Bab 2Siapa yang Memutuskan Bahwa Para Karakter Sampingan Tidak Dibutuhkan?
Dengan batas waktu penyewaan ruang konferensi yang sudah habis, kami mengakhiri rapat di tengah jalan dan memutuskan buat berkumpul kembali keesokan harinya.
"Kalau begitu, mari kita bahas secara spesifik soal Ajang ini."
Uenohara menganggukkan kepalanya sambil mengunyah camilan sake manju. Lagipula, aku menerima banyak dari mereka secara gratis dari tetanggaku. Itu merupakan pilihan terbaik dalam hal efektivitas biaya.
Ngomong-ngomong, hari ini aku datang dengan membawa teh dan manisan. Ini akan jadi perjalanan yang cukup panjang, jadi air dan makanan merupakan suatu keharusan.
"Sebagai permulaan, aku kepikiran buat membidik Kelompok Otaku yang lebih mudah ditangkap dalam ajang satu bidikan. Banyak anggota yang punya kedekatan yang tinggi denganku, dan mereka punya nilai yang sama, sehingga mudah diprediksi. Ngomong-ngomong, apa kamu ingat Anayama, karakter sampingan yang aku sebutkan terakhir kali?"
"Kalau aku tidak salah ingat, tidak kayak kamu, ia merupakan seorang otaku yang terhormat, bukan? Berwawasan luas dalam akal sehat."
"Maaf karena jadi otaku yang tidak masuk akal dan tidak terhormat."
Saat kamu bilang kayak gitu, itu membuatku terdengar kayak cowok yang agak berbahaya. Sungguh menyinggung.
"Ada juga beberapa informasi yang telah diperbarui sejak terakhir kali, jadi aku cuma akan membahas semua hal penting buat menghindari kelalaian."
Bilang begini, aku membawa informasi dari Catatan Teman-Teman di layar.
Anayama Shun. Siswa nomor absen 2. Anggota Ekskul Penelitian Manga. Bakat Komedi Romantis B.
Ciri-cirinya yaitu tubuh yang sedikit gemuk, rambut hitam keriting alami, mata sayu, dan alis mata berbentuk ha katakana "ハ".
Ia merupakan tipe otaku dengan kemampuan komunikasi yang tinggi, dan memberikan kesan subkultur di akun media sosialnya yang punya puluhan ribu pengikut. Baru-baru ini, ia bahkan melakukan siaran video propaganda dan mengelola rapat luring. Ia mengkhususkan diri dalam manga dan anime, dan tidak terobsesi pada genre tertentu. Sedangkan buat novel ringan, ia menikmatinya secukupnya.
Ia punya kepribadian yang bersemangat tinggi, ceria dan tidak berbahaya, serta cenderung jadi pembicara yang banyak bicara dan cepat dengan orang-orang yang punya minat yang sama. Di sisi lain, ia punya kecenderungan buat menarik garis batas saat berinteraksi dengan para non-otaku. Selalu mengulang-ulang bahwa "Obrolan Otaku cuma akan menyeramkan saat dilakukan dalam kehidupan nyata," ia tampaknya berpikir kalau tidak ada tempat buatnya di kelas kecuali di dalam kelompoknya sendiri.
Moto-nya yaitu "Aturan 2 Dimensi." Alih-alih putus asa dengan tiga dimensi, ia merupakan tipe orang yang terpesona oleh kemegahan dua dimensi. Dari caranya meneriakkan, "Aku didekati oleh seorang cewek cantik!" setelah investigasi tatap muka Uenohara terakhir kali, tampaknya ia masih punya perasaan pada dunia nyata. Selain itu, ia merupakan anggota fraksi "Rata itu Keadilan".
Akhir kutipan dari Catatan Teman-Teman.
"...Dan cuma itu saja."
"Iya, sebanyak yang aku ingat. Kecuali sedikit informasi yang tidak berguna itu."
Ah, s*alan, aku lupa menghapusnya!
"Ah, eum, begini, ngomong-ngomong! Kelemahan dari cowok-cowok ini yaitu bahwa mereka benar-benar terkurung dalam kelompok mereka sendiri. Mereka ada dalam keadaan mengasingkan diri tanpa berniat berinteraksi dengan teman sekelas mereka yang bukan otaku."
Meskipun ukuran kelompoknya kecil, skor angkanya sangat rendah, sampai-sampai menghasilkan dampak negatif yang kuat pada kelas.
"Sebenarnya, bukannya cuma karena mereka tidak terlalu baik dengan orang lain? Atau mungkin mereka tidak merasa perlu berbicara dengan orang yang tidak cocok dengan mereka."
"Hmm, rasanya juga tidak kayak gitu. Ini lebih kayak mereka terlalu tertutup atau mungkin dengan seenaknya memutuskan bahwa otaku memainkan peran aktif di kelas, dan lalu menarik diri agar tidak mengganggu."
Mungkin ini merupakan manifestasi dari mereka yang tidak mau dihina atau diancam oleh tipe ekstrover, tetapi meskipun begitu, aku rasa mereka mungkin berlebihan.
Mereka tidak pernah berada di dalam kelas saat jam istirahat, dan saat berbicara di dalam kelompok mereka, selalu dengan suara pelan. Mungkin satu-satunya pengecualian yaitu saat berbicara denganku atau Kiyosato-san.
"Itu terlepas dari kenyataannya, bahwa sekarang ini, tidak jarang orang punya hobi otaku. Tidak perlu terlalu merendahkan hal itu. Data investigasi Q-U-L mencakup kuesioner soal resistensi terhadap anime dan game, dan hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak punya perasaan negatif soal itu. Uenohara, bahkan kamu tidak terlalu keberatan, bukan?"
"Iya, asalkan itu tidak kayak Kouhei, maka aku tidak punya masalah. Meskipun, aku tidak tertarik pada hobi semacam itu sejak awal, berarti mereka bukanlah orang yang akan secara aktif terlibat denganku."
"Maafkan aku karena jadi kayak Kouhei."
Bukannya rasanya kayak namaku sudah jadi sebuah penghinaan?
"Pertama-tama, bukannya mereka akan puas dengan keadaan saat ini? Mereka rukun di dalam kelompok, bukan?"
"Iya, mereka mungkin mau tidak mau merasa puas, tetapi mereka tentu saja tidak berada dalam kondisi terbaik. Pada dasarnya, mereka itu tipe orang yang senang menyebarkan — menyebarkan berita dan membicarakan hal-hal yang mereka sukai."
Akan berbeda kalau mereka itu tipe orang yang selalu menghabiskan waktu sendirian tenggelam dalam hobi otaku mereka, tetapi setiap orang dari mereka merupakan seseorang yang terus-menerus terlibat dalam pertempuran buat menyebarkan keyakinan mereka, membuat akun manga atau lagu anime di internet dan secara aktif mencoba terhubung dengan orang asing.
"Dan hal itu terutama berlaku buat Anayama. Bagaimanapun, ia punya lebih dari 50.000 pengikut. Ia bahkan punya pemirsa dari luar negeri yang menonton siaran TwitCasting regulernya. Itu membuatnya jadi seorang pemengaruh yang lengkap, loh?"
"Hah, yang benar? Itu jauh lebih banyak dari yang aku duga. Dan juga, aku ingat kalau kita dapat menghasilkan uang dari Super Chat, bukan?"
"Dalam kasusnya, ia tanpa ragu menghabiskan semua uang yang ia peroleh buat hobi otaku. Bahkan, ada kalanya ia menerima barang gratis buat digunakan dalam penyebaran. Sederhananya, tujuannya bukan buat menghasilkan uang, tetapi buat berbagi kesenangan dan kegembiraan dengan sebanyak mungkin orang."
Meskipun keyakinannya pada 2 Dimensi merupakan sesuatu yang aku bagikan, berbeda denganku yang mencari dunia nyata yang tidak akan kalah dari 2 Dimensi, Anayama mencoba menunjukkan pada dunia kehebatan 2 Dimensi itu sendiri.
"Hmm... ...Aku tidak terlalu akrab dengan hal semacam itu."
Memalingkan wajahnya dari layar, Uenohara bermain-main dengan poninya.
Hmm, aku penasaran apa pemikiran misionaris otaku terlalu sulit buat dipahami oleh orang awam?
"Lagipula, meskipun mereka biasanya bukan tipe orang yang terlalu banyak b2erdiam diri, mereka terlalu memperhatikan sekelilingnya dengan berdiam diri. Makanya aku mau mereka lebih nyaman. Hal itu saja akan menghasilkan skor angka yang lebih bagus."
"Benar. Jadi, bagaimana kalau kamu berniat buat menjangkau mereka?"
"Tidak ada yang rumit. Aku cuma akan menunjukkan pada mereka kalau antusiasme mereka juga dapat diterapkan pada teman-teman sekelas mereka yang lain."
Setelah itu, aku menutup PowerPoint tersebut.
Kalau kita bicara soal strategi buat menaklukkan seorang otaku, aku sudah menguasainya sepenuhnya melalui dua kitab suci kisah komedi romantis modern. Sisanya, tinggal meniru sesuai kebutuhan.
"Dan semakin jauh teman-teman sekelas itu dari citra otaku pada umumnya, semakin besar efeknya. Misalnya, tipe yang aktif berolahraga, tipe cowok yang tampan dan keren yang tergabung dalam sebuah band... ...atau bahkan mungkin cewek SMA yang trendi."
"...Hmm?"
Aku pura-pura tidak menyadari Uenohara memiringkan kepalanya dan membuka peramban web.
"Hei, apa yang kamu rencanakan saat ini?"
"Tentu saja, kita sedang mempersiapkan ajang itu."
Mengabaikan Uenohara, yang kayaknya kesulitan memahami maksudku, aku membuka situs siaran video.
"Semua siap. Jadi, kita akan menonton anime saat ini."
"...Hah?"
Mendengar kata-kataku, Uenohara memberiku tatapan kosong.
Hadeuh, inilah masalahnya dengan para amatiran.
Tidakkah kamu tahu bahwa terlepas dari era ataupun negara, selalu jadi praktik umum buat menggunakan proyektor layar besar buat pertemuan menonton anime?
*
Hari H Ajang Penangkapan Kelompok Otaku.
Dengan bunyi lonceng, jam pelajaran terakhir sebelum makan siang pun berakhir.
"...Kalau begitu, sekian dulu buat hari ini. Pastikan buat menyelesaikan sampai halaman 16 dari buku latihan kalian sebelum jam pelajaran kita berikutnya."
"Eh, ayolah, Toshikyo, bukannya itu terlalu banyak?"
"Ide! Berapa kali Ibu mesti bilang padamu buat memanggil Ibu dengan sebutan Ibu, hah? Ibu bukan salah satu temanmu, loh!*"
(TL Note: Ibu Guru ini bicara dengan suatu aksen tertentu.)
"A-Aku cuma bercanda! Aku cuma berbicara pada diriku sendiri, loh!"
"'Loh'? Jangan bilang begitu pada Ibu! Ibu pasti akan mengincarmu lain kali, jadi persiapkan dirimu!"
Setelah meneriaki Ide dengan suara mengancam, ibu guru bahasa Jepang sekaligus Wali Kelas kami, Toshikyo... ...ehem, Ibu Tooshima Kyouko, membalikkan jas laboratoriumnya. Sebenarnya, Ide tidak pernah belajar dari pengalamannya, bukan? Sudah berapa kali ia mengulangi hal ini?
Kebetulan, Ibu Tooshima merupakan salah satu ibu guru terkenal di Kyou-Nishi, orang yang punya reputasi baik dalam meningkatkan nilai semua kelas yang beliau asuh. Meskipun begitu, izinkan aku menjelaskan bahwa beliau sudah berusia 51 tahun, sudah menikah, dan bahkan tampak kayak seorang tante-tante pada umumnya. Sebenarnya, mengapa orang kayak dia, yang jelas-jelas bukan target tangkapan, punya cara bicara yang khas? Apa memang perlu buat membuat karakternya begitu kuat di bagian itu? Inilah masalahnya dengan dunia nyata.
Setelah beliau pergi, ruang kelas langsung jadi bising. Sedangkan aku, aku segera memeriksa pergerakan target hari ini, Anayama.
Begitu ia bergabung dengan anggota kelompoknya, Anayama segera meninggalkan ruang kelas.
Bagus, ini merupakan pola yang biasanya. Ini akan berhasil.
Setelah mengirim pesan ke Uenohara dan menyuruhnya buat melanjutkan, aku menarik napas dalam-dalam dan menenangkan perasaanku.
Buat maju ke Ajang hari ini, perlu mengunjungi kantin sekolah. Selain itu, ada kebutuhan buat melibatkan Kiyosato-san dan Torisawa, yang biasanya makan siang secara terpisah.
Biasanya, tidak akan ada cara buat mengetahui apa mereka akan menerima tawaran yang dadakan, tetapi...
Buat Catatan Teman-Teman yang sudah berevolusi ke tingkat presisi yang lebih tinggi, tidak ada yang mustahil.
"Oke! Akhirnya, ada makanan!"
Di sebelahku, Tokiwa mulai membuka bungkus bekal-nya, jadi aku segera menghentikannya.
"Maaf, Tokiwa. Aku tidak membawa bento hari ini, jadi bagaimana kalau kita mampir ke kantin saja?"
Tokiwa merupakan tipe orang yang membawa bekal makan siangnya sendiri, dan 91% dari waktu ia juga pergi membeli makanan tambahan setelah makan. Asalkan volume bekal pagi hari ini setara dengan biasanya, dan ia dalam kondisi sehat, maka kemungkinan ia akan setuju buat pergi ke kantin itu...
"Ah, aku tidak keberatan. Aku rasa aku akan memesan set gyoza atau semacamnya."
95%. Tokiwa, aman.
Melanjutkan, aku juga memanggil Kiyosato-san, yang tengah beranjak dari meja sebelahnya.
"Kiyosato-san, apa kamu berencana buat makan di kantin kayak biasanya?"
Karena keadaan orang tuanya yang bekerja, dia tidak membawa bekal makan siang sendiri, dan menggunakan kantin sekolah 80% dari waktunya. Biasanya, ia akan ketemuan dengan rekan-rekannya di ekskul buat makan siang, tetapi hari ini, anggota ekskul yang lain sedang melakukan tugas pemeliharaan lapangan tenis, dan tidak dapat bergabung dengannya.
Dengan begitu, kemungkinan dia akan membeli makan siang yaitu...
"Tidak, aku rasa aku akan mampir ke koperasi sekolah hari ini. Lagipula, cewek-cewek yang biasanya makan bersamaku tidak ada."
81%. Kayak yang aku perkirakan.
Aku segera meluncur ke proposal berikutnya.
"Ah, kalau begitu, Kiyosato-san, maukah kamu bergabung dengan kami?"
Dalam situasi ini, kalau tidak ada yang mengajaknya buat bergabung, maka dia pasti akan pergi ke koperasi sekolah. Tetapi kalau dia diajak kayak gini, ada kemungkinan 60% dia akan menerimanya.
Buat meningkatkan peluang lebih jauh lagi, dengan menggunakan situasi pengeluarannya baru-baru ini sebagai unsur pengoreksi...
"Sebenarnya, ada beberapa urusan yang mesti aku selesaikan. Kalau kamu bersedia membantu, maka makan siang ditanggung olehku, loh?"
Aku menambahkan hal itu dengan proposal buat mentraktirnya makan siang.
Dan, kalau aku dapat memberikan jawaban yang tepat buat pertanyaan yang akan datang, tingkat keberhasilannya akan...
"Ah, benarkah? Ada urusan apa?"
"Aku mau mencoba menu musim panas baru yang dimulai hari ini. Rencananya, aku akan meliput semua menu musiman buat laporanku."
"Ah, jadi begitu! Kalau tidak salah ingat, kamu membantu menulis artikel ulasan kantin sekolah?"
"Benar. Memang tidak banyak, tetapi aku dapat anggaran dari OSIS. Kalau kamu dapat berbagi sedikit saja denganku, itu akan sangat bagus."
"Kalau begitu, aku akan senang sekali!"
92%. Kiyosato-san, aman.
Benar, saat ini yang tersisa cuma Torisawa.
Torisawa sulit buat diprediksi dalam beberapa hal, tetapi kalau aku dapat membujuknya....
"Hei, Torisawa. Maukah kamu membantu juga? Kamulah satu-satunya yang dapat aku andalkan buat menghabisi potongan daging cincang habanero edisi terbatas."
"Hah? Aku tidak berencana buat makan, sih."
"Aku kepikiran kita sebaiknya bermain rolet Rusia saja. Kita akan mencampurnya dengan yang biasanya dan orang yang mendapatkannya akan kalah."
"Ah...?"
Kalau kalian menambahkan faktor sensasi, ada koreksi positif pada kemungkinan ia akan menerimanya. Namun, itu bukan akhir dari segalanya.
Seakan-akan mencoba buat menentukan niatku yang sebenarnya, Torisawa memberiku tatapan tajam, jadi aku tanpa gentar membalas tatapannya langsung.
Kalau aku mundur ke sini, itu akan jadi sebuah kegagalan.
"Aku kepikiran kita sebaiknya bermain rolet Rusia saja. Kita akan mencampurnya dengan yang biasanya dan orang yang mendapatkannya akan kalah."
"Ah...?"
Kalau kalian menambahkan faktor sensasi, ada koreksi positif pada kemungkinan ia akan menerimanya. Namun, itu bukan akhir dari segalanya.
Seakan-akan mencoba buat menentukan niatku yang sebenarnya, Torisawa memberiku tatapan tajam, jadi aku tanpa gentar membalas tatapannya langsung.
Kalau aku mundur di sini, itu akan jadi sebuah kegagalan.
Tetapi di sisi lain, kalau aku mengambil sikap yang lebih provokatif, kemungkinannya yaitu...
"Iya, bagaimana menurutmu? Seru buat melakukan sesuatu yang tidak biasanya sesekali, bukankah begitu?"
"...Tentu, oke. Aku akan menerima ajakanmu."
85%. Torisawa, aman.
Oke, dengan begini, anggota pihakku sudah siap.
He-he... ...Asalkan data sudah terkumpul, hal ini sangat mudah.
Akhirnya, aku melihat ke sekeliling ruang kelas buat memeriksa apa yang sedang dilakukan oleh kelompok Katsunuma. Mereka kayaknya baru saja meninggalkan ruang kelas, masing-masing membawa bekal.
Luar biasa, pola standar lainnya. Cuaca hari ini cerah, dan mereka tampaknya akan makan di dekat lorong penghubung yang biasanya dilewati. Dengan begini, kecil kemungkinan mereka akan berada di dekat kantin selama paruh pertama istirahat makan siang.
"Baiklah, bagaimana kalau kita pergi?"
Iya, sekarang... ...ke tantangan berikutnya.
*
Kantin sekolah terletak di lantai dasar gedung sekolah bagian selatan, dengan seluruh ruangan di sebelah toko sekolah digunakan sebagai tempat makan.
Kantin ini umumnya tidak populer di kalangan siswa-siswi karena porsinya yang kecil dan rasanya yang biasa-biasa saja. Karena siswa-siswi didorong buat membawa bekal makan siang mereka sendiri ke sekolah, dan karena koperasi sekolah juga punya jajaran produk yang lebih enak, tempat ini jadi tempat yang sepi dan sepi yang tidak pernah digunakan oleh siapapun kecuali dalam situasi yang tidak dapat dihindari.
Mungkin karena situasi ini, tidak ada aturan lokal kayak mesti jadi siswa-siswi kelas sebelas atau lebih buat menggunakan bangku, atau kalau bangku di belakang disediakan khusus buat siswa-siswi riajuu teratas. Orang-orang bebas duduk di mana pun mereka suka dengan sistem siapa cepat dia dapat*.
(TL Note: Merujuk pada serial novel ringan Jepang Chitose-kun wa Ramune Bin no Naka.)
Aku masuk ke dalam ruangan, yang sepi meskipun saat itu merupakan jam sibuk, dan melihat ke sekeliling.
Posisi target sudah dikonfirmasi. Aman.
Sedangkan buat meja di sebelahnya... ...yoi, ada sapu tangan buat mengamankan tempat itu. Aman.
Berpura-pura tidak tahu, aku langsung menuju ke loket pembelian tiket.
"...Kouhei? Kamu menggunakan kantin sekolah? Benar-benar tidak biasanya."
"Euh, Uenohara..."
Dan begitulah, kebetulan aku ketemuan dengan Uenohara yang sedang memegang tiket makan.
Bagus sekali. Persis kayak yang kami bahas, pada waktu yang tepat, tanpa sedikit pun kesan tidak wajar! Kayak yang aku harapkan dari seorang kaki tangan yang hebat, dia memang sangat sinkron!
"Ah, Ayano-chan, sudah lama sekali tidak jumpa! Sungguh kebetulan sekali!"
"Hah, Tokiwa-kun, kamu juga? Sebenarnya, bukannya semua siswa-siswi kelas X-D ada di sini?"
Uenohara melirik ke arah Kiyosato-san dan Torisawa.
"Yuhu! Nagasaka-kun bilang ia mau mentraktirku, jadi aku ikut!"
"Aku juga."
"Ah, aku juga, kalau begitu."
"Kamu tidak, Uenohara."
Itu tidak ada dalam rencana. Jangan sembarangan mencoba buat nebeng.
"Ayano, apa kamu selalu makan di kantin?"
Tiba-tiba, Kiyosato-san melangkah di depan Uenohara.
Tanpa mengubah ekspresinya, Uenohara dengan cepat menyibakkan rambutnya dari bahunya.
"Tidak juga, hari ini agak istimewa. Ada menu baru mulai bulan ini yang mau aku coba."
Dia menjawab dengan lancar sambil melambaikan tiket makanan di tangannya ke arah kami, yang bertuliskan "Kolak Yutaka-Nishiki*."
(TL Note: Sejenis ceri yang ditanam di Prefektur Yamanashi.)
Saat Tokiwa mendengar jawabannya, wajahnya langsung berbinar.
"Ah, kalau begitu bagaimana kalau bergabung dengan kami, Ayano-chan? Kamu sedang sendirian, bukan?"
"Eh, benarkah? Apa kalian tidak keberatan dengan itu?"
"Tentu saja! Kamu dipersilakan buat bergabung!"
Bilang begini, Tokiwa tersenyum ramah.
Bagus, ini baru yang aku sebut sebagai Karakter Sahabat! Tidak terlalu dibuat-buat kayak aku yang mengulurkan ajakan, kerja bagus!
Uenohara lalu mengangguk-anggukkan kepalanya setelah sempat tampak agak kesal (tentu saja, ini cuma pura-pura).
"Kalau begitu, aku akan menerima ajakan kalian. Aku sudah menyiapkan tempat di sebuah meja di sisi sana, jadi sampai jumpa di sana."
"Oke!"
Tersenyum pada Tokiwa, yang mengacungkan jempolnya, Uenohara menuju ke posisinya yang telah ditentukan tanpa melirik ke arahku. Hmm, tugas yang patut dipuji karena tidak kehilangan fokus sampai akhir. Kayak biasanya, dia memang selalu bersikap ramah saat berhadapan dengan Tokiwa, sih...
Oke, apapun itu, kita sudah menyelesaikan semua persyaratan yang dibutuhkan buat memulai Ajang. Kita cuma perlu memesan dan lalu kita dapat melanjutkannya.
"Bagaimanapun, sungguh kebetulan sekali, Nagasaka-kun."
Dalam gerakan yang sesuai dengan efek suara sesuatu yang muncul secara tiba-tiba, Kiyosato-san tiba-tiba mengintip ke arahku dari samping. Kibasan rambut hitamnya membuatku dapat melihat sekilas tahi lalat di bawah mata kanannya.
Wah. Kamu tiba-tiba begitu dekat. Itu mengejutkanku, loh.
Meskipun bingung dengan situasi yang tidak terduga, aku mengeluarkan penjelasan dari kumpulan pertanyaan yang sudah diantisipasi dan jawaban yang sudah direncanakan dalam otakku.
"Tidak, itu sering terjadi... ...tidak sengaja ketemuan dengannya, itu saja. Namun, aku tidak dapat bilang kalau aku suka itu, karena aku biasanya berakhir dengan diperas."
Aku menjawab sambil menghela napas, sambil membawa jiwa seorang tokoh protagonis yang sedang didorong-dorong oleh teman masa kecilnya.
Dengan menjawab kayak gini, akan lebih mudah buat menjelaskannya di kemudian hari, kalau ada masalah nyaris celaka. Ini merupakan solusi model kisah komedi romantis, yang memadukan serangan dan pertahanan.
"Ah, teman masa kecil kayak kalian berdua, pasti saling memahami satu sama lain. Bukannya kalian berdua punya pemikiran yang sama, kayak halnya kalian berdua yang mau mencoba menu musiman?"
"Bukan kayak gitu. Aku melakukan ini buat tugas, sementara dia cuma mengalami gejala putus obat dari kecanduan gulanya."
Hal ini memang benar. Sebenarnya, tidak diragukan lagi kalau alasan dia memilih menu musiman yaitu karena dia mencoba memberikannya padaku sebagai pengeluaran. Itulah yang dia lakukan.
"Begitu ya, begitu ya. Kalau mereka punya makanan penutup, apa kamu akan mentraktirku juga, aku penasaran?"
"Ah, ah-ha-ha. Jangan terlalu berlebihan."
Apapun yang melebihi anggaran mesti dibayar dari tabungan khususku, loh... ...Kalau saja OSIS mau mensubsidi lebih banyak. Tidak, aku cuma bersyukur kalau mereka mau melakukannya sejak awal.
Kiyosato-san tersenyum lagi, lalu menegakkan tubuhnya dan kembali mengantre di belakangku.
*
Aku mengambil pesananku lebih dulu dari yang lain dan menuju ke bangku di mana Uenohara menunggu.
Ada dua meja panjang yang disusun bersebelahan dalam satu barisan, masing-masing meja dapat menampung lima atau enam orang. Uenohara duduk di ujung kiri meja yang berdekatan dengan dinding. Posisi terjauh dari meja di sebelahnya.
Aku mengambil bangku diagonal di seberangnya.
"Iya, kalau bukan Anayama dan anggota geng lainnya! Sungguh kebetulan sekali."
Berbalik, aku berbicara dengan kelompok otaku yang duduk tepat di sebelahku.
"Fuah!? ...Ah, jadi itu kamu, Tuan. Ah, bikin kaget saja."
Anayama berbalik menghadapku lalu menghembuskan napas panjang seakan-akan lega. Reaksi yang luar biasa sesuai dengan tipe otaku yang gelisah dan bergerak cepat.
Ngomong-ngomong, Anayama memanggilku dengan sebutan Tuan secara rutin. Mungkin ini dimulai saat aku ikut serta dalam proyek pengungkapan rak buku di Twitter (*Sekarang X.)... ...Aku ingat ia bilang padaku, "Enam tingkat yang cuma berisi kisah komedi romantis, itu gila!"
"Jarang sekali Tuan ada di kantin. Bukannya kamu selalu makan di dalam kelas?"
"Aku tidak membawa bekal hari ini, jadi aku rasa aku akan mampir buat ganti makanan."
"Ah, ngomong-ngomong, apa kamu menonton episode kemarin dari musim kedua Kaguya-sama? Bukannya itu liar? Bukannya Kaguya-sama terlalu imut?*"
(TL Note: Sebuah referensi buat serial manga komedi romantis Jepang populer Kaguya-sama: Love Is War.)
"Ah, apa kalian membicarakan hal itu? Astaga, itu masalahnya, dia sangat pintar namun sangat konyol, dan keseimbangan antara "tsun" dan "dere" sangat bagus! Benar-benar imut. Ah, tetapi aku selalu menjadi penggemar Tsubame-senpai*. Lagipula, aku sudah mengaguminya sejak awal. Aku tidak akan menerima pendapat lain."
(TL Note: Merujuk pada Tsubame Koyasu, karakter pendukung dalam serial yang disebutkan di atas.)
"Oke-oke. Tuan, kamu itu penggemar Senpai, ya? Apa kamu tipe yang lebih suka cewek yang merepotkan? Atau mungkin kamu punya fetish buat kecambah?"
(TL Note: Kalian tahu nama lain kecambah, iya maksudnya itu.)
"Jangan coba-coba bilang sesuatu yang merepotkan atau berat. Lebih tepatnya, bagaimana dengan seorang bidadari yang memperlakukan cowok yang murung sekalipun pada pertemuan pertama mereka sebagai orang yang setara, atau bagaimana dengan heroin yang alim dan polos yang penuh perhatian dan kepedulian? Adapun kecambah, itu merupakan bonus. Cuma sebuah bonus, kalian dengar? Itu bukan faktor utama, oke?"
"Begini, semuanya bocor, keinginanmu bocor!"
Kami semua tertawa bersama.
Mm-hmm, kawan-kawan otaku memang seru! Kalian dapat berbicara tanpa mesti sungkan kayak halnya kalian berbicara dengan orang biasa!
"Permisi, Kouhei."
"Aku sedang mengerjakan sesuatu, apa tidak bisa kamu menunggu?"
"Lihat saja ke arah sini."
Ada apa? Kamu menggangguku... ...Tetapi, saat aku mengalihkan perhatianku ke samping, aku melihat Uenohara menunjuk ke arah gelas air minumku sambil bertopang dagu di tangannya.
Melihat "Perintah" itu langsung membuatku tersadar.
"Batuk. Ah, maafkan aku. Aku kehilangan kendali di sana."
"Hah, tiba-tiba beralih ke mode 'Sage'?"
Aku menggaruk bagian belakang kepalaku, lalu duduk dengan tenang dan meneguk airku.
Sinyal Uenohara barusan, "Perintah Air Dingin," punya makna "Tenang." Awalnya, ini merupakan salah satu perintah yang akan digunakan kalau aku bertingkah aneh setelah menghadapi suatu kejanggalan, tetapi buat berpikir kalau ini akan digunakan dalam situasi ini...
Tetapi sungguh, itu nyaris saja terjadi. Aku hampir saja menghabiskan semua materiku, bahkan sebelum Ajang dimulai. Omongan Otaku memang menakutkan.
Aku menggunakan mataku buat menyampaikan rasa terima kasihku pada Uenohara, dan dia menghela napas panjang. Sungguh memalukan buatku.
"Tunggu sebentar, Tuan."
"Hmm?"
"Kayak yang aku duga, cewek itu memang teman masa kecil Tuan, bukan? Tsundere yang tepos..."
Anayama berbisik di telingaku.
Iya, kamu membuat keputusan yang tepat dengan menggumamkan itu. Lagipula, kalau dia mendengarmu, kita berdua akan dilaporkan.
"Iya, aku rasa begitu."
"Jadi kalian menikmati makan siang yang seru bersama, bukan? Selamat, kamu ria-2D-juu."
"'Ria-2D-juu'? Kamu benar-benar menemukan ekspresi baru yang aneh..."
Grrrr, fakta bahwa ada seseorang yang iri dengan hubungan kami merupakan kiasan kisah komedi romantis klasik dan itu terasa fantastis. Tetapi sulit buat merasa senang dengan bagian teman masa kecil yang penting karena itu merupakan "pengaturan".
Anayama melirik ke arah Uenohara dengan gelisah.
Aku jadi ingat, Uenohara mungkin mendekati tipenya. Lagipula, Uenohara menduduki peringkat ketujuh dalam urusan visual, dan Anayama juga seorang pecinta tepos.
"Kalau kamu begitu penasaran, mengapa kamu tidak bicara saja dengannya? Kalian sudah saling kenal, bukan?"
"Hah? Tidak, tidak, tidak, kami tidak saling mengenal. Dia akan merasa terganggu kalau seorang otaku yang baru sekali dia ajak bicara, mendekatinya seakan-akan dia seorang teman. Aku tidak mau memperparah kesalahpahaman kayak gini."
Anayama menolak dengan melambaikan tangannya dan menggerakkan kepalanya dari sisi ke sisi.
Betapa tunduknya... ...Mengapa membawa dirimu sampai ke tingkat itu? Apa kamu tahu kalau ada Dewa tertentu yang menyatakan bahwa tidak bagus melihat dari bawah? Apa kamu tidak belajar apapun dari kitab suci yang dihormati*?
(TL Note: Merujuk pada serial novel ringan Jepang Chitose Is in the Ramune Bottle (Chitose-kun wa Ramune Bin no Naka).)
"Pertama dan terutama, dia tidak akan tertarik dengan obrolan kami. Akan sangat menjijikkan kalau aku terlalu bersemangat, dan obrolannya akan berat sebelah..."
"...Dia tidak akan dimatikan oleh beberapa topik otaku, loh?"
"Tidak, kamu memang bilang begitu, tetapi... ...kayak yang aku duga, itu mustahil terjadi dalam kehidupan nyata. Petualangan yang sembrono bukanlah kesukaanku."
Anayama melihat sekeliling kelompoknya dengan raut wajah frustrasi, dan mereka semua menoleh ke belakang dengan samar-samar.
Kayak yang sudah aku duga, tidak ada gunanya membicarakan itu.
Akan lebih cepat buat menunjukkan pada mereka sebuah contoh ilustrasi, kayak yang telah direncanakan.
"Ah? Anayama dan yang lainnya juga ada di sini!"
Dan begitulah, Tokiwa pun tiba, membawa satu set gyoza di atas nampan.
"Ah, iya... ...Hei."
Respons Anayama pada kata-kata Tokiwa agak sedih dan kurang.
"...Ah, kamu benar. Ya-ho, Anayama-kun."
"Ah, hei."
Kiyosato-san tersenyum pada para anggota Kelompok Otaku kayak biasanya, sementara Torisawa diam-diam mengambil posisi bangku.
Anayama memberikan senyuman kecut yang tidak terlukiskan, lalu berbalik menghadap kelompoknya. Lalu, seakan-akan kegembiraan beberapa saat sebelumnya cuma kebohongan, semua orang menyantap makan siang mereka.
"..."
Aku melirik ke arah Uenohara dan, melakukan kontak mata, mendapatkan persetujuannya.
Oke, mungkin kita mesti memulainya.
Ajang Penangkapan Kelompok Otaku, juga dikenal sebagai Ajang Bincang-Bincang Otaku. Mulai beroperasi!
"Ngomong-ngomong..."
Sambil membawa sesendok kolak ke mulutnya, Uenohara berbicara seakan-akan tiba-tiba teringat sesuatu.
"Anime yang kamu ceritakan padaku tempo hari, Kouhei. Aku tidak begitu mengerti adegan terakhirnya. Apa maksud dari semua itu?"
Itu merupakan topik yang tidak pernah diduga oleh siapapun yang datang dari Uenohara, dan udara di dalam ruangan itu terhenti sejenak.
Luar biasa, dia benar-benar menarik perhatian mereka.
Sambil mengedipkan matanya, Tokiwa, yang duduk di depan Uenohara, menelan gyoza yang ada di mulutnya.
"Hah, kamu menonton anime, Ayano-chan?"
"Baru-baru ini. Cuma sedikit. Ada sesuatu yang Kouhei tidak akan berhenti merekomendasikan. 'Kamu mesti menontonnya'. Orang yang tidak menontonnya akan kehilangan 12% dari apa yang ditawarkan oleh kehidupan,' katanya."
Dengan lirikan matanya berikutnya, aku menerima tatapan yang mendorongku buat melanjutkan.
Kayak yang sudah dipraktikkan, aku menanggapinya secara cepat dan antusias.
"Ini memang adegan terkenal, di mana sang karakter utama, yang kemampuannya paling hebat, bahkan menurut standar serial ini, mengungkapkan niatnya yang sesungguhnya buat pertama kalinya. Sesuatu yang selama ini ia sembunyikan dari para pemirsa. Ia bahkan tidak menunjukkan sedikit pun kekuatannya sampai saat itu, loh!"
"Hah, benarkah? Aku memang merasa gila saat ia tiba-tiba punya segalanya di bawah kendalinya... ...tetapi mengapa? Mengapa ia menyembunyikannya?"
"Ah, benar, bagian itu tidak diperlihatkan dalam anime. Sebenarnya, sang karakter utama — Iya, aku tidak akan bilang ini di depan semua orang. Meskipun, kalau kalian penasaran, mengapa tidak membeli materi sumbernya? Aku dapat memberikanmu sampai jilid ketiga dari stok yang aku simpan buat tujuan perbanyakan. Itulah titik di mana anime itu berakhir."
"...Mesti aku akui, aku agak penasaran. Iya, aku mungkin agak penasaran."
Dengan 'Hmm,' Uenohara berhenti sejenak, seakan-akan sedang berpikir.
Ah, itu merupakan sebuah improvisasi. Sesuatu yang tidak ada dalam rencana awal. Apa jangan-jangan itu berhasil? Bukannya tampaknya tugas misionaris itu berhasil? Jadi, alih-alih kisah komedi romantis, aku mestinya memulai serangan dengan adu kecerdasan!
Diskusi pun berlanjut dengan cara ini, dengan beberapa improvisasi yang dilemparkan buat menambah kesan. Lalu, saat aku mendapatkan kesempatan yang tepat, aku melontarkan diskusi pada Tokiwa, yang tampak bingung.
"Bagaimanapun, bagaimana menurutmu, Tokiwa? Apa kamu tahu apa yang aku maksud?"
"Ah, maaf. Aku tidak menonton hal-hal semacam itu."
Aku merasakan suasana di sebelah kananku menegang mendengar kata-kata Tokiwa, yang tersenyum canggung.
Tidak, teman-teman, kalian salah paham.
Itu bukanlah sebuah penolakan.
"Jadi, apa nama anime itu? Jam berapa tayangnya?"
Tokiwa menyelidiki Uenohara dengan ekspresi penasaran di wajahnya.
"Eh...?"
Reaksinya disambut dengan sedikit keterkejutan.
He-he, aku tidak dapat membuat kalian meremehkan Karakter Sahabat kita di sini.
Begini, cuma karena ia merupakan seorang atlet yang sangat hebat dari dunia yang sama sekali berbeda, bukan berarti ia akan menjadi tipe cowok yang tidak peduli dengan semua itu dan menunda-nunda. Apapun yang terjadi, ia merupakan Karakter Utama dalam Rencana ini.
"Ini tidak tayang di televisi, tetapi kamu dapat menontonnya di layanan siaran. Kayak Amazon Prime."
"Ah, kalau begitu aku dapat menontonnya di rumah juga! Kayak apa kisahnya?"
"Iya, ada sebuah sekolah di mana semua siswa-siswi yang sangat pintar berkumpul. Di sana, semuanya diputuskan berdasarkan prestasi, dan..."
Uenohara memberikan sinopsis kisah pada Tokiwa. Dia lalu berbicara soal kelebihan anime tersebut dan apa yang mesti diperhatikan.
Bagus sekali. Ini merupakan hal yang bagus. Tidak sia-sia mengadakan pesta nonton bareng dengan komentar tambahan, kayak yang sudah aku perkirakan. Bagaimanapun juga, ia merupakan seorang non-otaku yang cuma akrab dengan film-film anime yang populer di tingkat nasional. Ini mungkin merupakan perbaikan jangka pendek, tetapi ini merupakan metode yang paling efisien buat membawanya ke tempat yang memungkinkannya berbicara soal anime.
Melanjutkan obrolan sambil merasa nyaman, aku mengalihkan obrolan ke Torisawa, yang diam-diam sedang memakan potongan daging sapi cincang di sebelah kiriku.
"Bagaimana denganmu, Torisawa? Aku punya DVD-nya, dan kalau kamu mau, aku dapat meminjamkannya padamu."
"Aku akan melewatinya. Aku tidak punya waktu sebanyak itu saat ini."
Torisawa langsung menjawab tanpa mengubah ekspresinya.
Suasana di sebelah kananku terdiam, kayak yang sudah aku duga.
Hadeuh, sungguh sekelompok orang yang tidak bersekolah.
"Tidak, begini, lagu pembukanya juga cukup bagus. Masih tidak tertarik?"
"Kalau begitu, aku dapat mendengarkan lagu itu saja, bukan? Apa ada gunanya juga menontonnya?"
"Apa? Kalau itu pandanganmu, lebih baik tidak usah sama sekali."
"Hah?"
Torisawa menatapku dengan tajam. Aku melihat Anayama, yang mestinya jadi pihak yang tidak terlibat, tersentak dan memalingkan wajahnya dariku dari sudut mataku.
Iya, aku bisa paham mengapa seseorang akan merasa terancam oleh tatapan Torisawa. Tetapi sebenarnya, ia cuma memastikan semuanya beres, memastikan sesuatu. Kemudian lagi, dari sudut pandang tertentu, itu mungkin lebih menakutkan...
Bagaimanapun, ini memang bukan serangan atau semacamnya. Sebaliknya, ini merupakan kesempatan buat penyebaran.
"Baik lirik maupun nada lagunya diambil dari anime, bukan? Dengan kata lain, kamu tidak dapat benar-benar menghargai kehebatan lagu ini kecuali kamu tahu soal apa lagu itu. Karena ini merupakan kolaborasi yang melibatkan dunia anime.
"...Hmm. Jadi, bukan hanya buat menjual pengisi suara atau idola saja, ya? Kayaknya ini mirip dengan lagu tema film."
"Ah, jadi dari situlah kamu berasal. Itu benar. Pada dasarnya, mereka membuat lagu baru buat setiap karya hampir setiap saat. Namun, ini bukan bidang keahlianku, jadi aku tidak mengetahui detailnya."
Seandainya saja ada seorang otaku yang jago dalam lagu-lagu anime di sini. Apa ada orang kayak gitu di sekitar sini, aku penasaran?
Aku melirik sekilas ke arah Kelompok Otaku, dan mereka semua saling bertukar tatapan gelisah.
He-he-he, keinginan buat menyebarluaskannya semakin besar, bukan? Aku benar-benar paham. Kalau ada orang di sekitar yang membicarakan soal spesialisasi kalian, sungguh membuat kalian mau ikut campur. Dalam kasusku, kalau topiknya itu soal kisah komedi romantis, maka ada peluang seratus persen kalau aku akan mengambil kesempatan itu.
Iya, sekarang, tinggal satu dorongan lagi.
"Kiyosato-san, bidang keahlianmu berkisar pada buku, bukan?"
"... Hmm? Iya, bisa dibilang aku ini bukanlah orang yang suka video."
Kiyosato-san, yang sedang makan pasta dingin dengan tenang di seberangku, menjawab dengan agak memiringkan kepalanya.
"Kalau kamu suka misteri dan horor yang menegangkan, aku punya yang bagus. Itu memang serial yang sudah lama sekali, tetapi mereka mestinya membuat versi remake-nya."
"Ah benarkah? Mari kita bicarakan lebih lanjut, oke?"
Kiyosato-san bertanya sambil menyipitkan matanya.
Iya, aku rasa, dengan adanya Kiyosato-san, tidak perlu banyak paksaan. Novel merupakan topik yang akan dengan senang hati dibicarakannya, dan selama kalian menyiapkan titik awal, obrolan akan mengalir secara alami.
Kami berlima berdiskusi secara mendalam soal anime selama beberapa saat.
Perasaan tidak nyaman di sebelahku, semakin lama semakin memuncak, dan sesekali ada yang menganggukkan kepala mereka tanda setuju dengan obrolan kami, atau mengambil bagian yang tidak mereka dengar, lalu menguraikannya di antara mereka sendiri.
Saat ini... ...Saatnya buat skenario yang akan memastikan kesepakatan.
"Aku jadi ingat, Kiyosato-san. Aku rasa sebuah novel dari salah satu penulis favoritmu juga pernah diadaptasi ke dalam anime. Kalau tidak salah ingat, itu, eh... ...apa judulnya?"
Aku menepuk pelipisku dan berpose seakan-akan aku tidak ingat apa-apa. Lalu aku menyelinap melihat ke arah Uenohara.
Menerima pesanku dengan akurat, dia mencocokkannya dengan komentar berikutnya.
"Kamu tidak dapat mengingatnya? Itu kayak datang dari seseorang yang selalu bersikap sok tahu seakan-akan tidak ada yang tidak dapat kamu bicarakan."
Uenohara berkata sambil memaksakan ekspresi jengkel.
Sempurna. Sebagai sebuah komentar yang membakar, itu tepat sekali. Tetapi aku tidak bersikap sok penting, loh. Tidak perlu berimprovisasi kayak gitu.
"Keahlianku itu di bidang kisah komedi romantis. Aku tidak begitu akrab dengan genre lainnya."
Tanpa melewatkan satu ketukan pun, aku bergumam di dalam hati.
Ayolah. Ini kesempatan kalian!
"Ah, sebuah kisah misteri dengan seorang dosen universitas sebagai karakter utamanya... ...Hmm, The Perfect... ...The Perfect...*"
(TL Note: Sebuah referensi untuk novel misteri Jepang tahun 1996 karya Hiroshi Mori berjudul Subete ga F ni Naru (diterjemahkan menjadi "Everything Becomes F" dan diberi subjudul The Perfect Insider). Novel ini telah diadaptasi jadi manga, novel visual, drama aksi lang, dan anime.)
Lalu Anayama muncul secara diagonal di sebelah kananku, kepalanya terangkat, seolah-olah ia mau bilang sesuatu, tetapi tidak yakin apa ia mesti bilang sesuatu.
Oke, sekarang!
Aku memberi isyarat pada Uenohara.
"Bagaimana denganmu, Anayama-kun? Kamu tahu banyak soal anime, bukan?"
Anayama mengeluarkan suara aneh, mungkin tidak menyangka Uenohara memanggil namanya.
Aku langsung mengambil kesempatan itu.
"Itu benar! Anayama pasti tahu."
"Ah, euh... euh, eum..."
Perhatian semua orang tertuju pada Anayama.
Ia menengok ke arahku dengan ekspresi bingung, jadi aku mengangguk padanya.
Ayo, lakukanlah. Inilah bidang keahlianmu.
Lalu, dengan penuh kekhawatiran, ia menyebutkan judulnya.
"Apa? Mereka membuat adaptasi anime dari novel ini?!"
Kiyosato-san melangkah maju saat mendengarnya.
Anayama terkejut dengan momentum tersebut dan mundur, tetapi ia masih punya respons yang siap.
"Ah, iya. Aku rasa itu ditayangkan pada musim gugur 2015. Mungkin tersedia di situs siaran."
"Aku akan memeriksanya lain kali!"
Jawaban Kiyosato-san hampir penuh semangat.
Kiyosato-san, kamu sedikit otaku buat hal semacam itu, bukan? Imut sekali.
Sambil menyeringai, aku melanjutkan.
"Kayak yang diharapkan dari Anayama. Aku tidak dapat mengikuti semua hal keren."
"Ah, ada berapa banyak acara secara keseluruhan?"
Tokiwa menanyakan pertanyaan itu padaku kali ini. Tokiwa-kun, bahkan tanpa premis pun kamu menjawab dengan sempurna. Aku menyayangimu.
Aku tidak menjawab, tetapi bersandar ke belakang dengan cepat agar tidak tampak oleh Tokiwa. Lalu aku meminta Anayama, yang berada di ujung sana, buat menjawab.
"Ah, benar. Eum, kalau kita bicara soal musim ini... ...Lima puluh dua, aku rasa?"
"Lima puluh dua?! Wah, aku bahkan tidak tahu ada sebanyak itu! Menonton semua itu mungkin membutuhkan lebih banyak waktu ketimbang ekskul..."
Tokiwa berseru dengan penuh kekaguman.
Ekspresi Anayama menunjukkan tanda-tanda malu atas reaksi itu, dan ia melambaikan tangannya di depan wajahnya.
"Tidak, eh, itu cuma lima atau enam kali sehari. Jadi, tidak terlalu sulit. Ada banyak anime berdurasi 15 menit akhir-akhir ini. Dan juga, karena ini merupakan sesuatu yang aku sukai... ...Aku tidak peduli dengan waktu."
"Astaga, itu menarik. Kalau begitu, apa kamu punya rekomendasi buatku? Sesuatu yang ditujukan buat pemula!"
"Eh, genre apa yang bagus? Apa kamu lebih suka yang sedang tren, atau sesuatu yang berhubungan dengan olahraga?"
"Olahraga buat saat ini!"
"Ah, kalau begitu, ada satu acara yang perkembangannya selalu sangat intens di setiap episodenya. Semua karakter di kedua belah pihak sangat keren, bahkan mereka yang memberikan komentar. Tetapi itu sepak bola, bukan bola basket."
"Wah, serius?! Detailnya, dong!"
"Aku mesti bilang, animenya sangat fantastis! Manga aslinya memang luar biasa, tetapi anime ini dengan tepat menggambarkan bagian terbaiknya. Ah, aku sebelumnya telah merilis video ulasan soal itu, jadi kalau kamu mencari nama akun ini..."
Begitulah, Tokiwa dan Anayama berbicara tanpa kami.
Oke, lakukan! Jatuhkan ia ke dalam rawa-rawa!
Sambil bersorak-sorai buatnya dalam benakku, tiba-tiba aku menyadari bahwa Torisawa sedang menatapku.
Saat pandangan kami bertemu, ia mengendus dan tersenyum tanpa ekspresi.
A-Apa itu? Begini, reaksi yang berarti lebih menakutkan ketimbang dipelototi. Ini tidak bagus buat jantungku, jadi bisakah kamu menghentikannya?
"Jadi, lagu apa yang sedang kita bicarakan di sini?"
Torisawa mendorong topik obrolan ke arah Kelompok Otaku, dengan atau tanpa mengetahui, bagaimana jantungku berdebar. Jadi, apa semuanya berhasil pada akhirnya?
Mendengar kata-kata itu, mata kelompok terfokus pada cowok yang menyukai lagu anime.
"Ah, coba aku lihat... ...kalau kita bicara soal band, Rad* membuat lagu tema buat film anime..."
(TL Note: Merujuk pada band rok Jepang Radwimps (bergaya RADWIMPS) yang mendapatkan pengakuan karena menyediakan sountrack untuk film anime populer Your Name.)
"Ah, iya, tentu saja, aku tahu yang itu. Ada yang lain?"
"Sedangkan buat anime televisi, BUMP* juga melakukan banyak hal. Sebagai permulaan, vokalisnya merupakan seorang otaku. Sebagai contoh..."
(TL Note: Merujuk pada grup rok alternatif Jepang, Bump of Chicken (ditulis BUMP OF CHICKEN).)
"Ah, mereka juga, ya? ...Mereka punya jangkauan yang sangat luas."
"Lagipula, istilah lagu anime dapat berarti banyak hal. Buat karya-karya bertipe moe atau yang berorientasi pada idola, pengisi suara terkadang dapat menyanyikan lagu pembuka, tetapi buat karya-karya hard-core, band rok lebih cocok."
"Oke, berikan aku rinciannya buat saat ini. Aku akan memeriksanya lain kali."
"Bisa saja, bisa saja. Aku rasa yang paling utama yaitu Ajikan dan Horumon*..."
(TL Note: Merujuk pada grup rok alternatif Jepang, Asian Kung-Fu Generation (ditulis ASIAN KUNG-FU GENERATION) dan band metal berat, Maximum the Hormone.)
Aku menenggak segelas air putih sekaligus sambil mendengarkan perdebatan yang semakin memanas.
Lalu, dengan hati-hati, agar tidak menyela obrolan, aku menarik bangkuku dan berdiri.
Tidak perlu ada campur tangan tambahan. Bahkan, kalau aku membiarkannya, perambatannya akan terus berlanjut tanpa batas waktu.
Saat aku mengambil air, aku mengarahkan cangkir kosongku ke arah Uenohara dan menyampaikan perintah.
Ajang selesai.
Kayak yang aku harapkan, cara terbaik buat menaklukkan seorang otaku yaitu dengan menggairahkan mereka soal bidang keahlian mereka.
*
"Nagasaka-kun, Nagasaka-kun."
"Hmm...?"
Kami semua meninggalkan kantin bersama-sama karena sudah hampir waktunya masuk kelas. Namun, saat kami hendak kembali ke kelas, teman sebangkuku, Kiyosato-san, memanggilku sambil menepuk-nepuk saku di sekujur tubuhnya.
"Apa kamu melihat ponsel pintarku? Aku tidak dapat menemukannya."
"Hah, benarkah? Apa kamu meninggalkannya di kantin atau semacamnya?"
"Ah, mungkin. Aku mesti kembali dan mencarinya..."
Lalu dia memberiku tatapan minta maaf.
"Nagasaka-kun. Kalau tidak terlalu keberatan, maukah kamu membantu mencarinya? Mungkin saja ada di atas meja, tetapi kalau tidak ada, aku mau kamu mencoba meneleponnya."
"Ah, tentu saja. Siap melayani Anda."
Aku bangkit dari bangkuku setelah menjawab dengan tegas.
Tidak ada alasan buatku untuk menolak permintaan dari Kiyosato-san, tidak peduli apapun urusan sepele yang aku punya. Kayak yang kalian duga, ini mungkin bukan sesuatu yang besar kayak Ajang, tetapi cuma bekerja dengan Sang Heroin Utama kayak gini sudah cukup bagus. Ini bahkan mungkin merupakan "pertanda" akan sesuatu yang akan datang!
"Terima kasih! Kalau begitu mari kita pergi, oke?"
Kiyosato-san menepukkan tangannya, menyeringai, dan berbalik.
Sambil mengangguk, aku mengikuti Kiyosato-san keluar dari ruang kelas, yang agak terburu-buru.
Kami kembali ke kantin sekolah.
Kami kembali ke bangku kami sebelumnya di ruangan yang saat ini kosong, dengan suara-suara kesibukan dan hiruk pikuk di kejauhan sebagai latar belakang.
"Itu tidak ada di atas meja. Aku penasaran apa itu ada di lantai?"
Segera setelah dia bilang begitu, Kiyosato-san merunduk di bawah meja tanpa ragu-ragu.
Ah, terkadang dia memang liar. Roknya sempat berada di zona bahaya buat sesaat. Meskipun begitu, roknya cuma melayang sedikit, jadi aspek keberuntungannya tidak ada.
"Ah, itu dia!"
Segera, sebuah suara teredam terdengar dari bawah meja.
Hmm, kalau begitu, tidak perlu menelepon. Untung saja ponsel pintar itu tidak dicuri.
Kiyosato-san muncul dari bawah meja, mengulurkan ponsel pintarnya dan menunjukkannya.
"Hampir saja! Aku senang aku menyadarinya dengan cepat."
"Bagaimanapun juga, kehilangan ponsel pintar merupakan pengalaman yang mengerikan. Buatku, sama saja. Aku terdiam saat terakhir kali aku menjatuhkan dan merusak ponsel pintarku."
"Ah-ha-ha, itu karena itu lebih dari sekadar uang saku. Aku hampir saja mesti hidup tanpa listrik buat sementara waktu."
Apa dia seorang pertapa? Tidak, mungkin seorang peri? Menggunakan kata "peri" langsung meningkatkan rasa hormat.
Kiyosato-san tersenyum malu-malu dan memasukkan ponsel pintarnya ke dalam saku roknya.
"Begini, saat aku melakukan hal-hal yang biasanya tidak aku lakukan, aku melakukan banyak kesalahan. Kayak menjatuhkan kunci rumahku setelah mengambil jalan memutar."
"Ah, seriusan?"
Itu pertama kalinya aku mendengarnya. Dicatat.
Atau, lebih sederhananya, dia tidak benar-benar memberikan kesan sebagai seorang yang ceroboh. Dia mungkin tidak setajam Uenohara, tetapi dia pasti dapat melakukan banyak hal dengan sempurna.
Kiyosato-san memasang ekspresi masam sebelum menjawab.
"Iya, seriusan. Kayak, saat melakukan sesuatu di luar kebiasaan, aku dapat teralihkan. Apa kamu mengalami hal yang serupa?
"Ah, iya. Benar, hal itu memang terjadi dari waktu ke waktu."
Meskipun begitu, dalam kasusku, spesifikasi dasarku sangat buruk, sehingga kesalahan merupakan hal yang lumrah... ...Iya, asalkan aku mempersiapkan diri secara menyeluruh sebelumnya, aku tidak akan gagal, tetapi itu merupakan hal yang wajar.
Saat aku memikirkan hal ini, Kiyosato-san tiba-tiba menyibak rambutnya, meletakkannya di telinga kanannya.
"Kayak yang sudah aku duga, yang terbaik yaitu melakukan semuanya dengan normal. Kalau kamu mencoba terlalu berani, kamu mungkin akan mengalami masalah di suatu tempat. Utamakan keselamatan, loh."
Dia tersenyum sambil mengacungkan jari.
Itu merupakan senyuman Kiyosato-san yang biasanya, tetapi entah mengapa, kesannya agak lain.
Apa karena aku dapat melihat tahi lalatnya dengan jelas...?
"Terima kasih sudah membantu! Istirahat makan siang sudah usai, jadi mari kita kembali ke kelas."
"Ah, tentu saja."
Namun, perasaan itu cuma berlangsung sesaat, dan hal berikutnya yang aku tahu, ada Kiyosato-san, yang aku kenal dengan baik.
Tiba-tiba aku berpikir sambil mengamati punggung Kiyosato-san saat dia meninggalkan kantin di depanku.
Kalau dipikir-pikir, diminta buat melakukan hal kayak gini olehnya... ...merupakan hal yang tidak biasa.
*
"Hari ini berjalan dengan sukses. Semua orang mengembangkan ikatan yang kuat satu sama lain, dan diskusi mereka jadi lebih mendalam. Tidak ada yang perlu dikritik di sini sebagai langkah pertama."
Kami mengadakan sesi tanya jawab rutin kami di Ruang Konferensi M sepulang sekolah.
Dinding tidak tampak yang biasanya mengelilingi para anggota Kelompok Otaku telah diruntuhkan berdasarkan pertukaran yang terjadi sejak saat itu. Paling tidak, hubungan dengan kelompok kami telah meningkat secara signifikan.
"Dengan cara ini, aku rasa, mereka akan dapat secara bertahap menyesuaikan diri dan mengenal teman-teman sekelas mereka yang lain dengan lebih baik. Mungkin tidak akan langsung terjadi, tetapi percikannya sudah ada."
Puas, aku memanjakan diriku dengan McFl*rry. Wah, rasa manis es krim setelah seharian bekerja sungguh luar biasa.
"Iya, aku rasa tindakan itu sendiri sudah bagus."
Uenohara menjawab setelah dia menghabiskan es krim lembutnya yang terakhir.
Hmm? Itu merupakan cara yang agak berlebihan buat bilang begitu...
"Apa? Apa kamu tidak puas dengan hasil hari ini?"
"Tidak, bukan kayak gitu. Aku cuma kepikiran kalau hari ini berjalan dengan lancar."
Uenohara mengambil sikap merenung sambil melanjutkan.
Lancar? Itu terdengar kayak aku cuma pernah mengalami masalah, loh.
"Bukannya aku sudah bilang padamu? Kalau ajang itu sendiri punya peluang sukses yang tinggi kalau prasyaratnya terpenuhi. Kita bahkan mampu menyingkirkan sumber gangguan utama."
Pada hari-hari yang seru kayak hari ini, Kelompok Katsunuma biasanya pergi ke Lorong Aozora, lorong penghubung di lantai empat. Ini merupakan tempat makan siang yang populer dengan pemandangan area sekitarnya yang indah.
Bahkan hari ini, aku memastikannya sebelum kami keluar dari ruang kelas. Hal ini dapat dianggap sebagai kesuksesan yang nyata.
Menunduk, Uenohara bergumam sambil mempertahankan postur kontemplatifnya.
"Iya... ...hal yang sebenarnya mungkin dimulai saat ini."
"Hal yang sebenarnya?"
Uenohara mendongak dan mengangguk.
"Pola pikir Anayama-kun dan yang lainnya telah bergeser sebagai hasil dari campur tangan hari ini. Dengan begitu, kita mungkin mulai mengamati beberapa perilaku yang tidak terduga."
"Itu... ...mungkin saja benar."
Memang akan ada beberapa penyimpangan dari prediksi perilaku Catatan Teman-Teman.
Tetapi, kepribadian atau cara berpikir individu tidak akan berubah. Sulit membayangkan kalau mereka bertindak secara tidak terduga.
Uenohara melanjutkan, seolah-olah dia telah membaca pikiranku.
"Meskipun perubahannya kecil, mereka itu orang-orang yang sebelumnya terisolasi. Kita tidak tahu bagaimana gerakan sekecil apapun dapat memengaruhi seluruh sistem. Bahkan senjata baru itu tidak mahakuasa, bukan?"
"Hmm..."
Pada akhirnya, Q-U-L cuma visualisasi lingkungan kelas pada saat investigasi dan tidak dapat melacak perubahan dari hari ke hari.
Dalam hal kemampuan buat memberikan respons cepat, tidak ada gunanya, jadi kami mesti melakukan pemantauan dan pemecahan masalah sendiri.
Selain itu...
"Apabila kamu juga mempertimbangkan bagian yang tidak dapat kamu lihat, kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak terduga jauh lebih tinggi ketimbang sebelumnya."
Uenohara berbicara dengan nada yang lebih serius ketimbang yang aku duga, tetapi aku tidak dapat menahan diri.
"Makanya, kalau kamu melihat tanda-tanda perubahan, beri tahu aku sesegera mungkin. Idealnya, sebelum ada masalah."
"...Dimengerti."
Aku menelan ludah, lalu menganggukkan kepalaku perlahan.
Tanda-tanda perubahan, ya... ...Meskipun aku dapat menganalisis tren dengan menggunakan data dalam jumlah besar, aku tidak terlalu jago dalam melihat perubahan emosi dan hal-hal kecil lainnya secara simultan.
Aku lebih suka mendelegasikan tanggung jawab itu pada Uenohara, tetapi karena kami berada di kelas yang berbeda, aku akan terpaksa buat menangani masalah apa saja di kelas sendirian.
"...Pokoknya, buat saat ini, aku akan mengawasi setiap perubahan dalam pergerakan teman sekelasku, terutama di Kelompok Anayama. Kalau ada sesuatu yang terjadi, aku akan memasukkannya ke dalam laporan harian, jadi tolong tinggalkan umpan balikmu."
"Dimengerti. Tetapi tetap saja, aku mau bersiap-siap buat menghadapi penyimpangan tidak terduga yang mungkin muncul... ...Jujur saja, itulah yang paling membuatku takut. Saat hal-hal kayak gitu terjadi, kamu benar-benar hancur berkeping-keping."
Iya, maafkan aku, kamu benar sekali.
"Oke, aku akan menyiapkan sinyal darurat buat digunakan kalau kita mengalami masalah. Aku akan memungkinkan buat mengirim pesan dengan satu sentuhan, jadi saat kamu menerimanya, ketahuilah kalau kamu berada dalam posisi yang gawat."
"Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau menggunakan SMS buat korespondensi darurat? Lagipula, akan lebih mudah membedakannya kalau menggunakan aplikasi yang terpisah. Selain itu, masukkan aku ke dalam panggilan cepat supaya aku dapat memeriksa situasinya..."
Dari sana, kami menyusun sejumlah langkah buat menangani situasi yang bermasalah.
"Kira-kira begitulah, aku rasa. Aku akan menggunakan fungsi pintasan ponsel pintarku buat menyiapkan segala sesuatunya. Ah, mari kita juga memungkinkanmu buat memeriksa info lokasi. Sehingga tidak akan ada masalah kalau aku terisolasi di tengah pegunungan selama musim dingin."
"Eh, apa ada risiko bencana saat kamu mewujudkan kisah komedi romantis?"
Tentu saja ada. Waspadalah buat tidak keluar jalur di resor ski, oke? Ini biasanya merupakan skenario yang mengancam jiwa.
Setelah itu, kami selesai mendiskusikan berbagai hal, dan aku mengembuskan napas lega.
Setelah aku menghabiskan McFl*rry-ku dan membersihkan langit-langit mulutku dengan kopi, tiba-tiba aku teringat akan insiden yang terjadi saat istirahat makan siang.
Itu hampir saja terjadi. Aku perlu melaporkannya juga.
"Kalau dipikir-pikir, ada satu perubahan, atau lebih tepatnya, satu kejadian kecil yang tampak tidak biasa."
"...Sesuatu yang tidak biasa?"
"Iya, kejadiannya tadi siang, setelah kamu pergi..."
Aku menjelaskan bagaimana Kiyosato-san kehilangan ponsel pintarnya.
"Pokoknya, itulah yang terjadi. Buat meringkas informasi baru, aku rasa Kiyosato-san mungkin punya kecanggungan sebagai salah satu ciri khasnya."
Ekspresi Uenohara jadi lebih serius ketimbang sebelumnya, dan dia mengadopsi postur termenung sekali lagi.
"Kayak biasanya, utamakan keselamatan, ya... ...begitu ya."
"...Itu bagian yang menarik perhatianmu?"
Bukannya itu cuma bagian dari obrolan sehari-hari?
Uenohara tidak merespons dan malah menyilangkan tangannya. Lalu dia mengalihkan topik obrolan.
"Ngomong-ngomong, apa kamu memperhatikan di mana dia menjatuhkan ponsel pintarnya, Kouhei?"
"Hah? Iya, aku tidak tahu karena itu ada di bawah meja."
"Iya, aku rasa begitu."
Apa maksudmu, "Aku rasa begitu"?
Mata Uenohara menyipit saat aku memiringkan kepalaku dengan bingung, dan lalu dia menatap tajam ke dalam mataku.
"Pokoknya, aku akan bilang ini lagi — waspadalah dengan penyimpangan. Pastikan buat memberi tahuku kalau kamu berencana buat melakukan sesuatu yang tidak biasa."
"Bisa tidak kamu berhenti bertingkah kayak gitu?"
Dengan bilang semua itu, kayaknya aku akan mengacaukan sesuatu, dari sudut pandang jalan klasik...
*
Pekan berikutnya. Di suatu pagi yang mendung.
Aku melewati gerbang utama, melewati ekskul-ekskul olahraga yang sedang dalam perjalanan menuju latihan pagi.
Aku biasanya tiba di sekolah paling tidak satu jam sebelum jam pelajaran dimulai. Biasanya, waktu itu akan dihabiskan buat Patroli Investigasi rutin, tetapi hari ini aku mesti mengurus hal lain terlebih dahulu.
Aku mengetuk pintu Ruang OSIS di pojok Gedung Kesenian.
"Masuklah~."
Suara serak yang teredam mencapai telingaku melalui pintu.
"Permisi, maaf mengganggu."
Aku segera memasuki ruangan setelah memanggil dengan cara kayak gitu.
Bagian dalam Ruang OSIS berantakan, dengan tumpukan kertas yang tampaknya sedang dalam proses penyusunan ditumpuk di atas meja di tengahnya.
Duduk di bagian belakang tumpukan, sendirian, mengetik di laptopnya...
"Selamat pagi, Nagasaka-kun."
Hinoharu Sachi-senpai, memakai kacamata.
Tunggu, kacamata?
"Apa kamu pernah bilang kalau penglihatanmu kurang baik, Senpai?"
"Tidak, tidak, ini merupakan jenis pemblokir cahaya biru. Aku cuma memakainya saat menggunakan komputer."
Dia tersenyum sambil melepas kacamatanya.
Ah, jadi begitu. Dicatat, dicatat.
Hmm, aku mesti segera mengumpulkan informasi dan data soalnya. Aku telah menundanya karena aku dapat menjaga hubungan baik dengannya, tetapi aku mau mengukur kecocokannya sebagai seorang Heroin...
Bagaimanapun, saat dia tersenyum, dia pasti tampak kayak seorang cewek cantik dengan banyak pesona dewasa.
"Bagaimanapun, aku mesti mewaspadai ketegangan mata. Ini juga dimaksudkan buat mengurangi kekakuan pada bahu, dan mengingat ini akan meningkatkan produktivitas kerja, aku rasa ini bukan investasi yang buruk. Mestikah aku merekomendasikan satu buatmu, Nagasaka-kun?"
"Itu bisa diatur."
Penampilan dan antusiasme yang tidak tertandingi. Dia benar-benar merusak karakternya, bukan?
Aku menarik napas dan berjalan ke dalam ruangan.
Tidak ada orang lain kecuali dia di Ruang OSIS. Saat itu masih pagi, tetapi karena ini merupakan tugas kontrak buat permintaan pribadinya, aku mencoba menjadwalkannya saat anggota lain tidak hadir. Lagipula, aku belum menyelidiki siapa dan seperti apa siswa-siswi kelas sebelas dan dua belas itu.
"Ini kirimanku buat laporan kantin sekolah."
Sambil bilang begini, aku mengeluarkan seikat kertas yang ditempatkan dalam sebuah berkas yang jelas.
"Wah, kamu bekerja dengan cepat kayak biasanya."
"Aku juga sudah mengirimkan data ke alamat surel OSIS. Silakan diproses."
"Iya, terima kasih. Itu sangat membantu."
Dengan mata berbinar, Hinoharu-senpai mengambil berkas itu dariku.
Dia lalu mengeluarkan dokumen itu dan segera membolak-balik halamannya.
Sebagai imbalan atas kunci atap, aku sesekali akan mengurus beberapa urusan kecil yang berhubungan dengan OSIS.
Aku mendapatkan tiket masuk gratis ke atap karena perjanjian ini, tetapi masalahnya yaitu proposal anggaran yang telah aku siapkan sebagai tiruan tidak diterima dengan baik olehnya.
Rupanya, tidak ada anggota OSIS yang ahli dalam hal angka-angka, dan aku merupakan orang yang mereka cari. Aku telah menerima di bawah tekanan dari permintaannya yang agresif, di mana dia bahkan mengancam akan mengunciku di ruangan sampai aku mendaftar.
Jelas bahwa kalau aku mendaftar, waktu yang dapat aku alokasikan buat Rencana akan sangat berkurang. Aku mempertimbangkan buat memaksakan diri, tetapi sulit buatku untuk mengabaikan betapa dia sangat menghargaiku. Memiliki koneksi dengan anggota OSIS juga menarik dalam hal pengumpulan informasi.
Sebagai hasil dari upaya mencari solusi yang lebih baik, kami memutuskan buat melakukan alih daya, di mana aku cuma akan melakukan tugas penelitian yang relevan dengan minat kami berdua.
Dia akan membantu dalam pendanaan dan menyediakan informasi soal kegiatan sekolah, sementara aku akan menyediakan data penelitian dan tenaga kerja.
Aku telah mengunjungi Ruang OSIS kayak gini setiap kali ada kesempatan sejak kami menyepakati syarat-syarat tersebut.
"Iya, kayaknya aku tidak perlu memeriksa ini. Kayak yang aku harapkan darimu!"
Hinoharu-senpai mengangkat kepalanya setelah menghela napas kagum.
"Bagaimana kamu mempelajari semua keterampilan ini? Apa kamu mengambilnya di suatu tempat? Atau apa kamu punya anggota keluarga yang ahli dalam hal itu?"
"Ah, iya, itu cuma perpanjangan dari hobiku. Aku selalu senang menyelidiki sesuatu."
Sambil bercerita, aku mesti bilang kalau aku berasal dari keluarga pekerja kantoran kelas menengah, di mana tidak ada seorang pun yang punya bakat khusus.
"Selain itu, aku punya banyak waktu luang saat jadi ronin. Itu mirip dengan belajar sebelumnya."
"...Ah, begitu, ya, itu benar."
Dia tampak kehabisan kata-kata.
Saat ini, kabar kalau aku merupakan seorang ronin telah beredar di seluruh sekolah. Bagaimanapun juga, seorang ronin SMA merupakan topik obrolan yang sangat bagus, dan dengan Ajang Pembuatan Teman Masa Kecil, ketimbang menyembunyikannya, aku membuatnya terekspos.
Aku kadang-kadang menerima tatapan penasaran dari para senpai, tetapi aku tidak pernah diejek atau dihina karena hal itu. Aspek itu sangat melegakan dan tampak normal di Kyou-Nishi.
Kalau mereka tidak tahu soal masa laluku, aku tidak akan jauh berbeda dengan para kouhai lainnya.
"Iya, kamu bukan cuma tidak membiarkan kesulitan menguasai dirimu, tetapi kamu juga berusaha lebih keras lagi buat meningkatkan dirimu, dan aku yakin itu sangat luar biasa. Kamu layak buat dihormati."
Hinoharu-senpai menegaskan hal ini dengan menatap mataku saat dia berbicara. Matanya, yang mengingatkanku pada langit yang cerah, tidak punya sedikit pun tipuan.
Ah, eh, hmm? Aku benar-benar malu saat orang memujiku dengan sangat serius, loh... ...Terutama saat aku selalu dilenyapkan dengan cacian.
Aku berdehem, berusaha menyembunyikan fakta kalau pipiku secara spontan memanas.
"Ah, eh... ...bagaimanapun, itu semua dari TKP itu."
"Ada apa dengan itu, memangnya kamu seorang peliput bantuan bencana?"
Dia tertawa kecil dan bersandar di bangkunya.
"Kalau begitu, mari kita lanjutkan. Kita mesti segera menuntaskannya."
Dengan penuh semangat, dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan meregangkan tubuhnya saat bilang begini. Kain tipis seragam musim panasnya menempel pada bagian tubuhnya yang cukup krusial dari sudut pandang cowok dengan gerakan itu.
Ah, astaga, tidak diragukan lagi, itu pasti Gunung Fuji!
"...Apa yang sedang kamu kerjakan hari ini?"
Aku berusaha mempertahankan ekspresi serius saat mengajukan pertanyaan sambil menekan rasa sedih dengan memercikkan air dingin ke otakku.
"Persiapan buat Kerja Bakti Komunitas berikutnya. Hal-hal kayak memilah-milih faktur dari pedagang dan menyiapkan pemberitahuan buat dikirim ke Asosiasi Masyarakat sekitar."
"Ah? Aku tidak tahu kalau kamu juga bertanggung jawab atas hal semacam itu, Senpai."
Aku penasaran apa itu merupakan bagian dari tugas Urusan Umum. Sebenarnya, dia juga melakukan sesuatu yang tampaknya merupakan hubungan masyarakat, jadi aku tidak yakin apa ruang lingkup tanggung jawabnya.
"Iya... ...aku rasa begitu."
Setelah menjawab dengan cara yang tidak berkomitmen, Hinoharu-senpai tersenyum dan memakai kacamatanya lagi.
"Kami juga akan mengadakan pemilihan umum OSIS."
"Ah, apa itu benar?"
Meskipun aku berpura-pura tidak tertarik dengan tanggapanku, jadwal tersebut merupakan sesuatu yang sudah aku hafal.
Bulan Juli menandai dimulainya masa kepengurusan OSIS yang baru di Kyou-Nishi. Pergantian secara keseluruhan terjadi setelah Festival Budaya Sekolah pada musim gugur, tetapi karena siswa-siswi kelas dua belas akan segera mempersiapkan diri buat ujian, tampaknya jadi tindakan pencegahan buat memberikan tugas praktikum pada siswa-siswi yang lebih muda sebelum itu.
Selain itu, tidak kayak dalam kisah komedi romantis, jarang ada kampanye pemilihan umum yang sengit, dan hasilnya biasanya diputuskan oleh mosi percaya. Anggota yang telah memegang jabatan sejak tahun sebelumnya biasanya mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS dan langsung terpilih.
Hmm, kalau begitu...
"Apa kamu akan mencalonkan diri juga, Senpai? Buat jadi Ketua."
Hinoharu-senpai punya tanggung jawab ganda, mengawasi Audit dan Urusan Umum. Dia akan jadi orang dengan jabatan tertinggi dalam hal posisi, kecuali Ketua dan Wakil Ketua, oleh karena itu dia secara umum akan dianggap sebagai calon yang kuat.
"Iya, siapa tahu saja?"
Dengan begitu, dia menepis pertanyaanku dengan ekspresi kosong dan kembali ke komputernya.
"Pertama dan terutama, tidak ada yang diterbitkan. Aku tidak bisa bilang apa-apa karena itu akan melanggar aturan Pemilu."
Dia tidak menggigit, kayak yang aku duga. Namun, mengetahui hal ini sebelumnya dapat berguna saat merencanakan tindakan di masa mendatang.
"Oke, aku kira aku sebaiknya mulai bekerja. Ah, ini mestinya dapat menutupi biaya permintaan lainnya. Nagasaka-kun, aku menantikan usahamu buat itu juga."
"Ah, iya, terima kasih."
Aku mengambil uang yang terbungkus dalam amplop dan langsung memasukkannya ke dalam tas ransel.
Kebetulan, ada hal lain yang menarik perhatianku.
"...Senpai. Kalau dipikir-pikir, kayaknya kamu sudah berhenti memanggilku 'Kouhai-kun', bukan?"
Maksudku, aku cukup yakin kalau kamu pernah memanggilku kayak gitu sebelumnya, bukan? Kouhai-kun tanpa nama.
Dalam kisah komedi romantis, biasanya sebuah nama yang diciptakan dalam situasi yang tidak biasa akan jadi mapan, sehingga kalian dapat merasakan bahwa hubungan itu istimewa. Dalam hal OSIS, kalian punya Key-kun dan sosok senpai yang boing-boing dengan rambut panjang*.
(TL Note: Rujukan untuk Sugisaki Ken dan Akaba Chizuru dari seri novel ringan Jepang, Student Council's Discretion (Seitokai no Ichizon).)
Makanya aku berpikir, "Aku penasaran apa Senpai akan memanggilku kayak gitu mulai sekarang, huehuehue, yei."
"Hah, apa itu cara biasanya aku memanggilmu? Kamu mengingat hal-hal yang aneh."
"...Ah, iya."
Kamu benar-benar lupa soal itu?! S*alan, ini merupakan masalah dengan dunia nyata!
Hinoharu-senpai memiringkan kepalanya dengan kagum.
"Iya, kamu sebaya denganku. Aku rasa akan tidak sopan buat memperlakukanmu seakan-akan kamu itu seorang kouhai..."
Ah, begitu ya... ...Jadi itu sikap yang kamu ambil, ya...
Sambil merendahkan bahuku, aku berjalan dengan susah payah ke arah pintu.
"Ah, apa kamu mau aku memanggilmu kayak gitu?"
"Tidak, eum, tidak usah..."
Aku menyadari kalau menanyakan hal kayak gitu sendirian akan membuat aku merasa tidak nyaman, jadi aku menyerah.
Hmf! Kalau kamu akan membuang unsur karakterisasimu sendiri, lihat apa aku peduli kalau bakat kisah komedi romantismu menderita sebagai hasilnya!
*
Terkejut melihat matinya templat kisah komedi romantis, aku meninggalkan Ruang OSIS setelah berpamitan dengan tergesa-gesa.
Aku menyadari ponsel pintarku bergetar saat aku hendak berjalan keluar lorong penghubung menuju gedung sekolah.
Hmm, pemberitahuan pengingat?
Saat aku berhenti tiba-tiba dan melihat ke ponsel pintarku, kata-kata "Peringatan Nyaris Meleset" muncul di layar.
Ah, benar. Sudah waktunya. Hampir saja.
Aku bersembunyi dalam bayang-bayang dan melihat ke sekelilingku.
Lorong dari Gedung Kesenian ke Gedung Sekolah merupakan lorong tertutup yang pada dasarnya berada di luar, sehingga merupakan area yang padat di mana sepeda yang menuju tempat parkir sepeda dan siswa-siswi yang berangkat ke dan pulang dari sekolah.
Ini masih pagi, jadi belum banyak aktivitas, tetapi... ...ah, sudah aku duga.
Aku melihat seorang siswi —Katsunuma— keluar dari mobil di jalan depan gerbang utama dari sudut mataku.
Katsunuma tiba di sekolah pada waktu yang hampir bersamaan setiap hari. Rumahnya berada di lokasi terpencil, dan dia tidak punya alat transportasi lain, jadi dia diantar ke sekolah saat keluarganya pulang pergi. Inilah sebabnya mengapa dia datang pagi-pagi sekali meskipun gaya hidupnya sibuk.
Pertemuan yang tidak terduga selama investigasi merupakan sumber kekhawatiran, jadi kalau aku dapat melihat perilaku seseorang sampai batas tertentu, aku menjadwalkan pemberitahuan di kalenderku. Mm-hmm, aku senang dapat mengambil tindakan pencegahan.
Katsunuma tampak berjalan menuju pintu masuk sambil menatap ponsel pintarnya.
Oke, aku akan menetap di sini sebentar sebelum menuju ke gedung sekolah...
"Ah, syukurlah, Nagasaka-kun!"
Itulah yang aku pikirkan sampai aku dikejutkan oleh suara seseorang yang tiba-tiba memanggil namaku.
Saat aku buru-buru menoleh ke arah sumber suara itu, aku melihat Hinoharu-senpai mendekatiku.
Tunggu, apa? Seriusan, Senpai, kamu terlalu berisik. Katsunuma akan tahu!
"Ini, kamu lupa membawa ini!"
Dia mengangkat sebuah berkas yang jelas di tangannya. Itu merupakan berkas yang aku berikan sebelumnya, bersamaan dengan dokumen-dokumennya.
Tidak, jangan lakukaj itu sekarang! Ssst, sst!
"...Cih."
Saat aku dengan cemas mencoba mengisyaratkan bahasa isyarat pada Hinoharu-senpai, Katsunuma melintas dan melirik ke arahku.
Ah, ayolah! Tentu saja, dia akan menyadarinya!
"Ah, he-hei... ...Selamat pagi, Katsunuma."
"Menjijikkan."
Sapaanku dan pipiku yang berkedut-kedut disambut dengan cibiran, dan dia berjalan cepat menuju pintu masuk.
Hadeuh... ...Buat saat ini, aku rasa tidak ada masalah. "Menjijikkan" merupakan sapaan yang biasa, jadi semuanya baik-baik saja.
Hinoharu-senpai, yang muncul dengan ekspresi naif, memiringkan kepalanya saat aku menepuk dadanya.
"Ah, apa aku baru saja menyela sesuatu? Apa itu pacarmu?"
"Begini, kalau itu yang kamu amati, kacamata itu menyaring lebih dari sekadar cahaya biru."
Aku menghela napas, lalu mengambil berkas bening itu dan menyusuri lorong.
*
Dari sana, aku segera menyelesaikan rutinitas harianku, lalu memasuki ruang kelas.
Belum ada seorang pun dari Kelompok Teman yang muncul. Anayama dan beberapa anggota Kelompok Otaku lainnya ada di ruangan itu, begitu juga beberapa anggota ekskul budaya dan anggota ekskul olahraga yang tidak mengikuti latihan pagi. Lalu ada Katsunuma dan mungkin tiga anggota kunci yang dekat dengannya. Aku rasa kalian dapat menyebutnya sebagai barisan standar.
Biasanya, aku akan menghabiskan waktu ini di bangkuku buat bersiap-siap, tetapi...
...Uenohara baru-baru ini mengingatkanku buat mengawasi perubahan. Mungkin aku mesti memeriksa keadaan saat ini.
Setelah membuat keputusan ini, aku berdiri dan berjalan ke bangku Anayama.
"Apa kabar, Anayama. Apa kamu sudah menonton anime kemarin?"
"Ah, Tuan. He-he, tentu saja. Itu merupakan salah satu obsesiku buat melakukan reaksi langsung pada anime yang paling populer."
Suara Anayama terdengar agak lebih keras ketimbang biasanya saat ia menjawab. Mestinya aku mengukur desibelnya seandainya aku tahu kalau hal ini akan terjadi. Aku tidak yakin apa ini merupakan perubahan yang nyata atau cuma imajinasiku saja.
"Motivasimu, kayak yang aku duga, berada pada tingkat yang berbeda. Apa jumlah penontonnya sama kayak biasanya?"
"Mungkin lebih sedikit ketimbang biasanya? Lagipula, episode ketujuh merupakan episode jeda. Tetapi diskusi yang berlangsung sangat menarik, jadi aku agak kurang tidur."
Hmm... ...sama kayak biasanya, ya? Anayama sangat giat menyebar, jadi kalau ada sesuatu yang direkomendasikan, ia pasti mau tidak mau ikut terlibat.
"Aku merasa bersemangat apabila ada seorang pemula dalam suatu genre! Aku mulai merasa terdorong buat menarik mereka ke sisi ini, apapun yang terjadi!"
"Aku benar-benar paham. Ah, aku jadi ingat. Anayama, ada sebuah novel ringan yang aku mau kamu baca. Itu merupakan salah satu dari novel yang agak tidak murni, atau lebih tepatnya, jenis kesenangan yang muncul akhir-akhir ini..."
Setelah itu, aku berbincang-bincang dengan Anayama, tetapi dia tidak tampak berbeda dari biasanya. Aku rasa hampir tidak ada perubahan pada diri Anayama.
Mungkin aku mesti melaporkan "Urusan kayak biasanya" pada Uenohara buat berjaga-jaga.
"Mereka telah membuatku merinding sepanjang pagi. Mungkin dia jadi ronin karena ia seorang otaku?"
Iya, komentar sinis yang aku dengar dari kejauhan juga merupakan urusan kayak biasanya.
Aku melirik sekilas ke arah Katsunuma sambil menggunakan ponsel pintarku. Dia tampak berbicara dengan anggota kelompoknya yang sedang berkerumun. Dia tidak melihat ke arah kami, tetapi jelas, mereka sedang berbicara padaku.
"Dia bersikap sombong meskipun dia seorang pecundang. Bukannya itu menjengkelkan?"
Ah, tidak. Biarlah aku berpendapat kalau kamulah yang pantas mendapatkan deskripsi itu. Tunggu saja, aku akan melakukan survei dan mengukurnya, s*alan.
"Pokoknya, ekspresinya benar-benar menjijikkan." "Meskipun ia dapat belajar, ia tetaplah seorang ronin." "Cukup, cukup, nona-nona, itu bukan urusan kita. Biarkan cowok itu sendiri."
Aku dapat mendengar suara-suara budak dari para kroninya sesekali, dan perlahan-lahan aku jadi agak mual.
Astaga. Aku benar-benar tidak dapat terbiasa menerima kebencian dari kelompok kayak gitu. Aku rasa ini jauh lebih baik ketimbang sebelumnya, tetapi... ...bukannya kejam kalau menganggap ekspresi wajahku menjijikkan? Menurut kalian, berapa lama waktu yang aku habiskan buat berlatih tersenyum sambil mengenakan topeng? S*alan*!
(TL Note: Referensi dari seri novel ringan Jepang Jaku-chara Tomozaki-kun, yang bisa kalian baca melalui tautan berikut.)
Hmf, tidak apa-apa! Aku akan meminta semua orang di Kelompok Teman buat bersikap baik padaku, jadi itu tidak akan jadi masalah. Dasar Bodoh~, Dasar bodoh~.
Aku membuat lelucon mental buat menenangkan diriku dan lalu mengabaikan mereka.
"He-Hei, Tuan, bukannya mereka bilang banyak hal soalmu...?"
Anayama, dengan ekspresi khawatir di wajahnya, berbisik.
"Tidak usah khawatir soal itu. Hal itu sudah sering terjadi."
Katsunuma akan memotong dengan hinaan yang bercampur dengan omong kosong, apapun yang aku lakukan. Tetapi karena cuma sekitar 60% dari waktu dan dia cuma ribut dari jauh, aku memilih buat membiarkannya.
"Wah, aku terkesan karena kamu dapat membiarkan hal itu... ...Aku tidak akan pernah dapat menerimanya. Seakan-akan aku diseret ke belakang sekolah. Aku tidak yakin apa aku mau terlibat."
"Tidak, kayak yang sudah aku duga, aku tidak akan dipukuli. Mereka akan dikeluarkan kalau ketahuan."
"Maksudku, bukannya Katsunuma itu satu-satunya yang punya aura yang sama sekali berbeda? Begini, aku tidak menyangka akan melihat seseorang kayak gitu di Kyou-Nishi."
Anayama mengangguk malu-malu.
Karena Kyou-Nishi merupakan sekolah persiapan, jumlah yang disebut sebagai anak bandel sangat rendah. Meskipun orang-orang kayak gitu masuk ke sekolah, mereka keluar atas kemauan mereka sendiri karena mereka tidak cocok atau tidak dapat mengikuti pelajaran.
Karena itu, Katsunuma nyaris tidak lulus ujian masuk sekolah, dan prestasinya sering kali berada di urutan terbawah. Dia berhasil bertahan selama ini. Mungkin deskripsi Tokiwa soal dirinya sebagai "pekerja keras" ada hubungannya dengan hal itu.
"Aku tidak tahan dengan para gyaru dalam kehidupan nyata. Mereka menggunakan bahasa yang vulgar, mengejek anime, dan pastinya merendahkan orang-orang kayak kita... ...Dia benar-benar menyebalkan."
Nada bicara Anayama agak lebih keras ketimbang biasanya, yang membuatku menggeliat.
Hmm... ...Aku penasaran, apa ia menyimpan dendam pada Katsunuma, tetapi enggan mengungkapkannya. Itu memang tidak cocok buat orang kayak Anayama...
"Ah, selamat pagi, Ketua Kelas."
Saat aku sedang berpikir, sapaan Tokiwa datang melalui pintu masuk tepat di sebelah kami.
Aku melirik arlojiku dan melihat bahwa sudah hampir waktunya bel masuk berbunyi.
"Selamat pagi, Tokiwa."
"Ah, kamu juga, Anayama! Nyanpasu~*"
(TL Note: Sapaan khas Miyauchi Renge dari serial manga Non Non Biyori.)
"Ah, Tokiwa-shi. Nyanpasu~"
Apa.
Barusan.
Itu?
Sapaan aneh yang secara alami keluar dari mulut Tokiwa begitu tidak terduga, sehingga membuatku terdiam.
"Oho, kamu baru saja selesai menonton, begitu ya. Bagaimana kamu menemukannya? Ini merupakan sebuah karya santai yang berlatar pedesaan yang tidak boleh kamu lewatkan, dan aku rasa ini akan sempurna buat kebutuhan Tokiwa-shi. Jadi?"
Anayama, wajahnya berseri-seri, menatap Tokiwa dan berbicara dengan cepat dan antusias.
"Ini luar biasa! Astaga, aku tidak dapat merasakan suasana santai itu!"
Tidak, tunggu, ini bukan waktunya buat berdiam diri.
Sebenarnya, apa yang ia maksud yaitu Tokiwa saat ia bilang kalau ia sedang melakukan penyebaran pada seorang pemula kemarin? S*alan, aku meremehkan kemampuan Anayama! Dalam waktu sesingkat itu, ia sudah menyeretnya ke dalam rawa-rawa!
Kalian dapat dengan mudah menghitung berapa kali mereka berdua berbicara satu sama lain di kelas dengan cara yang bersahabat di satu sisi. Belum lagi, ini merupakan pertama kalinya obrolan mereka membahas topik anime. S*alan, saat aku mengira tidak akan ada perubahan, ternyata ada!
Ngo-Ngomong-ngomong, tenanglah! Aku mesti mengirim sinyal "Darurat" ke Uenohara...!
Aku buru-buru mengetuk pintasan yang barusan aku buat dan memasukkan ponsel pintarku ke dalam saku kemejaku agar dialog mereka dapat terdengar di telepon.
"Aku rasa juga begitu!"
"Bukannya suasana yang tidak terlukiskan yang diwakili melalui kehidupan pedesaan yang sederhana itu benar-benar menyentuh hatimu?!"
"Iya, iya! Ini membawa kembali kenangan saat aku masih SD. Kami biasa pergi ke pegunungan atau bermain petak umpet di kuil pada waktu itu... ...Sungguh seru..."
"Ah, nostalgia! Aku itu anak kota yang tidak pernah mengalami hal kayak gitu, tetapi anehnya, aku dapat berempati!"
A-Apa yang mesti aku lakukan? Mereka tampak cukup bersemangat.
Ini merupakan sebuah kejanggalan, tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, kayak yang ditakutkan oleh Uenohara.
Bagaimana langkah tidak terduga Anayama akan memengaruhi seluruh situasi? Apa yang akan terjadi kalau obrolan ini berlanjut? Eum, eh... ...Ayolah, pikirkan, prediksikan...!
Ponsel pintarku bergetar saat itu juga.
Ini dia — Balasan dari Uenohara!
Mode hening dimatikan. Volume maksimal. Kontak musuh, mainkan, dan lari.
Eh?
Apa? Apa maksudnya?
"Dan, begini, meskipun ini cuma anime, namun entah bagaimana, anime ini terasa nyata. Ini mengingatkanku pada pedesaan Jepang yang indah..."
Sewaktu aku mendengarkan narasi Anayama dan menonaktifkan mode senyap, aku menerima berkas audio.
Apa? Apa kamu mau aku memutar ini?
Tidak, pertama-tama, apa itu "Kontak Musuh"?
"Seriusan, ini terlalu menjijikkan."
Tiba-tiba...
Sebuah suara yang penuh dengan amarah menyerbu kami.
"Tidak bisakah kamu lihat kalau kami semua agak tidak nyaman? Jangan bersikap brengsek soal hal-hal menjijikkan itu, dasar otaku."
Kontak musuh?
Ah! Itu dia! Jadi ini maksudnya!
Dalam keadaan yang tidak biasa ini, saat perubahan sedang terjadi, Katsunuma tidak diragukan lagi merupakan orang yang paling berbahaya...!
"Ah, eh..."
Anayama tampaknya telah kosong saat dihadapkan dengan kebencian kayak gitu, mulutnya tanpa suara membuka dan menutup.
Kelas jadi hening, dan perasaan tegang memenuhi ruangan.
"Dan sungguh lucu, kalau kamu mengangkat realisme dalam anime. Kalau memang begitu, mengapa tidak melakukannya dengan cewek dari anime yang kamu sukai? Menjauhlah dari dunia nyata!"
Dia tertawa mengejek dan melontarkan hinaan kasar pada Anayama, seakan-akan benar-benar meremehkannya. Tubuh Anayama menciut dan ia mengalihkan pandangannya dengan gelisah dari satu tempat ke tempat lain.
Ti-Tidak, aku mesti menghentikannya...!
Saat aku hendak bergerak, Tokiwa bereaksi lebih dulu, menggeser tubuhnya di antara Anayama dan Katsunuma.
"Tung-Tunggu, tunggu! Aku rasa aku sudah memintamu buat tidak bersikap kasar, Ayumi! Pertama-tama, akulah yang memanggilnya, dan—"
"Kamu juga, aku sudah memperingatkanmu berulang kali kalau kamu mesti lebih selektif dalam bergaul! Tidak ada gunanya jadi bagian dari kelompok b*jingan kayak gini!"
Katsunuma, yang tampak marah dengan bantahan itu, semakin mengerutkan kening dan berteriak dengan keras.
Ah, dasar bodoh! Tenanglah! Ini bukan waktunya buat bergerak sendiri! Jangan terbawa oleh ketidakberesan!
Bagaimanapun, aku mesti melakukan apa yang dibilang Uenohara...!
Saat mereka berdua berdebat, di samping mereka, aku segera mengeluarkan ponsel pintarku dan membuka berkas audio.
Aku mohon. Aku mohon, bekerjalah.
Putar ulang...!
Wiyu!
"Apa?"
"Hah...?"
Mata Katsunuma dan Tokiwa, atau lebih tepatnya, tatapan semua orang di ruangan itu, menoleh ke arahku.
Suara ini...
Sirene?
Putar dan larilah.
Putar... dan larilah.
"..."
"..."
E-Evakuasi! Evakuasi!
"Ah, larilah. Larilah!"
"Hah?!"
Dengan seluruh kelas yang berantakan, aku bergegas keluar kelas.
Aku berlari di sepanjang lorong, suara sirene meraung-raung dengan keras dan terus-menerus di latar belakang. Saat aku berjalan keluar dari gedung, aku dapat mendengar suara dari kelas lain yang semakin keras.
Sambil berlari, aku berpikir, "Tunggu, apa yang akan aku lakukan setelah ini?"
*
"Oke, lihat. Benar, situasinya sudah terselesaikan. Tetapi bukannya ada cara yang agak lebih baik buat melakukannya yang tidak membahayakanku?"
Waktu istirahat makan siang di atap.
Dengan raut wajah sedih, aku duduk di lantai sambil memegangi lutut.
"Jangan meminta hal yang mustahil. Tidak masuk akal buat mengirimiku panggilan darurat setelah melaporkan bahwa semuanya normal."
Uenohara sedang menyantap makan siangnya dengan ekspresi aneh di wajahnya. Ah, aku tidak dapat bilang apa-apa karena dia benar.
Pada akhirnya, aku menuntaskan masalah ini dengan menyatakan bahwa itu merupakan bunyi jam weker yang lupa aku matikan, tetapi sebagian orang mengiranya sebagai alarm yang sesungguhnya, dan sekolah pun jadi geger buat sementara waktu.
Meskipun itu merupakan kecelakaan yang tidak terduga, Toshikyo telah menceramahiku dengan ketat dan memberiku banyak tugas sebagai hukuman atas kebingungan yang aku sebabkan.
Torisawa, yang lewat di jalan, tertawa terbahak-bahak, sementara Kiyosato-san, yang tiba di sekolah kemudian, tersenyum kecut dan menawariku kata-kata penghiburan. Anggap saja tidak apa-apa kalau itu berakhir kayak lelucon dan lanjutkan hidup...
Uenohara menggigit nasi yang ditaburi sakura denbu dan menghela napas.
"...Astaga. Untung saja aku menyiapkan generator suara kemarin. Meskipun dengan cepat jadi tidak dapat digunakan."
"Makanya aku bilang padamu buat berhenti mengibarkan bendera..."
Kamu tidak dapat menghindari bendera kematian kayak gitu yang punya satu adegan malam di antaranya, loh.
Aku menghembuskan napas sebelum membuka mulutku.
"...Itu, bagaimanapun juga, sangat membantu. Terima kasih."
"Mm-hmm."
Uenohara menjambak segenggam rambut di belakang kepalanya dengan tangan kirinya, wajahnya datar.
Aku keluar dari sikap malu-maluku dan mengajukan pertanyaan.
"Meskipun begitu, kamu sangat cepat mengenali situasinya. Tidak banyak yang dapat dilakukan, bukan?"
Meskipun panggilan itu dijawab dengan cepat, yang mestinya dia dengar cuma olok-olok otaku antara Tokiwa dan Anayama. Itu jauh lebih sedikit informasi ketimbang yang aku dapatkan, meskipun aku ada di sana sejak awal.
"Meskipun aku tidak tahu secara spesifik, aku tahu kalau ada masalah, itu pasti dengan Katsunuma-san. Dia pasti akan turun tangan kalau Tokiwa-kun berbicara dengan orang yang tidak biasa ia ajak bicara. Itulah yang mengawalinya terakhir kali, dalam kasusku, bukan?"
"Ah, begitu ya."
Itu masuk akal.
Katsunuma sebelumnya telah memaksa masuk ke tengah panggung setelah Uenohara melakukan kontak dengan Tokiwa. Jadi, dia beranggapan kalau kali ini akan terjadi kasus yang sama, ya?
"Memang benar kalau polanya kali ini lebih mengarah pada serangan ke Anayama ketimbang menggangguku. Karena mereka berdua secara tidak terduga mulai berbicara satu sama lain dengan cara yang bersahabat, itu mustahil buatnya untuk bertindak sebagai tanggapan."
"Dan di samping itu, dia tampaknya sangat ketat pada orang-orang yang mendekati teman dekatnya."
Uenohara membuat pernyataan yang aneh sebelum menyeruput sebungkus teh lemonnya.
Tetapi tetap saja... ...Tokiwa dan Katsunuma.
"Sebenarnya, aku penasaran apa makna Tokiwa buat Katsunuma. Mengingat semua yang telah terjadi, itu tampaknya bukan reaksi yang sederhana buat seorang teman dari SMP yang sama."
"Kalau kamu memikirkannya dengan hati-hati, ada kemungkinan dia menyukai Tokiwa-kun."
"...Jadi begitukah?"
Jika memang benar begitu, aku hampir mau bilang padanya, "Beginilah mestinya kisah komedi romantis, jadi, maju dan berjayalah!" ...Tetapi, aku akan kagum kalau masalahnya dapat diselesaikan dengan cara kayak gitu.
"Tetapi, meskipun itu yang terjadi, itu tidak akan jadi alasan yang cukup buat bereaksi terhadap cowok..."
Uenohara tiba-tiba berhenti menggerakkan sumpitnya, lalu melanjutkan.
"Kalau begitu, dia mungkin terganggu dengan istilah 'pecundang'."
"...Kalau dipikir-pikir, dia sering bilang begitu padaku."
Aku tidak menghitung seberapa sering hal itu terjadi, jadi itu cuma sebuah kesan, tetapi aku sering mendengar dia bilang hal semacam itu.
Aku sudah menganggapnya sebagai istilah yang menghinaku, yang dia anggap sebagai musuh, tetapi apabila kalian mempertimbangkan, kalau seseorang kayak Anayama juga termasuk dalam kategori itu, maka situasinya pun berubah. Mungkin merupakan ide yang bagus buat mencari tahu makna kata itu dalam konteks ini.
Sementara aku memikirkan hal ini, Uenohara menepukkan kedua telapak tangannya dan meletakkan sumpitnya di atas bekalnya. Dia kayaknya sudah menghabiskan makanannya.
"Bagaimanapun, akan sangat berisiko kalau meninggalkan Katsunuma-san sendirian, bukan? Kita mesti merancang tindakan balasan secepat mungkin."
"Kamu benar..."
Buat saat ini, aku kira Anayama tidak akan mengambil tindakan yang jelas kayak gitu. Saat aku berbicara dengannya baru-baru ini, dia dalam mode penolakan penuh, dan bilang, "Aku tidak mau mendekati si j*lang, Katsunuma lagi."
Meskipun begitu, semua itu cuma memungkinkan buat menghindari masalah yang berkaitan dengan Katsunuma, dan ini merupakan kelemahan dari sudut pandang Rencana. Menjauh darinya akan membuat hal yang kecil jadi hal yang krusial.
Aku mengangkat kepalaku, bergumam "Hmm..." dalam hati.
"...Bolehkah aku minta tolong padamu, Uenohara?"
"Hmm?"
"Aku mau kamu mengevaluasi kembali latar belakang Katsunuma. Saat ini, kita cuma punya sedikit informasi."
Apapun yang kami lakukan buat mengatasinya, kayak yang aku duga, cara terbaik buat mengatasi masalah ini yaitu dengan memahami prinsip yang mendasari perilaku Katsunuma. Kalau ragu, lakukanlah investigasi yang mendalam.
Sejauh ini, Katsunuma telah mengambil tindakan mandiri dalam dua situasi — saat aku mencoba mengambil inisiatif di kelas, dan saat orang lain mendekati Tokiwa.
Di balik ini, tampaknya ada kombinasi dari beberapa faktor, termasuk permusuhan padaku dan Anayama — orang-orang yang termasuk dalam kategori yang dia sebut sebagai pecundang — dan beberapa perasaan pada Tokiwa.
Buat mengatasi hal ini, mungkin perlu kembali ke masa lalu dan mengumpulkan informasi dan data.
Uenohara membuka mulutnya, terkejut.
"Aku tidak keberatan mencari tahu, tetapi Kouhei... ...Aku kira kamu sudah mencari tahu semuanya."
"Aku juga sudah memberikan semuanya. Tetapi, karena kita tidak punya siswa-siswi lain dari SMP yang sama dengan mereka berdua, aku tidak dapat mendapatkan semua rinciannya."
Almamater mereka, SMP Shinomori Minami, yang juga dikenal sebagai SMP Shino-Nami, cuma punya beberapa siswa-siswi yang melanjutkan ke Kyou-Nishi. Meskipun kalian menghitung kelas sebelas dan dua belas, kalian dapat menghitung alumni di satu sisi, sehingga informasi soal mereka berdua terbatas pada apa yang mereka bilang.
"Bagaimanapun juga, itu Shino-Nami. Mereka tidak akan pernah datang ke sini."
Uenohara berbicara seakan-akan itu merupakan hal yang wajar.
"Ah, apa kamu tahu sesuatu?"
"...Ah, benar. Kamu tidak akan tahu, Kouhei, karena kamu orang timur."
Uenohara menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Meskipun ini merupakan prefektur yang sama, selalu ada perbedaan antara daerah lembah di mana Kyougoku-shi berada dan rumah orang tuaku di timur. Bahkan sampai hari ini, fenomena itu masih ada, dan aku pun masih kurang punya pengetahuan umum yang bukan merupakan bagian dari apa yang telah aku selidiki.
Lagipula, tempat-tempat yang kami kunjungi saat liburan tidak tumpang tindih. Kami malah pergi ke kota besar di sebelahnya karena lebih dekat.
"Cukup terkenal di sekitar daerah cekungan ini. Namun dengan cara yang buruk."
"Benarkah begitu?"
"Lagipula, di sana cukup liar buat sementara waktu."
Aha, begitu ya. ...Tidak mengherankan kalau cuma sedikit dari mereka yang melanjutkan ke sekolah kami. Apa jangan-jangan itu alasan perilaku nakal Katsunuma di pedesaan? Kayak yang sudah aku duga, aku merasa kalau kunci dari semua itu ada di suatu tempat di sana...
Bel berbunyi, menandakan berakhirnya jam istirahat makan siang.
Uenohara memasukkan bekal yang sudah selesai ke dalam tas serut kotak-kotak dan mengikatnya.
"Pokoknya, aku akan melakukan investigasi. Shino-Nami terkenal dengan ekskul olahraganya yang kuat, jadi aku akan bertanya pada teman-teman SMP-ku buat mendapatkan informasi lebih lanjut. Ini dapat memakan waktu."
"Tentu, maaf telah merepotkanmu."
"Kouhei, bagaimana denganmu? Apa ada sesuatu yang telah direncanakan?"
"Aku akan bersiap-siap buat Ajang berikutnya. Lagipula, waktunya sangat spesifik, dan tergantung pada cuaca. Beberapa investigasi akan sangat ideal sehingga semuanya siap buat dilakukan."
"Ah?"
Aku berdiri dan menepuk pinggulku.
"Aku akan membutuhkan bantuanmu buat hal itu juga pada suatu saat nanti. Aku akan menambah jumlah irisan kue, jadi tolong bantu aku."
"Kalau begitu buatlah itu jadi satu kue utuh."
"Apa menurutmu itu sudah keterlaluan?"
Apa dia tahu makna kerendahan hati...?
*
Beberapa hari kemudian.
Setelah selesai makan, aku duduk di bangku dekat jendela dan mengobrol dengan teman sekelas (dan mengumpulkan informasi). Saat ada jeda dalam obrolan, aku melihat ke luar jendela.
Langit tertutup awan tebal, dan tidak ada warna biru yang tampak. Malahan, sang surya pun tidak muncul selama beberapa waktu.
Menurut prakiraan cuaca pagi ini, musim hujan akan dimulai besok, dan cuaca buat pekan ini akan jadi urutan yang luar biasa dari hujan, hujan, dan hujan.
Mungkin sudah waktunya buat ajang berikutnya.
Aku sudah mendapatkan gambaran umum mengenai kecenderungan perilaku teman sekelasku melalui investigasi awal. Meskipun aku lebih suka lebih banyak sampel, namun tenggatnya yaitu akhir pekan ini, jadi kompromi mesti dilakukan.
Setelah hal itu diputuskan, hal pertama yang mesti aku lakukan yaitu memesan tempat latihan.
Aku mengeluarkan ponsel pintarku dan mencari "Reservasi Gimnasium Akanegaoka."
Mari kita lihat, tanggal reservasi yang tersedia yaitu...
"Tolong, Ketua Kelas, minggirlah."
Tiba-tiba, aku mendengar suara seorang cewek dari belakangku.
Hmm, jadi dia sudah kembali, bukan?
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menghalangi."
Aku melangkah ke samping, menjauh dari tempatku berdiri di depan bangku orang tersebut.
"Tidak apa-apa."
Dia menjawab sambil melambaikan satu tangannya. Mungkin agak blak-blakan, tetapi lugas dan sama sekali tidak menyinggung.
Dia merupakan target penaklukan berikutnya — karakter sampingan bernama Koizumi Ao. Sosok sentral dari "Kelompok Ekskul Olahraga," yang terutama terdiri dari anggota ekskul olahraga putri.
Koizumi-san duduk di bangku yang sudah aku kosongkan dan dengan cepat menyibak poni pendeknya ke samping.
Aku sudah menunggunya kembali, karena dia selalu makan siang di luar bersama teman-teman ekskulnya.
Mungkin sudah waktunya buat "Bagian Komunikasi," dan beberapa pertanda buat ajang berikutnya.
Aku membaca informasi dari Catatan Teman-Teman di kepalaku sebelum memanggilnya.
Koizumi Ao. Siswi nomor absen 13. Anggota Ekskul Bola Tangan. Bakat Kisah Komedi Romantis D.
Sosok yang tinggi dengan tubuh ramping dan rambut pendek. Seorang cewek anggota ekskul olahraga dengan mata yang tajam dan sipit serta sikap yang keren.
Dia jarang berbicara banyak, yang membuatnya tampak jutek, tetapi di dalam, dia merupakan seorang cewek yang berapi-api. Saat sesuatu melibatkan kompetisi, kepribadiannya berubah. Dia lebih menyukai hal-hal yang tidak rumit dan membenci hal-hal yang sulit atau membosankan.
Dia juga merupakan Kapten Tim Bola Tangan di SMP. Saat ini dia menjalankan ekskul menggantikan siswa-siswi kelas sebelas, yang pada awalnya cuma sedikit.
Kayak yang biasanya terjadi pada ekskul olahraga, ekskul lebih diutamakan buatnya, dan dia tidak tertarik dengan apa yang terjadi di kelas. Namun, dia merupakan titik fokus dari siswi-siswi anggota ekskul olahraga. Dia merupakan seorang pemimpin yang luar biasa, tetapi tidak kayak dalam ekskul, dia tidak menunjukkan kualitas kayak gitu di kelas.
Selain itu, dia tampaknya tidak menyukai Katsunuma, dan meskipun dia tidak secara langsung berselisih dengannya, dia menghindarinya kalau bisa.
Akhir kutipan dari Catatan Teman-Teman.
Persahabatanku dengan Koizumi-san tidak baik atau buruk. Kami mungkin berbicara saat bertemu, tetapi hubungan kami tidak ada yang istimewa.
Bakat Komedi Romantis-nya juga rendah di D, jadi tidak ada alasan buatku untuk melatihnya secara proaktif. Kalau ada sesuatu kayak Bakat Semangat Juang atau Bakat Bertempur, dia akan dengan mudah mendapatkan nilai A.
Oke, ini dia.
"Aku jadi teringat sesuatu, Koizumi-san. Aku dengar akan ada pertandingan eksibisi dengan SMA Tsukiyama sebentar lagi."
"Hah? Iya, itu benar."
Dia menatapku dengan ekspresi "Mengapa tiba-tiba?" di wajahnya.
Iya, aku memang jarang berbasa-basi dengannya kayak gini. Mustahil buat menghindari kesan kalau itu agak tidak pada tempatnya.
"Sebenarnya, mengapa kamu tahu soal itu, Ketua Kelas?"
"Ah, aku kenal beberapa orang dari Ekskul Bola Tangan Tsukiyama. Mereka memberi tahuku soal itu."
Pada kenyataannya, itu merupakan informasi yang aku dapat dari "Saotome Folk" di kelas lain, tetapi aku rasa dia akan lebih tertarik kalau aku menyebutkan nama musuh.
"Benarkah? Kamu punya hubungan dengan Tsukiyama?"
Dia tersenyum tegas sambil membalikkan separuh tubuhnya ke arahku dan meletakkan siku di sandarannya.
Bingo. Dengan Koizumi-san, akan lebih mudah buat berkomunikasi dengannya kalau kalian menganggapnya sebagai karakter dalam manga olahraga saat menyerang.
"Tim mereka itu kekuatan yang mesti diperhitungkan. Apa kamu pikir kalian dapat menang?"
"Kami jelas bermain buat menang, loh? Beri tahu temanmu kalau mereka akan kalah."
Mata sipit Koizumi berbinar bagaikan mata elang, dan sudut mulutnya terangkat. Tidak diragukan lagi, ini bukanlah wajah karakter dalam kisah komedi romantis. Efek suara latar belakangnya akan lebih mirip kayak "Gogogogo" atau "Zuzuzu."
"Kamu cuma tertarik pada ekskul saat ini, kaydak yang sudah aku duga."
"Hah? Apa maksudmu?"
"Jadi, aku sedang mempertimbangkan kegiatan kerja bakti yang akan datang. Menurut para senpai kita, kegiatan itu akan cukup meriah, dan akan ada aspek pertempuran, jadi aku yakin itu akan menarik."
Aku langsung melanjutkan dan menunggu reaksinya.
Koizumi-san mengerutkan keningnya dengan marah dan melambaikan tangannya.
"Ini bukan soak ketertarikan, hanya saja bermain-main bukanlah sifatku. Kalau kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, aku akan ikut serta buat menang, tetapi kalau serius itu akan membuang-buang waktu."
Kalau semua orang serius, aku akan bergabung, tetapi kalau tidak, aku tidak tertarik. Di situlah poin Ketegasan dipertimbangkan. Mungkin pada akhirnya, hal ini bergantung pada suasana, atau dia tidak punya keinginan buat mengambil inisiatif.
Meskipun begitu, kehadirannya begitu berdampak, sehingga semua orang terpengaruh oleh tindakannya. Dia akan jadi orang yang sangat andal kalau saja dia lebih bertanggung jawab.
"Aku sangat senang dengan hal ini, tetapi... ...Kalau kamu mau serius, Koizumi-san, mengapa kamu tidak membantu kami semua buat ikut serta?"
"Aku akan menyerah buat itu. Atau, lebih tepatnya, tidak ada gunanya melakukannya kalau itu merupakan sesuatu yang diperintahkan padaku."
Dia berbalik menghadap ke depan setelah bilang begini, seakan-akan menandakan akhir obrolan.
Hmm, begitu meyakinkan Koizumi-san memang hal yang mustahil. Aku rasa tidak ada cara lain yang dapat aku lakukan buat orang ini.
Buat menaklukkannya, aku mesti melaksanakan Ajang sesuai rencana.
"Euh. Jadi kamu mencoba berteman dengan ekskul olahraga sekarang, Senpai? Bukannya itu memalukan?"
Aku menghela napas dalam hati, saat komentar kayak gitu terdengar dari pintu ruang kelas. Suasana di dalam kelas jadi kabur, dan volume obrolan semua orang agak menurun.
S*alan kamu, Katsunuma. Jadi kamu sudah kembali.
Aku melihat Katsunuma memimpin kelompoknya masuk ke dalam kelas sambil menggunakan teknik penglihatan periferal buat menghindari deteksi.
Satu ucapan tadi merupakan akhir dari segalanya, dan dia tidak punya rencana buat turun tangan secara langsung. Apabila tindakanku melibatkan Tokiwa, dia tampaknya jadi lebih proaktif.
"Permainan curang semacam itu yang paling menjengkelkan."
Ah, mereka tetaplah bagaikan kucing dan anjing, bukan? Bagaimanapun juga, mereka tidak akur, tidak peduli bagaimana kalian melihatnya. Mereka berdua agresif, meskipun berada pada vektor yang berbeda.
Dengan mengingat hal itu, aku melanjutkan proses reservasi yang sempat terhenti.
*
"Jadi, maksudmu olahraga merupakan tema Ajang ini?"
"Itu benar. Kamu mesti mengadu otak berotot dengan otak berotot, dan memaksa kompetisi olahraga dengan tipe orang kayak gitu merupakan metode yang paling sederhana."
"Apa itu caramu memikirkan hal ini?"
Uenohara memantulkan bola voli di tangannya ke lantai.
Kami berada di Taman Olahraga Akanegaoka, yang berjarak sekitar 10 menit bersepeda ke arah utara Kyou-Nishi.
Kami berkumpul di gimnasium kecil di sini sepulang sekolah buat mempersiapkan diri menghadapi "Ajang Penaklukan Kelompok Ekskul Olahraga," yang juga dikenal sebagai "Ajang Pertempuran Bola Voli."
"Aku penasaran apa yang sedang terjadi saat kamu tiba-tiba mengirim pesan padaku dan bilang, 'Temui aku di Akanegaoka dengan jersimu. Hal itu muncul begitu saja."
Dia telah berganti dengan jersi lengan pendek saat kami bertemu. Dia berada dalam mode latihan yang sempurna, dengan rambutnya dikuncir kuda di bagian atas.
"Maaf, tetapi hari ini merupakan satu-satunya waktu kosong yang tersedia. Begini, aku mau masuk ke lapangan paling tidak sekali sebelum pertandingan yang sebenarnya."
Aku telah mempersiapkan ajang ini saat Uenohara sedang menyelidiki Katsunuma, jadi tidak ada waktu buat berkoordinasi sebelumnya.
Taman Olahraga Akanegaoka merupakan fasilitas olahraga yang dikelola oleh pemerintah kota, dan orang-orang dari luar kota dapat menyewa gimnasium kalau mereka melakukan reservasi. Karena biaya pemakaiannya masuk akal, tempat ini masuk ke dalam daftar Catatan Tempat-ku buat ajang yang berhubungan dengan olahraga.
"Sebenarnya, aku punya banyak pertanyaan buatmu..."
Uenohara menangkap bola yang memantul dan memegangnya di bawah lengannya.
"Kamu bilang menggunakan jam pelajaran Penjasorkes, tapi bukannya sekarang ada atletik? Dan pekan depan akan ada pelajaran dansa."
"Benar. Tetapi, pada hari hujan saat kita tidak dapat bermain di lapangan, bukannya kita dapat melakukan lari ketahanan di gimnasium? Aku berniat memanfaatkan waktu yang tersisa setelah itu."
"Benarkah? Aku tidak tahu karena tidak pernah turun hujan selama jam pelajaran Penjasorkes kami sebelumnya."
Hmm, begitu ya.
Di sekolah kami, dua kelas digabung buat jam pelajaran Penjasorkes. Kelas X-C di sebelah punya jadwal yang sama dengan kelas kami, tetapi Kelas X-E punya hari dan waktu yang berbeda, jadi itu memungkinkan.
"Memangnya ada waktu buat bermain-main? Bukannya ini jam pelajaran reguler?"
"Ini disebut lari ketahanan, tetapi kamu akan selesai setelah sepuluh putaran di gimnasium, jadi ini cukup enteng. Mereka yang berada di ekskul olahraga dapat melakukannya dengan cepat, dan karena waktu tambahan diperlakukan sebagai waktu luang, aku kepikiran buat memanfaatkannya. Lagipula, tidak ada pengawasan dari guru."
Agaknya, karena ini bukan bagian dari kurikulum asli, guru yang bertanggung jawab cuma hadir di awal dan akhir dan tidak melakukan apapun, kayak meluangkan waktu ataupun memverifikasi penyelesaiannya. Dengan kata lain, kalian cuma perlu berada di gimnasium di awal dan akhir sesi olahraga, sehingga kalian dapat menggunakan waktu di sela-sela itu dengan bebas.
Mereka yang tidak suka berolahraga biasanya kembali ke gedung sekolah buat menghabiskan waktu, kayak Anayama dan yang lainnya di ekskul budaya. Mereka yang senang beraktivitas biasanya tetap berada di gimnasium dan berkeringat dengan berolahraga.
Koizumi-san termasuk dalam kelompok yang terakhir, sedangkan Kelompok Katsunuma, yang merupakan faktor risiko, termasuk dalam kelompok yang pertama.
"Menurut penelitian awal, mayoritas cowok bermain bola basket dan mayoritas cewek bermain bola voli. Tetapi ada terlalu banyak kesenjangan gender dalam bola basket."
"Jadi, makanya kamu memilih bola voli."
Uenohara menggerakkan lengannya dalam bentuk penerima dan menyulap bola ke atas dan ke bawah saat dia berbicara.
Orang yang dapat melakukan hal-hal kayak gitu secara alami juga akan punya refleks yang bagus. Itulah yang aku harapkan.
"Ada juga peraturan buat pertandingan bola voli campuran. Aku mempertimbangkan buat menggunakan itu sebagai acuan buat menantang Koizumi-san dalam sebuah pertandingan hidup mati."
"Bukankah pertandingan hidup mati itu jenis genre yang berbeda?"
"Wah, itu merupakan tsukkomi yang sangat mirip otaku. Kerja bagus."
"...Seriusan? Itu buruk. Aku mesti waspada."
Uenohara menarik napas dalam-dalam dengan mulai seakan-akan buat menenangkan diri.
Mengapa kamu jadi begitu tertutup? Itu merupakan hal yang bagus, loh. Kamu semakin dekat dengan kebahagiaan.
"Jadi, apa rencanamu buat pertandingan nanti?"
"Aku berencana buat memasukkan syarat bahwa kalau aku menang, mereka mesti ikut serta dalam kegiatan kerja bakti. Aku telah melakukan beberapa pertanda ringan tadi siang saat makan siang, jadi aku akan menyusun skenario yang dibangun berdasarkan hal itu."
"...Apa itu akan baik-baik saja?"
Uenohara bergumam pada dirinya sendiri sambil mengerutkan alis matanya.
Iya, itu jelas merupakan tampang "Kamu tidak bisa berolahraga, bukan?".
"Kamu kalau akan buruk kalau kamu kalah, bukan?"
"Aku tidak mau kalah."
Aku langsung menjawab.
"Hmm... ...Kamu cukup yakin, bukan? Apa kamu benar-benar jago bermain bola voli?"
"Aku seorang pemula."
"Kalau begitu, apa kamu berniat buat mengadakan sendiri dengan Kelompok Teman?"
"Tidak, aku akan mendelegasikan pemilihan tim pada pihak lawan. Lagipula, kalau aku memperkeruh suasana dengan bilang sesuatu kayak, "Pilih siapapun yang kamu mau, aku akan menang dengan tim mana pun," dia akan lebih cenderung menerima tantangan itu."
"...Bukannya itu mustahil?"
Uenohara menatapku seakan-akan aku telah bilang sesuatu yang gila.
Itu tidak mustahil.
"Kalau kita tidak punya cukup orang, pertandingan tidak akan berlangsung, jadi kita membutuhkan paling tidak sepuluh orang cowok dan cewek. Bagaimanapun, aku tidak akan menyerah tanpa perlawanan."
"Oke... ...Kamu akan melewati ini dengan trik murahan, kayak yang kamu lakukan dengan undian, bukan?"
"Apa kamu bilang 'trik murahan'?"
Sulit buat mengetahui apa dia memujiku atau tidak.
"Selain itu, jangan beranggapan kalau aku akan melakukan sesuatu. Aku cuma akan memberikan yang terbaik."
Aku selesai memasang jaring, mengabaikan Uenohara yang masih kebingungan.
"Mestinya tidak apa-apa. Pertama dan terutama, tolong ajari aku cara melakukan lonjakan."
"...Tunggu sebentar. Mengapa kita mesti mulai dari sana?"
Uenohara berhenti sejenak seakan-akan pemikiran itu tidak terpikirkan olehnya.
"Bukannya sudah aku bilang kalau aku ini seorang pemula? Aku tidak pernah bermain bola voli di luar jam pelajaran Penjasorkes."
"Tetapi itu sama saja buatku."
"Ini akan baik-baik saja. Tujuanku yaitu agar dapat melakukan servis, menerima, dan melempar kayak kebanyakan orang. Karena peraturan melarang servis lompat, maka latihanmu tidak perlu sampai sejauh itu."
"Apa kamu mendengarkan?"
Uenohara memantulkan bola ke lantai.
"Tidak bisakah kamu bertanya pada Tokiwa-kun? Dia jago dalam olahraga secara umum, bukan cuma bola basket, bukan?"
"Benar, aku memang lebih suka Ajang Latihan yang ramah dengan Kelompok Teman. Tetapi, tidak ada waktu buat menyiapkan 'pengaturan' resmi buat ajang bola voli, dan semua orang sudah disibukkan dengan ekskul sepulang sekolah, jadi mau bagaimana lagi."
Pada dasarnya, waktu yang dimiliki oleh para karakter utama sangat terbatas. Sudah sulit buat menjadwalkan sesuatu kayak Ajang Pulang Sekolah Bersama, tetapi situasinya membuatnya lebih sulit buat mengumpulkan semua orang buat ajang yang membutuhkan banyak waktu, kayak latihan hari ini. Ada juga pertanyaan, bagaimana kalau aku akan menyimpan jenis ajang itu buat Festival Olahraga.
"Kayak yang aku bilang, apa gunanya bertanya pada seorang amatir lainnya kayak aku?"
"Paling tidak, kamu pasti lebih jago ketimbang aku. Kamu mungkin juga jago mengajar."
"Kamu tidak mendasarkan hal ini pada apapun, bukan?"
"Tetapi, tentu saja, aku melakukannya. Kamu itu, bagaimanapun juga, Uenohara."
"Hah?"
"Apapun yang tidak dapat aku lakukan, kamu dapat melakukannya buatku. Bukannya itu benar, Kaki Tangan?"
"..."
Buat memulainya, dia mewujudkan lambang dari seorang manusia super yang serba bisa. Dia tampak mampu melakukan teknik investigasi yang membutuhkan waktu satu tahun buat menyempurnakannya, jadi aku yakin dia tahu satu atau dua hal soal bola voli.
Setelah beberapa kali mengedipkan mata, Uenohara meraih rambutnya yang dikuncir ekor kuda, dan menyibakkannya ke samping dengan ekspresi gelisah.
"...Astaga. Menurutmu manusia itu sebenarnya kayak apa?"
Lalu, dengan mendesah kecil, dia melempar bola ke arahku dengan kuat.
"Aku akan memperingatkanmu sebelumnya kalau aku bukan ahlinya. Aku cuma dapat membuat sesuatu yang tampak kayak aslinya."
"Tidak apa-apa. Aku juga tidak jago berolahraga. Tidak usah khawatir, aku tidak melompat dengan mata tertutup atau menyerang wajahku."
"Tidak ada yang melakukan itu."
"Begini, ada orang di dunia kisah komedi romantis yang melakukannya."
Namun, kalau aku merupakan makhluk kecil kayak ikan kecil, aku mungkin dapat mengatur acara yang lebih menarik...
Uenohara menghela napas, lalu berbalik dan berjalan, wajahnya datar.
"...Pokoknya, aku akan mencobanya. Jaga bolanya tetap di tempatnya."
"Oke~."
Aku langsung setuju dan berlari ke net.
Uenohara mengambil bangku di tengah sisi kanan lapangan dan merentangkan tangannya ke kiri dan kanan secara bergantian. Dia lalu melompat-lompat di tempat.
Ah, persis kayak aslinya. Latihan pemanasan itu membuatnya terasa kayak seorang atlet sungguhan. Atau, lebih tepatnya, dia dulunya merupakan anggota Ekskul Atletik. Itulah yang terjadi.
"Aku siap."
Uenohara mengangguk, jelas sudah siap.
Aku membuat gerakan melempar bola dengan keras.
Uenohara berlari ke arahku, langkahnya membentuk ritme yang bagus.
Gerakan kaki yang halus dengan gerakan lengan yang luwes.
Uenohara melompat ke udara dengan suara ketukan ringan.
"Heup!"
Pukulan lonjakan itu mengenai bola tepat di tengah dan menusuk ke lapangan lawan.
"Fiuh... ...Aku senang dapat memukulnya."
Dia mendarat dengan mulus di atas kakinya dan dengan cepat merapikan poninya yang kusut.
"...Bukannya kamu agak terlalu jago dalam hal ini?"
Tidak, aku tahu kalau dia mampu, tetapi tetap saja. Bukannya tinggi badan dan kekuatan lompatannya sebanding dengan lompatan seorang profesional? Meskipun kami berdua amatir, bukannya perbedaan kami mirip dengan perbedaan antara pemain bola voli dan ibu pemain bola voli?
Kalau kamera diputar ke belakang, perutnya pasti akan tampak. Tetapi tidak dari sisiku...
"Aku menerapkan pengalaman lompat tinggiku pada gerakan melangkah. Dari masa kelas tujuh SMP-ku."
"Ah..."
"Dan buat gerakan lengan, aku membayangkan sebuah smes bulu tangkis. Aku juga pernah mencoba-coba hal itu."
"Be-Benar..."
"...Tetapi aku rasa ini cukup normal. Apa itu benar-benar mengejutkan?"
Uenohara memiringkan kepalanya dengan keheranan yang tulus.
A-Aku tidak akan kalah! Tunggu saja, aku akan menebus perbedaan dalam bakat spesifikasi dengan banyak latihan!
*
Otot-ototku terasa pegal-pegal karena latihan khusus dari Uenohara.
Hujan turun sepanjang hari, sesuai dengan ramalan cuaca.
Hari H "Ajang Pertandingan Bola Voli" akhirnya tiba.
"Aku sudah selesai..."
Aku menyelesaikan putaran terakhirku dan mengelap keringat di wajahku dengan handuk sambil mengatur napasku.
Aku berlari lebih cepat ketimbang yang semestinya karena aku mesti mengumumkan ajang tersebut sebelum ajang dimulai.
"Ah, kerja bagus."
Tokiwa meminum minuman olahraga dengan santainya.
Mayoritas anggota ekskul olahraga telah menyelesaikan lari mereka, dan mereka semua tampak tenang.
Tetapi aku juga telah berlari setiap hari... ...Jadi aktivitas fisik yang diberikan oleh latihan kebugaran tidak dapat bersaing dengan atlet yang aktif, ya?
TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga:
• Jaku-Chara Tomozaki-kun Light Novel Jilid 1 Bahasa Indonesia