Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 6 Bab 155 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-6-bab-155-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 155
Paparan

Langit di bagian barat tampak berwarna putih. Di sisi lain, masih ada sedikit cahaya sang surya yang redup.

Tepat di atas kami ada langit berwarna biru tua yang bertabur bintang. Aku penasaran sudah jam berapa saat ini. Aku pun tidak mau mengeluarkan ponsel pintarku untuk memeriksanya saat ini.

Aku melihat bayanganku yang menunjukkan tubuhku yang gemuk dan gendut di cermin melengkung di persimpangan jalan. Ekspresi wajahku berubah dan tidak dapat dilihat. Aku tidak tertarik dengan penampilanku saat ini.

"...Eh?"

Aku tidak bisa mengikuti pemahamanku. Barusan setelah aku berdiri di sana untuk waktu yang cukup lama, barulah aku dapat mengungkapkan keraguanku dan bertanya. Tidak ada lagi rasa panas sebelumnya yang tersisa di permukaan tubuhku. Ini sih bukan musim gugur lagi, ini lebih terasa kayak musim dingin, karena udara dingin telah merenggutku melalui celah-celah seragamku dan menghilang.

—Dia itu tersandung, bukan?

Perlahan-lahan, aku mengingat perasaan saat tubuhku dililitkan oleh tangannya. Bukan cuma punggungku saja, tetapi ujung-ujung jari Natsukawa membelai bagian samping tubuhku melalui celah-celah di antara kedua lenganku, yang tergantung. Aku dapat merasakan gerakannya seakan-akan dia sedang memeriksaku di luar pikiranku dan tidak mau meninggalkanku. Apa jangan-jangan aku sedang bermimpi?

Sebuah suara hening berbisik di dalam kepalaku berulang-ulang, "Terima kasih atas kerja kerasmu.". Aku dapat merasakan panas di dalam setiap kata-katanya, kehangatan napasnya saat dia naik perlahan ke punggungku. Mungkin dia terkejut saat dia tersandung, tetapi aku dapat merasakan napas panas yang sama di punggungku setelah kata-kata itu keluar.

—Apa dia benar-benar tersandung?

Tidak ada dampak seperti tabrakan. Ilusi itu benar-benar nyata, dan lengannya yang memelukku telah ada di sini selama sekitar tiga jam yang lalu. Itu merupakan saat-saat yang panas, harum, dan sangat mempesona. Saat aku mengira kalau semua kehangatan saat itu telah tersapu oleh angin utara, aku dapat aku lakukan cuma menatap kedatangan musim keberuntunganku.

Aku tidak tahu. Aku, yang sudah melupakan aliran waktu, tidak dapat lagi memahami maksud Natsukawa yang sesungguhnya. Mungkin saat waktuku berhenti begitu saja dan Natsukawa panik lalu segera pergi dengan tergesa-gesa. Mungkin kata-kata "Terima kasih atas kerja kerasmu." itu cuma halusinasi pendengaran dari pikiranku saja yang sedang melamun, yang secara otomatis memutuskan untuk bilang kalau "Aku merasa lelah.".

Karena aku tidak dapat merasakan kehangatan itu di punggungku lagi.

Tidak ada cara untuk mengetahuinya secara pasti. Kalau Natsukawa bilang "Aku tersandung!", maka dia mungkin memang tersandung. Kalau aku dapat memastikan apa itu benar atau tidak, aku akan langsung berjalan pulang sambil bergandengan tangan dengan Natsukawa setiap hari mulai saat ini. Mau bagaimana lagi, itu mungkin cuma sesuatu yang tidak dapat aku pikirkan.

"...Beruntungnya diriku."

Begitulah caraku memutuskan untuk bersukacita atas keberuntunganku ini.

Aku memang berasal keluarga yang tidak punya jam malam, tetapi ini merupakan kali pertama aku pulang ke rumah setelah sang surya tenggelam. Menurutku, buat aku yang merupakan anak nakal yang mulai bekerja paruh waktu secara sendiri aku pasti tidak akan dimarahi pada levelku karena hal ini. Keluargaku bukanlah keluarga yang sangat perhatian yang akan menungguku untuk makan malam saat aku terlambat. Kakak pasti sedang berbaring di sofa saat ini, sambil memainkan ponsel pintarnya atau remot televisi sebagai pendampingnya. Namun, aku yakin kalau Ibu akan bertanya padaku mengapa aku datang ke rumah terlambat...

Aku berjalan masuk melewati pintu depan dengan segenap tekadku—

"Bagaimana jadinya tadi...!?"

Wah, berisik, ah!

Meskipun aku pulang ke rumah secara diam-diam, kemudian aku kaget! Kakak yang liar tiba-tiba melompat keluar ke arahku dari pintu ruang tamu yang aku buka. Begitu Kakak masih punya sedikit lumpur di tubuhnya, dia akan tampak sangat liar.... Tetapi cuacanya sudah cukup dingin, loh. Bukannya cewek-cewek cenderung mudah merasa kedinginan di ujung-ujung jari mereka? Apa Kakak itu merupakan sebuah pengecualian? Apa Kakak sudah pernah menjalani kehidupan satwa liar di bawah bimbingan para ahli?

"Mengapa Kakak sangat bersemangat? Aku terkejut, ini merupakan pertama kalinya Kakak jadi sangat bersemangat sejak Amuro-chan terakhir kali muncul di Kouhaku."

"Natsukawa-san."

"..."

Saat Kakak menyebutkan nama itu, bukan cuma punggungku yang gemetaran, tetapi jantungku langsung berdebar kencang. Nama Natsukawa mestinya tidak masuk ke dalam "Daftar Peringkat Nama yang Akan Keluar dari Mulut Kakak", tetapi mengapa bisa? Eh, apa jangan-jangan dia sedang diawasi oleh Kakak?

Kipas dan alarm terngiang-ngiang di kepalaku. Dari situlah, selangkah demi selangkah, wihi. Aku sangat ingin menari-nari dengan gila-gilaan dan menghapus ingatan itu dari kepala Kakak. Karena aku merasa kalau Ibu nanti akan menangis, makanya aku berhenti mencoba melakukan itu.

"A-A-A-Apaan sih yang Kakak bicarakan, sih?"

"Jangan bercanda. Cewek itu sudah menunggu dengan sabar sampai kamu keluar dari ruang OSIS, loh."

"Eh?"

Apaan itu? Aku tidak tahu maksudnya itu...? ...Tunggu? Natsukawa memang bilang padaku kalau dia "telah menungguku", tetapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku ada di ruang kelas Panitia Pelaksana Festival Budaya? Padahal saat aku menuju ke sana, mungkin sudah tidak ada seorangpun di sana kecuali aku...

[—Lakukanlah dengan benar.]

...Ah.

Begitu ya, tidak, aku cuma menerima satu pesan aneh itu dari Kakak. Aku tidak dapat memahami maksud dari pesan itu karena pesan itu datang setelah segala urusan lainnya. Tadi aku berpikir, "Memangnya apa yang mesti aku lakukan saat ini?", tetapi ternyata ini mungkin ada hubungannya dengan Natsukawa, ya...?

"Saat Kakak baru saja keluar dari Ruang OSIS, ternyata dia sedang duduk di tangga di samping ruang ini. Dia sudah lama duduk di sana menunggumu keluar. Kamu mungkin tidak menyadarinya dan pergi begitu saja."

"Eh...?"

Hah? Eh, apa itu? Membayangkannya saja sudah membuatku merasa kalau itu imut. Jadi, apa itu berarti Kakak bertemu dengan Natsukawa dan memberi tahunya kalau aku ada di ruang kelas itu? Itu gawat...! Tanpa aku sadari, kami hampir saja mengalami kesalahpahaman yang memilukan! Aku mungkin akan mati kalau aku membiarkan Natsukawa yang sedang menungguku, lalu dia akan pulang tanpa bertemu denganku! Terima kasih, Kakak...!

Alasan mengapa aku mau terlibat dengan Panitia Pelaksana Festival Budaya. — Aku merasa kalau aku paham mengapa Natsukawa sangat bersikeras untuk mengetahuinya. Memang itu sulit untuk dipercaya, tetapi itu terjadi karena telah menunggu sekian lama, dia akan melepaskanku. Aku juga bisa paham mengapa dia ingin menanyakan hal itu. Pada akhirnya, aku cuma dapat menggunakan kata-kataku yang dapat aku gunakan di menit-menit terakhir.

"Jadi, apa yang terjadi? Begini, kalian memang tidak tampak begitu beberapa hari yang lalu, tetapi kalian tampaknya semakin akur sekarang? Kapan semua itu mulai tampak kayak gitu? Apa tidak ada yang salah dari kalian?"

"Apa yang Kakak maksud dengan, "Ada yang salah", sih?"

"Apa maksudmu, sih?! Sebelum kamu terkena flu? Kamu mengatakan sesuatu yang tidak dapat dimengerti di rumah."

"Lupakan saja itu."

Tidak biasanya Kakak ikut turun tangan dengan masalahku ini... ...Kalau dia itu Kakak yang biasanya, dia mungkin cuma akan menggodaku dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dangkal padaku. Mengapa Kakak sangat tertarik dengan ceritaku? Padahal Kakak pasti akan jadi pemarah kalau aku mengungkit cerita soal masa lalunya sebagai seorang gyaru dua tahun yang lalu, dan dia akan secara terang-terangan mengalihkan topik obrolan kalau aku tiba-tiba menyebutkan kedekatannya dengan salah satu dari cowok-cowok tampan di OSIS.

"Ada banyak hal yang terjadi. Sama halnya dengan Kakak, loh."

"Apa...?"

"Terima kasih karena telah memberi tahu Natsukawa di mana tempat aku berada."

Aku membalas Kakak dengan beberapa serangan verbal itu sambil melepaskan sepatuku, dan aku merasakan respons yang tidak terduga dari pipi Kakak. Alasanku dapat berterima kasih pada Kakak, karena aku dapat memahami perasaannya saat dia tidak senang kalau masa lalunya diungkit. Apa ini juga karena kami bersaudara? Sampai saat ini, aku berpikir kalau aku tidak akan pernah tampak mirip kayak dia lagi.

Aku berjalan melewati Kakak yang sedang terdiam dan memasuki ruang tamu. Menu makan malam hari ini yaitu makanan Jepang, dan apakah itu? Aroma kecap asin memenuhi udara di ruangan ini. Cocok sekali buat tubuhku yang sedang agak kedinginan. Selain itu, aku merasa kayak sedang mencari makanan yang lebih lembut saat ini.

"Selamat datang kembali."

"Hmm, aku pulang."

Ibu bangkit dari sofa saat melihatku. Rupanya Ibu hendak menyiapkan makan malam, dan aku meminta maaf karena melewatkan waktunya, jadi aku membalasnya dengan ucapan "Aku pulang" yang misterius dan aneh. Ayah sedang melihat-lihat beberapa dokumen di meja makan.

"...?"

Aku merasa tidak nyaman.

Suasana di ruang tamu saat ini memang terasa aneh. Aku merasakan sesuatu yang sangat menegangkan. Ayah tidak pernah melepaskan secangkir kopi setelah makan malam dari mulutnya. Kalau aku perhatikan lebih dekat, aku dapat menyadari kalau mata Ayah tertuju padaku sepanjang waktu. Ibu tidak pernah bilang "Bagaimana sekolahmu hari ini?", yang menempati urutan pertama dalam daftar kalimat-kalimat yang dianggap paling menyebalkan dan menjengkelkan di kalangan cowok-cowok SMA di dunia. Aku hampir saja merasa ingin melaporkan pada Ibu kalau "Sekolahku hari ini baik-baik saja". Tidak, kenyataannya tidak baik-baik saja, sih.

Tidak, tunggu...?

"...Euh..."

Aku menatap Kakak yang kembali ke ruang tamu dengan tatapan canggung. Kakak memalingkan wajahnya dengan segera. Mestinya kaki Kakak menghadap ke arah sofa di mana aku berada, tetapi Kakak mulai membalikkan tubuhnya ke arah dapur.

...Kakanda b*jingan...!! Kakak pasti sudah bilang pada Ibu dan Ayah soal apa yang aku bilang barusan, bukan!? Kesampingkan soal Ayah, Kakak pasti bercerita pada Ibu sambil mendengus, bukan!? Lagipula, Ayah pasti menguping cerita itu, bukan!? Dasar b*jingan, orang-orang ini...!

Ibu! Berhentilah mengeluarkan kacang merah dan garam wijen! Tidak ada hal yang spektakuler yang terjadi! Aku mau makan daging, kentang dan tahu koya saja!

Ayah! Itu pasti bukan rujukan untuk dokumen kerja! Itu pasti teka-teki silang yang Ayah ambil dari tasku tanpa izin dan mengeluarkannya beberapa hari yang lalu, bukan!? Menghilanglah dalam api kegelapan!

Kakak! Itu bukan bakpao b*bi 551, loh! Itu cuma bakpao dari Family Mart!

Author Note:

Ini merupakan musimnya bakpao daging.

*Pada 4 Oktober 2020, bakpao daging 515 telah dikoreksi jadi bakpao b*bi.

TL Note: Dalam versi orisinalnya, bab ini pertama kali dirilis pada 27 September 2020 dan terakhir kali direvisi pada 4 Oktober 2020. Sedangkan kami baru menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pada tanggal 10 Mei 2024, secara bersamaan.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

Baca juga:

 [Manga Short Story Special Extra] - Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha - Okemaru-sensei Cerita Pendek Manga Jilid 5 Edisi Spesial

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama