Bab 146.1Kedatangan Gadis Kecil
(TL Note: Bab ini cuma kami terjemahkan ke Bahasa Indonesia dan dilengkapi dengan 2 ilustrasi jadi jangan sampai terlewat, ya!)
Persiapan Festival Budaya semakin cepat. Meskipun kami lebih sibuk dari sebelumnya, sekolah ini bertindak seakan-akan itu merupakan tugas nasional untuk tetap melanjutkan pelajaran. Karena aku membantu dalam Panitia Pelaksana Festival Budaya dan penampilan kelasku sendiri untuk Festival Budaya, aku merasa kayak orang biasa, bahkan mungkin seorang siswa SD... Tunggu, mengapa aku jadi bocil? Bagaimanapun, aku mungkin mengeluh kayak gini, tetapi aku masih tidak dapat berharap untuk membandingkan diriku dengan Ichinose-san, yang bekerja paruh waktu dan masih belajar di atas segalanya.
"..."
Satu-satunya anugrah yaitu suara coretan pena yang dari Natsukawa di belakangku. Banyak hal yang telah terjadi, dan aku kira akan terjadi hal-hal yang canggung di antara kami berdua, namun aku tidak pernah mengantisipasi perasaan bahagia dan gembira semacam itu cuma dengan adanya orang yang dulu aku suka di dekatku. Meskipun aku merasa agak menyesal karena tidak bisa menyaksikan sang Dewi dari jauh, aku mendapati kegembiraan lain dalam hidupku.
Memang benar, aku akan ditangkap kalau polisi mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Memikirkan Natsukawa yang menatap ke arah belakang kepalaku saja sudah mempercepat adegan Bu Guru menulis di papan tulis.
"Baiklah, selanjutnya~."
Gaaaaaaah?! Aku mempercepat gerakan tanganku semakin jauh lagi, memaksa "Natsukawa untuk menghentikan perdagangan harian"-ku dan memulai catatanku. Apa dia putri seorang saudagar kaya? Seorang siswi SMA yang punya hubungan dengan keluarga kerajaan sungguh terlalu gila. Aku ingin menikahi dengan orang yang seperti itu saat ini.
Dengan perasaan yang patah hati, aku menghapus bagian yang mulai aku catat, dan mencari jawaban yang tepat di buku paket. Ternyata itu merupakan 'Ashikaga Yoshimitsu'. Hei, Natsukawa tampak jauh lebih baik dari pria ini. Meskipun dia tidak melakukannya, perasaanku padanya tidak akan berubah! Meskipun aku tidak tahu apa dia akan membalasnya!
Sementara itu, Bu Guru terus melantunkan kata-kata acak yang tampaknya penting. Berjongkok di depan papan tulis kayak gitu, catatanku penuh dengan ruang kosong. Siapa tahu, mungkin mereka akan menembakkan bola api ke arahku tanpa sepengetahuanku. Iya, selama aku dapat melindungi Natsukawa, aku dapat keluar dengan tenang!
"Hmm, kita cukupkan buat hari ini."
Bu Guru mengucapkan kata-kata ini, dan aku dapat merasakan semua orang di kelas jadi rileks sekaligus. Suasananya terasa kayak setelah perjuangan yang panjang, dan Bu Guru pun bereaksi dengan 'Mungkin aku terlalu terburu-buru' dengan senyuman pahit. Dasar b*jingan. Melihat waktunya, sudah 50 menit berlalu. Aku merasa mata-mata pelajaran yang membutuhkan banyak catatan biasanya berlalu sangat cepat. Aku tidak tahu apa aku sedang bahagia atau kesal.
Tepat saat hidungku mulai gatal, aku menatap ke area hitam di jari kelingking tanganku. Iya, aku sama sekali tidak bahagia. Aku lebih suka mata pelajaran yang memungkinkan aku mengamati pemandangan di luar. Lebih bagus lagi kalau aku dapat mencoret-coret potret tokoh-tokoh penting di Mata Pelajaran Sejarah. Tidak ada salahnya kalau aku mengacaukan kepala Ashikaga Yoshimitsu sedikit, bukan?
"Berdirilah. Menunduk."
"Terima kasih banyak!"
Akhirnya, semuanya telah selesai... ...Aku kembali duduk di bangkuku. Sambil menengok ke arah langit-langit, aku berusaha mempertahankan tenaga mental dan fisikku sebanyak mungkin, tiba-tiba aku merasakan sesuatu menghantam kepalaku, diikuti dengan sensasi yang agak dingin.
"...Aku sudah memperbaiki pusar kepalamu."
"..."
"Ah..."
..Mengapa dia sangat imut sekali? (Diarahkan ke seluruh dunia.)
Menilai dari sensasi itu, Natsukawa menggunakan ujung penanya untuk memperbaiki rambut di kepalaku. Tidak apa-apa. Apa yang benar-benar membuatku bingung yaitu kenyataan bahwa Natsukawa pun cukup peduli untuk memperbaiki pusar kepalaku itu. Aku tidak pernah membayangkan hari di mana aku akan menderita kekalahan melawan rambutku sendiri. Aku mau Natsukawa tertarik padaku. Aku berbalik arah, dan mendapati Natsukawa meminta maaf padaku dengan cara yang malu-malu. Aku merasakan rasa penasarannya yang semakin besar.
"Iya, maafkan aku..."
"Tidak apa-apa..."
"Aku mungkin... ...mestinya tidak menyentuhmu di sana, bukan?"
"Tunggu, dari mana kamu mendapatkan informasi palsu itu?"
Dia tampak sangat canggung saat bilang begitu, yang menyebabkan tubuhku bereaksi lebih cepat ketimbang otakku, dan aku membalas tanpa berpikir apa aku mesti melakukan itu atau tidak. Aku cuma berharap bukan ayahnya yang bilang begitu. Aku yakin dia pasti punya banyak masalah dengan cewek sebayanya. Aku harap kamu merawat kulit kepalamu dengan baik selama hari sekolah.
"...Berlawanan arah jarum jam?"
"Iya..."
"Jadi begitu..."
Aku sering melihat Kakak berusaha menyembunyikan pusar kepalanya dengan sisir, makanya aku sering menatapnya. Dia juga bergerak berlawanan arah dengan jarum jam. Kayaknya kami memang punya hubungan darah. Bagaimanapun, kami cuma punya waktu sepuluh menit antar jam pelajaran, jadi aku mau sekali mengeluarkan laptopku, dan membukanya jadi paling tidak aku bisa sedikit mengurangi beban Natsukawa... ...tetapi aku sangat kekurangan waktu di sini. Dan meskipun aku punya waktu, aku tidak bisa mengerjakan tugasku di sini tanpa Yamazaki atau orang lain yang menggangguku. Meskipun aku pindah ke tempat lain, aku akan membutuhkan lebih banyak waktu.
...Tunggu, saat melakukan rapat daring dengan Hanawa-senpai sebelumnya, aku tidak membutuhkan jaringan sekolah, bukan? Kalau aku dapat mengerjakan dokumen itu di ponselku, bukan di laptopku, dan menciptakan lingkungan yang ramah kerja, aku mungkin dapat memanfaatkan waktu sesedikit ini. Iya... peraturan sekolah mungkin melarangnya, tetapi terserah. Buat saat ini, aku mesti pindah ke tempat di mana Wi-Fi dapat terjangkau...
"...Apa kamu mau berangkat untuk mengerjakan tugas lagi?"
"Hah?"
Aku bangun dari bangkuku, menuju lorong, saat Natsukawa memanggilku. Ekspresinya memang tampak agak bingung, tetapi juga ragu-ragu. Dia mungkin mengira kalau aku terlalu banyak bekerja. Aku juga tidak tahu bagaimana perasaanku kalau aku mesti memamerkannya... ...Menurutku ada baiknya aku merahasiakannya saja.
"Tidak, aku barusan mau menuju ke toilet."
"Tetapi wajahmu tampak kayak kamu berencana untuk mengerjakan tugas."
"Hah? Wajahku?"
Wajahku... ...Tunggu sebentar, apa aku memasang ekspresi yang berbeda saat aku sedang mengerjakan tugas? Itu pertama kalinya aku mendengarnya. Apa paling tidak itu keren? Aku harap begitu. Itu bagian terpentingnya.
"...Apa kamu punya cermin?"
"Iya, tetapi wajahmu sudah biasa saja saat ini."
"Bi-Biasa saja..."
Biasa saja... ...itu menyakitkan. Aku tidak menyangka komentar kayak gitu akan menyakitkan cuma karena itu datang dari Natsukawa... ...Ahh, lampu di ruang kelas ini mengundangku.
"Apa kamu tidak mau pergi ke toilet?"
"...Aku mau, aku mau."
"Oke, sampai jumpa lagi."
Tiba-tiba, Natsukawa menunjukkan tawa kecilnya, dan menyuruhku pergi ke toilet. Aneh. Diberkati oleh Natsukawa, tiba-tiba aku merasakan dorongan yang nyata. Aku tidak menyangka senyumannya sekuat ini. Aku kira ragaku cuma akan disia-siakan saat ini.
"...Fiuh."
Setelah buang air kecil, aku mencuci tanganku dengan hati-hati di wastafel. Karena waktu telah berlalu terlalu lama pada saat ini, aku akan terus mengerjakan tugas Panitia Pelaksana Festival Budaya pada jam istirahat berikutnya. Bukannya aku mesti mengurus segalanya sendiri. Terlalu banyak mengerjakan tugas sendiri tidak akan ada gunanya buat siapapun. Aku mesti beristirahat dengan cukup saat aku bisa. Saat aku berjalan kembali ke kelas, aku mendengar langkah cepat dan gesit mendekatiku dari arah belakang. Aku kira ada seseorang yang sedang terburu-buru, mungkin aku mesti memberinya ruang. Saat aku memikirkan hal itu, sebuah sosok mungil melompat ke arahku.
"Sajooou!"
"Hah?"
"Sajooou!!"
"Haaah?!"
Sosok kecil yang menabrakku itu — ternyata adalah Airi-chan, yang berteriak keras sambil menunjuk ke arahku. Dia menempel di kakiku sambil menangis.
"Waaah!"
"Tunggu, Airi-chan?! Mengapa kamu ada di sini?!"
Aku cuma terpesona dengan perkembangan yang mendadak ini, dan berusaha sekuat tenaga untuk menenangkannya, jadi aku menggendongnya dengan gaya Natsukawa, dengan lembut membelainya.
"A-Airi-chan — Ah? Apa kamu sudah bertumbuh? Kamu terasa agak lebih tinggi ketimbang sebelumnya."
"Waaah!"
Sosok kecilnya membebani lenganku lebih dari yang aku ingat. Mungkin dia sudah bertambah berat? Iya, sudah dua bulan sejak terakhir kali kami bertemu... ...Kayaknya aku terlalu meremehkan pertumbuhan seorang anak balita. Mengesampingkan fakta kalau dia cengeng.
"Sajou-kun."
Saat aku sedang kebingungan, Ibu Ōtsuki mendekatiku dari arah yang sama dengan tempat Airi-chan datang. Lain denganku, beliau tidak tampak terlalu terkejut, dan malah menunjukkan senyuman masam.
"Dia itu adiknya Natsukawa-san, bukan? Dia tidak menangis sampai saat ini, Ibu rasa dia cuma menahan diri."
"Maksudku, oke? Aku masih tidak paham mengapa dia ada di sini."
"Ibu pribadi juga penasaran. Begitu dia melihatmu, dia mulai berlari."
"Ah, itu, begitu ya..."
"—Airi?!"
"Waaah! Kakaaak!"
Bu Guru kayaknya cukup penasaran dengan keadaan di balik fakta ini, tetapi Natsukawa langsung melompat ke arahnya dan bergegas keluar kelas. Dia tampak sangat bingung melihat Airi-chan ada di sini. Dia pun berharap ini cuma mimpi, dan aku benar-benar paham. Dengan gerakan cepat namun tenang, Natsukawa merebut Airi-chan dariku, mendekatinya, dan memeluknya dengan erat. Begitu ya, beginilah cara dia memeluk adiknya saat ini.
"Jadi, mengapa adikmu ada di sini, Natsukawa?"
"Sebenarnya—"
*
Beginilah intinya. TK tempat Airi-chan bersekolah punya gedung yang mesti direnovasi karena kerusakannya, dan tampaknya gedung tersebut ditutup hari ini. Namun, hari ini kayaknya bukan waktu yang tepat, karena Ibu Natsukawa tidak dapat meluangkan waktu untuk mengurus Airi-chan, dan ayahnya juga sudah terlalu sibuk dengan pekerjaannya, padahal Natsukawa jelas mesti bersekolah. Akibatnya, keluarga tersebut mencapai kesimpulan tertentu — Apa mungkin dia sudah cukup umur untuk ditinggal di rumah sendirian?
Parahnya, mereka baru mengetahui soal renovasi tersebut terjadi sehari sebelumnya, yakni pada hari Minggu pagi. Bersama ibunya, Natsukawa mencoba yang terbaik untuk menanamkan segala sesuatu yang diperlukan pada Airi-chan, kayak 'Jangan buka pintu tidak peduli siapapun yang menelepon' dan seterusnya, dan kita berlanjut ke kejadian hari ini. Pagi ini, Airi-chan nampaknya sangat termotivasi, dan mengalahkan Natsukawa. Namun, tampaknya ini masih terlalu dini buatnya.
Begitu Ibu Airi-chan meninggalkan rumah, dia mulai merasa kesepian, mengganti pakaian, dan berlari keluar rumah. Paling tidak, dia mengunci pintu rumahnya dengan benar menggunakan trik 'Putarlah ke arah taman' saat memutar kunci pintunya. Sejak saat itu, dia melanjutkan petualangannya. Saat hari sedang hujan, orang tua Natsukawa terkadang mengantarnya ke sekolah, dan karena Airi-chan selalu ikut saat itu, dia ingat jalannya. Mengandalkan ingatannya, dia berlari menyusuri jalanan. Sungguh pemandangan yang patut disaksikan saat dia bilang, 'Aku mengangkat tanganku ke lampu lalu lintas!' sambil menangis.
Karena dia bertingkah baik-baik saja di perjalanan tanpa menangis sedikitpun, dia berhasil sampai ke sini tanpa ada yang memanggilnya. Meskipun begitu, dia pasti merasa tidak enak badan dalam perjalanan ke sini. Begitu Airi-chan sampai di sini, dia tampak tersenyum cerah, atau begitulah yang dijelaskan oleh seorang guru yang hadir di ruang guru. Setelah itu, perawat UKS, Ibu Shindou, dengan lembut bicara pada Airi-chan, mendapatkan informasi sebanyak mungkin darinya. Melalui itu, mereka mengetahui kalau dia itu adiknya Natsukawa Aika yang menggemaskan. Ibu Ōtsuki pun tampak agak bersemangat saat mengetahui hal itu. Hei, hei.
"Dasar b*doh!"
"Waaah...!"
Karena kami mengumpulkan terlalu banyak perhatian dari siswa-siswi lainnya, kami berpindah lokasi. Saat itulah amarah Natsukawa muncul untuk pertama kalinya. Tentu saja, amarahnya yaitu akibat dari rasa sayang dan perhatiannya pada Airi-chan, tidak kurang, tidak lebih. Dan kayaknya tangisan Airi-chan tidak menenangkan Natsukawa untuk beberapa saat. Aku? Aku telah jatuh cinta padanya lagi, hehe. Tentu saja, kami tidak bisa mengabaikan mata pelajaran berikutnya begitu saja, jadi kami segera kembali ke ruang kelas.
"...Heuh."
"..."
Mata pelajaran kami berikutnya kebetulan merupakan Bahasa Inggris, yang diajarkan oleh Ibu Ōtsuki. Natsukawa dan yang lainnya juga kembali, dan Airi-chan bergabung dengan kelas kami juga... ...walaupun entah mengapa dia duduk di sampingku di bangku yang pinjaman, sambil memegangi pakaianku. Tampaknya dia tidak menyukai gagasan untuk tetap bersama kakaknya yang barusan memarahinya. Aku paham perasaannya, karena aku sendiri juga pernah mengalaminya. Tetapi meskipun begitu...
"...Hmf."
"..."
Euh, dia menakutkan... ...Aku bisa merasakan tekanan penyayang saudari menghantam punggungku, membuatku menangis. Aku menengok ke sampingku, dan mendapati Ashida yang menyeringai serta teman-teman sekelasku yang lain, jelas-jelas menikmati situasi ini.
"...Mmm."
"Ah..."
Airi-chan terjatuh ke samping, kepalanya jatuh ke pangkuanku. Apa dia sedang tertidur saat ini?! Atau begitulah yang aku pikirkan, tetapi aku dapat melihatnya sedang cemberut dengan jelas. Ahh, aku paham, kok... ...Menunjukkan sikap memberontak, Airi-chan mengeluarkan buku paket Sejarah Jepang dari mejaku, dan melihatnya kayak buku bergambar. Ada banyak gambar di sana. Meskipun dia belum bisa membaca teksnya, menikmati gambarnya sangatlah menyenangkan. Belum lagi dia sangat penurut saat ini.
"Airi-chan, mari kita beli permen nanti."
"Jangan terlalu memanjakannya."
"Maafkan aku..."
Aku mendengar suara kesal Natsukawa, yang mengundang gelak tawa dari teman-teman sekelas kami.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F