanggil.
Aku mendengar deringan pertama. Lalu datanglah yang kedua, dan lalu yang ketiga. Aku penasaran apakah dia akan mengangkatnya, atau apakah aku harus menelepon kembali nanti.
[Iya, halo?]
"Ah..."
Terhubung, panggilan teleponnya terhubung.
[Nagito-san...?]
"Ah, iya. Ini Nagito. Ini... Takane-san, bukan?"
[Iya. Di telepon, suaramu terdengar agak berbeda.]
Takane-san bilang.
Suaranya terlalu... Bagaimana aku bilangnya ya...
Karena ini panggilan telepon, itu sih biasa saja. Merasa seperti aku sedang dibisiki di telingaku, tetapi jika aku bilang sesuatu seperti itu, bahkan Takane-san mungkin akan terkejut.
"Em... Aku memanggil tepat setelah pukul sembilan, aku harap itu tidak apa-apa."
[Iya, aku siap untuk menjawab kapanpun. Sudahkah kamu menyelesaikan tugasmu, Nagito-san?]
"Aku sudah mengerjakannya. Bagaimana denganmu, Takane-san?"
[Punyaku... Maaf, aku belum mengerjakan banyak. Aku akan mencoba mengerjakannya setelah panggilan ini.]
"Oh, aku mengerti..."
Aku penasaran apakah dia menungguku untuk meneleponnya karena dia tidak terlalu mengerti materinya. Aku takut kalau aku akan terdengar terlalu mementingkan diri sendiri jika aku bilang begitu.
"Jika ada sesuatu yang tidak kita mengerti, bagaimana kalau kita saling mengajari satu sama lain mulai dari sekarang?"
[Iya... Tetapi, apa itu tidak apa-apa...? Nagito-san sudah menyelesaikan tugasmu...]
"Aku bisa mengajarimu karena aku telah menyelesaikan punyaku. Jika lain kali aku belum menyelesaikan tugasku, aku akan meminta Takane-san untuk mengajarkanku kalau begitu."
[Uhuk... Yang mengatakan... Aku merasa lebih baikan sekarang. Aku sangat menantikan untuk belajar mulai dari sekarang.]
Itu meyakinkan untuk mengetahui bahwa aku kan diajari oleh Takane-san, yang berada di peringkat pertama di angkatan kami pada saat pendaftaran. Tetapi aku tidak bisa bergantung padanya sepanjang waktu, aku harus belajar karena aku selalu menjaga nilaiku tetap tinggi.
"Aku agak khawatir kalau aku tidak akan mampu bertahan di SMA, tapi aku rasa aku hanya mengayunkannya untuk saat ini."
[Iya, untuk saat ini. Aku mencoba untuk mengubah caraku mengatur catatanku di SMA, jadi aku sedikit bereksperimen. Itu mungkin akan terasa nyaman jika aku bisa mengambil catatan di tabletku...]
"Kamu memiliki sebuah tablet, Takane-san? Aku juga punya satu, tapi aku hanya menggunakannya untuk membaca buku-el (e-book)."
[Itu juga nyaman untuk menampilkan lembaran musik. Tidak seperti tulisan di kertas, aku bisa menulis ulang sebanyak yang aku mau.]
"Aku mengerti, itu adalah Salah satu cara untuk menggunakannya... Tipe musik seperti apa yang kamu mainkan dengan piano, Takane-san?"
Ketika aku menanyakan itu, Takane-san terhenti seolah-olah mulai memikirkan tentang sesuatu – lalu,
[Em... Jika tidak masalah bagi Nagito-san, bagaimana kalau aku memutar sebuah rekaman?]
"Benarkah? Aku sangat gembira... Tunggu, aku akan duduk dulu sebentar."
[Fufu... Ini lagu yang santai, jadi dengarkanlah lagu ini pada posisi yang nyaman (posisi wenak). Tolong tunggu sebentar.]
Aku punya perasaan kalau Takane-san harus meletakkan ponselnya. Kemudian, aku mendengar suara sebuah piano.
Sebuah karya klasik yang pernah aku dengar di suatu tempat sebelumnya.
Itu dimulai dengan sebuah garis melodi yang lembut yang tampak membisikimu.
"Lagu ini..."
[Lagu ini berjudul 'Moonlight'. Ini sebuah lagu yang terkenal, jadi itu mungkin terdengar familier bagimu.]
"Iya, aku sudah mendengar ini sebelumnya. Tetapi ini pertama kalinya aku mendengarnya seperti ini... Aku tidak bisa menuangkannya dalam kata-kata, tapi itu benar-benar luar biasa."
[Itu bagus kalau begitu...]
Takane-san merasa lega dan membiarkan piano berputar untuk sementara waktu. Pada akhirnya, volume piano itu berkurang sedikit, seolah-olah dia ingin melanjutkan percakapan kami.