Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 2 Bab 3 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Siapa yang Memutuskan Bahwa Seluruh Pertanda Itu Benar?

Saat itu sore hari, dan suara hujan mulai terdengar.

"Ah, begitu ya, begitu ya. Jadi Ekskul Bola Basket itu tampil bagus lagi tahun ini."

"Kayaknya begitu. Kita punya Misato dari Kelas X-F, dan juga Fumiya dari kelas X-G. Dan bukannya Tokiwa dari Kelas X-D adalah pemain paling berharga turnamen prefektur? Ada juga rumor kalau Enoki, Penasihat Ekskul, menangani segala sesuatunya dengan lebih serius ketimbang biasanya."

"Wah, aku tidak tahu Tokiwa itu seorang pemain paling berharga."

"Kayaknya ia memang begitu. SMP Shinonami punya departemen atletik yang kompetitif. Aku pernah mendengar kalau punya sesuatu kayak gitu bagus buat rekor sekolah. Dan sekolah kami sangat longgar dalam hal Ekskul Bola Basket. Aku iri karena mereka membiarkannya lolos meskipun nilainya rendah."

"Ah, soal itu—"

"Ah, ada yang memanggil, aku mesti pergi. Sampai jumpa."

"Tentu, sampai jumpa."

Mayoritas siswa-siswi telah menyelesaikan makan siang mereka, dan jam istirahat makan siang sudah hampir selesai.

Saat aku berdiri di depan mesin penjual otomatis sambil berusaha tampak kayak sedang mengantre buat membeli minuman, aku terus-menerus terlibat dalam obrolan dengan wajah-wajah yang aku kenal yang lewat. Terutama para anggota "Sobat Saotome."

Mesin penjual otomatis berada di lantai satu, di sepanjang lorong terbuka, dan dekat dengan kantin dan toko sekolah, sehingga banyak pejalan kaki. Kalau tujuannya bukan buat melakukan Investigasi Tatap Muka pada individu tertentu, tetapi buat mengumpulkan informasi dari banyak orang secara acak, maka akan lebih efisien kalau kalian memanfaatkan area kayak gini dan menunggu orang yang kalian kenal lewat.

Khususnya, aku mau mempelajari segala sesuatu yang aku bisa soal Tokiwa dan yang lainnya. Bahkan, kalau kalian tidak dapat mengejar kisah langsung dari masa lalu, mungkin saja kalian dapat mengetahuinya dari ekskul atau perspektif lainnya.

Setelah mencatat isi obrolan terbaru di ponsel pintarku, aku meninjau informasi terkini.

Kayak yang aku duga, media sosial memberiku banyak informasi. Aku menduga berdasarkan reputasi sekolah, mereka memposting banyak hal di X atau Instagram, dan ternyata benar. Isinya memang berlebihan, dan teksnya terkadang sulit dibaca karena terlalu banyak hiasan, tetapi kalau kita mengumpulkan informasi yang lebih mirip fakta...

1. Pacar-Senpai Tokiwa merupakan anggota dari kelompok nakal setempat, dan berperilaku buruk.

2. Pacar-Senpai Tokiwa merupakan orang yang menyatakan cintanya pada Tokiwa dan juga yang mencampakkan Tokiwa.

3. Katsunuma telah berubah dibandingkan dengan saat pertama kali dia pindah sekolah — dia bukan tipe orang yang aktif mencari kepemimpinan.

4. Katsunuma berinteraksi terutama dengan Tokiwa setelah pindah, tetapi pada suatu saat, kontak dengannya tiba-tiba jadi lebih jarang.

5. Beberapa orang melihat Katsunuma dan Pacar-Senpai Tokiwa saling bercakap-cakap di belakang gedung SMP.

Kira-kira begitulah.

Menurutku, kayak yang sudah aku duga, tidak salah lagi, ada semacam perselisihan antara Katsunuma dan Pacar-Senpai Tokiwa yang berkaitan dengan Tokiwa.

Dapat diasumsikan bahwa dampak dari perselisihan itu menciptakan keretakan dalam hubungan antara Tokiwa dan Katsunuma, dan bahkan menggeser sikap dan pendirian Katsunuma. Dari segi waktu, kedua peristiwa itu juga hampir bersamaan.

Yang paling kentara yaitu perubahan Katsunuma. Aku melihat sekilas pada akhir video TikTok, dan dia punya rambut pendek dan hitam, seakan-akan dia itu orang yang sama sekali berbeda.

Kesan tangguh masih tetap ada.

Pada titik ini, mungkin ada baiknya kalian bertanya pada Tokiwa sendiri.

Konten apapun di luar ini, cuma dapat diketahui oleh mereka yang terlibat. Karena secara efektif mustahil bertanya pada Katsunuma, cara tercepat yaitu berbicara dengan pihak lain yang terkait, yaitu Tokiwa.

Tetapi, buat Tokiwa, ini akan jadi topik yang sensitif, yang melibatkan mantan pacarnya. Sulit buat bilang apa ia mau berbicara denganku, tetapi hatinya pasti terluka karena masalah yang berkaitan dengan Katsunuma, dan ia mungkin bersedia membantu kalau itu membantu memperbaiki situasinya.

Oke, sekarang setelah aku memutuskan, aku mesti membuat janji secepatnya—

"Hai, Nagasaka-kun."

Saat aku mendengar namaku dipanggil, aku menoleh.

"...Kiyosato-san?"

Itulah Sang Heroin Utama, melakukan lambaian kecil dengan tangan di dekat dadanya.

Kayaknya tidak ada orang lain di sekitarnya, dan dia tampak sendirian.

"Apa kamu datang buat membeli minuman juga, Kiyosato-san?"

"Aku agak haus."

Bilang begini, dia berbaris di sampingku, dan sambil meletakkan jari telunjuknya di dagunya, dia mengeluarkan suara gelisah.

"Hmm, apa aku mesti minum kopi atau teh...?"

"Air mineral rasa persik yang baru itu rasanya enak. Rasanya menyegarkan."

"Ah, benarkah? Tetapi aku tidak mau mengambil risiko dengan sesuatu yang baru lalu kecewa pada akhirnya."

Dia menimbang-nimbang sejenak, menepuk-nepuk dagunya dengan jari, sebelum menekan tombol buat kopi hitam.

Kaleng itu terlontar ke dalam slot dengan bunyi denting, dan Kiyosato berlutut dan berjongkok buat mengambilnya.

"Ini merupakan rasa yang aman dan biasa dari Pantai Barat."

"Kamu sangat menyukai kopi, bukan? Dan itu selalu hitam."

Kiyosato-san bukan penggemar berat minuman ringan. Tetapi bukan berarti dia tidak menyukainya. Dia lebih sering membeli teh hijau atau kopi hitam. Ini merupakan kebalikan dari seorang pecandu yang sangat membutuhkan gula dalam segala hal yang mereka konsumsi.

"Aku berusaha menghindari minuman ringan sebisa mungkin. Lagipula, aku sudah dewasa!"

Dia memasang wajah puas sambil menyilangkan tangannya.

A-Ah, karena kamu sudah dewasa... ...Kamu memang agak mirip orang dewasa dalam beberapa hal...

Kiyosato-san membuka tutup kalengnya saat aku mendekatkan botol plastik ke mulutku dan melirik ke arah bagian tertentu dari tubuhnya.

"Aku jadi ingat."

Dia berbicara sambil bersandar pada dinding di dekatnya.

"Nagasaka-kun, kamu pasti mengenal banyak orang."

"...Hah?"

"Maksudku, aku melihatmu berbicara dengan seseorang dari kelas lain tadi."

"Mm-hmm..."

Euh, jadi dia sudah mengawasiku saat itu, ya? Iya, bukan berarti itu merupakan obrolan yang akan jadi masalah kalau dia tidak sengaja dengar, sih...

"Lagipula, sebagai Ketua Kelas, aku terlibat dengan kelas lain dari waktu ke waktu. Selain melakukan tugas sampingan di sana-sini."

"Haha, kamu tampaknya melakukan tugas di banyak tempat. Kayak seorang pesuruh."

Umumnya, itu cuma konsekuensi dari mengumpulkan informasi atau mengalihdayakan catatan yang kusut.

Kiyosato-san mengangguk dan menyeruput kopinya.

"Tetapi itu cuma menunjukkan betapa banyak orang yang mempercayaimu. Kamu bergaul dengan baik dengan semua orang di kelas."

"Mustahil, Kiyosato-san, aku tidak setingkat denganmu. Maksudku, sangat berbeda dengan cuma satu kelas."

Kiyosato-san bergumam, "Ah..." dan terkikik canggung.

"Soal itu, aku yakin ada semacam kesalahpahaman."

"Kesalahpahaman?"

"Iya, itu benar."

Sebelum menyesap kopi lagi, Kiyosato-san perlahan menyelipkan sehelai rambut di depan matanya di belakang telinga kanannya.

"Ayumi benar-benar baik dan ramah. Dia cuma tidak jago mengekspresikannya."

"Hah...?"

Si Katsunuma itu...?

Aku pernah mendengar istilah "pengkhayal" dari Tokiwa, tetapi aku tidak mendapat kesan kalau dia itu baik. Bukannya menurut kalian tidak kayak gitu saat kalian berurusan dengan kerabat kelompok kalian?

Aku menyelidiki, merasa penasaran.

"Ngomong-ngomong, menurutmu apa alasan kesalahpahaman itu...?"

Kiyosato-san lalu melihat ke sekeliling sebelum dia menjawab dengan suara yang agak kecil.

"Aku agak khawatir dengan Tokiwa-kun."

Aku terkejut saat dia menyebutkan nama orang yang jadi pusat kontroversi.

Jangan bilang kamu tahu sesuatu soal hubungan mereka, Kiyosato-san?

"A-Apa sebenarnya yang kamu maksud?"

Aku begitu terkejut dengan ajang yang tidak terduga, sehingga mau tidak mau, aku mesti menyela.

Kiyosato-san tidak langsung menjawab, malah melihat arlojinya.

"...Maafkan aku, tetapi mendiskusikannya mungkin akan memakan waktu. Bisakah kita melakukannya lain waktu, setelah ekskul, mungkin?"

"Eh?"

Mus-Mustahil. Apa ini ajakan buat "Ajang Obrolan Rahasia"?! Sungguh romantis... ...Tidak, tunggu dulu, jangan terlalu terbawa suasana, dasar bodoh.

Bukan itu maksud dari ajakan itu. Ini soal Tokiwa dan Katsunuma. Mustahil ada adegan komedi romantis dengan Kiyosato-san akan terjadi.

"Bagaimana?"

"Iya... ...Oke."

Aku mestinya rapat dengan Uenohara sepulang sekolah di Ruang Konferensi "M". Tetapi itu tidak perlu secara langsung — konferensi lewat telepon di malam hari saja sudah cukup. Yang lebih penting, masalah ini lebih diutamakan.

"Dan juga..."

Kiyosato-san tiba-tiba mendekatiku dan membuatku lengah. Kami sangat dekat sehingga satu gerakan kecil saja akan menyebabkan tubuh kami bersentuhan.

Matanya yang indah dan dalam menarik pandanganku saat aroma sabun membuat kepalaku berputar.

"Jangan beri tahu orang lain soal ini karena ini masalah pribadi, oke?"

Dia lalu membuat isyarat "Ssst" dan tertawa kecil.

Po-Pose 2 Dimensi yang baru! Ah, imutnya... ...Aku sangat cuka deh...

Kiyosato-san tersenyum lagi padaku dan berjalan melewatiku, masih dalam keadaan linglung.

"Kalau begitu, sampai jumpa lagi!"

Dia keluar dari tempat itu, melambaikan tangannya sambil berbalik.

Pada saat itu, aku sadar.

Kiyosato-san sudah lama tidak tercium kayak bau bunga sakura.

Sepulang sekolah.

Aku sedang menunggu kedatangan Kiyosato-san di Natural Glass, sebuah restoran mewah yang berjarak sekitar 15 menit berjalan kaki dari sekolah. Ini merupakan tempat yang sama yang kami gunakan buat pesta setelah Latihan Sorak-Sorai. Restoran ini sudah lama berdiri dan terkenal dengan penampilannya yang bergaya kayak kafe yang tersembunyi dan masakan bergaya Barat yang menggunakan banyak sayuran segar. Rasa dan suasananya sangat sempurna.

Restoran ini merupakan salah satu tempat dengan peringkat teratas dalam kategori "Populer di Kalangan Cewek-Cewek" di Catatan Tempat. Namun, kisaran harganya cukup mahal buat dompet siswa-siswi SMA, sehingga tempat ini juga berfungsi sebagai tempat rapat rahasia dengan kemungkinan kecil buat rapat dengan siswa-siswi Kyou-Nishi lainnya meskipun lokasinya dekat dengan sekolah.

Di ruang pribadi belakang, aku membolak-balik novel ringan.

Hmm, ada banyak kisak komedi romantis yang bagus dengan pengaturan karakter yang memutarbalikkan akhir-akhir ini. Genre Sekaikel yang menceritakan tentang pertemuan antara cowok dan cewek juga sedang naik daun... Keinginan, permintaan... ...Aku harap ada semangkuk besar set ramen...

(TL Note 1: Sekaikei: https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/SekaikeiGenre.)

(TL Note 2: Keinginan dan permintaannya mungkin referensi dari Hiyori-chan's Request is Absolute.)

Saat aku mengecek jam di dinding, sudah hampir waktunya pulang sekolah. Langit di luar juga cukup gelap. Biasanya, Ekskul Tenis mestinya sudah selesai berlatih saat ini.

Meskipun begitu, aku belum dapat menghadiri Ajang Pulang Sekolah bersama Kiyosasto-san akhir-akhir ini. Jadwalnya di sore hari jadi agak tidak jelas.

Ah, makanya itu dia menyarankan buat ketemuan di sini? Pada awalnya, aku mengusulkan ketemuan di gerbang sekolah, tetapi—

"Bagaimana kalau hujan turun? Mungkin akan memakan waktu cukup lama, jadi mari kita ketemuan di tempat kita mengadakan pesta terakhir kali," katanya.

Jadi aku memutuskan buat menunggu sambil menikmati prasmanan kafein yang elegan. Sungguh, dia sangat memperhatikan detail, kayak yang aku harapkan dari bidadari pelindungku.

Brrr, ponsel pintarku bergetar.

Panjang umur?!

[Ada apa?]

Tidak, ini Uenohara. Dia membalas pemberitahuan penjadwalan ulangku.

Hmm, mestikah aku memberi tahunya...? Maksudku, Kiyosato-san membuatku berjanji buat merahasiakannya...

Setelah aku pikir-pikir, aku menjawab, [Aku sedang melakukan Patroli Investigasi]

Selama ada perjanjian kerahasiaan, aku tidak bisa bilang sumber cerita, meskipun itu ke Uenohara. Keinginan narasumber mesti dihormati. Itu merupakan aturan Investigasi yang tidak dapat dilanggar.

"Maaf membuatmu menunggu!"

Suara yang jernih dan lucu terdengar di seluruh restoran. Kiyosato-san berkuncir kuda hari ini.

"Beres-beresnya memakan waktu lebih lama dari biasanya hari ini."

Dia menyeka air hujan dari pundaknya dan meletakkan payung plastik yang basah di sudut ruangan.

"Fiuh..." Dia meniupkan napas sebelum akhirnya menenangkan diri.

Hmm, dia tampak kayak terburu-buru ke sini.

"Apa kamu menunggu lama?"

"Ah, eum, aku baru saja sampai di sini... ...Tidak, tidak juga, sih."

S*alan, aku secara otomatis menjawab dengan templat kisah komedi romantis!

"Ahaha, ada apa dengan jawaban itu!" dia tertawa.

Buat menyembunyikan rasa maluku, aku berdehem.

Cekikikannya terus berlanjut sampai seorang pelayan datang mengambil pesanan.

"Tidak perlu khawatir, sebenarnya. Aku sedang membaca."

"Tidak, tidak, aku tidak dapat melakukan itu. Kamu akan pulang terlambat, bukan?"

Wah, yang benar saja!! Apa dia seorang bidadari?! Dia pasti lelah setelah bermain tenis, kok bisa kamu sebaik ini? Kok bisa sih?

Es kopi yang dipesan pun tiba. Kiyosato-san meminum sepertiganya dalam satu tegukan, lalu menarik napas dan mulai.

"Jadi, langsung saja ke topik obrolan." Dia menyibakkan rambutnya ke telinga kanannya. Aku menarik napas dalam-dalam. "Kamu tahu kalau Tokiwa-kun dan Ayumi ada di kelas yang sama saat SMP, bukan?"

"Benar. Aku mendengarnya dari Tokiwa."

"Dan kalau mereka itu teman masa kecil?"

"Heh...?"

Tanpa sengaja aku mengeluarkan ekspresi tercengang.

Tunggu. Apa maksudmu? Ada "Pengaturan Karakter" baru yang belum pernah aku dengar?

Dia terkikik. "Jadi kamu tidak tahu."

"Ah, iya, itu tidak terduga."

Fiuh, aku segera menenangkan diri.

Kalau mereka itu teman masa kecil sejak SMP... ...lalu mengapa mereka berdua tidak bersikap kayak gitu?

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling toko.

"Tunggu. Bukannya saat kita di sini terakhir kali, Tokiwa mengaku kalau ia punya seorang teman masa kecil...?"

"Hmm, Nagasaka-kun, kamu punya ingatan yang bagus. Tetapi iya, aku langsung bertanya padanya setelah itu, dan begitulah aku tahu."

Hoh, jadi itu waktu itu! Aku begitu fokus buat menjalin hubungan dengan "Teman Masa Kecilku", sampai-sampai aku tidak memperhatikan... ...Catat itu, catat itu.

Tetapi, kalau memang benar begitu, itu menimbulkan pertanyaan. "Tetapi, bukannya mereka tidak tinggal berdekatan? Kok bisa mereka saling mengenal satu sama lain?"

Dari informasi yang aku dapat, Tokiwa tinggal di daerah lembah di sebelah SMP Shinonami, sedangkan Katsunuma jauh di daerah pegunungan selatan. Mustahil mereka tinggal di lingkungan yang sama.

"Kayaknya Keluarga Tokiwa pindah saat ia masih SD."

Ah, jadi begitulah, mereka turun dari pedesaan ke lembah.

Meskipun begitu, Kiyosato-san pasti tahu banyak. Aku tidak tahu kalau dia banyak berinteraksi di kelas, tetapi tampaknya dia cukup akrab dengan Katsunuma.

"Jadi, kok bisa mereka jadi teman masa kecil?"

"Iya, secara berurutan. Pertama... ...kayaknya Tokiwa-kun berpacaran dengan seorang senpai saat SMP, itu yang aku dengar."

Hmm, jadi itu juga relevan....

"Cewek itu ada di salah satu geng lokal dan sering mendapat masalah di sekolah."

"Hmm..."

"Dengan bersamanya, Tokiwa-kun terkadang terseret dalam masalah juga."

Itu informasi yang baru. Aku sangat penasaran soal itu secara spesifik... ...tetapi aku rasa ini bukan tempatnya.

"Aku dengar kalau Tokiwa punya titik lemah buat orang-orang sejak ia masih muda. Tokiwa sulit menolak cewek itu, dari yang aku dengar."

Itu mungkin, ciri-cirinya cocok dengan data yang aku punya.

"Saat Ayumi mendengar hal ini, dia langsung bertindak. 'Jangan menyeretnya ke dalam masalah ini,' katanya."

Aku menarik napas panjang.

Wah...

Dia benar-benar punya nyali.

"Tokiwa-kun telah jadi pemain bola basket yang menjanjikan sejak saat itu, ia mungkin akan diskors kalau terjadi sesuatu yang serius."

Jadi Katsunuma melakukan itu demi Tokiwa. Ah, begitu ya, jadi itulah yang dimaksud Kiyosato-san saat dia bilang kalau Katsunuma itu "peduli."

"Lagipula, mereka sudah sepakat. Pacarnya tidak akan menyeret Tokiwa-kun ke dalam masalah lagi, dengan imbalan Ayumi tidak akan bergaul dengan mereka."

"Hah?"

Betapa egoisnya si gyaru itu, dia cuma takut kalau teman masa kecilnya yang penuh perhatian itu akan mengambil pacarnya yang tidak dapat dia lindungi.

"Ayumi tahu kalau Tokiwa-kun serius dengan hubungan ini, jadi demi Tokiwa-kun juga, dia menyetujui kesepakatan itu."

Cih...

"Tetapi cewek itu masih belum puas. Dia lalu menyebarkan rumor buruk soal Ayumi dan dia jadi penyendiri."

"Itu...!"

Inilah makanya aku benci anak bandel! Itu benar-benar berlebihan!

Dia mengambil gelas di kedua tangannya dan melanjutkan.

"Terlepas dari semuanya, dia mencampakkan Tokiwa-kun saat dia lulus, bilang kalau Tokiwa tidak dibutuhkan lagi."

Wah, itu yang terburuk.

Itu pasti sulit buat Tokiwa sendiri, belum lagi Katsunuma yang melihat kalau semua yang dia lakukan itu sia-sia.

"Makanya dia menyesalinya. Dia merasa bahwa dia mestinya mengawasinya sejak awal, dan karenanya reaksi yang dia tunjukkan saat ini."

Tunggu, tunggu, tunggu. Bukannya Katsunuma sebenarnya itu orang yang sangat baik?! Ah! Mestinya aku memeriksa lebih banyak informasi!!

Setelah bilang begitu, Kiyosato-san perlahan-lahan menyeruput kopinya.

Dengan potongan ini, aku dapat melihat gambaran keseluruhannya. Ini menjelaskan mengapa dia sangat memusuhi Uenohara dan menyerang Anayama tempo hari. Dia melihat kami sebagai ancaman yang mesti dia lindungi dari Tokiwa.

Bagaimanapun juga, Katsunuma sangat ingin melindungi teman masa kecilnya yang sangat berharga. Meskipun caranya agresif, namun dia punya niat yang baik di dalam hatinya.

Selain itu, aku tahu bahwa bakat komedi romantis yang baru ditemukan buatnya. Malahan, dia itu "teman masa kecil" yang paling tepat.

"Jadi," Kiyosato-san mengembalikan topik obrolan padaku. "Aku tidak mau kamu salah paham soalnya. Dia tidak melakukan ini padamu karena dendam."

Matanya menyipit dan tersenyum lembut.

"Sebenarnya, aku tidak semestinya bilang ini padamu, tetapi aku merasa karena kamu punya Ayano sebagai teman masa kecilmu, kamu akan memahaminya."

"Iya, aku paham."

Tentu saja, aku tidak akan mencela tindakan Katsunuma. Mustahil aku tidak menyetujui kisah komedi romantis yang begitu sempurna!

"Aku rasa Ayumi melihat mantannya di dalam dirimu. Cewek itu juga aktif, tipe orang yang membuat orang lain melakukan sesuatu." Mendengar hal itu, tiba-tiba saja dia jadi bingung dan melambaikan tangannya dengan keras. "Tentu saja! Aku tidak bilang kalau Nagasaka-kun itu nakal atau semacamnya!"

Aku mengangguk.

Dia menepuk dadanya dengan lega dan melanjutkan.

"Dia yakin kalau kamu merencanakan sesuatu yang jahat. Aku sudah berusaha bilang sebaliknya... ...dia tidak mau mendengarkan." Dia menatapku dengan sedih. "Tetapi apa yang dia lakukan di pertandingan bola voli itu tidak beralasan. Aku mencoba menghentikannya tetapi aku gagal... ...Maaf."

Jadi ke sanalah dia pergi selama pertandingan. Agar Katsunuma tidak menabrak kami...

"Aku akan mencoba lebih baik lain kali. Dan aku juga butuh bantuanmu, Nagasaka-kun, jangan lakukan sesuatu yang dapat memprovokasi Ayumi," pungkasnya.

Lalu, dengan sedih hati, dia bilang, "Tidak bisakah kita hidup kayak biasanya? Hiduplah kayak biasanya. Itulah yang aku pikirkan."

Aku menunduk dan tetap diam.

Hiduplah kayak biasanya. Hiduplah kayak biasanya.

Itu berarti menangguhkan Proyek. Lebih dari ini dan aku akan menempatkan Katsunuma dalam keadaan siaga tinggi, konflik akan meluas.

Selain itu, kalau aku mau menghormati perasaannya sebagai teman masa kecil.

Mungkin aku mesti mempertimbangkan buat menilai kembali pendirianku saat ini.

"Maukah kamu berjanji padaku?"

Aku akan menjawabnya saat—

Brr, brr, brr, brr.

"Sebentar, maaf."

RINE? Tidak, pola ini... ...Peringatan Darurat Uenohara? Aku membuka telepon itu dengan lancar dan merah di bawah meja.

Itu Uenohara.

[Tetaplah jadi dirimu sendiri.]

Peringatan darurat macam apa ini...?

Isi pesan itu merupakan kebijakanku sebagai "Karakter Utama." Tetapi apa hubungannya saat ini?

"Dari siapa itu?" Kiyosato-san bertanya.

"Ah, eum, sebentar."

Aku mengulur waktu dan menjalankan pikiranku.

— Pikirkanlah. Dengan potensi kisah komedi romantis yang baru ditemukan dalam diri Katsunuma, maka ada cara buat mencapai pemahaman. Sampai saat ini, kurangnya bakat kisah komedi romantisnya mempengaruhi kelas secara keseluruhan. Dengan kata lain, kalau saja aku dapat menghilangkan daya pikatnya, maka tidak akan ada alasan buat kami buat bertengkar.

Dengan semua pertimbangan, alih-alih mencoba mempertahankan status quo, aku dapat melanjutkan Proyek ini. Atau mungkin aku dapat bilang kalau maju terus merupakan pilihan terbaik yang ada.

"Terima kasih telah berbagi pemikiran denganku. Aku memahami kekhawatiranmu saat ini."

"Baiklah, kalau begitu."

"Aku tidak setuju kalau kamu menangani semua ini. Aku akan melakukan apa yang menurutku terbaik. Mungkin ada cara buat menyelesaikan semua ini dengan baik."

"Aku paham..."

Kiyosato-san tercekat sejenak sebelum dengan cepat memindai ruangan. Lalu tatapan tajamnya berhenti di jendela.

Hmm? Ada apa?

Aku juga melihat ke luar, tetapi tidak ada yang luar biasa. Di luar, lalu lintas malam hari yang hujan kayak biasanya.

"Maaf sudah menyita waktumu, itu saja buatku."

"Eh, iya."

Dia meneguk gelasnya dalam-dalam sebelum berdiri.

"Mari kita pulang, di luar sudah gelap." Dia meraih payung yang masih menetes.

"Ngomong-ngomong, Kiyosato-san."

"Hmm?"

"Aku terlibat langsung dengan kasus ini, jadi aku mau melakukan sesuatu. Tetapi kamu tidak, bukan? Namun, mengapa kamu melakukan begitu banyak hal buatku?"

Memang benar kalau dia itu baik hati. Itulah yang menarik perhatianku saat pertama kali ketemuan dengannya. Namun, apa yang jadi kekuatan pendorong di balik kepeduliannya pada orang lain sampai sedemikian rupa?

Dia berhenti berjalan dan berbalik menghadapku. Saat dia melakukannya, rambut yang dia taruh di telinga kanannya jatuh kembali ke tempatnya.

"Aku tidak tahan buat tidak melakukan apa-apa saat melihat orang lain terluka." Dia menyisir rambutnya ke belakang telinganya lagi. "Aku benar-benar tidak dapat meninggalkan mereka begitu saja..."

"Cuma itu informasi yang mampu aku dapatkan. Mempertimbangkan konsistensi dengan informasi lainnya, aku rasa hipotesis ini merupakan yang paling mungkin."

Segera setelah kembali ke rumah, aku duduk di mejaku dan menelepon Uenohara.

— "Itu merupakan jumlah investigasi yang luar biasa yang kamu lakukan," komentarnya.

"Kalau kamu memujiku, jangan ragu buat menggunakan kata 'luar biasa'."

Dari kalimat sebelumnya, ini malah terasa kayak cacian...

— "Ngomong-ngomong, semua itu cuma dengan Patroli Investigasi?"

"Sebenarnya, aku mendapatkan ini dari sebuah sumber. Rezeki anak saleh yang tidak terduga, bisa dibilang begitu. Kehidupan itu memang soal pasang surut."

Tentu saja, aku menghilangkan bagian yang diminta Kiyosato-san buat dirahasiakan. Bahkan sebelum berpisah, dia mendesakku sekali lagi, "Jangan beri tahu Tokiwa-kun dan yang lainnya soal ini, oke?"

— "Jadi kamu melakukan kayak yang aku usulkan?"

"Eum, soal itu." Aku memutuskan buat menceritakan kesimpulannya saja. "Aku lebih suka mencari jalan rekonsiliasi secara lebih aktif, tidak peduli apa kita telah menemukan jalan yang memungkinkan buat saling memahami. Kalau itu berjalan dengan lancar, bakat buat kisah komedi romantis kelompok akan meningkat sekaligus, dan bahkan Kerja Bakti Komunitas dapat jadi sebuah ajang dengan cara yang ideal."

Aku merasa kasihan pada Kiyosato-san atas perhatian dan nasihatnya, tetapi kalau ada kemungkinan hasil yang lebih bagus, maka aku akan menerimanya. Sudah jadi aturanku lbuat mengikuti templat.

— "Berarti aku tidak diperlukan..." Dia bergumam, "Wah, Kouhei, kamu itu luar biasa."

"Cukup dengan ucapan monoton itu!"

Itu sama sekali tidak terdengar kayak pujian.

"Selain itu, tidak usah gunakan pesan peringatan darurat secara berlebihan. Aku tidak mau fenomena Anak Gembala dan Serigala terjadi."

— "Kamu benar, tetapi aku benci itu keluar dari mulutmu."

Oke, oke, terserahlah, kamu menang.

Aku meneguk segelas air.

"Katanya, teman masa kecil itu benar-benar ada, ya? Aku mulai berpikir kalau itu semacam legenda urban yang dibuat oleh para pengarang kisah komedi romantis."

— "Tentu saja ada. Sebaliknya, bukannya tidak biasanya buat orang yang tidak punya satupun."

"Tidak, tidak. Maksudku teman masa kecil pada kisah komedi romantis. Secara khusus, seseorang dengan ciri khas kayak 'Tsundere' dan semacamnya. Aneh, aku merasa aku dapat memaafkan semua campur tangannya yang merepotkan."

Atau memangnya apa itu "Tsungire"? Lagipula, cuma ada sedikit atau bahkan tidak ada "dere" dalam dirinya...

(TL Note: "Sementara seorang tsundere bersikap jutek  dan bermusuhan buat membuat orang lain tidak menyadari sisi lembutnya, seorang tsungire akan bertindak kasar buat mencapai tujuan yang sama.")

— "Hmm, kayak aku..."

"Ah, tidak! Tentu saja, ini cuma 'pengaturan'!"

— "..."

Hah? Dia tidak punya serangan balik buat bilang padaku?

— "Apa yang kamu dengar hari ini... ...Mungkin akan lebih aman kalau kamu tidak mempercayai sumber itu sepenuhnya," Setelah jeda sejenak, Uenohara melanjutkan..

"Hmm? Mengapa?"

— "Meskipun mereka benar-benar teman masa kecil, itu cuma cocok dengan sangat sempurna. Semua itu cuma buat melindungi Tokiwa-kun? Dari apa yang aku tahu soalnya, mungkin ada motif tersembunyi..."

Itu merupakan pendapat lain yang valid...

"Kamu bilang mungkin ada yang lebih darinya?"

— "Aku tidak percaya kalau dia sepolos itu... ...Apa yang kamu dengar hari ini mungkin salah satu dari banyak motifnya, siapa yang tahu? Kalau dia benar-benar menginginkan yang terbaik buat Tokiwa-kun, aku rasa dia dapat jadi tidak terlalu radikal."

"Ah...?"

Itulah yang aku lupa buat mempertimbangkannya. Otak kisah komedi romantisku terlalu sibuk merayakan bakatnya yang tidak terduga.

— "Kayaknya aku tidak punya bukti buat mendukungnya, jadi buat saat ini, aku rasa kita dapat optimis..." Dia melantur. Uenohara saat ini telah beralih ke mode kontemplatif, tampaknya. "Ngomong-ngomong, apa yang kamu bicarakan dengan Tokiwa-kun?"

"Aku belum, informasi ini keluar duluan."

— "Lalu mengapa tidak bertanya padanya? Dia mestinya yang paling tahu, mengingat ini melibatkannya."

"Hmm—"

Lalu aku teringat perkataan Kiyosato-san.

— Ayumi, aku rasa dia selalu menunggu buat pulang bersama Tokiwa-kun setiap hari. Aku pernah melihatnya menunggu di sekitar Ekskul Bola Basket baru-baru ini.

"Tidak, aku akan menyampaikannya. Cukup aman buat mengasumsikan bahwa lingkungan sekitar Tokiwa dipantau oleh Katsunuma. Aku dengar dia menunggunya sampai latihan ekskul selesai."

— "Aku rasa..."

Aku telah belajar dari pengalamanku terakhir kali aku terjebak oleh pengawasannya, lihat bagaimana hasilnya.

"Mari kita coret berbicara dengannya di sekolah. Mungkin masih ada harapan kalau ini akhir pekan."

Ada juga media sosial dan RINE kalau memang diperlukan, tetapi Investigasi Tatap Muka lebih cocok buat obrolan semacam ini, di mana banyak informasi yang dapat dikumpulkan dari ekspresi wajah, nada bicara, dan informasi insidental lainnya.

— "Jadi, kita tunda sampai akhir pekan?"

"Aku khawatir begitu. Sebelum itu, ada tenggat buat permintaan pemblokiran... ...kalau keadaan terus berlanjut kayak saat ini, jelas kita akan mendapat masalah lagi."

Aku mau bergerak buat memperbaiki situasi sebanyak mungkin sebelum itu. Aku penasaran apa kita dapat mengatasi masalah ini dari sudut pandang yang berbeda.

"Aku mungkin akan mencoba membuat Investigasi Tatap Muka seputar Ide dan kawan-kawan. Aku penasaran bagaimana perilaku mereka terhadap anggota kelompok mereka."

Iya, kalau aku mau mengetahui cara mereka bersikap pada anggota kelompok mereka, maka orang yang paling tepat buat ditanyakan yaitu anggota kelompok mereka. Dengan Ide, aku dapat dengan mudah mendapatkan informasi darinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan — Ehem, aku rasa Ide akan menjawab dengan santainya.

— "Hmm. Menurutku Investigasi itu sendiri tidak buruk, tetapi bisakah kamu membuat janji?"

"Kalau aku mengincarnya setelah ekskul, aku rasa akan ada kemungkinan besar buat menangkapnya. Aku juga punya inspeksi OSIS, aku akan menggunakannya sebagai kamuflase."

Aku awalnya mencadangkannya buat kontakku dengan Torisawa. Tugas alih daya yang senang aku lakukan.

— "Bagaimana kalau Katsunuma-san tahu soal ini? Seseorang mungkin akan melapor padanya."

"Aku akan mencoba buat tetap diam. Kalau aku masuk saat dia sibuk dengan hal lain, itu mungkin berhasil. Singkatnya, kami akan berusaha buat membatasi kegiatan Katsunuma, dan kami akan membuat waktu investigasi bertepatan dengan waktu Tokiwa pulang."

Ekskul Musik Ringan cuma berlatih sepekan sekali, dan sekali berlatih, mereka berlatih sampai sekolah tutup. Kalau kita dapat menentukan waktu dan lokasinya, itu akan memungkinkan.

— "Hmm, okelah kalau begitu." Uenohara mengiyakan.

Baca-Rabudame-LN-Jilid-2-Bab-3-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"Bagus, kalau begitu mari kita lanjutkan. Ngomong-ngomong, bagaimana perkembangannya di sisimu?"

— "Dari sisiku, aku telah mempersempit daftar orang-orang yang terlibat. Mantan pacar Tokiwa-kun tampaknya masuk ke SMA Komersial Kyougoku."

"Hoh, bagus."

Itu merupakan langkah maju yang bagus. Sekarang setelah Uenohara menemukannya, mestinya tidak banyak yang mesti dilakukan. Dengan ini, kita bisa dengan mudah memverifikasi datanya.

- "Aku akan menemui kontakku buat lebih jelasnya. Aku mungkin juga akan melakukan Investigasi Tatap Muka pada mantannya juga."

Hah?

"Tunggu, tunggu, mengapa melakukan itu? Dari yang aku dengar, dia tampak menakutkan."

— "Aku cuma akan menarik salah satu dari mereka keluar, tidak masuk ke wilayah mereka. Aku akan memastikan tidak ada dampaknya."

"Tetapi..."

— "Kontak yang aku maksud merupakan cowok besar, jadi tidak ada yang sembrono," Dia meyakinkan, "Aku telah belajar dari pengalaman terakhir."

Ah, jadi kontaknya itu seorang cowok. Aku kira itu salah satu kenalan ceweknya.

"Ngomong-ngomong, bisakah kita membatalkan rapat setelah sekolah buat pekan ini? Mungkin perlu waktu buat memancingnya keluar."

"Tentu saja."

Hmm, cowok itu mungkin seseorang yang dia kenal saat dia berada di lapangan? Dan karena dia mungkin tidak dapat masuk ke sekolah mereka, maka tempatnya pasti di sebuah kafe atau sejenisnya...

— "Aku mustahil dapat merespons dengan segera dalam keadaan darurat, jadi hati-hati saja kalau ada masalah. Jangan memaksakan diri."

"Be-Benar..."

— "Hei, apa kamu mendengarkan dengan benar?"

"Aku mendengarkan. Jangan makan kue terlalu banyak."

— "Apa hubungannya dengan apa yang aku bilang?"

Ekskul Musik Ringan ini terletak di lantai dua Gedung Seni. Meskipun pada kenyataannya, tempat ini lebih merupakan ruang toko, namun tempat latihan yang sebenarnya tidak spesifik.

Ekskul Band Brass sudah mendapat giliran latihan kemarin, jadi hari ini, Aula Byakko menjadi punya Ekskul Musik Ringan.

"Wusy! Cukup buat hari ini-!" kata Ketua Ekskul.

Dengan serempak, para anggota menjawab, "Terima kasih atas kerja keras kalian!"

Meskipun tidak seerat ekskul olahraga, namun suasananya penuh dengan solidaritas. Ekskul Musik Ringan gitu loh.

Dari penampilannya, pertunjukan latihan mereka baru saja berakhir. Dari kerumunan penonton, Ide sibuk membereskan pengeras suara, amplifier, dan peralatan lainnya. Mungkin karena tugasnya sebagai orang baru dalam band, atau karena ia masih belum punya stamina buat bermain sepanjang durasi, Ide terjebak dengan tugas-tugas yang tidak penting buat sebagian besar waktu.

Aku penasaran apa aku dapat memanggilnya...

Tidak, mungkin tidak buat sementara waktu. Torisawa, kalau begitu.

Memutuskan buat melakukannya, aku mengangkat tubuhku dari dinding tempatku bersandar dan berjalan menghampiri Torisawa yang sedang memetik gitarnya.

"Apa kabar, Torisawa."

"Hmm? Kamu ada di sini?" Ia menurunkan gitarnya.

Menyeka keringat di dahinya, ia menyisir rambutnya yang berantakan dengan satu tangan. Duh, betapa seksinya cowok ini?

Kamu mau tampak menarik di depan siapa, s*alan.

"Perlu sesuatu?"

"Tidak juga, aku mampir sebentar. Tugas OSIS."

"Hmf..." Sambil mendengus seakan-akan ia tidak peduli, Torisawa mengeluarkan botol air dan meneguknya.

"Ah, dan aku juga punya ini, bagikan dengan semua orang," sambil berkata begitu, aku menyerahkan sekantung "Andounatsu" dari Uematsu. Tentu saja, di dalamnya terdapat paket-paket kecil, camilan yang sempurna buat dibagikan pada orang-orang.

(TL Note: Andounatsu merupakan suvenir dari prefektur Yamanashi, prefektur tempat penulis berasal.)

"Terima kasih. Tetapi mengapa ini?" Ia membaca logo itu dengan skeptis.

"Ini satu-satunya yang akan cukup buat semua orang kalau aku tetap pada anggaran. Maaf."

Aku telah menghabiskan banyak uang akhir-akhir ini, dan inilah yang aku dapatkan saat aku mencoba buat menahan diri.

Torisawa tersenyum kecut dan membawanya ke Ketua Ekskul.

"Shinba-san, penyegar, buat semuanya."

"Hoh, benarkah? Itu tidak biasanya. Aku akan menggali," ia mengambil tas itu dengan laparnya dan memanggil orang lain.

""Terima kasih!"" Kata para anggota serempak.

Wah, ini cukup mengesankan, mereka bahkan tidak membutuhkan sinyal.

Hmm, sebagian besar anggota di sini tampak mencolok, tetapi tidak terlalu sembrono... ...Bagus, bagus, memo, memo....

Torisawa menggigitnya sebentar, lalu melanjutkan membersihkan gitarnya.

"Jadi, kamu masih jadi pesuruh di OSIS, ya? Pemerasan macam apa yang mereka lakukan padamu?"

"Tidak, tidak, tidak ada yang kayak gitu. Aku cuma membantu saat aku ada waktu luang."

"Ah, jadi kamu menggunakan nama perwakilan OSIS demi kenyamananmu sendiri? Pilihan yang bagus, aku ragu kamu akan melihat cahaya hari lagi kalau kamu secara resmi bergabung."

"Ahahaha..." Aku tertawa kecil.

Ia cepat sekali paham, ya.

Torisawa melemparkan senyuman penuh pengertian sebelum mengunci kotak gitar dengan sekali klik.

"Jadi, bagaimana kabar Sachi-san?"

"Fwah?!"

Sachi-san? Dari Torisawa?

"Kamu tidak mengenalnya? Hinoharu Sachi-senpai, kelas sebelas. Bukannya dia tulang punggung OSIS?"

"Aku kenal, tetapi... ...Kamu kenal dia?"

"Tentu saja, dia itu Ketua OSIS di SMP-ku."

Ah... ...Benar, mereka berdua berasal dari SMP Higashi. Kalau memang benar begitu, maka dia mungkin akan mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS di SMA juga?

"Hmm, benar, dia sangat bersemangat dengan tugasnya... ...Cuma itu yang aku tahu. Kami belum benar-benar banyak berbicara."

"Hmm. Kayak biasanya, ya?" Mungkin menganggap kalau obrolan itu telah berakhir, ia berdiri dengan barang bawaannya dan berjalan pergi. "Itu mungkin bagus. Mungkin aku dapat berharap banyak padanya."

Hmm? Apa maksudmu?

Sebelum aku dapat menghentikannya, Ide datang berlari bersama Andounatsu.

"Yo, apa itu Ketua Kelas? Kamu yang membawa makanan ringan?"

Aku mengintip dari balik bahunya. Tumpukan sampah yang sedang ia bersihkan tidak tampak.

"Iya, maaf atas pilihan yang buruk."

"Benarkah? Tetapi ini sangat enak, sih! Terima kasih!!" Ia memberi hormat.

Iya, melihat pose ini layak buat membayar makanan ringan itu.

"Astaga, Torisawa! Kamu bermain sangat cepat, itu sangat keren! Kok bisa kamu melakukan itu?"

"Kamu bahkan tidak dapat memainkan F dengan benar, tanyakan lagi padaku saat kamu bisa."

"Weh, mengapa tidak?" Ia mencubit jari-jarinya dan berbisik, "Cuma sedikit trik? Adakah?"

"Aku akan memberi tahumu saat kamu dapat memainkan B. Kalau tidak, tetaplah pada dasar-dasarnya."

"Benarkah? Tidak bohong, bukan?! Hmf, tunggu saja aku ya, Torisawa!"

Wah, itu merupakan motivasi yang berapi-api, meskipun aku tidak tahu apa itu "B".

Torisawa menyeringai licik. "Lihat saja nanti." sambil bilang begitu, ia melangkah pergi.

Kayaknya ia mesti latihan band setelahnya, jadwal yang padat, memang biasa saja buatnya.

"Sampai jumpa!" Ide melambaikan tangan meskipun Torisawa tidak menoleh buat melihat.

Mereka berdua tampaknya cukup akrab. Mereka jarang berbicara di dalam kelas, jadi itu sesuatu yang jarang aku lihat. Aku penasaran apa itu karena ekskul dan kelas merupakan ranah yang berbeda.

Ide lalu duduk di tepi panggung sambil mengunyah Andounatsu.

Iya, waktu yang tepat buat memulai obrolan.

"Bagaimana latihannya? Apa sulit buat pemula?"

"Hmm? Ah, ini neraka. Jari-jari tanganku terasa kayak mau copot. Tanganku juga sering terluka. Tetapi, tidak kayak bisbol, kamu tidak akan mengalami patah tulang."

"Jauh lebih baik ketimbang menggunduli kepalamu?"

"Iya, jauh lebih baik, lebih baik di dunia!" kata Ide dengan sombong, "Aku akan cepat mahir dalam hal ini dan cewek-cewek akan mengerubutiku dalam waktu singkat. Aku telah mengganggu Torisawa buat mendapatkan trik-trik, tetapi astaga, latihannya memang tidak manusiawi!"

Torisawa merupakan seorang yang sangat keras dalam hal musik. Kalau ada orang yang dapat membuat kursus musik yang sederhana, ialah orangnya.

"Berolahraga akan membuatmu populer di SMP, tetapi itu tidak terjadi lagi, jadi di sinilah aku."

"Bisa dibilang begitu..."

Meskipun dalam dataku, Ide juga tidak terlalu populer di SMP, meskipun ia bermain bisbol... Itu agak menyedihkan...

Namun dalam kasus Ide, ia malah mendapatkan banyak teman, baik dari SMP yang sama, tim bisbol dari sekolah lain, senpai, kouhai, dan masih banyak lagi.

Fakta bahwa ia dapat berbicara dengan Torisawa kayak gitu sejak awal, mungkin berarti ia punya bakat sebagai penipu.

"Kalau saja aku setampan Torisawa, aku tidak perlu melalui semua masalah ini. S*alan cowok itu."

Teringat akan pertandingan bola voli tempo hari, aku menggodanya. "Setuju... ...Kamu terdengar kayak sudah ada seseorang yang ada di pikiranmu. Ayolah, kasih tahu aku, dong."

"Eh?! Tidak, tidak ada yang secara khusus! Aku berbicara soal cewek-cewek pada umumnya."

Sangat licik.

Benar-benar orang yang mudah dibaca. Inilah cewek yang telah dia lihat kayak orang gila, seratus persen yakin. Iya, bagus, Ide, teruskan. Lebih banyak poin komedi romantis buatmu, Ide.

Berpura-pura tidak menyadari rahasia kecilnya, aku melanjutkan bisnis.

"Heh, hmm? Apa dia ketua kelompok itu? Katsunuma?"

"Tidak, tidak, tentu saja tidak. Siapa yang dapat melihat Ayumi sebagai seorang cewek?" jawabnya dengan serius.

Wah, kejam sekali. Bukannya dia itu pemimpin kelompokmu?

"Aku rasa dia ada dalam jangkauanmu. Penampilannya juga cukup bagus?"

"Dia memang cantik, tetapi aku tidak merasa nyaman dengannya. Kamu tahu bukan kalau dia sedang marah?"

Aku mesti menyetujui hal itu.

"Dia memang seorang yang tergantung pada suasana hati. Saat suasana hatinya sedang bagus? Itu bagus, tetapi saat dia kehilangan suasana hati? 'Aku tidak mau bersama pecundang. Siapa yang mau bersama orang yang narsis? Bukankah menjengkelkan kalau diperintah kayak gitu?'" Ia memasang wajahnya dengan masam.

Kebenciannya sudah cukup dalam, tampaknya.

Jadi Ide juga terbakar karena insiden bola voli itu... ...Mestinya aku tidak melibatkan cowok malang ini.

"Dia lebih baik selama pekan-pekan pertama. Dia berubah dari 'Ah, kelasnya membosankan, mari kita lakukan hal lain' jadi 'Ketua Kelas menggangguku, mari kita serang dia.'"

Ah, Ide tiba-tiba menutup mulutnya.

"Tidak, maksudku, itu yang dipikirkan Ayumi, bukan aku!" Ia buru-buru beralasan.

"Aku tahu, aku tahu." Aku tertawa dan melambaikan tanganku.

Melihat hal ini, Ide menghela napas lega.

Baik ataupun buruk, Ide merupakan orang yang terus terang. Mungkin karena itulah ia dapat dekat dengan orang lain.

"Pada akhirnya, aku takut pada 'Senpai, sih, jadi mustahil aku bilang begini di depannya.'"

"Senpai?"

Itu tidak terdengar aneh.

Ide melirik sekeliling dengan ragu sebelum mencondongkan tubuhnya buat berbisik.

"Aku dengar dia bersama gangster lokal, dapat dibilang setengah anggota."

"Heh?"

Tunggu, mengapa begitu?

Itu tidak kayak yang dibilang Kiyosato-san.

"Aku pergi ke SMP Shinonan buat latihan pertandingan beberapa waktu yang lalu, dan jendela-jendela di sana ditutup dengan lakban! Menurut Tim Bisbol di sana, 'Senpai' yang melakukannya. Belakangan, aku tahu kalau Ayumi juga terlibat di dalamnya."

"Tunggu! Dari mana kamu mendengarnya?"

"Hmm? Ayumi sendiri."

"Tidak bohong?"

"Aku sangat serius. Itu yang dia ancam, dia bahkan punya video orang-orang itu."

Weh? Apa yang terjadi?

Ide melanjutkan dengan getir.

"Sungguh, ada apa dengannya? Aku tidak dapat paham sama sekali. Tetapi aku tidak suka kalau dia memanggil para Senpai itu. Aku masih tidak mau terlibat, tidak setelah semua usaha yang telah dilakukan buat mendapatkan Kyou Nishi. Pertama-tama, bukannya dia yang salah karena terlibat dengan orang-orang itu? Aku kepikiran buat memberi tahu para guru—"

"Ber-Berhenti! Berhenti di sana!"

Kalau sampai sejauh itu, maka Proyek-ku juga akan kacau.

"Ti-Tidak apa-apa. Ini mungkin cuma gertakan."

"A-Ah? Kok kamu bisa tahu?"

"Ah... ...eum, di sana-sini?"

"Jadi menurutmu dia menggertak?" Ide membuat ekspresi yang rumit.

Tunggu, jangan percaya dulu, aku juga tidak punya banyak bukti...

"Maksudku, jangan menyebarkan rumor tidak berdasar..."

Ide memiringkan kepalanya dan menjilat sebutir gula di tangannya. "Benar, benar."

"Masanari-! Pegang ampli itu!"

"Oke, Tuan!" Ia pun beranjak pergi.

Kayak yang sudah diperingatkan Uenohara, mungkin masih ada lagi yang dapat dilakukan Katsunuma?

Beres-beres sedang berlangsung, jadi aku meninggalkan Aula Byakko buat sementara waktu agar tidak mengganggu.

Karena obrolan terhenti di tengah jalan dan aku masih belum mendapatkan janji kerahasiaan dari Ide, aku bersembunyi di balik tangga dan menunggunya sampai selesai.

Dari obrolan sebelumnya, dapat dibilang kalau suasana di dalam kelompok tidak jauh berbeda dengan apa yang kalian lihat dari luar; Katsunuma semakin berwibawa. Pada titik ini, semua orang selain Tokiwa merupakan musuhnya, bahkan anggota kelompoknya pun diperlakukan dengan kasar.

Yang lebih membingungkan lagi yaitu hubungannya dengan para Senpai yang nakal. Dua kisah yang aku dengar bilang hal yang berbeda. Kiyosato-san bilang Katsunuma itu korban, sedangkan Ide bilang kalau mereka berhubungan baik. Atau apa jangan-jangan mereka berdua? Kalau mereka telah menyelesaikan perbedaan mereka dan jadi teman dekat?

Satu-satunya hal yang dapat aku pastikan yaitu bahwa aku tidak dapat memastikan apa-apa. Kebenaran, kebohongan, informasi yang salah, yang mana yang benar? Mengapa hal ini jadi begitu rumit?

Kesimpulannya, tampaknya tidak ada cara lain selain mencari tahu semampuku. Itulah satu-satunya cara buat bilang yang sebenarnya—

"Ketua Kelas? Kamu masih di sini?"

Ide menoleh ke arah pojok ruangan.

"Apa?! Mengapa kamu ada di luar?"

Dari rutenya, ia mestinya datang dari lorong...

"Jalan ke dalam jauh, jadi aku mengambil jalan pintas."

"Ah, oke."

Namun, ia masih mengenakan sepatu dalam ruangan, sih.

Semua gedung sekolah dihubungkan oleh lorong dalam ruangan, tata letak seperti itu memungkinkan kalian buat melewatinya tanpa mesti mengganti sepatu. Namun, terkadang kalian mesti memutar jauh, kayak dalam kasus ini, akan lebih cepat kalau kamu berjalan ke luar dari gedung kesenian menuju loker sepatu.

"Pokoknya, waktu yang tepat," katanya, "Jangan beri tahu Ayumi soal apa yang aku bilang hari ini. Aku tidak mau membuatnya merasa tidak enak."

Wah, terima kasih, Ide, langsung saja.

"Tentu saja. Lagipula bukan berarti aku akan melakukannya."

"Terima kasih! Sungguh, aku benar-benar berharap aku dapat santai saja. Begini, cuma nongkrong dan bersantai, bukan bermusuhan dan sebagainya."

Aku menghela napas lega.

Bukan berarti ia membenci Katsunuma. Selama situasi membaik, semua orang mestinya dapat bergaul dengan satu sama lain kayak yang mereka lakukan pada awalnya. Bagaimanapun juga, aku mesti menyelesaikan masalah ini secepat mungkin.

"Kalau kamu punya waktu setelah ini, aku mau berbicara lebih banyak lagi—"

Saat itu.

"Hei, menurutmu apa yang kamu lakukan?"

Rasa dingin menjalar di tulang belakangku.

"Eh, ah..."

Ide mundur selangkah.

S*alan, mengapa dia ada di sini?!

"Sudah aku duga. Cuma orang brengsek kayak kamu yang mau menendang pantat orang dari belakang kayak gini!"

Katsunuma ada di sini?!

Katsunuma berdiri di tangga dengan tangan terlipat.

"Ayumi! Apa yang kamu lakukan di sini?" Ide tersenyum kecut, tampak bingung.

"Diamlah, ratu drama, akhirnya kamu menunjukkan jati dirimu yang sebenarnya?"

"Ti-Tidak. Kamu salah paham, aku tidak—"

"Diamlah! Makan, nih!"

Katsunuma menendang loker sepatu terdekat dengan mengancam. Ide mundur ke belakang.

Kok bisa dia ada di sini?!

Mestinya dia ada di gimnasium, mengawasi Tokiwa, aku sudah memeriksanya sebelum mendekati Ide. Mengapa perhitunganku mesti meleset saat ini?

Saat aku terdiam dalam pikiranku, Katsunuma melanjutkan obrolan dengan Ide.

"Kamu tahu di mana tempat para pelawak kayak kamu? Bersama para pecundang! Aku sangat senang dapat mengawasimu!"

Itu dia-!

Di suatu tempat di belakang Katsunuma ada Tamahata-san, anggota inti dari kelompoknya.

S*alan! Dia bahkan mengawasi Ide juga! Kita membuatnya sangat kesal dengan insiden bola voli waktu itu?!

Katsunuma memelototiku dengan gigi terkatup saat keputusasaanku mencapai puncaknya.

"Kamu! Kamu selalu menghalangi jalanku! Kamu penasaran apa yang dapat aku lakukan?! Hah!?"

"Tunggu! Dengarkanlah! Aku tidak berencana buat menghalangimu atau semacamnya...!"

"Aku tidak mau mendengar omong kosongmu!"

Cih, bagaimana aku bisa lolos dari ini?! Uenohara, mestikah aku meminta bantuannya?!

Tidak, dia sedang melakukan investigasi! Selain itu, aku ragu aku dapat mengeluarkan ponsel pintarku dalam situasi ini.

A-Apapun itu, cobalah bicara baik-baik padanya...!

"De-Dengarkanlah! Aku tidak punya urusan apa-apa denganmu! Aku akan bilang ini sebanyak yang kamu mau!"

"Kalau begitu jelaskan sendiri! Kamu mengendus-endus kayak anjing kampung! Tokiwa, dan saat ini Ide! Apapun yang kamu rencanakan, aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!"

"Ti-Tidak, aku benar-benar tidak..."

Ini tidak bagus. Dia memusuhi setiap gerakanku.

Katsunuma tampaknya benar-benar di luar nalar. Dari ekspresinya, aku menduga tinjunya akan mengayun setiap saat.

Kita berputar-putar pada saat ini. Tenang, aku mesti tenang...

Pikirkan, pikirkan baik-baik. Bagaimana cara meredam amarahnya? Dari informasi yang aku peroleh sejauh ini, apa yang dapat digunakan dalam situasi ini? Apa ada sesuatu yang dapat aku gunakan agar membuatnya mendengarkanku?

Ah...

"Katsunuma!"

"Hah?!"

"Jadi kamu teman masa kecil dengan Tokiwa?!"

"...Hah?"

Katsunuma membeku, seakan-akan dia tertangkap basah.

Ba-Bagus!

Dari semua yang telah aku dapatkan, ini yang paling mendekati kebenaran!

"Hei, apa yang kamu bilang?"

"Kamu itu teman masa kecilnya Tokiwa, bukan? Meskipun aku tidak dapat paham mengapa kamu menyembunyikannya."

Hmm, hmm, apa selanjutnya...

"Jadi kamu mengkhawatirkannya, dan mencoba melindunginya dariku."

Dia mundur selangkah dan mendengarkan dalam diam. Karena dia berada dalam bayang-bayang, aku tidak dapat melihat ekspresinya.

Akhirnya! Akhirnya di jalur yang benar!

"Aku bersumpah, aku tidak berniat buat menyakiti Tokiwa, atau apapun yang kamu khawatirkan soalnya. Sebaliknya, ini sebaliknya. Aku cuma mau memastikan kalau semua orang bersenang-senang."

"..."

"Itu termasuk kamu juga. Aku mau jadi Ketua Kelas yang dapat membuat semua orang—"

"Diamlah!" bentaknya. "Jangan samakan aku dengan bajingan kayak kamu. Tokiwa itu bukan teman masa kecilku."

Apa?

Kalian bukan?

Katsunuma memegangi poninya dengan berantakan. "Seriusan! Apa yang salah denganmu?! Aku tidak percaya kalau kamu memaksakan hal menjijikkan itu padaku! Kamu sedang mabuk apa?!"

"Euh, aku..."

Amarahnya semakin menjadi-jadi. Dengan cepat, dia mencengkeram dasiku.

"Teman masa kecil?! Aku tidak punya hubungan kecil kayak gitu dengan Eijil Jangan bertingkah seakan-akan kamu tahu apa yang kamu bicarakan!"

Dengan suara gedebuk yang keras, aku didorong dan menabrak loker sepatu. Itu lebih mengagetkan dan lebih menyakitkan.

Masih mengamuk, Katsunuma menendang loker itu lagi.

"A-Ayumi, aku tidak merasa—"

"Sudah aku bilang aku tidak mau mendengar sepatah kata pun darimu, kutu buku debutan SMA! Pergilah bermain-main dengan pecundang di levelmu!"

"Ha-Hah?! Kamulah yang berlebihan!"

"Enyahlah! Pergi dari hadapanku!" Dia berteriak sebelum menyerbu pergi.

Kami semua terduduk di sana dalam keheningan.

Ah...

Ini merupakan yang terburuk.

"S*alan, cewek itu. Benar-benar menyebalkan," gerutu Ide.

"..."

"Maksudku, apa masalahnya? Dia tidak seru." Ide menggaruk bagian belakang kepalanya dengan jengkel. "Tidak, aku akan memutuskan hubungan dengannya. Coba saja dia dapat bersikap setengah masuk akal kayak kamu, Ketua Kelas."

Suara Ide mulai memudar seiring dengan gejolak batinku.

Apa yang salah? Di mana aku dapat mendapatkan informasi yang dapat dipercaya? Dan bagaimana mungkin aku dapat bergaul dengannya?

TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama