Bab 162Sensitif
Sehari sebelum Festival Budaya dimulai, tidak ada jam pelajaran di kelas dan hari ini difokuskan sebagai hari persiapan untuk Festival Budaya. Meskipun kelas kami, Kelas X-C, menggunakan ruang kelas kami untuk persiapan ajang kompetisi teka-teki, tetapi seluruh sekolah digunakan untuk Festival Budaya. Seluruh siswa-siswi dan warga sekolah bergotong royong dalam memindahkan bangku dan meja ke gimnasium dan lokasi lainnya.
"Ekskul Drama itu memang sangat luar biasa. Mereka dapat menciptakan panggung."
"Biasanya, mereka tidak punya Pengarah Seni kayak yang ada di stasiun televisi. Mereka mesti menyiapkan segalanya sendiri, termasuk lampu dan mikrofon, untuk memainkan peran."
Aku jadi mengetahui soal situasi Ekskul Drama saat aku membantu-bantu Panitia Pelaksana Festival Budaya. Meskipun saat itu tengah musim gugur, cowok-cowok melupakan betapa dinginnya suhu cuaca saat ini dalam waktu singkat, karena sebagian besar tugas melibatkan pengangkutan barang-barang. Meskipun kami telah menyelesaikan sebagian besar tugas kami, tetapi saat kami kembali ke ruang kelas, siswa-siswi itu, termasuk juga aku, menjatuhkan diri dan berguling-guling di lantai sambil mengenakan kaus hitam mereka.
"Kayaknya agak menyegarkan saat aku melihat Sajocchi dalam balutan hitam..."
"Jangan bilang begitu padaku seakan-akan aku berkulit hitam."
"Sajocchi berkulit gelap."
"Hmm, sudah lama sekali kamu jadi agak kurang kerjaan, bukan?"
Saat aku bersandar dinding karena terlalu lelah untuk memperhatikan cewek-cewek, Ashida, yang mengenakan seragam musim gugurnya dan kain rajutan kuningnya, menghampiriku dan mulai berbasa-basi padaku tanpa usaha apapun. Dia menyodorkan jarinya ke pinggulku sambil mengatakan sesuatu yang tidak terlalu penting. Di sana, ada Hashimoto, Manajer Ekskul Bisbol, memberikan handuk tangan pada Yasuda, yang juga anggota Klub Bisbol, yang sedang lelah dan menyebarkan getaran romantis sambil bilang, "Kerja bagus!". Hei, ini sangat menyeramkan, ah!
Natsukawa sedang pergi ke rapat Panitia Pelaksana Festival Budaya dan aku yang bukan anggota kayak dia, ditinggalkan di sini untuk mengerjakan tugas persiapan untuk kelasku. Di sana, ada Ishiguro-paisen, Pangeran Dunia Drama di Siang Hari, jadi mestinya tidak akan ada masalah. Tidak, pada kenyataannya, Gou-senpai memang tampak punya penampilan kayak gitu... ...Ia memang tampaknya cocok berperan sebagai detektif yang baik, tetapi ia juga tampak kayak ia dapat berperan sebagai penjahat, ia memang tampak kayak ia itu orang yang tegas, tetapi ia juga tampaknya ia akan berselingkuh dengan nyonya rumah.
Ashida (sering) mengeluh padaku soal kurangnya bahan-bahan makanan Natsukawa. Dasar kamu ini...! Tentu saja aku yakin kalau aku juga masih belum punya cukup...! Itu bagus, bukan, buatmu, kalau Natsukawa ada di sini, kamu mungkin akan langsung melompat ke arahnya! Sedangkan aku dapat aku lakukan untuk mengisi persediaan energiku cuma dengan aroma yang tersisa setelah Natsukawa lewat...!
Meskipun menurutku itu gila, keyakinanku tampaknya sudah membuat Ashida gugup. Sejak kami berdua membicarakan hari ulang tahun Natsukawa, Ashida sama sekali tidak bertanya lagi padaku soal kado ulang tahun. Aku tidak dapat melupakan raut wajahnya saat itu. Cewek itu pasti merahasiakannya karena itu hal yang tabu. Apa tidak apa-apa begitu? Silakan gunakan pendapatku sebagai rujukan.
"Hei, lihat, lihat! Saat kamu menekan tombol ini, belnya akan berbunyi dan terdengar kayak suara 'ping-pong'! Bukannya itu hebat?"
"Ah. Apaan itu? Itu kayak topi yang dapat diangkat dengan tanda tanya saat disambungkan."
"Memang itu dapat diangkat, tetapi kekuatan dari gaya itu akan memisahkan seluruh topi dari kepalamu. Aku memasang tali pengikat leher dan mencobanya, dan ternyata itu menjijikkan jadi aku melepasnya."
"Itu sangat menakutkan."
Jumlah peserta kontes teka-teki ini dibatasi cuma untuk lima orang peserta dalam satu waktu, jadi pesertanya yang diasumsikan anak-anak yang datang ke SMA kami. Melukai leher seseorang dalam kontes teka-teki cuma akan jadi satu-satunya masalah besar. Itu benar, tindakanmu sudah benar untuk melepasnya.
"Kalau begitu, pertanyaannya akan aku ajukan pada Sajocchi."
"Mengapa tiba-tiba kamu ngomong begitu?"
Ashida tiba-tiba mau mengajukan pertanyaan saat kami sedang duduk-duduk, setelah kami menyelesaikan tugas kami lebih dulu. Sebenarnya, ini merupakan tren terkini di kelasku. Cewek-cewek khususnya punya tugas menyiapkan teka-teki, jadi mereka punya banyak sekali persediaan teka-teki. Aku mungkin telah menjawab paling tidak 20 pertanyaan dalam beberapa hari terakhir, dan pikiranku pasti terasa lembut dan fleksibel saat ini.
"Ajang macam apa itu yang mengharuskanmu ciuman seribu kali?"
"Ci-Ci-Ci-Ci-Ciuman seribu kali...?"
"Tidak, kamu terlalu gugup. Jangan menatapku dengan mata kaget kayak gitu, kamu membuatku takut, loh."
Tidak, aku pasti terlalu terkejut dengan pertanyaan itu bahkan sebelum aku memikirkan jawabannya. Aku jadi merasa gugup. Ini merupakan ajang kejutan bahkan untuk ItteQ*. Bahkan orang yang paling memeriahkan Festival Budaya ini pun akan memberikan tanggapan, "Eh!!?", kita akan tahu itu saat kita melihatnya. Aku tahu itu pertanyaan andalan yang sangat berbahaya.
(TL Note: ItteQ merupakan sebuah acara varietas dan kuis di NTV, salah satu serial televisi di Jepang.)
"...Memangnya ini di Amerika Serikat?"
"Tidak, ini merupakan teka-teki. Tidak ada lokasi atau semacamnya. Ini tidak kayak ajang di Klub Amerika Serikat atau semacamnya."
Aku rasa itu memang tidak mungkin terjadi di Jepang, hal ini mungkin saja terjadi di Amerika Serikat, di mana kemungkinannya tidak terbatas. Negara itu akan berkembang sejauh mungkin kalau memang itu mungkin dilakukan oleh kekuatan manusia.
"Seribu kali... ...Seribu kali... ...Seribu kali? Ciuman seribu kali?"
Astaga... ...Biasanya aku dapat memikirkan sesuatu yang agak lebih pintar, tetapi aku sangat gugup sampai-sampai aku tidak dapat memikirkan apapun secara jernih. Aku membayangkan bibirnya yang saling menempel yang tampak kayak kain lap yang diperas dan ada sekrup di dalamnya.
"Baiklah, ini petunjuknya. Apa lagi yang disebut ciuman selain itu?"
"Kecupan bibir?"
"Eh, kamu menjijikkan."
"Mengapa, sih?"
Bukannya kamu yang menanyakan itu padaku? Eh? Ciuman kalau diterjemahkan secara bahasa itu kecupan bibir, bukan? Atau, dalam istilah Eropa-nya, baiser? Aku tidak salah dengan itu, bukan? Tidak ada alasan buat aku disebut menjijikkan, bukan? Itulah cara Ashida untuk menyapaku, bukan?
Tenanglah. Kecupan bibir, baiser... ...Seribu kali. Eh, itu dilakukan sebanyak seribu kali? Tidak, frekuensinya itu terlalu di luar nalar sampai-sampai aku tidak dapat berpikir secara jernih. Bahkan seorang cowok pencium pun akan menyerah di tengah jalan. Aku rasa bibirku akan jadi hitam karena terlalu banyak ciuman.
"Beri aku petunjuk lagi."
"Eh, masih butuh lagi? Pertanyaan ini cukup mudah bahkan untuk ukuran seorang anak-anak."
Jangan bilang kalau ini merupakan ajang di mana mereka diharuskan ciuman sebanyak seribu kali pada anak-anak. Bagaimana kalau mereka percaya kalau ini bukan cuma sekadar teka-teki, tetapi itu benar-benar ada di dunia nyata? Dari sudut pandang Natsukawa, ini jelas merupakan teka-teki yang tidak boleh dilakukan. Tidak, tunggu dulu, seandainya kalian merupakan Kakak dengan Kasih Sayang Abadi — atau singkatnya Kadek Saya — pada level Natsukawa, dia mungkin mengharapkan bantuan dari Airi-chan. Iya, aku mau dia melakukan itu.
"Ka-Kalau begitu... ...suara macam apa yang terdengar dan dihasilkan saat kalian ciuman?"
"Suara ciuman itu... ...kayak apa?"
Eh, suara ciuman itu kayak apa... ...Aku sedang memikirkan sesuatu kayak sentuhan lembut satu sama lain. Bukannya kita tidak dapat menghasilkan suara dengan ciuman selevel itu? Katamu barusan ciuman dapat menghasilkan suara...? ...Yang dapat aku pikirkan cuma sesuatu yang dapat digambarkan secara gamblang. Eh? Apa cuma aku yang hati kayak orang dewasa? Memangnya aku sudah jadi orang dewasa...?
"Hei, ada apa dengan tatapan dan wajah yang agak malu-malu begitu? Dan ada sesuatu yang membuatku juga jadi agak merasa malu! Padahal aku cuma memberimu petunjuk!"
"Jadi, kalau begitu, sesuai dengan petunjukmu, memangnya ciuman macam apa yang menghasilkan suara?"
"Ha-Hah? Bukan begitu maksudku. Dasar kamu mesum sekali, Sajocchi!"
"Tidak, tidak, Ashida yang bilang begitu lebih dulu, bukan?"
"Efek suara! Itu cuma efek suara! Mana mungkin sebuah teka-teki bisa sangat realistis kayak gitu?"
"Mestinya kamu bilang begitu sejak awal, aku jadi sudah membayangkan hal yang tidak-tidak!"
"Hentikan itu! Aku juga jadi membayangkannya, loh!"
Meskipun kami cuma teman yang sering bercanda satu sama lain, itu tetaplah hal yang biasa dilakukan oleh seorang cowok dan seorang cewek, dan apa pun yang membuat kecanggungan ini tetaplah kecanggungan. Maksudku, meskipun kami kadang-kadang membicarakan pandangan kami soal cinta dengan cara yang sombong, tetapi kami tidak punya banyak toleransi pada hal itu. Aku belum pernah melihat Ashida melambaikan tangannya kayak gini sebelumnya.
Mari kita kembali ke pertanyaannya... ...Efek suara, efek suara, ya? Seribu kali... ...Ah, aku sudah paham sekarang.
"Itu dia, jawabannya yaitu 'undian'*. Karena tadi kamu bilang efek suara ciuman seribu kali."
(TL Note: Undian : Chūsenkai, Ciuman seribu kali : Kisu senkai, Chū : Efek suara ciuman.)
"Tepat sekali. Sajocchi pasti punya pikiran yang jorok, ya?"
"Aku justru lebih terkejut karena ternyata Ashida itu lebih polos ketimbang yang aku kira. Wajahmu jadi memerah begitu karena tersipu malu, tuh."
"Diamlah!"
Saat aku mencoba memprovokasinya, Ashida berlari menjauh dari sebelahku, mungkin karena dia tidak mau aku melihat wajahnya lagi.
Memang agak mendebarkan melihat Ashida, yang punya citra sebagai seorang cewek yang tangguh di Ekskul Olahraga dan juga seorang cewek yang periang, ternyata bisa jadi sangat pemalu. Mungkin aku merasa kalau aku ini memang agak mirip dengan tipe S*. Bukannya aku terlalu polos buat cowok yang tidak menarik untuk jadi tipe S?
(TL Note: Kalian tahu lah, ada Tipe S, Tipe M, dan lain sebagainya.)
♦
"...Apa kamu sudah melakukan sesuatu pada Kei?"
"Aku tidak ingat pernah melakukan sesuatu padanya."
Di sore harinya, Rapat Panitia Pelaksana Festival Budaya tampaknya sudah selesai, dan Natsukawa kembali ke kelas dan memberi tahuku kalau tugas yang telah kami kerjakan, akhirnya rampung juga. Dia terasa agak lebih segar, karena tadinya dia agak bingung dan terganggu oleh kenyataan bahwa mereka mesti berpisah di tengah-tengah Festival Budaya. Namun, lebih dari itu, aku dan Natsukawa membicarakan soal bagaimana kami selama ini (yang berikut ini dihilangkan).
Setelah bicara sejenak cukup lama, Natsukawa mulai melihat ke sekelilingnya. Gestur ini merupakan gestur yang umum. Hal ini sering dia melakukan saat dia sedang mencari-cari Ashida saat dia tidak ada di bangkunya atau semacamnya. Aku memang cemburu padanya, aku juga mau dicari-cari oleh Natsukawa.
Aku juga jadi penasaran, dan melihat ke arah sekelilingku untuk mencari-carinya. Ashida yang biasanya akan mencium aroma Natsukawa. — Rutinitas menyimpangnya yang wajar yaitu melompat ke arah Natsukawa saat dia merasakan tanda-tanda kehadirannya. Secara pribadi, aku memang iri padanya, tetapi di sisi lain, aku tidak keberatan Ashida jadi mengambil pendekatan yang lebih drastis. Bagaimana denganku!? Aku mau melihat sesuatu yang lebih kuat! Aku juga mau melihatnya!
Saat aku mencari-carinya dengan melihat ke sekelilingku, yang mengejutkan, aku segera menemukannya. Ashida, yang sedang memelototiku dengan mulut berbentuk segitiga sambil duduk di bangku guru yang akan digunakan sebagai bangku pembawa acara, memperhatikanku dan berusaha menjauhi dariku. Kalau dia hendak menjauh dariku, itu berarti dia tidak dapat mendekati Natsukawa yang ada tepat di depanku.
Natsukawa merasakan sesuatu dan mulai menanyaiku sambil menusuk perutku dengan ujung berkas bening yang dia pegang. Sungguh buruk kalau ada seseorang yang menatapku dengan penuh rasa penasaran dan kecurigaan dari depan kayak gitu — Ah, itu sakit, rasa sakitnya lebih dari yang aku kira, ah...!
"Ashida memberiku petunjuk aneh pada sebuah teka-teki tadi, dan saat aku menggodanya, dia jadi merajuk, loh."
"Memangnya kamu tidak melakukan apa-apa padanya?"
"Aduh, ah!"
Tangan Natsukawa yang menyerangku jadi semakin intensif, itu mungkin karena dia merasa sedih karena Ashida tidak menyapanya. Ujung berkas bening itu menembus kausku dan terasa sakit. Aku tidak pernah menyangka kalau akan tiba masa di mana Natsukawa akan menyakitiku kayak gini. Bersabarlah, diriku... ...Jangan keraskan suaraku... ...Kalau aku berteriak kegirangan dan merasa senang dalam situasi ini, perasaan sukaku yang cuma sedikit ini akan meroket dan jatuh ke dasar bumi...!
"...Kalian berdua habis bersenang-senang bersama tanpaku, ya."
"..."
Natsukawa memalingkan kepalanya dan bergumam. Suaranya sangat pelan sampai-sampai kalau bukan karena aku ada di dekatnya, aku pasti akan melewatkannya. Aku tidak tahu apa yang mesti aku bilang untuk membalas kata-kata yang dia ucapkan padaku dengan raut wajah yang cemberut begitu. Apa menurut kalian akan lebih tepat kalau aku tidak membalasnya? Lagipula, cewek-cewek itu memang sangat sulit dimengerti... ...Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan membuat dua orang cewek merajuk dalam waktu sesingkat itu.
"Kalau begitu, aku punya pertanyaan untukmu, Natsukawa."
"Eh?"
"Ajang apa yang mengharuskan kita ciuman seribu kali?"
"...Eh!? Ci-Ci-Ci-Ci-Ci...?
"...Heh?"
Pertanyaan ini punya dampak yang lumayan besar, sampai-sampai itu membuatku terkejut juga. Berdasarkan standar Ashida yang bilang mestinya tidak ada yang perlu aku sesalkan, jadi aku malah bilang begitu pada Natsukawa, tetapi dia terkejut terkejut, namun wajahnya malah jadi memerah dari yang aku kira dan dia mulai merasa panik.
"A-Apaan sih yang kamu bicarakan...? ...Astaga!"
"Eh, tunggu sebentar!"
Dia mendorong dan menekan dadaku, seakan-akan dia sedang menekan sebuah berkas bening ke tubuhku. Dalam waktu sesingkat itu, yang aku pikirkan, Natsukawa berlari meninggalkan ruang kelas sambil mengipas-ngipasi wajahnya.
"...Eh?"
Aku bahkan belum memberinya petunjuk apapun. Tetapi tetap saja, tampaknya itu merupakan teka-teki yang sangat merangsang buat Natsukawa. Aku rasa aku sekarang jadi paham mengapa pertanyaan itu dihapus dari daftar pertanyaan teka-teki yang akan digunakan dalam kompetisi besok.
Saat aku menatap ke arah Ashida, dia menatapku dengan tatapan kosong, seakan-akan bilang, "Rasakan itu, memangnya enak!".
Author's Note:
[Ashida?]: "Mble!"
TL Note: Kami segenap tim Lintas Ninja Translation mengucapkan selamat menunaikan ibadah di bulan Dzulhijjah 1445 H. dan menyambut Hari Raya Idul Adha 1445 H dan selamat menikmati liburan Anda.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
Baca juga: